OMEGA Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika Vol 1, No 2 (2015) ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI REACT DAN PENGARUHNYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS MODEL LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI

PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR PROSES SAINS SISWA

Utari Ramadhani S*, R.Usman Rery**, Johni Azmi*** No. Hp :

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS. Alamat Korespondensi:

BAB I PENDAHULUAN. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2011), h

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, matematika

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

Akhmad Fauzi Program Studi S-2 Pendidikan Sains, PPs Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231)

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR.

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

DAFTAR ISI BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO ABSTRAK

POTENSI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL RANGKA PADA PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES, SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL REACT TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA KABUPATEN PAMEKASAN

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU

KONGRES INTERNASIONAL MASYARAKAT LINGUISTIK INDONESIA KIMLI 2011

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

HASIL BELAJAR SAINS FISIKA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 UKUI.

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN REACT BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

Elok Nur Fauzia Universitas Negeri Malang

PEMBELAJARAN FUNGSI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS BUDAYA SUNDA

Pengaruh Model Experiential Learning Berbasis Eksperimen Inquiry Terhadap Pemahaman Konsep Fisika pada Siswa Kelas XI IPA MAN 1 Palu

PENGARUH PROBLEM SOLVING LABORATORY MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF TERHADAP PERUBAHAN KONSEP FISIKA SISWA SMA NEGERI 5 PALU

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA KONSEP CAHAYA SISWA SMP. Irwandani, M.Pd. Pendidikan Fisika, IAIN Raden Intan Lampung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

THE IMPLEMENTATION OF CONTEXTUAL APPROACH TO DECREASE MISCONCEPTION OF STUDENT IN LEARNING PHYSICS

PENGARUH STRATEGI REACT PADA PEMBELAJARAN RUANG DIMENSI TIGA DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

Abstrak

* Keperluan korespondensi, Hp

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

Jurnal Titian Ilmu Vol. IX, No. 1, 2015

PENGARUH PROSEDUR SIKLUS BELAJAR 5E TERHADAP HASIL BELAJAR PADA POKOK BAHASAN FLUIDA STATIS

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya daya serap peserta didik terhadap materi ajar masih menjadi

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

ISSN: Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No Februari 2017

Desy Hosenainy Universitas Negeri Malang Kata Kunci: REACT, Penomoran NHT, Interaksi Belajar, Prestasi Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL BELAJAR FLUIDA DINAMIS SISWA DI SMA ARTIKEL PENELITIAN OLEH MARGARETA KIKI

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGJATI

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. biasanya memiliki tujuan spesifik, yaitu membantu seseorang agar memiliki. itulah yang disebut dengan istilah pembelajaran.

Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia Vol. 2 No. 2 Tahun 2017

Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal Nela Rizka 1), Hendra Syarifuddin 2), Suherman 3) Abstract

Firda Nurul Aini, Suprakarti, Puspita Sari Program Studi Pendidikan Matematika, FMIPA UNJ. Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

Efektifitas Pembelajaran Induktif Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 9 Makassar

Nia Wati dan Suliyanah Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI.A.2 SMA LAB UNDIKSHA

Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

MUSLIKA 49. Kata Kunci : REACT, Hasil Belajar. 49 Muslika, S.Pd adalah Guru di SMP Negeri 1 Mumbusari Jember

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu

GENERIC SKILLS TRAINING IN SCIENCE WITH CONTEXTUAL LEARNING IN LIGHT AT GRADE VIII.2 MTs N ANDALAN PEKANBARU

ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi

PENERAPAN PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA PELAJARAN FISIKA DI SMA

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI HUKUM NEWTON DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. martabat yang lebih tinggi daripada makhluk yang lainnya. Jihad (2008: 158)

PENERAPAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Penerapan Model Student Team Achievement Division dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010)

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Strategi Pembelajaran Relating-Experiencing-Applying-Cooperating-Transferring (REACT) dengan Pendekatan Inkuiri untuk Mengurangi Miskonsepsi Fisika Siswa Nyai Suminten Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta E-mail: nyaisuminten@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji strategi pembelajaran Relating-Experiencing-Applying-Cooperating-Transferring (REACT) dengan pendekatan inkuiri dalam konsep pembelajaran cahaya untuk menggambarkan efektivitas dalam mengurangi miskonsepsi fisika siswa. Penelitian dilakukan menggunakan metode quasi-eksperimental dengan desain the randomized pretest-posttest control group design yang dilakukan di salah satu SMA di Tangerang Banten. Populasinya adalah seluruh siswa kelas X MIA dengan sampel sebanyak dua kelas. Review difokuskan pada miskonsepsi dan proses pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri. Pengumpulan data dilakukan dengan pretest dan posttest, serta lembar observasi kegiatan guru dan siswa yang digunakan untuk melihat ketercapaian strategi pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri. Analisis data dilakukan dengan statistik uji-t pada gain yang dinormalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri pada konsep cahaya secara signifikan dapat mengurangi miskonsepsi siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai gain yang dinormalisasi, dimana miskonsepsi kelas eksperimen 0, 05, sedangkan kelas kontrol 0,15. Tanda negatif pada gain yang dinormalisasi menunjukkan penurunan tingkat miskonsepsi siswa, sedangkan tanda positif menunjukkan peningkatan tingkat miskonsepsi siswa. Kata kunci: strategi pembelajaran REACT, pendekatan inkuiri, miskonsepsi. Pendahuluan Ilmu fisika dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan fenomena-fenomena fisis di alam yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga pada prinsipnya belajar fisika adalah belajar tentang alam. Proses belajar dari alam dapat diperoleh seseorang sejak orang tersebut berinteraksi dengan alam melalui pengalaman. Banyak hal yang dapat diperoleh melalui pengalaman dan menjadi sebuah pengetahuan awal ketika seseorang tersebut memasuki pendidikan formal, namun pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak tersebut dapat benar atau salah. Hal ini disebabkan karena pengetahuan awal tersebut diperoleh dari pengalaman yang berbeda-beda dan sumber informasi yang tidak akurat. Jadi, sebelum siswa mempelajari suatu konsep, siswa sudah memiliki konsepsi terhadap konsep yang akan dipelajari. Tidak tertutup kemungkinan siswa mengalami salah pemahaman (miskonsepsi) yang bersumber dari pikiran siswa sendiri atas pemahamannya yang masih terbatas pada alam sekitarnya atau sumber-sumber lain yang dianggapnya lebih tahu akan tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Fowler memandang miskonsepsi sebagai suatu pengertian yang tidak akurat terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contohcontoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif [1]. Lebih lanjut Fowler berpendapat bahwa miskonsepsi dalam fisika menunjuk pada suatu pengertian yang tidak akurat/tepat akan konsep, penggunaan konsep yang keliru, pengklasifikasian contoh-contoh yang ke- 6

liru, dan hubungan hierarkis antar konsep-konsep yang tidak benar. Secara rinci, miskonsepsi merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contohcontoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Berkaitan dengan strategi pembelajaran untuk meminimalkan miskonsepsi siswa, Aufschnaiter dan Rogge berpendapat bahwa pembelajaran yang berfokus pada konsepsi yang hilang akan jauh lebih menjanjikan dari pada pembelajaran yang hanya berfokus pada miskonsepsi [2]. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator pembelajaran seharusnya memiliki kemampuan untuk mengenali dan menggali pengetahuan awal siswa, terutama pengetahuan awal yang salah agar tidak terjadi miskonsepsi yang berkepanjangan. Selain itu, guru juga hendaknya memiliki kemampuan untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran yang baik. Salah satu strategi pembelajaran yang baik sebagai solusi untuk mengurangi miskonsepsi fisika siswa yaitu strategi pembelajaran Relating-Experiencing- Applying-Cooperating-Transferring (REACT) dengan pendekatan inkuiri. Kajian Teori A. Hakikat Miskonsepsi Fisika Siswa Istilah miskonsepsi terdiri dari dua kata, yaitu mis yang berarti salah, dan konsepsi yang berarti tafsiran seseorang terhadap suatu konsep [3]. Secara singkat miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah. Banyak konsepsi dan miskonsepsi anak yang terbentuk ketika anak berinteraksi dengan alam [4]. Hal ini didukung oleh teori konstruktivisme dimana pengetahuan siswa dikonstruksi atau dibangun oleh siswa sendiri dari interaksi mereka dengan benda, kejadian dan lingkungan [5]. Pada saat siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya berarti siswa mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Ketika proses konstruksi pengetahuan terjadi pada siswa, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses mengkonstruksi karena secara alami siswa belum terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara tepat, apalagi jika tidak didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat. Dengan kata lain, pengalaman sangat berpengaruh dalam terbentuknya miskonsepsi yang terjadi pada siswa ketika siswa mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari. Prasetyo berpendapat bahwa miskonsepsi dalam fisika terjadi jika tidak ada kecocokan antara teori, model atau konsep yang benar menurut pakar bidang fisika dengan teori, model atau konsep yang secara spontan telah ada di benak seseorang [6]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi dalam fisika terjadi jika tidak ada kesesuaian antara konsepsi seseorang dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan fisika. B. Hakikat Strategi Pembelajaran REACT dengan Pendekatan Inkuiri Strategi pembelajaran REACT memilki lima prinsip dasar yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transfering. Crawford mengemukakan bahwa akronim REACT merupakan lima aspek yang menjadi satu kesatuan dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu: Relating (menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari), Experiencing (melakukan pencarian dan penyelidikan yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan makna konsep yang dipelajari, Applying (penerapan konsep fisika dan penyelesaian masalah), Cooperating (memberikan kesempatan kepada siswa belajar melalui kerjasama), Transferring (memberikan kesempatan kepada siswa melakukan transfer pengetahuan dalam penyelesaian masalah dan pada bidang aplikasi dalam kehidupan sehari-hari) [7]. Strategi pembelajaran REACT merupakan pengembangan dari pendekatan pembelajaran kontekstual yang memiliki kaitan erat dengan pendekatan pembelajaran inkuiri, karena salah satu inti dari kontekstual adalah inkuiri. Oleh sebab itu, pembelajaran REACT dapat diintegrasikan dengan pendekatan inkuiri. Pendekatan inkuiri adalah suatu pembelajaran dimana guru dan siswa mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan yang dipakai oleh ilmuwan [8]. Menurut Wenning pendekatan inkuiri memiliki lima level yaitu pembelajaran penemuan (discovery learning), demonstrasi interaktif (interactive demonstration), pembelajaran inkuiri (inquiry lesson), laboratorium inkuiri (inquiry laboratory), dan inkuiri hipotetik (hypothetical inquiry) [9]. Level inkuiri pada penelitian ini yaitu level pembelajaran inkuiri (inquiry lesson) yaitu pembelajaran yang menekankan pada eksperimen ilmiah. Proses-proses inkuiri adalah menemukan masalah, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan tentang hasil pemecahan masalah serta mengembangkan beberapa sikap yaitu sikap objektif, ingin tahu, terbuka dan 7

bertanggung jawab [10]. Pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri merupakan serangkaian proses pembelajaran yang memadupadankan tahapan pembelajaran REACT dengan tahapan pembelajaran inkuiri dimana tahapan REACT masing-masing terintegritasi pada tahapan inkuiri. Pada proses pembelajaran tahap Relating diintegrasikan dengan tahap merumuskan masalah dan mengajukan hipotesis, tahap Experiencing dan Applying pada saat mengumpulkan data dan menguji hipotesis, sementara tahap Cooperating sampai pada Transfering diintegrasikan dengan proses menganalisis sampai memperoleh kesimpulan. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental) dengan desain the randomized pretest-posttest control group design. Kelompok pertama dikenai perlakuan berupa strategi pembelajaran Relating- Experiencing-Applying-Cooperating-Transferring (REACT) dengan pendekatan inkuiri yaitu kelompok eksperimen, kelompok kedua dikenai perlakuan yang berbeda adalah kelompok kontrol yaitu sebagai pembanding, menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil dan Pembahasan A. Peningkatan Hasil Belajar Aspek Kognitif Penurunan miskonsepsi dapat diperoleh dari data gain dan gain yang dinormalisasi (N-gain) pada kelompok eksperimen dan kontrol. Grafik skor pretest, posttest dan gain kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase perbandingan skor rata-rata pretest kelas eksperimen 14% dari skor ideal 28 dan kelas kontrol 14% dari skor ideal 28, sedangkan persentase perbandingan skor rata-rata posttest pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen sebesar 83% dari skor ideal 28, sementara kelas kontrol sebesar 29% dari skor ideal 28. Skor rata-rata pretest kelas eksperimen 3,93 dan kelas kontrol 3,93, sedangkan skor rata-rata posttest pada kelas eksperimen sebesar 23,3, sementara kelas kontrol sebesar 8,13. Materi cahaya yang dikaji terdiri dari perambatan cahaya, pemantulan cahaya, pemantulan cahaya oleh cermin datar, pemantulan cahaya oleh cermin cekung, pemantulan cahaya oleh cermin cembung, pembiasan cahaya, pembiasan cahaya oleh lensa cembung, dan pembiasan cahaya oleh lensa cekung. Gain yang dinormalisasi miskonsepsi siswa untuk masing-masing materi ini dapat dilihat pada diagram pada Gambar 2. Gambar 1 Diagram persentase perbandingan rata-rata skor pretest, posttest, dan gain data miskonsepsi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Gambar 2 Diagram gain yang dinormalisasi miskonsepsi kelas kontrol dan eksperimen setiap sub konsep cahaya. SK-I SK-II SK-III SK-IV Sub Konsep Perambatan Cahaya dan Pemantulan Cahaya Sub Konsep Pemantulan Cahaya oleh Cermin Datar Sub Konsep Pemantulan Cahaya pada Cermin Cekung dan Cermin Cembung Sub Konsep Pembiasan Cahaya, Pembiasan pada Lensa Cembung dan Lensa Cekung Penurunan miskonsepsi kelas eksperimen diperoleh skor gain yang dinormalisasi terendah pada sub konsep pemantulan cahaya, pemantulan cahaya pada cermin cekung dan pada cermin sebesar 0, 008 dan tertinggi pada sub konsep pemantulan cahaya oleh cermin datar sebesar 0, 15. Pening- 8

katan miskonsepsi (gain yang dinormalisasi) kelas kontrol, diperoleh skor gain yang dinormalisasi terendah pada sub konsep pembiasan cahaya, pembiasan pada lensa cekung dan lensa cembung sebesar 0,08 dan tertinggi pada sub konsep pemantulan cahaya, pemantulan cahaya oleh cermin datar 0,19. Rata-rata gain yang dinormalisasi dari keempat sub konsep untuk kelas eksperimen adalah 0, 07 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 0,14. Penggalian miskonsepsi siswa dilakukan dengan menggunakan tes pemahaman konsep disertai dengan angka CRI (Certainty of Response Index). Dengan menggunakan tes tersebut maka diperoleh data paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis data miskonsepsi, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat miskonsepsi cahaya antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol sebelum penerapan strategi pembelajaran Relating-Experiencing-Applying-Cooperating- Transferring (REACT) dengan pendekatan inkuiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Selanjutnya berdasarkan skor dan hasil analisis data posttest terhadap miskonsepsi cahaya, siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri menunjukkan bahwa secara keseluruhan miskonsepsi siswa kelas eksperimen mengalami penurunan, sedangkan siswa pada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran model konvensional mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan perolehan rata-rata posttest dan gain yang dinormalisasi dari kedua kelas tersebut. Menurunnya skor miskonsepsi posttest dan gain yang bernilai negatif kelas eksperimen menandakan adanya penurunan miskonsepsi siswa. Hal ini dikarenakan penerapan strategi pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri pada kelas eksperimen memberi peluang bagi siswa untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari pada awal pembelajaran, mereka akan lebih sadar mengenai konsepsi yang dimilikinya untuk selanjutnya masing-masing konsepsi siswa dikembangkan ke arah konsep yang sebenarnya. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Johnson bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak dan menghasilkan makna dengan cara menghubungkan muatan akademis ke dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa [11]. Selain itu, proses pembelajaran REACT melalui pendekatan inkuiri menekankan pada kegiatan penyelidikan yang mengarah pada proses penemuan. Dahar menyatakan bahwa penemuan merupakan suatu proses mental, dimana siswa terlibat langsung dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau prinsip [12]. Hal ini sejalan dengan pendapat Sund, dalam Dahniar bahwa dengan pengamatan langsung lebih meningkatkan kemampuan penguasaan konsep siswa, karena siswa memahami konsep, menggunakan daya ingat, merumuskan hipotesis, berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, serta mengembangkan konsep [13]. Dengan menerapkan strategi pembelajaran REACT melalui pendekatan inkuiri siswa terbiasa melakukan eksperimen dan menemukan sendiri konsep yang dipelajari, sehingga dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir yang berpengaruh pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dengan demikian, miskonsepsi siswa dapat dikurangi atau diubah menjadi konsepsi yang benar. Miskonsepsi pada setiap sub konsep cahaya dari hasil analisis gain yang dinormalisasi pada siswa kelas eksperimen penurunan miskonsepsi terendah terjadi pada sub konsep pemantulan cahaya, pemantulan cahaya pada cermin cekung dan cermin cembung, hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan siswa menggunakan alat-alat praktikum pemantulan cahaya oleh cermin cekung dan cermin cembung akibat kurang memperhatikan penjelasan guru mengenai alat-alat yang akan digunakan dalam penyelidikan, sehingga siswa tidak maksimal dalam melakukan penyelidikan, diskusi dan pada akhirnya kesulitan dalam memahami konsep. Sedangkan untuk kelas kontrol penurunan miskonsepsi terendah terjadi pada sub konsep pembiasan cahaya, pembiasan cahaya pada lenca cekung dan pada lensa cembung. Hal ini dikarenakan pada kelas kontrol pembelajaran bersifat abstrak dan siswa lebih cenderung menghafalkan jalannya sinar-sinar istimewa pada lensa, sehingga pemahaman mengenai sinar-sinar istimewa pada lensa kurang. Penurunan miskonsepsi tertinggi kelas eksperimen maupun kelas kontrol dari kedelapan sub konsep cahaya adalah pada sub konsep pemantulan cahaya oleh cermin datar. Hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen pelaksanaan kegiatan praktikum untuk memahami sub konsep ini mudah dan sederhana, sehingga sub konsep ini mudah dipahami oleh siswa. Siswa tidak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan praktikum, sehingga siswa melakukan praktikum serta diskusi dengan maksimal dan pada akhirnya siswa mudah dalam memahami konsep. Selain itu, karakteristik ma- 9

teri ajar pada konsep ini mudah dan sederhana serta berhubungan dengan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa cenderung dapat menjawab dengan benar. Sedangkan untuk kelas kontrol disebabkan tingkat kesukaran materi tidak terlalu sulit sehingga siswa cenderung dapat menjawab dengan benar atau sedikit mengalami miskonsepsi. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri pada materi cahaya secara signifikan dapat mengurangi miskonsepsi siswa dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran konvensional. Penurunan rata-rata miskonsepsi pada strategi pembelajaran REACT dengan pendekatan inkuiri terlihat dari nilai rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 5% dan bernilai negatif dengan kriteria rendah. Sementara itu, peningkatan rata-rata miskonsepsi pada model pembelajaran konvensional terlihat dari nilai rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 15% dengan kriteria rendah. Referensi [1] P. Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, (Grasindo, Jakarta, 2005). [2] C. Aufschnaiter, C. Rogge, Eurasia J. Math. Sci. & Tech. Edu. 6 (1), 3 (2010). [3] E. van den Berg, Miskonsepsi Fisika dan Remediasinya, (Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 1991). [4] T.R. Ramalis, Identifikasi Miskonsepsi Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa Menggunakan Certainty of Response Index dalam Teori, Paradigma, Prinsip dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia, (FMIPA UPI, Bandung, 2010). [5] Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Prestasi Pustaka, Surabaya, 2007). [6] Z.K. Prasetyo, Kapita Selekta Pembelajaran Fisika, (Universitas Terbuka, Jakarta, 2001). [7] L.M. Crawford, Teaching Contextually Research, Rationale and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science, (Waco CORD Communications, Inc, Texas, 2001). [8] L. Kuslan, H. Stone, Teaching Children Science: An Inquiry Approach, (Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 1969). [9] Wenning, J. Phys. Teach. Edu. Online 6 (2), 2 (2011). [10] S. Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Alfabeta, Bandung, 2014). [11] E. Johnson, Contextual Teaching Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (MLC, Bandung 2009). [12] R.W. Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Erlangga, Jakarta, 1996). [13] N. Dahniar, Jurnal Pendidikan Inovatif 2 (1), (2006). 10