RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU RANCANGAN KRITERIA TRAYEK TETAP DAN TERATUR, SERTA TIDAK TETAP DAN TIDAK TERATUR

dokumen-dokumen yang mirip
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BAB 5 ANALISIS DAN EVALUASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 33 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT MENTERI PERHUBUNGAN

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 104 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN

A. Muatan Undng_Undang No 17 tahun 2008 Bagian Keenam Perizinan Angkutan. Pasal 28 (1) Izin usaha angkutan laut diberikan oleh:

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 104 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA LOKASI PELABUHAN PENGUMPAN REGIONAL

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan.

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG P E L A Y A R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PENERBITAN SURAT IJIN USAHA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT (SIUPAL) DAN SURAT IJIN OPERASI PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

2017, No sehingga perlu dilakukan perpanjangan jangka waktu penggunaannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

KAJIAN TEKNOLOGI KAPAL DAN POLA PELAYANAN PELAYARAN- RAKYAT SEBAGAI MASUKAN UNTUK PEMBERDAYAAN MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tam

Angkutan Jalan a) Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 82 TAHUN 2008

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 48 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN PUBLIK KAPAL PERINTIS

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG P E L A Y A R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Wakil Kepala Dinas. Kepala Bidang Transportasi Laut dan Udara. Angkutan Perairan Dan Keselamatan Pelayaran

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA LOKASI PELABUHAN UTAMA HUB INTERNASIONAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG P E L A Y A R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERHUBUNGAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU RANCANGAN KRITERIA TRAYEK TETAP DAN TERATUR, SERTA TIDAK TETAP DAN TIDAK TERATUR LAMPIRAN 2 i

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria Trayek Tetap dan Teratur 4.2. Kriteria Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur ii LAMPIRAN 2

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU Prakata Rancangan Kriteria Trayek Tetap dan Teratur, Serta Tidak Tetap dan Tidak Teratur disusun dalam rangka memberikan pedoman dalam penentuan suatu trayek, sehingga terjadi pemerataan pelayanan kapal pada setiap wilayah pelayaran. LAMPIRAN 2 iii

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU 1. Ruang Lingkup Kriteria ini menjelaskan tentang ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan kriteria trayek tetap dan teratur, serta tidak tetap dan tidak teratur untuk menjadi Rancangan Kriteria Trayek Tetap dan Teratur, serta Tidak Tetap dan Tidak Teratur. Kriteria ini dimaksudkan untuk menjamin dokumen yang dibuat oleh panitia teknis, disusun secara seragam, konsisten dan mudah dimengerti dengan memperhatikan tampilan tanpa mempengaruhi isi teknisnya. 2. Acuan Kriteria ini tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan dokumen referensi di bawah ini. Untuk acuan bertanggal, hanya edisi yang disebutkan yang berlaku. Untuk acuan yang tidak bertanggal, edisi terakhir dari (termasuk amandemen lain) yang berlaku. Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk melaksanakan kriteria ini. UU 17/2008, Pelayaran PP 20/2010, Angkutan di Perairan 3. Istilah dan Definisi Semua istilah dan definisi yang terdapat dalam: UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 20/2010 tentang Angkutan di Perairan berlaku bagi Penetapan Kriteria Trayek Tetap dan Teratur, serta Tidak Tetap dan Tidak Teratur. a. Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu, b. Trayek Tetap dan Teratur atau Liner adalah pelayanan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadual menyebutkan pelabuhan singgah. c. Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur atau Tramper adalah pelayanan angkutan laut dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur. d. Deviasi adalah penyimpangan trayek ke pelabuhan lain di luar pelabuhan wajib singgah yang ditetapkan dalam jaringan trayeknya. e. Omisi adalah meninggalkan atau tidak meninggalkan pelabuhan wajib singgah yang ditetapkan dalam jaringan trayeknya. f. Subsitusi adalah penggantian kapal pada trayek yang telah ditetapkan sebelumnya. 4. Persyaratan Perusahaan angkutan laut nasional yang mengoperasikan kapal pada jaringan trayek tetap dan teratur yang melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri: a. Mempertimbangkan kelaiklautan kapal; b. Menggunakan kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia; c. Mempertimbangkan keseimbangan permintaan dan tersedianya ruangan; d. Mempertimbangkan kondisi alur dan fasilitas pelabuhan yang disinggahi; dan e. Mempertimbangkan tipe dan ukuran kapal sesuai dengan kebutuhan. LAMPIRAN 2 1

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT f. Wajib melaporkan pengoperasian kapalnya pada trayek tetap dan teratur kepada menteri; g. Wajib mengumumkan jadwal kedatangan serta keberangkatan kapalnya kepada masyarakat; dan h. Wajib mengumumkan tarif, untuk kapal penumpang. i. Wajib melayani kegiatan angkutan laut pada trayek tersebut untuk waktu paling sedikit 6 (enam) bulan. j. Dalam keadaan tertentu dapat melakukan penyimpangan trayek berupa: omisi dilakukan apabila: kapal telah bermuatan penuh dari pelabuhan sebelumnya dalam suatu trayek yang bersangkutan; tidak tersedia muatan di pelabuhan berikutnya; atau kondisi cuaca buruk pada pelabuhan tujuan berikutnya; deviasi dilakukan apabila kapal yang dioperasikan pada trayek yang telah ditetapkan digunakan untuk mengangkut kepentingan yang ditugaskan oleh negara. k. Selain melakukan penyimpangan trayek perusahaan angkutan laut nasional yang telah mengoperasikan kapalnya pada trayek tetap dan teratur dapat melakukan penggantian kapal atau substitusi. Penggantian kapal atau substitusi dapat dilakukan apabila: kapal mengalami kerusakan permanen; kapal sedang dalam perbaikan atau docking; atau kapal tidak sesuai dengan kondisi muatan. l. Dapat dilakukan oleh armada angkutan laut pelayaran rakyat yang menggunakan kapal motor dengan ukuran tertentu. m. Dapat dilakukan oleh armada pelayaran perintis untuk kegiatan angkutan di daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil. n. Trayek angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil ditetapkan oleh menteri dan dilakukan evaluasi setiap tahun. o. Menteri dalam menetapkan trayek angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil harus mempertimbangkan: keterpaduan intramoda transportasi laut dan antarmoda transportasi darat, laut, dan udara; usul dan saran pemerintah daerah setempat; kesiapan fasilitas pelabuhan atau tempat lain yang ditunjuk; kesiapan fasilitas keselamatan pelayaran; keterpaduan dengan program sektor lain; dan keterpaduan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. p. Penempatan kapal untuk mengisi trayek angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil harus memperhatikan tipe dan ukuran kapal. q. Perusahaan angkutan laut nasional yang menyelenggarakan angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dengan trayek tetap dan teratur hanya dimungkinkan melakukan penyimpangan trayek berupa omisi, deviasi, dan penggantian kapal atau substitusi karena alasan tertentu berdasarkan izin dari Menteri. 2 LAMPIRAN 2

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU Perusahaan angkutan laut nasional yang mengoperasikan kapal pada jaringan trayek tidak tetap dan tidak teratur yang melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri: a. wajib melaporkan pada menteri. b. Laporan pengoperasian dilakukan setiap 3 (tiga) bulan. c. Hanya dapat mengangkut muatan: barang curah kering dan curah cair; barang yang sejenis; atau barang yang tidak sejenis untuk menunjang kegiatan tertentu. Ketentuan di atas tidak berlaku untuk perusahaan pelayaran rakyat. d. Dapat dilakukan oleh armada angkutan laut pelayaran rakyat yang menggunakan kapal layar tradisional dan KLM. e. Perusahaan pelayaran-rakyat dalam melakukan kegiatan angkutan laut secara tidak tetap dan tidak teratur dapat mengangkut muatan: barang umum; barang curah kering dan/atau curah cair; dan/atau barang yang sejenis, dalam jumlah tertentu, sesuai dengan kondisi kapal pelayaran-rakyat. Perusahaan angkutan laut nasional yang mengoperasikan kapal pada jaringan trayek tetap dan teratur yang melayani kegiatan angkutan laut luar negeri: a. Wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai rencana pengoperasian kapal dan realisasi kapal yang telah dioperasikan kepada Menteri dengan melampirkan: nama kapal yang melayani trayek tetap dan teratur; nama pelabuhan yang akan disinggahi dengan jadwal tetap dan teratur dalam jangka waktu paling sedikit 6 (enam) bulan sesuai jadwal pelayaran; dan realisasi pengoperasian kapal paling sedikit 6 (enam) bulan sesuai jadwal pelayaran. Perusahaan angkutan laut nasional yang mengoperasikan kapal pada jaringan trayek tidak tetap dan tidak teratur yang melayani kegiatan angkutan laut luar negeri: Apabila tidak memenuhi kewajiban pada butir 1 tersebut di atas. Hasil Pembobotan Tiap Aspek Pada Kriteria Trayek Tetap Dan Teratur Hasil pengumpulan data dari responden didapatkan bobot untuk kriteria dan variabel penilaian adalah sebagai berikut. Bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria trayek tetap dan teratur adalah sebagai berikut: a. Aspek Teknis dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 30%. b. Aspek Operasional dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 35%. c. Aspek Ekonomi dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 20%. d. Aspek Administrasi dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 15%. 4.1 Aspek Teknis Penilaian responden untuk bobot sub variabel dari kriteria aspek teknis adalah sebagai berikut: LAMPIRAN 2 3

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT a. Kepemilikan kapal menggunakan kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 10%. b. Tipe dan ukuran kapal sesuai dengan kebutuhan, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 15%. c. Faktor muatan yang layak dan berkesinambungan, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 20%. d. mempertimbangkan kondisi alur dan fasilitas pelabuhan yang disinggahi, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 20%. e. Kapal laik laut yang dibuktikan dengan sertifikast-sertifikat pengesahan gambar, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 20%. f. mempertimbangkan keseimbangan permintaan dan tersedianya ruangan, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 15%. 4.2 Aspek Operasional a. Pengoperasian kapal tertentu, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 5%. b. Penggantian kapal atau subtitusi dengan persyaratan tertentu seperti kapal mengalami kerusakan permanen, kapal sedang dalam perbaikan, kapal tidak sesuai dengan kondisi muatan, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 10%. c. Menyinggahi pelabuhan secara teratur dan melayani trayek paling sedikit 6 bulan, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 10%. d. Ada tidaknya Penyimpangan berupa omisi, dinilai responden memiliki bobot ratarata sebesar 15%. e. Ada Tidaknya Penyimpangan berupa deviasi, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 15%. f. Jenis muatan, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 5%. g. Pengumuman tarif secara terbuka, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 5%. h. Kepastian jadual kapal, dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 15%. i. Memiliki keterpaduan intra dan antar moda, dinilai responden memiliki bobot ratarata sebesar 5%. 4.3 Aspek Administrasi a. laporan penempatan kapal dalam trayek liner dan laporan pengoperasian kapal angkutan laut dalam negeri. Laporan disampaikan dengan melampirkan: Surat Izin Usah Angkutan Laut (SIUPAL); Spesifikasi kapal milik/charter/dioperasikan yang masih berlaku; Laporan realisasi perjalanan kapal (voyage report). Dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 50% 4 LAMPIRAN 2

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU b. Permohonan Surat Kapal Status Liner Permohonan Surat Kapal Status Liner tersebut disampaikan dengan melampirkan photo-copy dokumen-dokumen sebagai berikut : Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL)/Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS); Copy Letter of Appointment/Agency Agreement/Charter Party; Copy Sailing Schedule; Surat Pernyataan kesanggupan untuk melayari status liner/sailing schedule yang telah ditetapkan; Ship s particular; ISSC, CSO. Dinilai responden memiliki bobot rata-rata sebesar 50% LAMPIRAN 2 5

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT Tabel 1: Hasil Perhitungan Skor Pada Kriteria Trayek Tetap dan Teratur Serta Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur TIDAK TIDAK TETAP DAN TIDAK TRAYEK TETAP DAN TERATUR NO KRITERIA BOBOT TERATUR NILAI SKOR NILAI SKOR I Aspek Teknis 30% 1 Kepemilikan kapal menggunakan kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia 10% 0.03 1 0.03 0 0 2 Tipe dan ukuran kapal sesuai dengan kebutuhan 15% 0.05 1 0.045 0 0 3 Faktor muatan yang layak dan berkesinambungan 20% 0.06 1 0.06 0 0 4 5 6 mempertimbangkan kondisi alur dan fasilitas pelabuhan yang disinggahi Kapal laik laut yang dibuktikan dengan sertifikast-sertifikat pengesahan gambar mempertimbangkan keseimbangan permintaan dan tersedianya ruangan II Aspek Operasional 35% 20% 0.06 1 0.06 1 0.06 20% 0.06 1 0.06 1 0.06 15% 0.05 1 0.045 1 0.045 1 Pengoperasian kapal tertentu 5% 0.02 1 0.0175 1 0.0175 2 Penggantian kapal atau subtitusi dengan persyaratan tertentu 10% 0.04 1 0.035 0 0 3 Menyinggahi pelabuhan secara teratur dan melayani trayek paling sedikit 6 bulan 25% 0.09 1 0.0875 0 0 4 Penyimpangan berupa omisi 15% 0.05 1 0.0525 0 0 6 LAMPIRAN 2

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAU TIDAK TIDAK TETAP DAN TIDAK TRAYEK TETAP DAN TERATUR NO KRITERIA BOBOT TERATUR NILAI SKOR NILAI SKOR 5 Penyimpangan berupa deviasi 15% 0.05 1 0.0525 0 0 6 Jenis muatan 5% 0.02 1 0.0175 1 0.0175 7 Pengumuman tarif secara terbuka 5% 0.02 1 0.0175 0 0 8 Kepastian jadual kapal 15% 0.05 1 0.0525 0 0 9 Memiliki keterpaduan intra dan antar moda 5% 0.02 1 0.0175 1 0.0175 III Aspek Ekonomi 20% 0 0 1 Trayek liner dapat menghubungkan antar pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. 30% 0.06 1 0.06 0 0 2 Pengembangan pusat industri perdagangan. 20% 0.04 1 0.04 1 0.04 3 Pengembangan daerah. 30% 0.06 1 0.06 1 0.06 4 Mempertimbangkan Keterpaduan dengan sektor lain dan keutuhan wilayah NKRI 20% 0.04 1 0.04 1 0.04 IV Aspek Adminstrasi 15% 0 0 1 laporan penempatan kapal dalam trayek liner dan laporan pengoperasian kapal angkutan laut dalam negeri. 50% 0.08 1 0.075 0 0 2 Permohonan Surat Kapal Status Liner 50% 0.08 1 0.075 0 0 TOTAL SKOR 1.000 0.358 LAMPIRAN 2 7

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT Dengan mengacu pada Tabel tersebut di atas, maka perusahaan angkutan laut nasional yang dapat mengoperasikan kapal pada jaringan trayek tetap dan teratur yang melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur sebagaimana rincian dalam tabel dengan nilai total skor sebesar 1.000. Dengan mengacu pada Tabel tersebut di atas, maka perusahaan angkutan laut nasional yang dapat mengoperasikan kapal pada jaringan trayek tidak tetap dan tidak teratur yang melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur sebagaimana rincian dalam tabel dengan nilai total skor sebesar 0.358. 8 LAMPIRAN 2