BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Experientia Volume 4, Nomor 2 Oktober 2016

Happy Cahaya Mulya Agnes Maria Sumargi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan organisasi dengan kompleksitas yang sangat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sleep is a very important aspect of life (Allison, n.d., Sleep Deprivation as a Tool in Military

BAB I PENDAHULUAN. peradangan pada mukosa lambung. Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah

BAB I PENDAHULUAN. bagian atas. Keluhan pada saluran pencernaan merupakan penyakit yang banyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emerging adulthood. Pada tahap remaja, mahasiswa mengalami perkembangan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi sistem informasi merupakan salah satu teknologi yang paling

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ideal karena kelebihan berat badan bahkan mengalami obesitas. WHO (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. menjalani aktivitas sehari-hari. Contoh yang sering dikeluhkan dimasyarakat

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat melekat dengan kegiatan pelayanan, sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil Survey Evaluasi Pemanfaatan Ruang di Jurusan Teknik. Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Inilah 10 Gejala Serangan Jantung di Usia Muda

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluhan seperti nyeri di ulu hati, cepat kenyang, rasa perut penuh, dan rasa panas di ulu hati merupakan hal yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala (sindrom) tersebut, disebut sebagai dyspepsia. Seringkali orang awam mengasumsikan sindrom ini sebagai penyakit maag/lambung. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek kedokteran umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dyspepsia ini (Djojoningrat, 2009: 529). Pada populasi umum, masih belum ditemukan pravelensi yang tepat mengenai dyspepsia ini, tetapi diestimasikan 25%-40% orang dewasa mengalami sindrom tersebut setiap tahunnya. Pravelensi sindrom ini di negara barat berkisar antara 7%-41%, sedangkan masih belum ada data epidemologi di Indonesia (Djojoningrat, 2009: 529). Profil Kesehatan Indonesia 2007 menyatakan bahwa dyspepsia menempati urutan ke-10 untuk penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006, yaitu mencapai 34.029 orang atau sekitar 1,59%. Secara umum, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh perilaku makan sehatnya. Ogden (2010: 11) mengatakan bahwa perilaku makan sehat akan berdampak terhadap kesehatan dengan dua cara, yaitu melindungi tubuh dari penyakit dan dapat membantu tubuh untuk mengatasi penyakit yang sedang diderita. Individu perlu mengkonsumsi cukup kalori untuk menjaga kesehatan, sehingga akhirnya dapat melakukan segala aktivitasnya (Janowitz, 1997: 182). 1

2 Selaras dengan penjelasan tersebut, dyspepsia juga dipengaruhi oleh perilaku makan sehat individu. Adanya intoleransi makanan sering terjadi pada kasus sindrom ini (Djojoningrat, 2009: 531). Janowitz (1997: 57) juga menjelaskan bahwa orang dengan gangguan pencernaan, perlu menjaga perilaku makannya. Pola makan yang baik bagi orang dengan gangguan pencernaan adalah menghindari makanan berlemak, menghindari caffeine, menghindari alkohol, dan menghindari makanan pedas. Selain itu, makanan kita selama sehari juga harus dibagi dengan rata, hal ini mencakup waktu makan dan porsi dalam sekali makan. Beberapa penelitian eksperimen menunjukkan bahwa makanan tertentu, seperti lombok, makanan pedas dan berlemak ada kemungkinan menunjang terjadinya gelaja-gejala dyspepsia (Miwa, 2012). Selain itu, dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil dan sering, atau dengan kata lain makan secara teratur. Makanan yang rendah lemak juga direkomendasikan untuk menyembuhan keluhan (Djojoningrat, 2009: 532). Jadi, saat penderita dyspepsia tidak berperilaku makan sehat maka gejala tersebut akan timbul secara terus-menerus dan akan mengganggu aktivitasnya. Mahasiswa merupakan salah satu golongan yang cukup sulit untuk berperilaku makan sehat. Kesibukan mahasiswa menjadi sebuah kendala untuk mengatur jadwal makan. Salah seorang mahasiswa dalam wawancara awal yang dilakukan peneliti, mengatakan bahwa: Dalam sehari saya bisa makan hanya dua kali sehari, terkadang bila perkuliahan padat dan banyak tugas yang perlu dilakukan maka saya hanya makan sekali dalam sehari. Bila di rata-rata mungkin dalam satu minggu sama makan sepuluh kali dan satu kali diantaranya saya makan mie instan.

3 Hasil wawancara tersebut terlihat bahwa kepadatan jadwal kuliah dan banyaknya tugas pada mahasiswa membuat perilaku makannya menjadi tidak teratur. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada 70 mahasiswa Universitas Widya Mandala Surabaya, didapatkan bahwa 77,1% mengaku pernah mengalami mengalami gejala-gejala dyspepsia yaitu rasa sakit di ulu hati juga perasaan tidak nyaman pada perut seperti mual dan ingin muntah. Data tersebut menunjukkan besarnya kasus dyspepsia yang terjadi di universitas ini. Hasil survey ini juga mendapatkan bahwa 24,3% mahasiswa menyatakan diri tidak makan secara teratur setiap harinya (makan tiga kali dalam sehari). Sebesar 41,4% mahasiswa menyatakan diri mengkonsumsi makanan pedas setiap harinya. Data tersebut menunjukkan bahwa perilaku makan mahasiswa dapat menyebabkan terjadinya penyakit dyspepsia. Perilaku makan yang sehat akan terjadi apabila seseorang dapat mengatur dirinya dengan baik. Penelitian Deliens, dan kolega (2014), mendapatkan bahwa disiplin diri dapat mempengaruhi perilaku makan informan. Berdasarkan penelitian tersebut, informan mengatakan bahwa saya berpikir bahwa disiplin diri merupakan faktor yang penting, saat kamu menjadi seseorang yang mandiri, kamu harus mengurus dirimu sendiri. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki disiplin diri yang baik maka dirinya akan memberikan arahan bagi dirinya sendiri untuk dapat mengatur pola makannya dengan baik. Salah satu faktor dari perilaku makan sehat adalah pemikiran individu. Saat seseorang berpikir bahwa dirinya butuh untuk mengatur perilaku makan agar terus berada dalam kondisi sehat maka perilaku itulah yang akan dia munculkan (Ogden, 2010: 49). Saat seseorang

4 mampu mengatur perilakunya maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki self regulation yang baik. Bandura (1994, dalam Feist & Feist, 2006: 483) mendefinisikan self regulation sebagai kemampuan seseorang untuk mengelola perilaku sehingga dapat mencapai tujuannya. Seseorang yang memiliki tujuan di masa depan maka orang tersebut akan berusaha untuk mencapai tujuannya. Pemenuhan tujuan itu akan tampak dengan berbagai cara. Seseorang akan tahu apa yang dapat dia lakukan, dapat mengantisipasi segala konsekuensi dari perilakunya, dia akan menetapkan tujuan untuk dirinya sendiri, dia akan merencanakan perilakunya agar dapat memenuhi tujuan tersebut (Bandura, 1991). Penelitian yang dilakukan oleh Wing, dan kawan-kawan (2006) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara self regulation dengan perilaku makan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dimana subjek diberikan self regulation program yang bertujuan untuk menjaga penurunan berat badan pada orang yang mengalami obesitas. Hasil dari penelitian itu adalah self regulation program dapat dengan signifikan mempertahankan penurunan berat badan subjek. Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa pemberian self regulation program dapat mempengaruhi perilaku makan seseorang dan mempertahankan penurunan berat badannya. Hubungan antara self regulation dan perilaku makan tersebut mungkin juga berlaku bagi penderita dyspepsia. Saat seorang penderita dyspepsia memiliki self regulation yang baik, maka dia akan mampu mengatur waktu makannya agar tidak terlambat makan. Selain itu, makanan yang dimakan juga akan diperhatikan sehingga ia tidak memakan makanan yang dapat menimbulkan gejala-gejala dyspepsia.

5 Penelitian yang dilakukan oleh Deliens dkk (2014), mendapatkan bahwa perilaku makan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah kemampuan disiplin diri. Sebuah artikel jurnal yang membahas tentang profil psikologi anak yang mengalami obesitas, memperlihatkan bahwa anak dapat mengalami obesitas karena dirinya tidak mampu untuk mengatur makannya (Braet, 2005). Berdasarkan penjelasan artikel jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki self regulation yang baik, akan memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur emosinya sehingga dirinya tidak larut dalam emosi. Selain itu, self regulation juga membuat seseorang mampu mendisiplinkan dirinya. Individu mampu memberikan arahan bagi dirinya sendiri tentang hal yang harus dia lakukan untuk mengatur perilaku makannya. Penderita dyspepsia yang memiliki self regulation yang baik diprediksi dapat mengatur waktu makannya dan juga mengatur apa yang dia makan agar dia tetap berada dalam kondisi sehat. Ormrod (2009: 30-38) menyatakan bahwa self regulation terdiri dari enam aspek. Aspek pertama, yaitu standar dan tujuan yang ditentukan sendiri yang merupakan tujuan tertentu yang dianggap bernilai bagi dirinya dan standar yang menjadi kriteria untuk mengevaluasi performanya dalam sebuah situasi. Aspek kedua adalah pengaturan emosi yang merupakan kemampuan seseorang untuk menjaga atau mengelola perasaannya agar tidak menghasilkan respon yang tidak produktif. Aspek ketiga adalah instruksi diri yang merupakan instruksi atau arahan yang seseorang berikan kepada dirinya sendiri saat melakukan suatu perilaku yang kompleks. Aspek keempat adalah monitoring diri yang merupakan kegiatan mengamati perilaku sendiri. Aspek kelima adalah evaluasi diri yang merupakan proses penilaian yang dilakukan individu terhadap

6 performa atau perilakunya. Aspek terakhir adalah kontingensi yang ditetapkan sendiri, yaitu penguatan atau hukuman terhadap perilaku yang individu tetapkan sendiri untuk dirinya. Salah seorang mahasiswa, dalam wawancara awal mengatakan bahwa kesehatan merupakan hal yang penting karena tanpa hal itu kita tidak dapat melakukan apapun. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa kesehatan merupakan salah satu tujuan baginya. Selanjutnya dia menambahkan bahwa emosi tidak berpengaruh apapun terhadap perilaku makannya, perilaku makannya akan sama saja dalam kondisi emosi apapun. Pada pernyataan tersebut terlihat bahwa mahasiswa tersebut dapat mengontrol emosinya sehingga tidak berpengaruh terhadap perilaku makannya. Dia juga mengatakan bahwa dalam sehari dia hanya makan dua kali dan terkadang hanya makan satu kali, menurutnya hal itu adalah perilaku makan yang tidak baik. Berdasarkan pernyataan itu, terlihat kemampuan yang dimiliki berkaitan dengan memonitoring perilaku makannya sendiri dan kemampuan mengevaluasi perilaku makan yang dia lakukan selama ini. Mahasiswa ini juga mengatakan bahwa dirinya pernah memberikan arahan pada dirinya sendiri untuk menjaga pola makannya, tetapi hal itu tidak sering dilakukan. Berdasarkan hal ini terlihat bahwa mahasiswa ini dapat memberikan instruksi pada dirinya sendiri akan tetapi hal itu jarang dilakukan. Berikutnya, ditambahkan bahwa dirinya tidak pernah memberikan hukuman ataupun hadiah jika dirinya mampu untuk berperilaku makan sehat. Hal ini menunjukkan bahwa aspek kontingensi yang dimiliki rendah. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pada aspek instruksi diri

7 dan kontingensi yang ditetapkan sendiri masih tergolong rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada kemungkinan self regulation mahasiswa ini tergolong rendah. Self regulation diasumsikan mempengaruhi perilaku makan sehat. Self regulation yang rendah dapat mempengaruhi perilaku makan sehat seseorang menjadi buruk pula. Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti tertarik untuk menguji hubungan antara self regulation dengan perilaku makan sehat pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia. Ketertarikan itu muncul karena masih belum banyak penelitian, khususnya dalam bidang psikologi kesehatan yang membahas mengenai aspek pikologis yang dikaitkan dengan perilaku makan sehat mahasiswa yang mengalami dyspepsia sehingga penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi mahasiswa yang mengalami dyspepsia dan praktisi kesehatan mengenai pengaruh dari self regulation terhadap perilaku makan. 1.2 Batasan Masalah Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang merupakan studi hubungan. Penelitian ini melihat hubungan antara self regulation yang dikaitkan dengan perilaku makan pada penderita dyspepsia. Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang mengalami dyspepsia. 1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara self regulation dengan perilaku makan sehat pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia?

8 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan antara self regulation dengan perilaku makan sehat pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan teori perilaku makan sehat dan keterkaitannya dengan self regulation yang merupakan kajian dari psikologi klinis, khususnya psikologi kesehatan. Diharapkan penelitian ini dapat memicu munculnya penelitian sejenis yang bisa diaplikasikan di masyarakat. 1.5.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Bagi mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi mahasiswa terkait dengan self regulation dan perilaku makan sehat pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia sehingga mahasiswa tersebut mampu meningkatkan regulasi dirinya dan dapat mengatur perilaku makannya. 2. Bagi praktisi kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai self regulation dan perilaku makan pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia sehingga praktisi menjadi tahu mengenai peranan self regulation terhadap perilaku makan dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan treatment.