BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan,

BAB 1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah dan menguji penyelesaian masalah secara sistematis. mampu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan.

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga

maupun kelompok. Didalam menghadapi lingkungan, individu akan bersifat aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA

PAEDAGOGI. Jurnal kajian ilmu pendidikan. Jurnal Vol No Hal Bln ISSN Paedagogi Juni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami orang lain yang mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya. Monks, dkk (dalam Sumiati 2009:21) menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya. Dengan demikian pada masa remaja lebih cenderung mengikuti kepada teman sebaya yang mempunyai pengaruh sangat besar, jika tidak sesuai dengan tuntutan teman sebaya maka remajapun merasa terabaikan, dalam hal ini juga dapat dikatakan remaja mudah mengalami kecemasan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Lazarus 1978 (dalam Hartono&Soermadji 2012:84) yang mengatakan: kecemasan ialah suatu keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan, dan merupakan pengalaman yang samar samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya dan tidak menentu.. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan. Maka dari itu sangat penting bagi seseorang individu untuk bisa 1

2 menanggapi secara positif suatu kecemasan agar tidak terjadi perilaku negatif dalam menghadapi suatu tekanan. Nevid (2003:163) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon 1984 ( dalam Suryani, 2007:84) bahwa jika seseorang mengalami perasaan gelisah, gugup, atau tegang dalam menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, berarti orang tersebut mengalami kecemasan, yaitu ketakutan yang tidak menyenangkan, atau suatu pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi. Sebenarnya kecemasan sosial timbul ketika remaja berhadapan dengan berbagai situasi sosial, remaja akan merasa gugup dalam situasi sosial, seperti tampil di depan umum atau bekerja dalam kelompok, sehingga mereka akan menghindari kegiatan sosial sehari-hari dan membuat interaksi sosial yang sangat tidak nyaman. Salah satu faktor penyebab timbulnya kecemasan sosial pada remaja adalah faktor kepribadian yaitu penderita kecemasan sosial cenderung memiliki standar yang tinggi terhadap kehidupan sosial dan prestasi. Remaja yang mengalami kecemasan sosial terlalu memperhatikan diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap penilaian orang lain pada dirinya. Individu yang mengalami kecemasan sosial sangat tidak menyukai situasi sosial, seperti berkenalan dengan orang lain, pertemuan dengan melibatkan banyak orang asing, pesta dan situasi yang mengharuskan untuk berbicara dihadapan banyak orang. Beberapa perasaan yang dirasakan oleh individu yang mengalami kecemasan sosial adalah merasa menjadi pusat perhatian, merasa setiap orang selalu

3 memperhatikan tingkah lakunya, merasa setiap orang mengkritik dan memberikan penilaian terhadap penampilan dan tingkah lakunya. Priest (dalam Safaria 2009) kecemasan sosial adalah: ketakutan dan kecemasan dihakimi dan dievaluasi secara negatif oleh orang lain, yang mengarah pada perasaan tidak kuat, malu diri, merasa bodoh, dan depresi bahkan ketika mereka tampil baik dalam interaksi sosial. Dari penjelasan ahli tersebut dapat dijabarkan adapun masalah masalah sosial yang dialami remaja diantaranya tidak suka dikritik, tidak memiliki etika dalam bergaul, kurang berminat dalam mengikuti kegiatan sosial, malu berteman dengan lawan jenis, dan sikap kurang positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga. Pada kenyataannya, Fenomena yang sering terjadi disekolah yaitu banyak masalah-masalah sosial yang dialami siswa yang sebenarnya dapat merugikan dirinya sendiri masalah tersebut seperti timbulnya perasaan terasing, problem identitas, kurang percaya diri, demam panggung, merasa menjadi pusat perhatian orang, merasa khawatir bahwa dirinya akan dikritik orang lain, terlalu memperhatikan diri sendiri dan berpikiran setiap tingkah laku dan perbuatannya dinilai negatif oleh orang lain dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Dalam hal ini, maka yang sangat dibutuhkan siswa dalam menjalin hubungan sosial adalah interaksi sosial yang baik, sehingga dapat menghindari berbagai pikiran serta perasaan negatif yang dapat memberikan efek buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju dewasa. Berdasarkan hasil wawancara saya terhadap salah satu guru BK yang ada di SMP Negeri 5 Stabat pada tahun 2015 bahwasanya ada sebagian siswa yang

4 mengalami kecemasan sosial. Hal itu terlihat dengan adanya laporan dari beberapa wali kelas yang menyatakan bahwa sebagian dari siswa tidak berani mengemukakan pendapat didepan umum atau didepan kelas, berdiskusi, dan berinteraksi dengan teman sebaya. Selain dari pada itu berdasarkan pengamatan saya banyak siswa yang merasa takut dan cemas ketika datang keruangan BK sebab mereka berfikir bahwa siswa/i yang datang keruang BK adalah siswa yang bermasalah. Maka dari itu saya tertarik untuk meneliti permasalahan yang terjadi disekolah ini. Kecemasan sosial merupakan permasalahan psikologis. Di sekolah, penanganan permasalahan psikologis yang dialami siswa dilaksanakan oleh konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling. Guru BK memiliki berbagai kompetensi yang dapat membantu dalam menyelesaikan kecemasan sosial yang dirasakan oleh siswa. Guru BK memiliki kompetensi untuk memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani, oleh karena itu Guru BK akan sangat menghargai nilai nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih dan mengedepankan kemaslahatan konseli. Guru BK disekolah sebagai personil layanan bimbingan dan konseling, dalam mengurangi siswa yang mengalami kecemasan sosial tentu harus menggunakan layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling harus dapat membantu mengatasi kecemasan sosial yang dirasakan oleh siswa sesuai dengan tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu: (1) memahami, menerima, mengarahkan, dan mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan siswa secara optimal; (2) menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat; dan (3) merencanakan kehidupan

5 masa depan yang sesuai dengan dunia pada saat ini maupun di masa yang akan datang. Tujuan layanan bimbingan yang pertama dan kedua sangat sesuai dengan permasalahan siswa yang mengalami kecemasan sosial. Berdasarkan hasil penelitiaan yang dilakukan oleh Kemali Syarief pada tahun 2012, data penelitian yang diperoleh oleh peneliti di SMA Negeri 1 Batang Kuis dan hasil uji hipotesis diketahui dari hasil perhitungan diperoleh harga thitung > ttabel (4,33 > 2,045), dapat disimpulkan berarti pemberian bimbingan sosial berpengaruh dalam mereduksi ataupun mengurangi kecemasan sosial remaja di SMA Negeri 1 Batang Kuis Tahun Ajaran 2012/2013. Pemberian bimbingan sosial penting dilaksanakan oleh guru BK dalam upaya mereduksi kecemasan sosial yang dialami siswa. Jika dilihat hasil perhitungan skor rata rata kecemasan sosial yang dialami siswa telah diketahui pada pre test kecemasan sosial siswa berada pada rata rata = 76,1. Setelah diberikan bimbingan sosial hasil perhitungan skor rata rata kecemasan sosial yang dialami siswa berada pada rata rata = 64,9, tampak bahwa rata rata kecemasan sosial lebih rendah setelah diberikan perlakuan bimbingan sosial. Hasil wawancara dengan salah satu guru BK di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta pada 28 Oktober 2013 menunjukkan bahwa cukup banyak siswa yang mengalami permasalahan kecemasan sosial, baik dari laporan wali kelas ataupun melalui pengamatan guru BK terutama saat siswa-siswi datang untuk berkonsultasi. Guru BK tersebut menyatakan perlu diadakan suatu pemberian informasi atau pelatihan agar para siswa dapat mengenali kondisi diri mereka. Hal ini diperkuat oleh data skrining yang menyatakan bahwa sebanyak 26,14 % siswa mengalami kecemasan sosial tingkat sedang (skornya berada di tengah-tengah, di

6 antara ringan dan berat). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan kecemasan sosial rentan muncul pada masa remaja, terutama dengan adanya transisi dalam hidup dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Selain dari pada itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Indriyani Rachmawati pada tahun 2012 dengan judul Teknik Desentisasi Untuk Mengatasi Kecemasan Sosial Siswa Kelas VIII-D SMP 11 Surakarta, ditemukan sebanyak rata-rata 53% siswa memiliki kecemasan sosial, dibandingkan dengan kecemasan menghadapi ujian, hanya 47% dari 30 orang. Alasan dipilihnya kecemasan sosial sebab siswa yang mengalami hambatan dalam berinteraksi sosial akan mampu berdampak dalam meraih prestasi belajar yang optimal, karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Profil siswa kelas VIII-D yang mengalami kecemasan sosial pada kategori tinggi sebesar 23% (N= 7 siswa), kategori sedang sebesar 54%( N= 16 siswa), dan kategori rendah 23% (N=17 siswa). Aspek kognitif dan 30% somatik dari kecemasan sosial mempunyai pengaruh yang tinggi yakni 33% untuk kognitif dan untuk somatik. Sehingga mengakibatkan individu mengalami gangguan kecemasan dalam bertingkah laku dengan lingkungan sosialnya. Kecemasan sosial yang dialami siswa kelas VIII-D SMP Negeri 11Surakarta, yakni pada saat maju didepan kelas, bergaul dengan teman sebaya, dan diskusi.data yang diperoleh menunjukkan permasalahan dominan untuk kecemasan sosial yaitu pada saat majundidepan kelas sebesar 50% dari 14 subjek penelitian, sedangkan kecemasan sosial lainnya yaitu diskusi sebesar 29% dan bergaul dengan teman sebaya sebesar 21%. Untuk mengetahui efektifitas panduan teknik desentisasi diri untuk mengatasi kecemasan sosial siswa secara umum menunjukkan Z hitung sebesar -2,411 dengan probabilitas (p)

7 0,016, karena nilai probabilitas dari Z hitung lebih kecil dari probabilitas kesalahn yaitu 5% (=0,05). Maka Ho ditolak dan H1 diterima. Pada awalnya kecemasan sosial yang dialami oleh siswa terhadap situasi sosial, teratasi, hal ini terlihat pada hasil pretest siswa yang menunjukkan bahwa mean dari skor adalah 123.43, skor tertinggi adalah 146 dan skor terendah adalah 84. Selanjutnya diberikan perlakuan selama dua minggu, maka pst test siswa menunjukkan mean dari skor yaitu 137.50, skor tertinggi adalah 169 dan skor terendah adalah 112. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan panduan teknik desentisasi diri efektif untuk mengatasi kecemasan sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 11 Surakarta. Dalam penelitian ini teori konseling yang digunakan adalah teori kognitif perilaku. Yaitu merupakan sebuah pendekatan yang mengkombinasikan konseling kognitif dan konseling behavioral. Pada pelaksanannya konseling cognitive behavioral therapy merupakan bentuk konseling yang menekankan kepada pentingnya penggunaan pikiran dalam perasaan dan tindakan individu. Kazdin 1978 (dalam Singgih 1996:230) Cognitif Behavioristik Therapy adalah usaha untuk mengubah perilaku yang nyata dengan mengubah pikiran, interpretasi, dugaan dan strategi dalam memberikan respon. Bush, (2003:1), konseling cognitive behavioral therapy membantu individu belajar merubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berfikir lebih jelas dan membantu belajar membuat keputusan yang tepat. Konseling kognitif perilaku meyakini bahwasanya proses kognitif akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berfikir dan bertindak. Inti dari terapi ini adalah lebih menitik beratkan pada perubahan

8 tingkah laku melalui interaksi dengan diri sendiri dan perubahan struktur kognitif, yang menjadi fokus adalah persepsi diri, kepercayaan dan pikiran (otak). Hal ini dilakukan dengan menggunakan Pendekatan cognitive behavioral therapy yang dilakukan dalam layanan konseling kelompok dalam bimbingan konseling. Sesuai pendapat diatas bahwa konseling kelompok cognitive behavioral therapy memiliki peranan penting dalam mengurangi kecemasan sosial. Pendekatan cognitive behavioral therapy yang diterapkan dalam konseling kelompok memiliki langkah langkah yang lebih menekankan pada pengubahan pola pikir yang akan diikuti oleh tingkah laku seseorang dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan dalam kehidupannya. Yang paling penting dalam hubungan konseling adalah agar konselor mampu melibatkan koseli secara penuh (dengan jiwanya). Jika konseli telah terlibat dalam proses konseling, maka ia akan terbuka dan jujur, sehingga dengan mudah menyatakan perasaan, pengalaman dan idenya Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas maka penulis merasaperlu dan tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy Terhadap Kecemasan Sosial Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Stabat Tahun Ajaran 2015/2016. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang diuraikan diatas, maka masalah dari kecemasan sosial yang ada pada siswa, antara lain:

9 a. Ada siswa yang merasa cemas untuk melakukan hubungan sosial dan takut tidak diterima oleh teman sebaya b. Ada siswa yang berpikiran negatif terhadap penilaian orang lain tentang dirinya c. Ada siswa yang merasa takut salah untuk memberikan pendapat dan argumen d. Ada siswa yang merasa bersalah atas ketidakmampuannya dalam memenuhi harapan orang disekelilingnya e. Ada siswa yang merasa diabaikan,dihina, dikritik karena memiliki perilaku yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas, maka perlu kiranya dilakukan pembatasan masalah yang diteliti. Penelitian ini dibatasi masalahnya mengenai Pengaruh Konseling Kelompok Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy dalam mengurangi Kecemasan Sosial Pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Stabat tahun ajaran 2015/2016. 1.4 Rumusan Masalah Sesuai dengan pembatasan masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan peneliti kemukakan adalah apakah ada pengaruh konseling kelompok pendekatan Cognitive Behavioral Therapy dalam mengurangi kecemasan sosial pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Stabat tahun ajaran 2015/2016.

10 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : Untuk Mengetahui Pengaruh Konseling Kelompok Pendekatan cognitive behavioral therapy terhadap pengurangan Kecemasan Sosial pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Stabat tahun ajaran 2015/2016. 1.6 Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian maka diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk: a. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan illmu bimbingan dan konseling, serta khususnya dalam penerapan teori konseling kelompok pendekatan cognitive behavioral therapy dan kecemasan sosial. b. Manfaat praktis a. Kepala sekolah agar dapat dijadikan model untuk memberikan layanan konseling kelompok melalui pendekatan Cognitive Behavioral Therapy. b. Guru BK Sebagai bahan masukan tentang pentingnya pemberian layanan konseling kelompok pendekatan Cognitivi Behavioral Therapy terhadap kecemasan sosial pada siswa.

11 c. Siswa Setelah mendapat layanan konseling kelompok pendekatan Cognitive Behavioral Therapy siswa dapat mengurangi kecemasan sosialnya sehingga dalam berhubungan sosial dengan teman sebayanya tidak lagi merasa cemas. d. Peneliti a) Guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan dapat menambah pengalaman keilmuan bagi penulis b) Sebagai bahan referensi dalam menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mahasiswa jurusan PBB di Universitas Negeri Medan e. Peneliti Selanjutnya Agar peneliti selanjutnya dapat mengembangkan kemampuan dalam memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa jurusan BK