BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya pada program strata satu (Kamus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisiologis ini. Jika satu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. dan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi disebut sebagai Sarjana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BAB IV HASL PENELITIAN DAN PEMBAHASN. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan diperoleh gambaran kecemasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Individu yang merasakan kesejahteraan

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang jadi ibu dan orangtua rasain rasanya perjuangan ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya menuju dewasa. Remaja cenderung memiliki peer group yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN

NURDIYANTO F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

DEWI KUSUMA WARDHANI F

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Berupa rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Saat ini. 47,7% remaja sering merasa cemas (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

Eni Yulianingsih F

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUD Salatiga

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. daya terawang, dan prekognisi. Telepati ialah suatu hubungan. Daya terawang (clairvoyance) adalah kemampuan mengetahui atau melihat

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang berkualitas agar perusahaan dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga

EKO SAPUTRO F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tulis ilmiah atau skripsi merupakan persyaratan wajib bagi mahasiswa yang

BAB I PENDAHULUAN. periode terakhir dalam hidup manusia. Lansia dibagi menjadi dua bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Surayya Hayatussofiyyah, 2014

Rumah Ketua RT : (tok tok tok.) Assalamuallaikum.. permisi : Waallaikum salam eeeh perawat Evita.. apa kabar?

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struk-tur demografi ini

PEDOMAN WAWANCARA. 3. Pernahkah anda melakukan usaha untuk menggugurkan kandungan? tua/pasangan/orang-orang terdekat anda?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu kejadian yang ditunggu-tunggu oleh pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, jumlah anak-anak yang berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan diakhiri dengan proses persalinan (Patriasari, 2009). Ibu hamil mengalami

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Alkitab, 2007). Setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing dan memiliki kelebihan serta kekurangan yang berbeda-beda. Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Dari awal sampai akhir kehidupannya, manusia pasti akan melewati tahap-tahap perkembangan yang harus diselesaikan hingga masa tuanya (Hurlock, 1994). Di Indonesia kata lansia sering digunakan untuk menyebut orang yang sudah lanjut usia. Menurut Hurlock (1994), masa tua adalah periode terakhir dalam rentang perkembangan kehidupan seseorang. Hurlock (1994) membagi batasan usia lanjut menjadi dua bagian, yaitu usia lanjut dini (berusia 60 sampai 70 tahun), dan usia lanjut (mulai usia 70 tahun hingga akhir kehidupan seseorang). Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia pada tahun 2011, rata-rata usia harapan hidup di negara-negara kawasan Asia Tenggara adalah 70 tahun, sedangkan usia harapan hidup di Indonesia sendiri cukup tinggi yaitu 71 tahun. Sampai pada tahun 2012, penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050 (Mayasari, 2012, para. 4). Hurlock (1994) menjelaskan bahwa memasuki usia lanjut akan ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia kebanyakan berkaitan dengan 1

2 hambatan fisik yang berarti menurunnya fungsi organ-organ tubuh, perubahan kemampuan motorik, perubahan penampilan, masalah penyesuaian diri, kesepian, rasa jenuh dan tidak aktif. Sedangkan perubahan psikologis yang terjadi pada lansia berkaitan dengan perilakunya yang menjadi eksentrik, perhatian yang menurun, dan diasingkan dari masyarakat. Selain berbagai perubahan-perubahan yang terjadi, lansia juga memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui contohnya yaitu lansia harus menyesuaikan dengan sifat kepribadiannya, orientasi nilai dan agama, dan yang paling penting adalah mempersiapkan kematiannya sendiri (Monks, 2002). Pada masa tua, seseorang mempunyai dua kemungkinan untuk mengisi hari-hari hidupnya, yaitu menikmati masa tuanya dengan tidak memiliki kegiatan sama sekali atau tetap aktif melakukan berbagai macam kegiatan. Dari hasil wawancara data awal peneliti dengan seorang lansia berusia 75 tahun yang memilih untuk aktif melakukan berbagai macam kegiatan, dikatakan bahwa: Yaa ini jaga si kecil ini Evan, kegiatanku sekarang. Dulu ya aku masih bisa ikut Menurut hasil wawancara data awal peneliti dengan seorang lansia berusia 73 tahun yang memilih untuk tidak memiliki kegiatan sama sekali, dikatakan bahwa: Saya sekarang karena gak ada kegiatan apa-apa setelah pindah dari Jakarta ke Surabaya, sama sekali gak ada kegiatan apa-apa, jadi saya penganggur total Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa lansia yang berusia 75 tahun memilih untuk mengikuti kegiatan sosial di sekitar rumah dan di tempat ibadah, sedangkan lansia yang berusia 73 tahun memilih untuk tidak mengikuti aktivitas apapun.

3 Setiap melewati proses hidup, tidak semua manusia bisa mencapai usia lanjut, tetapi kenyataan yang ada saat ini cukup banyak manusia yang dapat mencapai usia lanjut dan itu merupakan anugerah tersendiri bagi individu tersebut (Sutarti, 2014, para. 1). Perubahan yang terjadi pada lansia membuat mereka terlihat tidak berdaya sehingga keluarga atau masyarakat lainnya membatasi keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam keterlibatan di lingkungan sosial maupun lingkungan kerjanya. Perlakuan tersebut terkadang dapat membuat lansia merasa tidak percaya diri, tidak berguna dan tidak diperlukan lagi. Namun, kenyataan yang ada tidak semua lansia itu tidak berguna lagi. Di Portugal, lansia berusia sekitar 65 tahun tergabung dalam sebuah kelompok khusus yang dirancang untuk warga senior yang masih ingin terus berkarya dalam street art atau seni jalanan yang umumnya dilakukan oleh generasi muda. Dalam kegiatan tersebut lansia tidak hanya mendapatkan pengalaman baru dan menghabiskan waktu untuk bersosialisasi saja, namun mereka dapat mempererat hubungan dengan generasi muda (Pranoto, 2015, para. 2&4). Menurut Subandi (2013), dalam menyelesaikan tahapan usia dibutuhkan persiapan-persiapan mental, spiritual, fisik dan psikis yang baik karena dengan fisik yang sehat manusia dapat menjalani hari-hari hidupnya, dapat bekerja dan beraktivitas. Begitu pula dengan mental yang baik, manusia dapat berpikir dan menyelesaikan masalah yang ada dalam hidupnya. Subandi mengatakan juga jika manusia mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan sebagai penciptanya maka manusia dapat mencurahkan isi hati dan pergumulan hidupnya kepada Tuhan dan mereka akan merasakan ketenangan serta kedamaian dalam hatinya. Pada saat manusia mencapai usia lanjut mau tidak mau mereka harus menyadari bahwa mereka akan menghadapi akhir kehidupannya yaitu kematian. Kematian merupakan suatu peristiwa hidup yang pasti dialami

4 setiap orang, walaupun tidak ada satupun yang tahu dengan pasti kapan kematian itu akan datang. Kematian terkadang dipandang sebagai hal yang menakutkan karena jika seseorang sudah mati maka ia tidak mungkin lagi dapat berinteraksi dengan orang lain dan juga berarti kematian akan memisahkan seseorang dengan segala hal duniawi. Menurut Kubler-Ross (1998), kenyataan yang ada, tidak semua manusia siap secara mental dan hati dalam menghadapi kematian. Ada berbagai alasan yang menyebabkan seseorang tidak tenang atau cemas dalam menghadapi kematian. Salah satunya adalah persepsi bahwa mati itu lebih mengerikan dalam berbagai hal dan juga ketidakmampuan untuk menentukan kapan saat kematian itu terjadi juga dapat membuat seseorang menjadi cemas dalam menghadapi kematian (Kubler-Ross, 1998). Bagi lansia, masih ada keinginan-keinginan tersendiri yang membuat mereka merasa cemas dan belum siap dalam menghadapi kematian. Di antaranya adalah adanya keinginan untuk menikmati hidup dengan bersenang-senang, hidup lebih lama bersama orang yang dikasihi, keinginan untuk melihat keberhasilan/prestasi anak dan cucu, kerinduan untuk mengabdikan diri dalam melayani Tuhan, menjadi pendoa dan perasaan masih ingin dihargai pendapatnya serta bisa menjadi penasehat bagi orangorang yang lebih muda. Dari hasil wawancara data awal peneliti dengan seorang lansia berusia 73 tahun dikatakan bahwa: P: oma..kira-kira oma sudah siap belum kalo dipanggil Tuhan? X: oh..iya jelas pasti siap kapan aja P: kalo misalnya ya oma.. maaf oma, kalau oma dipanggilnya hari ini atau besok gimana oma? Oma siap atau masih perlu waktu untuk persiapan? X: Aku kok gak, malah bingung... maunya ini, sebetulnya gini ini ya.. saya rasa bukan saya sendiri kepinginnya itu ya masih lama gitu lho, kepinginnya itu masih nanti tapi ya memang sudah waktunya dipanggil mau apa lagi, kita kan

5 harus menyerah, harus menerima kenyataan. Masih kepingin..masih kepingin seneng hidup. Berdasarkan cuplikan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia tersebut merasa cemas dalam menghadapi kematiannya. Hal ini ditunjukkan dengan gejala psikologis seperti bingung atau khawatir karena sebenarnya masih ingin menikmati hidup. Namun di sisi lain lansia tersebut harus menerima kenyataan bahwa dirinya tidak bisa mengelak dari kematian. Ciri yang ditunjukkan lansia tersebut sesuai dengan ciri kecemasan secara psikologis yang dikemukakan oleh Maramis (1980). Selain itu, hasil wawancara awal peneliti dengan lansia berusia 75 tahun, dikatakan bahwa: hmm.. gimana ya, aku jadi deg-degan ini. Aku rasa aku sudah siap kalo sewaktu-waktu dipanggil, tapi ya kalo ya hari ini apa besok gitu kok hmm.. belum kayaknya, masih banyak hal yang pingin aku lakukan, aku masih mau mendoakan anak cucuku. Berdasarkan cuplikan wawancara di atas, lansia tersebut merasa cemas dalam menghadapi kematiannya. Hal ini ditunjukkan dengan gejala fisik yang muncul yaitu jantung yang berdebar cepat. Ciri yang ditunjukkan lansia tersebut sesuai dengan ciri kecemasan secara fisik yang dikemukakan oleh Maramis (1980). Berdasarkan kedua cuplikan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa para lansia tersebut mengalami kecemasan saat ditanyakan tentang kematiannya, karena ciri-ciri yang muncul dari kedua lansia tersebut sesuai dengan ciri kecemasan yang dikemukakan oleh Maramis (1980) yang dalam hal ini dikaitkan dengan kecemasan dalam menghadapi kematian. Kecemasan itu sendiri adalah suatu reaksi emosional yang dapat menimbulkan keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, Rathus, dan Greene, 2005). Kecemasan merupakan sebuah perasaan yang dapat dialami oleh setiap individu dengan gejala seperti detak

6 jantung yang berdebar cepat, berkeringat, nafas yang memburu, rasa kaku di dada (Hariyono, 2000). Maramis (1980) menjelaskan bahwa kecemasan dapat ditandai oleh ciri-ciri fisik, dan psikologis. Ciri-ciri fisik meliputi (a) gangguan pada tubuh seperti berkeringat, panas dingin, dan lemas (b) gangguan kepala seperti pusing atau sakit kepala, (c) gangguan pernapasan seperti sulit bernafas, jantung berdebar cepat dan dada terasa tertekan (d) gangguan pencernaan seperti mual, diare dan sering buang air kecil. Ciriciri psikologis meliputi (a) perilaku menghindar, dan (b) perasaan khawatir yang berlebihan, (c) sulit berkonsentrasi, dan (d) adanya pikiran yang mengganggu. Pada pembahasan tentang ciri-ciri kecemasan di atas, menunjukkan ciri yang sama dengan yang dijelaskan oleh Kubler-Ross (1998) tentang kecemasan menghadapi kematian. Kubler-Ross (1998), mengatakan bahwa kecemasan menghadapi kematian itu terjadi karena lansia kurang mampu menerima kenyataan bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Kondisi di usia tua menyebabkan para lanjut usia cenderung dibayang-bayangi oleh perasaan tidak berdaya dan takut dalam menghadapi kematian (Thouless dalam Jalaluddin, 1996). Ketika manusia mempunyai perasaan cemas menghadapi kematian, maka akan muncul pertanyaanpertanyaan dalam diri sendiri yaitu Kapan saya akan mati?, Apakah yang menyebabkan kematian saya?, Apakah yang dapat saya lakukan terhadap kematian seperti yang saya inginkan? (Hurlock, 1994:402). Jadi, dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam diri seseorang mengenai kematiannya tersebut, secara tidak langsung menunjukkan bahwa orang yang siap dalam menghadapi kematiannya mungkin tidak lagi mencemaskan hal-hal tersebut. Menurut Subandi (2013), manusia cenderung lemah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup maupun fenomena-fenomena alam.

7 Namun pada suatu titik tertentu di mana manusia sudah tidak sanggup berusaha melakukan sesuatu, maka manusia akan berpaling pada pemikiran religius (Subandi, 2013). Ketidakpastian akan masa depan seseorang dapat menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Hal itulah yang menjadi dasar kehidupan spiritual manusia. Dalam kegelisahan menghadapi kematian tersebut, agama berperan cukup besar karena agama mampu memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan keterbatasan manusia (Subandi, 2013). Peran agama yang cukup besar terhadap keterbatasan manusia ini dapat diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amawidyati dan Utami (2007) pada korban gempa di Yogyakarta, yang menyatakan bahwa religiositas memberikan pengaruh yang positif terhadap psychological well-being korban gempa. Seseorang yang lebih religius dan yang memiliki banyak aktivitas keagamaan akan lebih sehat secara fisik dan mental (Compton, 2005). Dalam Jalaluddin (1996) dikatakan bahwa doa yang diulang-ulang (repetitive prayer) akan dapat membawa perubahan fisiologis, seperti kecepatan detak jantung yang berkurang, nafas yang stabil, tekanan darah menjadi normal, gelombang otak yang melambat dan pengurangan kecepatan metabolisme. Peneliti ini melihat bahwa kenyataan yang ada, manusia yang mencapai usia lanjut dalam menjalani kehidupannya akan mengalami keterbatasan-keterbatasan untuk memahami bagaimana mereka harus mempersiapkan diri menghadapi kematian, dalam hal ini keterbatasan itu adalah perasaan cemas yang dialami oleh lansia ketika dihadapkan pada pertanyaan tentang kematiannya, seperti contohnya bingung atau khawatir dan juga jantung berdebar cepat karena merasa belum siap jika dipanggil Tuhan dalam waktu dekat.

8 Dalam keterbatasan tersebut, lansia menyadari bahwa ada kuasa yang lebih besar melampaui akal mereka, yaitu kuasa Tuhan (Subandi, 2013). Para lansia merasa sanggup melewati masa tuanya jika mereka lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan, mereka akan merasa lebih tenang, ada kedamaian di hati dan mereka dapat lebih berpikir positif karena mereka tahu pada akhir hidupnya mereka akan bertemu dengan Tuhan yang Maha Kuasa (Subandi, 2013). Menurut hasil wawancara dengan karyawan gereja mengenai pasangan lansia berusia 82 tahun dan 75 tahun, dikatakan bahwa: kalo opa S dan oma T ini emang aktif banget di kegiatankegiatan gereja, kayak misalnya ibadah rutin keluarga.. itu pasti disempetin dateng, trus yaa kalo ibadah minggu kan pasti ada. Saya pernah denger cerita dari oma T kalo mereka itu punya waktu khusus tiap hari buat saat teduh dan yang pasti baca alkitab juga. Saya yaa kagum liatnya, walopun udah tua banget tapi mereka bener-bener mau melayani Tuhan, bahkan yang saya tau opa S itu pernah ngomong kalo dia mau melayani Tuhan dengan talenta nyanyinya itu sampe dia udah ga bisa nyanyi maksudnya yaa sampe nanti tutup usia. Yaa kalo diliat emang kayaknya mereka itu udah siap kapan aja Tuhan panggil. Berdasarkan hasil wawancara di atas, terlihat bahwa pasangan lansia tersebut memiliki religiositas yang tinggi karena mereka mengisi hari-hari hidupnya dengan aktif dalam berbagai kegiatan di gereja, menggunakan telenta yang diberikan Tuhan dan selalu membangun hubungan baik dengan Tuhan sehingga hal itu membuat lansia tersebut siap menghadapi kematiannya dengan kecemasan yang rendah. Kesanggupan untuk menerima segala keterbatasan pada lansia karena menyadari bahwa ada kuasa lain yang lebih besar dari dirinya, dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2012) yang dilakukan pada anggota persekutuan doa di salah satu gereja di Surabaya,

9 yang menyatakan bahwa religiositas berpengaruh positif pada penyesuaian diri di masa transisi remaja akhir - dewasa awal. Hal ini membuktikan bahwa religiositas dapat mempengaruhi kondisi psikologis orang yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir sampai dewasa awal. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan sementara bahwa keterdekatan lansia dengan Tuhan dapat mengurangi kecemasan mereka dalam menghadapi kematian. Mereka akan melakukan banyak hal yang mengarahkan mereka untuk lebih dekat dengan Tuhan, yaitu lewat berbagai macam kegiatan kerohanian yang mengarah pada religiositas, seperti lebih memperbanyak berkomunikasi dengan Tuhan lewat doa, membaca kitab suci, melakukan kebaikan-kebaikan seperti menolong orang lain dan menyediakan waktu, talenta, dan kepeduliannya untuk melayani Tuhan. Pentingnya penelitian mengenai hubungan kecemasan dalam menghadapi kematian dengan religiositas pada lansia dilakukan adalah karena melihat bahwa sekalipun ada keyakinan yang kuat dalam keterdekatan dengan Tuhan Sang Pencipta, tetapi lansia tetap memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam menghadapi kematian. Salah satu contoh keterbatasan dan kelemahan dalam menghadapi kematian itu adalah kecemasan, sehingga dengan demikian kecemasan dan religiositas itu penting untuk diteliti keterkaitannya. 1.2 Batasan Masalah Dalam penelitian ini, difokuskan pada hubungan kecemasan dalam menghadapi kematian dengan religiusitas pada lansia. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60 tahun yang sehat secara fisik dan memiliki kegiatan keagamaan.

10 Untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dalam menghadapi kematian dengan tingkat religiositas pada lansia tersebut, maka penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian korelasi. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara kecemasan dalam menghadapi kematian dengan religiositas pada lansia? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dalam menghadapi kematian dengan religiositas pada lansia. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu psikologi dalam hubungannya dengan psikologi klinis khususnya untuk kecemasan dalam menghadapi kematian pada lansia. Manfaat dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu teologi, lebih khusus lagi bagi para lansia dalam menghadapi kematiannya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi dasar bagi penelitian-penelitian yang selanjutnya.

11 1.5.2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti, Diharapkan melalui adanya penelitian ini, peneliti bisa mendapatkan pengetahuan baru mengenai pentingnya religiositas pada lansia dalam menghadapi kematiannya. b. Bagi subjek penelitian, Diharapkan dengan adanya penelitian ini, subjek dapat mengerti dan memahami tentang bagaimana pentingnya religiositas pada kaitannya dengan kecemasan menghadapi kematian. c. Bagi pembaca, Diharapkan dari penelitian ini pembaca mendapatkan pengetahuan baru mengenai kecemasan dalam menghadapi kematian yang mungkin tidak hanya terjadi pada usia lanjut tetapi bisa juga pada usia produktif. d. Bagi mahasiswa psikologi, Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana kecemasan lansia dalam menghadapi kematiannya.