ANALISIS ENERGI AKTIVASI PRESIPITAT FASA KEDUA PADA PADUAN Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe DENGAN DIFRAKSI SINAR X

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH TEMPERATUR ANIL TERHADAP JENIS DAN UKURAN PRESIPITAT FASE KEDUA PADA PADUAN Zr-1%Nb-1%Sn-1%Fe

PENGARUH PARAMETER ANIL KUMULATIF TERHADAP JENIS DAN UKURAN Secondary Phase Precipitate/SPP PADUAN Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA REGANGAN DAN TEGANGAN SISA. PADUAN Zr-1%Sn-1%Nb-1%Fe

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr

KARAKTERISASI PANAS JENIS ZIRCALOY-4 SN RENDAH (ELS) DENGAN VARIABEL KONSENTRASI Fe

PENGARUH PEMADU Mo PADA KEKUATAN MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI PADUAN Zr-1% Sn-1% Nb-1% Fe

PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI ZIRCALOY-4 MELALUI PEMADU TIMAH, TEMBAGA DAN NIOBIUM

I. PENDAHULUAN. kelongsong bahan bakar, seperti sedikit mengabsorpsi neutron, kekerasan

PENGARUH KANDUNGAN Fe DAN Mo TERHADAP KETAHANAN KOROSI INGOT PADUAN ZIRLO-Mo DALAM MEDIA UAP AIR JENUH

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

STUDI LAJU KOROSI PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr DALAM MEDIA UAP AIR JENUH PADA TEMPERATUR C

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni

SINTESIS PADUAN Zr-Sn-Mo UNTUK MENDAPATKAN BAHAN BARU KELONGSONG ELEMEN BAKAR NUKLIR

PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN INGOT Zr-Nb-Si

ANALISIS KOMPOSISI BAHAN DAN SIFAT TERMAL PADUAN AlMgSi-1 TANPA BORON HASIL SINTESIS UNTUK KELONGSONG ELEMEN BAKAR REAKTOR RISET

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

PENGARUH UNSUR GERMANIUM TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADUAN Zr-Nb-Mo-Ge UNTUK MATERIAL KELONGSONG PERUSAHAAN LISTRIK TENAGA NUKLIR

EFFECT OF ROLLING ON CRYSTALITE, MICROSTRAIN AND YIELD STRESS OF ZIRCALOY-4

KARAKTERISTIK MIKROSTRUKTUR DAN FASA PADUAN Zr- 0,3%Nb-0,5%Fe-0,5%Cr PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENGEROLAN DINGIN

PENGARUH IRADIASI-γ TERHADAP REGANGAN KISI DAN KONDUKTIVITAS IONIK PADA KOMPOSIT PADAT (LiI) 0,5 (Al 2 O 3.4SiO 2 ) 0,5

PENGARUH DEFORMASI DINGIN TERHADAP KARAKTER PADUAN Zr-0,3%Mo-0,5%Fe-0,5%Cr PASCA PERLAKUAN PANAS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

Futichah, Sungkono, Yatno Dwi Susanto, Djoko Kisworo, Mugiono

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

PENGARUH DEFORMASI TERANIL PADUAN Zr-Nb-Sn-Fe PADA KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

DISTRIBUSI PERTUMBUHAN PRESIPITAT ZIRCALOY-4 PADA TEMPERATUR C

PENGARUH UNSUR PEMADU Fe DAN PERLAKUAN PANAS PADA MIKROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIK ZIRCALOY-4 Sn RENDAH (ELS)

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

PENGARUH DEFORMASI PADA KARAKTERISTIK KRISTALIT DAN KEKUATAN LULUH ZIRCALOY-4

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN INTERMETALIK AlFeNi SEBAGAI BAHAN KELONGSONG BAHAN BAKAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

ANALISIS KUALITATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DIFRAKSI SINAR X PADA PENAMBAHAN UNSUR Zr TERHADAP PEMBENTUKAN FASA PADUAN U-Zr

PENGEMBANGAN PADUAN AlFeNi SEBAGAI BAHAN STRUKTUR INDUSTRI NUKLIR

PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAHAN STRUKTUR PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL DENGAN PENGUATAN FASA KEDUA DAN STRUKTUR BUTIR

PENCIRIAN PADUAN ALUMINIUM-BESI-NIKEL SEBAGAI KELONGSONG ELEMEN BAICAR BERDENSITAS TINGGI ASEP ARY RAMMELYADI

PENGARUH KADAR Ni TERHADAP SIFAT KEKERASAN, LAJU KOROSI DAN STABILITAS PANAS BAHAN STRUKTUR BERBASIS ALUMINIUM

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP REGANGAN MIKRO PADA HASIL OKSIDASI GAGALAN PELET SINTER UO 2

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

SINTESIS PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL SEBAGAI BAHAN STRUKTUR CLADDING ELEMEN BAKAR NUKLIR

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN UZrNb PASCA PERLAKUAN PANAS

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PENGARUH UNSUR Zr PADA PADUAN U-Zr DAN INTERAKSINYA DENGAN LOGAM Al TERHADAP PEMBENTUKAN FASA

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENETAPAN PARAMETER PROSES PEMBUATAN BAHAN BAKAR UO 2 SERBUK HALUS YANG MEMENUHI SPESIFIKASI BAHAN BAKAR TIPE PHWR

Bab IV Hasil dan Pembahasan

EFEK CuI TERHADAP KONDUKTIVITAS DAN ENERGI AKTIVASI (CuI) x (AgI ) 1-x (x = 0,5-0,9)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR MINI U-7Mo/Al

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT BAHAN PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP REGANGAN KISI DAN KONDUKTIVITAS PADUAN ZIRKONIUM

PENGARUH SUHU DAN WAKTU ANIL TERHADAP TEKSTUR PADUAN Al TIPE 2024

STUDI TENTANG PENGARUH NITROCARBURIZING DC-PLASMA TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL Zr-4

PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KONDUKTIVITAS DAN ENERGI AKTIVASI KOMPOSIT (LiI) x (Al 2 O 3 ) 1-x

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

ANALISIS SIFAT TERMAL PADUAN AlFeNi SEBAGAI KELONGSONG BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

PROSES PENGOMPAKAN DAN PENYINTERAN PELET CERMET UO2-Zr

UJI KEKERASAN DAN PEMERIKSAAN MIKROSTRUKTUR Zr-2 DAN Zr-4 PRA IRADIASI

KORELASI ANTARA PERSEN KANDUNGAN Si DENGAN LAJU KOROSI DALAM UAP AIR PADA INGOT PADUAN Zr-1,5w%Nb-Si

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

KARAKTERISASI INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr PASCA PERLAKUAN PANAS

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI Al PADA PADUAN Fe-Ni-Al

Background 12/03/2015. Ayat al-qur an tentang alloy (Al-kahfi:95&96) Pertemuan Ke-2 DIAGRAM FASA. By: Nurun Nayiroh, M.Si

ANALISIS PENGARUH PROSES PENGEROLAN DAN PENEMPAAN PANAS PADA SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN ZrNbMoGe

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR

Galuh Intan Permata Sari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR

PENENTUAN KANDUNGAN Sn, Fe, Cr, Ni DAN PENGOTOR ZIRCALOY-2 SEBAGAI BAHAN KELONGSONG DAN TUTUP UJUNG ELEMEN BAKAR REAKTOR DAYA

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

PEMBUATAN MATERIAL DUAL PHASE DARI KOMPOSISI KIMIA HASIL PELEBURAN ANTARA SCALING BAJA DAN BESI LATERIT KADAR NI RENDAH YANG DIPADU DENGAN UNSUR SIC

Pengaruh reduksi tebal terhadap mikrostruktur dan kekerasan paduan Zr-0,4%Nb-0,5%Fe-0,5%Cr pasca pengerolan panas. Sungkono dan Siti Aidah

Kaidah difraksi sinar x dalam analisis struktur kristal KBr

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

KARAKTERISASI PELET CAMPURAN URANIUM OKSIDA DAN ZIRKONIUM OKSIDA HASIL PROSES SINTER

PENGARUH KANDUNGAN Nb DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR DALAM PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADUAN U-Zr-Nb

PENENTUAN UNSUR PEMADU DALAM BAHAN ZIRCALOY-2 DENGAN METODE SPEKTROMETRI EMISI DAN XRF

+ + MODUL PRAKTIKUM FISIKA MODERN DIFRAKSI SINAR X

KETAHANAN KOROSI BAHAN STRUKTUR AlMg-2 DALAM MEDIA AIR PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENDINGINAN

KARAKTERISASI SIFAT TERMAL PADUAN AlFe(2,5%)Ni(1,5%) DAN AlFe(2,5%)Ni(1,5%)Mg(1%) UNTUK KELONGSONG BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

ANALISIS ENERGI AKTIVASI PRESIPITAT FASA KEDUA PADA PADUAN Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe DENGAN DIFRAKSI SINAR X Sugondo (1), Meniek Rachmawati (1) 1. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Selatan 15314 E-mail: sugondo@batan.go.id (Naskah diterima tanggal: 05-09-2011, disetujui tanggal: 06-12-2011) ABSTRAK ANALISIS ENERGI AKTIVASI PRESIPITAT FASA KEDUA PADA PADUAN Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe DENGAN DIFRAKSI SINAR X. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis energy aktivasi fasa kedua pada ingot paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe hasil sintesa. Ingot dibuat dengan peleburan busur tunggal. Selanjutnya sampel dianil pada temperatur 400 C, 500 C, 600 C, 700 C dan 800 C selama 2 jam. Analisis difokuskan pada presipitat fasa kedua (Secondary Phase Precipitate/SPP). Identifikasi energy aktivasi berdasarkan pola difraksi sinar-x dan dibantu dengan data JCPDF (Joint Committee Powder Diffraction File). Hasil pola difraksi beserta datanya dianalisis secara manual, tidak dapat langsung sesuai dengan data JCPDF sebab adanya distorsi terutama dari SPP. Hasil analisis disimpulkan sebagai berikut: Pada temperatur anil 400 C, 500 C, dan 700 C pengintian partikel fasa kedua SPP terjadi dengan baik. Untuk paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe pada temperatur anil antara 400 C sampai dengan 800 C ditemukan SPP Fe 2 Nb, ZrSn 2, FeSn, SnZr, NbSn 2, Zr 0.68 Nb 0.25 Fe 0.08, Fe 2 Nb 0.4 Zr 0.6, Fe 37 Nb 9 Zr 54, dan Zr. Stabilisasi presipitat terjadi dengan baik pada temperatur anil 800 C, pertumbuhan presipitat antara 500 C sampai dengan 600 C, dan minimisasi ukuran presipitat pada temperatur anil 700 C. Diperoleh energi aktivasi Fe 2 Nb sebesar -7,0083 kj/mol, energi aktivasi FeSn sebesar -2,2858 kj/mol, energi aktivasi NbSn 2 sebesar -3,1498 kj/mol, dan energi aktivasi nano kristalit α Zr sebesar 0,0077 kj/mol. Kata Kunci: paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe, pola difraksi sinar x, presiptat fasa kedua, energy aktivasi. ABSTRACT ACTIVATION ENERGY ANALYSIS OF SECONDARY PHASE PRECIPITATE IN Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe ALLOY. The obyective of this research is to analyze of activation energies in Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe alloy as the product of the synthesis. The ingot was prepared by single spark melting. The samples then anneal at temperature 400 C, 500 C, 600 C, 700 C dan 800 C for 2 hours. The analyzed was focused on secondary phase precipitate/ SPP. The activation energies was identified based on X rays diffraction pattern and supported by Joint Committee Powder Diffraction File/ JCPDF. The Result of diffraction pattern with the data were analyzed by manual, it was not done by direct meet with the JCPDF data because of the distortion of the SPP. The analyzed results were concluded as follow: The nucleation of the secondary phase precipitate/ SPP 1

Urania Vol. 18 No. 1, Februari 2012 : 1-58 ISSN 0852-4777 was good at the anneal temperature of 400 C, 500 C, and 700 C. The Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe alloy at temperature in between 400 C to 800 C were found the precipitates Fe 2 Nb, ZrSn 2, FeSn, SnZr, NbSn 2, Zr 0.68 Nb 0.25 Fe 0.08, Fe 2 Nb 0.4 Zr 0.6, Fe 37 Nb 9 Zr 54, dan Zr. At temperature anneal 800 C was good for the precipitate stabilization, at temperature in between 500 C to 600 C was good for the precipitate growth, at temperature anneal 700 C was good for minimizing the precipitate size. It was found that activation energy of Fe 2 Nb was -7,0083 kj/mol, activation energy of FeSn was -2,2858 kj/mol, activation energy of NbSn 2 was -3,1498 kj/mol and activation energy of α Zr nano crytallite was 0,0077 kj/mol. Keywords: alloy Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe, pola difraksi sinar x, secondary phase precipitate, activation energy. PENDAHULUAN Latar belakang Paduan zirkonium (Zircaloy) adalah bahan yang paling utama digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, Zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin, pengungkung gas hasil fisi, pemindah panas, dan bahan struktur. Dengan demikian maka Zircaloy harus mempunyai sifat mekanik yang baik, tahan korosi, dan serapan netron rendah. Sebagai contoh, Zircaloy 2 digunakan untuk reaktor air didih (BWR) dan Zircaloy 4 digunakan untuk reaktor air bertekanan (PWR) dengan temperatur kelongsong 349 o C untuk PWR dan 390 o C untuk BWR [1]. Untuk meningkatkan efisiensi reaktor, maka daya kumulatif harus ditingkatkan tetapi yang menjadi masalah adalah bahwa bahan kelongsong zircaloy 2 dan zircaloy 4 tidak tahan korosi pada kondisi ini. Bahan kelongsong lain yang tahan korosi ialah Zirlo (Zr 1%Nb 1%Sn 0,1%Fe) [2]. Penambahan pemadu besi dengan konsentrasi antara 0,2 1% pada paduan Zr 1%Sn dapat menurunkan laju korosi [3] dan gejala yang sama pada paduan Zr 1%Nb. Pengembangan paduan Zr Sn Nb Fe utamanya untuk kelongsong bahan bakar pada derajat bakar (burn-up) tinggi. Keunggulan paduan tersebut ialah: pertama, temperatur pendingin dapat ditingkatkan; kedua, konsentrasi litium (Li) dalam pendingin dapat lebih tinggi; ketiga, pengurangan creep dan growth akibat iradiasi; keempat, mengurangi pick-up hydrogen; dan kelima, ketahanan korosinya lebih tinggi dibandingkan dengan zircaloy 2 (Zry 2) dan zircaloy 4 (Zry 4). Keunggulan itu diketahui setelah uji paska iradiasi (post irradiation examination/pie) dari hasil iradiasi dengan derajat bakar (burn up) 70.000 MWd/Te [4]. Pada saat ini karakteristik korosi zircaloy menjadi yang paling utama pada teknologi bahan bakar reaktor air ringan (light water reactors/ LWR). Ketahanan korosi reaktor dan bahan struktur selalu membatasi peningkatan ekonomi pada penggunaan bahan bakar yang terkait dengan peningkatan fluks panas, temperatur pendingin dan waktu tinggal di teras. Tantangan unjuk kerja bahan bakar diarahkan pada optimasi komposisi kimia dan mikrostruktur pada paduan komersial (Zry 2), (Zry 4), Zr 1%Nb dan Zr 2,5%Nb. Kelongsong (Zry 4) dalam reaktor air bertekanan (pressurized water reactors/ PWR) meningkat ketahanan korosinya jika ukuran partikel fasa sekunder (secondary phase particles/spp) lebih besar dari sepersepuluh mikrometer dan kandungan timah (Sn) lebih rendah dari yang telah dispesifikasikan. Fakta baru muncul bahwa ketahanan korosi maksimum dicapai dengan ukuran SPP lebih kecil sepersepuluh mikrometer untuk bahan Zr 1%Nb, Zr 2,5%Nb dan Zirlo. Ukuran SPP kecil pada 2

bahan tersebut juga mengurangi korosi nodular pada BWR [5]. Cumulated annealing parameter/ CAP Faktor metalurgi utama ialah ditemukannya korelasi antara ketahanan korosi zircaloy dengan ukuran dan distribusi partikel fasa kedua (SPP) dan jumlah residual strain dalam kisi zirkonium [6]. Unsur pemadu pada partikel tersebut adalah Fe,Cr, dan Ni yang larut dalam Zr, dapat terbentuk dengan konsentrasi lebih kecil dari pengotor yang juga ditemukan pada zirconium murni. Fraksi mayor pada unsur ini selalu ada pada temperatur operasional fabrikasi dalam bentuk presipitat. Pada daerah Zr di atas 950 C unsur unsur transisi Fe, Cr, Ni terlarut. Fakta itu kemungkinan untuk menjaga dalam keadaan super saturasi larutan padat akibat quenching. Walaupun kenyataan ini bertentangan dengan pengintian presipitat submikroskopik dengan laju quenching sebesar 1500 Ks -1 (jauh lebih tinggi dari proses komersial dengan laju quenching 50 Ks -1 ). Rute fabrikasi modern melibatkan langkah quenching cepat dalam fabrikasinya yang menghasilkan distribusi ukuran presipitat tertentu. Berawal dari distribusi partikel fasa kedua (SPP) hasil quenching selanjutnya ukurannya bertambah besar dengan meningkatnya perlakuan [7] termo mekanik pada material tersebut Perlakuan termo mekanik pada rute fabrikasi inilah yang disebut dengan Cumulated Annealing Parameter/ CAP. Penentuan dan pengaturan parameter fabrikasi menjadi penting karena menentukan distribusi ukuran presipitat. Energi aktivasi Pertumbuhan presipitat juga mengacu pada pertumbuhan butir yaitu kenaikan ukuran butir dalam suatu material pada temperatur tinggi. Hal ini terjadi ketika pemulihan dan rekristalisasi terjadi secara sempurna dan selanjutnya pengurangan energi internal yang dapat dicapai oleh pengurangan luas total batas butir, yang pada dasarnya tumpukan energi. Istilah ini biasa digunakan dalam metalurgi juga digunakan pada keramik dan mineral. Pentingnya pertumbuhan presipitat ialah bahwa kebanyakan material mengikuti ketentuan Hall Petch pada temperatur ruang dan menunjukkan kekuatan luluh lebih besar ketika ukuran presipitat berkurang. Pada temperatur tinggi ketentuan tersebut tidak berlaku karena ketidakteraturan batas presipitat yang berarti kekosongan berdifusi lebih cepat dan menimbulkan Coble creep. Batas presipitat adalah daerah yang mempunyai energi lebih tinggi dan merupakan situs yang baik untuk pengintian presipitat dan fasa kedua yang lain. Energi aktivasi positip ialah energi yang diperlukan untuk keberlangsungan reaksi dan energi ini diperoleh dari luar sistem atau disebut endotermik. Energi aktivasi positip ialah energi untuk keberlangsungan reaksi dan energi ini diperoleh dari dalam sistem atau reaksi berlangsung secara spontan atau disebut eksotermik. Pertumbuhan presipitat didorong oleh pengurangan energi bebas yang berkaitan dengan batas presipitat sistem dan hukum pertumbuhan presipitat dapat dirumuskan pada persamaan-1 [8] : (1) Pada persamaan 1, D t adalah diameter presipitat rerata setelah beberapa waktu t, D 0 adalah diameter presipitat awal, K 0 adalah konstanta dan Q adalah energy aktivasi proses. Logaritma natural persamaan 1 menghasilkan persamaan-2: 3

Urania Vol. 18 No. 1, Februari 2012 : 1-58 ISSN 0852-4777 (2) Berdasarkan pola difraksi hasil pengukuran dapat ditentukan ukuran presipitat berdasarkan persamaan Schrerer [9] Pengujian persamaan 2 menunjukkan bahwa plot ln (D 2 t -D 2 t )/t vs 1/T adalah garis lurus dengan garis kemiringan (slope) Q/R dan titik potong (intercept) adalah lnk 0. Menurut teori kendali antar presipitat ripening Otswald (interface controlled Ostwald ripening), laju pertumbuhan presipitat dikendalikan oleh tenaga dorong yang dikendalikan oleh perbedaan besar presipitat. Hal ini diperkirakan bahwa suatu sistem dapat mencapai keadaan seimbang jika distribusi ukuran presipitat adalah normal. Artinya perbedaan ukuran presipitat sedikit. Ukuran presipitat terbesar diperkirakan 2,5 kali ukuran presipitat rerata. Jika terjadi ukuran presipitat abnormal dan bentuknya tidak beraturan maka keluar dari teori Ostwald. Identifikasi pola difraksi Pola difraksi diperoleh dari pengukuran. Kristal adalah susunan simetris atom yang menghasilkan baris dan bidang akibat densitas tinggi atom yang dapat berfungsi sebagai grating (pengkisi) difraksi tiga dimensi. Hal tersebut menghasilkan hukum Bragg dengan formula [9] : (3) (4) Dengan B =(B 2 -B i ) 1/2 adalah pelebaran puncak,, D adalah ukuran partikel, B adalah pelebaran puncak terukur (full with of half maximum, FWHM), B i adalah pelebaran instrumental, adalah sudut difraksi dan λ adalah panjang gelombang sinar x. Dengan data pola difraksi standar LaB 6 maka diperoleh kesalahan instrumental secara umum sebesar 0,036 derajat. Teknik ini hanya untuk ukuran partikel sebesar 0 100 nm. Pada umumnya ukuran partikel presipitat sebesar 100 200 nm [10]. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis energy aktivasi presipitat dalam paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe hasil sintesa dengan peleburan busur tunggal yang telah diberi perlakuan panas (anil). Analisis difokuskan pada presipitat fasa kedua (Secondary Phase Precipitate/ SPP) untuk diketahui laju pertumbuhannya. Identifikasi energy aktivasi berdasarkan pola difraksi sinar-x dan dibantu dengan data JCPDF. dimana adalah panjang gelombang sinar x yang ditembakkan pada bahan, A, d adalah jarak antar bidang kristal, A, adalah sudut sinar datang dengan sudut pantul sinar x. Hasil pola difraksi dapat dicocokan dengan data yang ada di JCPDF (Joint Committee Powder Diffraction File) maka diperoleh jenis kristal dari suatu unsur atau senyawa tertentu. TATA KERJA Disiapkan serbuk sampel paduan (Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe). Serbuk Zr, Sn, Nb, Fe masing-masing ditimbang hingga komposisi Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe. Dicampur dalam mesin pencampur selama 150 menit, selanjutnya dibuat pelet dengan ukuran tinggi 10 mm diameter 10 mm pada tekanan kompaksi 1,2 ton/cm 2. Hasil pengepresan ini disebut pelet mentah. Sebanyak 5 g pelet mentah dilebur dengan busur listrik dalam 4

krusibel tembaga dalam kondisi atmosfir gas argon. Tekanan ruang bakar tungku 2 psi dan arus busur 50 A. Hasil leburan adalah paduan Zr Sn Nb Fe berbentuk ingot. Ingot dipanaskan pada temperatur 1100 C selama 2 jam dan didinginkan cepat (quenching) dalam air. Setelah pendinginan cepat, ingot dipotong dengan pisau intan (diamond blade) dengan ukuran sekitar 5 2 10 mm. Selanjutnya potongan ingot dianil pada temperatur 400 C, 500 C, 600 C, 700 C dan 800 C selama 2 jam. Kemudian sampel dipoles sampai grid 1200 mesh untuk menghilangkan oksida yang terjadi selama proses anil berlangsung. Sampel dianalisis dengan alat JEOL,DX- GERP-12 pada kondisi operasi sebagai berikut: tube: Cu, filter: Ni, tegangan: 36 kv, arus: 20 ma, speed: 2 o /menit guna pembuatan difraktogram. Hasil pola difraksi dapat dicocokan dengan data yang ada di JCPDF maka diperoleh jenis kristal dari suatu unsur atau senyawa tertentu. Energi aktivasi dihitung menggunakan persamaan 2 berdasarkan ukuran butir yang diperoleh dari data difraksi sinar X. Gambar 2. Pola difraksi paduan(zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe) dianil pada 400 C, 2 jam Gambar 3. Pola difraksi paduan (Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe) dianil pada 500 C, 2 jam HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil difraktogram sebagai hasil pengukuran dipaparkan pada Gambar 1,2,3,4, 5,6. Berdasarkan data numerik difraktogram tersebut dapat diketahui jenis dan ukuran partikel presipitat. Gambar 4. Pola difraksi paduan (Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe) dianil pada 600 C, 2 jam Gambar 1. Pola difraksi paduan(zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe) ingot 5

Urania Vol. 18 No. 1, Februari 2012 : 1-58 ISSN 0852-4777 Gambar 5. Pola difraksi paduan (Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe) dianil pada 700 C, 2 jam Gambar 6. Pola difraksi paduan (Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe) dianil pada 800 C, 2 jam Identifikasi Fasa Berdasarkan pola difraktogram ingot, Gambar 1, diperoleh fasa Zr dengan bentuk Kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi, a=3.232 dan c=5.147 sebagai referensi JCPDF#05 0665. Ditemukan juga SPP Fe 2 Nb mempunyai bentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=1.8215 dan c=7.877 sebagai referensi JCPDF#15 0316. Tidak ditemukan SPP dari unsur Sn. Hukum Home Rothery [10] memperkirakan bahwa larutan padat dapat terjadi jika perbedaan diameter atom terlarut dan pelarut tidak lebih 14-15%. Jika diameter atom pelarut lebih besar maka terjadi pelarutan secara interstisi dan apabila lebih kecil maka pelarutan terjadi secara subtitusi. Diameter atom Sn dan Nb hampir sama dengan atom Zr. Sedangkan atom Fe lebih kecil dari pada Zr. Jadi atom Sn dan Nb terlarut secara substitusi dan Fe secara interstisi dalam fasa-. Menurut hukum ini kelarutan unsur-unsur tersebut dalam fasa- hampir sama dengan fasa-, yaitu kelarutannya sangat sedikit. Menurut diagram fasa kelarutan unsur tersebut lebih besar di fasa-. Perbedaan kelarutan di fasa- dan fasa- mungkin dapat diterangkan dengan teori zona Brillouin (Brillouin zone) [11]. Pada fasa- terjadi tumpang tindih permukaan Fermi sedangkan pada fasa- tidak terjadi. Tidak adanya presipitat yang lain karena sebagian besar pemadu menjadi larutan padat di dalam ingot paduan. Sesuai hukum tersebut SPP yang terbentuk bentuk kristalnya heksagonal sesuai dengan kristal matrik Zr. Setelah bahan dianil pada temperatur 400 C, Gambar 2, diperoleh fasa Zr dengan bentuk kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi, a=3.232 dan c=5.147 sebagai referensi JCPDF#05 0665. Populasi SPP meningkat dengan drastis. Ditemukan kristal-kristal SPP sebagai berikut: Fe 2 Nb berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=1.8215 dan c=7.877 sebagai referensi JCPDF#15 0316; ZrSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=9.573, b=5.644 dan c=9.927 sebagai referensi JCPDF#06 0316; NbSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=19.0876, b=5.645 dan c=9.852 sebagai referensi JCPDF#19 0876; SnZr berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a= 7.433, b= 5.822 dan c=5.157 sebagai referensi JCPDF#10 0218; FeSn berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=5.302, dan c=4.449 sebagai referensi JCPDF#09 0212; 6

Fe 2 Nb 0.4 Zr 0.6 berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=4.927, dan 24.162 sebagai referensi JCPDF#23 0303; Zr 0.68 Nb 0.25 Fe 0.08 berbentuk kristal belum ditentukan sebagai referensi JCPDF#17 0509. Selanjutnya bahan dianil pada temperatur 500 C, Gambar 3, diperoleh fasa Zr dengan bentuk kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi, a=3.232 dan c=5.147 sebagai referensi JCPDF#05 0665. Populasi SPP masih banyak dan berkurang satu senyawa yaitu ZrSn 2. Ditemukan kristal-kristal SPP sebagai berikut: Fe 2 Nb berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=1.8215 dan c=7.877 sebagai referensi JCPDF#15 0316; NbSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=19.0876, b=5.645 dan c=9.852 sebagai referensi JCPDF#19 0876; SnZr berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=7.433, b=5.822 dan c=5.157 sebagai referensi JCPDF#10 0218; FeSn berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a= 5.302, dan c=4.449 sebagai referensi JCPDF#09 0212; Fe 2 Nb 0.4 Zr 0.6 berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a= 4.927 dan 24.162 sebagai referensi JCPDF#23 0303; Zr 0.68 Nb 0.25 Fe 0.08 berbentuk kristal belum ditentukan sebagai referensi JCPDF#17 0509. Dari bahan yang dianil pada 600 C, Gambar 4, diperoleh fasa Zr dengan bentuk kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi, a = 3.232 dan c= 5.147 sebagai referensi JCPDF#05 0665. Populasi SPP masih banyak dan berkurang dua senyawa yaitu SnZr dan Fe 2 Nb 0.4 Zr 0.6. Ditemukan kristalkristal SPP sebagai berikut: ZrSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a= 9.573, b=5.644 dan c=9.927 sebagai referensi JCPDF#06 0316; Fe 2 Nb berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=1.8215 dan c=7.877 sebagai referensi JCPDF#15 0316; NbSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a= 19.0876, b=5.645 dan c=9.852 sebagai referensi JCPDF#19 0876; FeSn berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=5.302, dan c=4.449 sebagai referensi JCPDF#09 0212; Zr 0.68 Nb 0.25 Fe 0.08 bentuk kristal belum ditentukan sebagai referensi JCPDF#17 0509. Pada bahan yang dianil pada 700 C, Gambar 5, diperoleh fasa Zr dengan bentuk kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi, a=3.232 dan c=5.147 sebagai referensi JCPDF#05 0665 dan Zr dengan bentuk kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi, a=5.039 dan c=3.136 sebagai referensi JCPDF#09 0212. Ada perubahan fasa yaitu terbentuknya fasa Zr dan perubahan pada jenis populasi SPP. Ditemukan kristal-kristal SPP sebagai berikut: ZrSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=9.573, b=5.644 dan c=9.927 sebagai referensi JCPDF#06 0316; FeSn berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=5.302 dan c=4.449 sebagai referensi JCPDF#09 0212; Fe 2 Nb berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=1.8215 dan c=7.877 sebagai referensi JCPDF#15 0316; FeZr 2 berbentuk kristal tetragonal dengan jarak kisi a=6.385 dan c= 5.596 sebagai referensi JCPDF#25 0420; NbSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=19.0876, b=5.645 dan c=9.852 sebagai referensi JCPDF#19 0876; Fe 37 Nb 9 Zr 54 bentuk kristal belum ditentukan sebagai referensi JCPDF#46 1095. Bahan dianil mendekati daerah Zr pada 800 C, Gambar 6, diperoleh fasa Zr dengan bentuk kristal heksagonal yang memiliki jarak kisi a=3.232 dan c=5.147 sebagai referensi JCPDF#05 0665. Ada perubahan fasa yaitu hilangnya fasa Zr dan hilangnya beberapa jenis populasi SPP. Ditemukan kristal-kristal SPP sebagai berikut: FeSn berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=5.302 dan =4.449 sebagai referensi JCPDF#09 0212; Fe 2 Nb berbentuk kristal heksagonal dengan jarak kisi a=1.8215 dan c=7.877 sebagai referensi 7

Urania Vol. 18 No. 1, Februari 2012 : 1-58 ISSN 0852-4777 JCPDF#15 0316; NbSn 2 berbentuk kristal orthorhombik dengan jarak kisi a=19.0876, b=5.645 dan c=9.852 sebagai referensi JCPDF#19 0876. Estimasi ukuran partikel Perubahan ukuran partikel akibat perubahan temperatur anil dapat dilihat pada Tabel 1. Ukuran partikel tergantung pada temperatur anil. Untuk SPP Fe 2 Nb menjadi lebih besar seiring dengan kenaikan temperatur anil dan mencapai maksimum pada temperatur 700 C sebesar 26,7671 nm dan pada temperatur 800 C menjadi lebih kecil yaitu sebesar 23,3339 nm. Pada temperatur mendekati daerah fasa mengalami pelarutan sesuai dengan diagram fasa paduan Zircaloy. Ukuran partikel FeSn terlihat fluktuatif sekali dan mencapai maksimum pada temperatur anil 500 C sebesar 28,4199 nm, selanjutnya turun dengan kenaikan temperatur anil dan naik lagi pada temperatur anil 800 C sebesar 23,3339 nm. Jelas bahwa pertumbuhan partikel FeSn terjadi pada temperatur anil 500 C. Ukuran partikel NbSn 2 maksimum pada temperatur anil 800 C yaitu sebesar 23,3339 nm. Jadi jelas pertumbuhan partikel NbSn 2 pada temperatur anil 800 C. Tabel 1. Ukuran partikel presipitat dalam paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe pada variarsi temperatur anil T, C Ukuran presipitat (D), nm Ukuran presipitat (D) FeSn, nm Ukuran presipitat (D) NbSn2, nm Ukuran presipitat (D) α Zr, nm 400 19,5733 18,3257 17,0906 14,9779 500 22,3284 28,4199 19,5564 26,3058 600 24,2401 23,709 18,5205 26,7616 700 26,7571 19,6429 14,2949 15,241 800 23,3339 23,3339 23,3339 17,982 Untuk memenuhi persamaan 2 diperlukan Tabel 2 yaitu memenuhi laju pertumbuhan butir yang tergantung pada termal. Dengan adanya energi termal, energi paduan juga meningkat selanjutnya diturunkan dengan pembentukan inti kristal butir dan presipitat. Hal ini terjadi karena kelarutan pemadu dalam paduan terbatas. Tabel 2. Logaritma natural ukuran partikel kuadrat dibagi waktu anil presipitat dalam paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe pada variarsi temperatur anil T, C 1/T ln(d^2/t), ln(d^2/t), ln(d^2/t), ln(d^2/t), 400 1,4859e-3 5,2552 5,1235 4,9839 4,7200 500 1,2937e-3 5,5186 6,0010 5,2535 5,8464 600 1,1455e-3 5,6829 5,6386 5,1446 5,8808 700 1,0277e-3 5,8805 5,2623 4,6267 4,7548 800 9,3197e-4 5,6067 5,6067 5,6067 5,0856 8

Pada temperatur anil 800 C ukuran SPP sama, terlihat ada kesetimbangan pengintian dan pertumbuhan butir. Jadi temperatur anil 800 C baik untuk stabilisasi presipitat. Tidak seperti halnya pada temperatur anil antara 500 C sampai dengan 600 C yang menunjukkan bahwa semua SPP mengalami ukuran butir maksimum. Interval temperatur ini baik untuk stabilisasi presipitat, sedangkan untuk minimasi ukuran butir yaitu temperatur anil 700 C kecuali Fe 2 Nb. Energi aktivasi Pada persamaan 1, D t adalah diameter presipitat rerata setelah beberapa waktu t, D 0 adalah diameter presipitat awal, K 0 adalah konstanta, dan Q adalah energy aktivasi proses. Logaritma natural persamaan 1 menghasilkan persamaan 2. Pengujian persamaan 2 menunjukkan bahwa plot ln (D t 2 -D 0 2 )/t vs 1/T adalah garis lurus dengan garis kemiringan (slope) Q/R dan titik potong (intercept) adalah lnk 0. Hasil pengujian persamaan 2 ditunjukkan pada Gambar 7 dan Tabel 3. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 3, energy aktivasi presipitat secara umum masih kecil dibandingkan dengan referensi yaitu sekitar 15 kj/mol [12]. Banyak faktor yang mempengaruhi pengintian dan pertumbuhan presipitat yaitu konsentrasi dan kelarutan pemadu. ln U k u ran P resip itat 6.2 6.0 5.8 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 0.0010 0.0012 0.0014 0.0016 Kebalikan Temperatur, 1/T FeSn NbSn2 Alfa-Zr FeSn NbSn2 Alfa-Zr Gambar 7. Natural logaritmik ukuran presipitat vs kebalikan temperatur paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe. Dalam paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe ini memang menghasilkan berbagai jenis presipitat sehingga dapat menambah kekuatan dan ketahanan korosi. Ukuran, jenis, dan distribusi presipitat menentukan karakteristik paduan. Kendala yang ditemui ternyata rendahnya energy aktivasi sehingga perlu perlakuan panas yang lama untuk mendapatkan distribusi presipitat yang baik Berdasarkan energy aktivasi pada Tabel 3 dapat diperkirakan laju pertumbuhan presipitat. Diperoleh energi aktivasi Fe 2 Nb sebesar -7,0083 kj/mol, energi aktivasi FeSn sebesar -2,2858 kj/mol, energi aktivasi NbSn 2 sebesar -3,1498 kj/mol, dan energi aktivasi nano kristalit ãzr sebesar 0,0077 kj/mol. 9

Urania Vol. 18 No. 1, Februari 2012 : 1-58 ISSN 0852-4777 Tabel 3. Energi aktivasi presipitat dalam paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe yang diperoleh dari Gambar 7. Presipitat Slope Intercept Energi aktivasi, kj/mol Fe 2 Nb -842,8944 6,5808-7,0083 FeSn -274,9168 5,85-2,2858 NbSn 2-378,827 5,5689-3,1498 α Zr 0,9293 5,2564 0,0077 SIMPULAN Pengintian partikel fasa kedua SPP terjadi dengan baik pada temperatur anil 400 C, 500 C, dan 700 C. Pada paduan Zr 1%Nb 1%Sn 1%Fe yang dianil pada temperatur antara 400 C sampai dengan 800 C ditemukan SPP Fe 2 Nb, ZrSn 2, FeSn, SnZr, NbSn 2, Zr 0.68 Nb 0.25 Fe 0.08, Fe 2 Nb 0.4 Zr 0.6, Fe 37 Nb 9 Zr 54, dan Zr. Stabilisasi presipitat terjadi dengan baik pada temperatur anil 800 C, pertumbuhan presipitat antara 500 C sampai dengan 600 C dan minimisasi ukuran presipitat pada temperatur anil 700 C. Diperoleh energi aktivasi Fe 2 Nb sebesar -7,0083 kj/mol, energi aktivasi FeSn sebesar -2,2858 kj/mol, energi aktivasi NbSn 2 sebesar -3,1498 kj/mol, dan energi aktivasi nano kristalit -Zr sebesar 0,0077 kj/mol. DAFTAR PUSTAKA [1]. Lambert, J.D.B. and Strain, R. (1985). Oxide Fuels, vol. 10 A, in, Materials Science and Technology, VCH,Germany, p 121. [2]. Harbottle, J.E. and Strasser A.A. (1994). Towards Failure-Free Fuel, Fuel Review 1994: Design, Nuclear Engineering International, p 28-30. [3]. Lustman, B. and Kerze, F.J.R. (1955). The Metallurgy of Zirconium, 1 st ed, New York, McGraw-Hill INC,, p 632. [4]. Banerjee, S. (2004). Better Materials for Nuclear Energy, IAEA Scientific Forum. [5]. Yilmazbayhan, A., et al., Structure of Zirconium Alloy Oxides Formed in Pure Water Studied With Synchrotron Radiation and Optical Microscopy: Relation to Corrosion Rate, Journal of Nuclear Materials, 324, 2004, pp 6-22. [6]. Garzarolli, F., et. al. (1987). Progress in the Knowledge of Nodular Corrsion. In, Van Swam L.F.P Zirconium in Nuclear Industry: 7 th Int. Symp., ASTM STP 939,., ASTM, PA, Conshohocken, pp 417 430. [7]. Steinberg, E, et.al. (1987). Analitical Approaches and Experimental Verification to Describe the Influence of Cold Work and Heat Treatment on the Mechanical Properties of Zircaloy Cladding Tube. In, Adamson R.B., et, al Zirconium in the Nuclear Industry: 6 th 7 th Int. Symp., ASTM STP 824, ASTM, pp 106 122. [8]. Spassov, T. and Koster, U. (1993). Grain growth in nanocrystalline zirconium based alloys, Journal of Material Science, 28, 278 2794 [9]. Cullity, B.D., Element of X Ray Diffraction, Addison Wesley, Reading, A. (1978). [10]. Gros, J.P. AND Waider, J.F. (1990). Precipitate Growth Kinetics in Zircaloy 4, 10

Journal of Nuclear Materials, 172, pp 85 96. [11]. Lustman, B. and Kerze, F.J.R. (1955). The Metallurgy of Zirconium, 1 st ed, New York, McGraw-Hill INC. [12]. Tagstrom, P., Limback, M., Dahlback, M., Anderson, T., and Pettersson, M. (2002). Effect of Hydrogen Pick Up and Second Phase Particle Dissolution on the in- Reactor corrosion Performance of BWR, in Moan, Gg.D. and Rudling, P. Zirconium in Nuclear Industry. Thirteenth International Symposium, ASTM, STP 1423, 98. 11