BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Dr. Alamsyah, M.Hum. Drs. Sugiyarto, M.Hum

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 23 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

Pemilu 2009: Kemenangan Telak Blok Partai Nasionalis Ringkasan

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/729/KEP/ /2012

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15A TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

UU 4/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PROFIL DPRD KABUPATEN SUMENEP PERIODE Disusun oleh: Bagian Humas & Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Perda No.31 / 2004 Tentang Pembentukan,Kedudukan,Tugas,Fungsi, SOT Dinas Sosial Kab. Magelang PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 31 TAHUN 2004

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

DUIT UNTUK NASDEM DAN PAN DIPENDING SPJ AKAN DIEVALUASI BPK

BAB IX POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

C. Sikap dan Komitmen Mempertahankan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan politik di landasi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang

Perda Kab. Belitung No. 22 Tahun

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2012

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI...

PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dafin Nurmawan, 2014 Gema Hanura sebagai media pendidikan politik

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

LAPORAN KINERJA KEPALA BIDANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TAHUN 2015

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1.

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini

LAPORAN HASIL PENGUKURAN TINGKAT TRANSPARANSI PENDANAAN PARTAI POLITIK DI TINGKAT DEWAN PIMPINAN PUSAT. Transparency International Indonesia

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri, mimpi tersebut termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, seperti yang dikutip di bawah ini; Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undangundang dasar negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. 1 Kalimat di atas adalah cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat. Secara jelas dinyatakan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Namun Indonesia sejak awal kemerdekaannya pada tahun 1945 sampai pada saat ini kesejahteraan secara umum yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang di atas belum juga terwujud. Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia masih menyisakan tanda tanya besar, sebab sampai sejauh ini permasalahan sosial masih terdapat 1. Lihat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Alinea ke empat. 1

2 di mana-mana mulai dari masalah kemiskinan, kesehatan, pengangguran sampai pada masalah keberfungsian sosial dan berbagai masalah-masalah sosial lainnya. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, dibutuhkan kesadaran dari setiap individu maupun kelompok dalam hal peningkatan kesejahteraan secara kolektif, terlebih-lebih kesadaran para pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah baik pusat maupun daerah. Para teoritisi kesadaran sosial menyatakan bahwa pemerintah-pemerintah memperkenalkan dan memperluas program-program sosial karena negara modern mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan warga negaranya yang dipegang secara mendalam. Versi lain dari teori ini menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial karena banyak orang kelas menengah tidak puas dengan kondisi kehidupan orang-orang miskin yang tidak memuaskan, dengan menekan pemerintah untuk campur tangan, masyarakat mewujudkan kesadaran sosialnya (Adi Facrudin, 2012: 92). Artinya bahwa untuk menumbuhkan kesadaran sosial masyarakat, pemerintah perlu merangsang terlebih dahulu dengan cara mencontohkan apa yang sekiranya harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Selain itu, untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, dukungan dari kelompok-kelompok masyarakat juga sangat dibutuhkan, sebut saja misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kepemudaan seperti Oraganisasi Mahasiswa dan Karang Taruna, serta Organisasi Politik dalam hal ini Partai Politik. Sementara itu, Partai

3 Politik sebagai kelompok yang memiliki kepentingan seharusnya memberikan kontribusi paling besar dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, sebab yang menjadi filosofi mendasar berdirinya sebuah partai politik dalam sistem negara yang demokrasi adalah untuk menjaga stabilitas politik dalam hal perebutan kekuasaan yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Semenetara itu, rakyat juga berhak menuntut sebuah kondisi yang sejahtera kepada partai politik sebagai timbal balik dari dukungan suara yang telah diberikan masyarakat. Jika dibandingkan dengan organisasi masyarakat lainnya partai politik melalui kadernya yang menduduki jabatan dilembaga pemerintahan memiliki peranan yang cukup strategis dalam pengambilan kebijakan, sehingga, memberikan keleluasaan kepada partainya untuk merealisasikan segala bentuk kepentingan ke dalam agenda-agenda pembangunan masyarakat. Jika kepentingan itu berasal dari kepentingan masyarakat, maka itu merupakan kepentingan yang positif adanya, dan sebaliknya jika kepentingan itu hanya berupa kepentingan yang menguntungkan personal atau anggota partai saja maka itu merupakan kepentingan yang bersifat negatif. Menurut Miriam budiardjo, (2008:422), umumnya dianggap bahwa partai politik adalah sekumpulan manusia yang terorganisir, yang anggotanya memiliki orientasi nilai-nilai dan cita-cita yang sama, serta memiliki tujuan untuk mendapatkan kekuasaan politik yang nantinya akan digunakan sebagai wadah untuk merealisasikan program yang telah ditetapkan. Indonesia sendiri dikenal dengan sistem multi-partai, meskipun sebelumnya bangsa kita pernah

4 mendapati gejala Partai-Tunggal dan Dwi Partai. Sistem yang kemudian berlaku berdasarkan sistem tiga orsospol dapat dikategorikan sebagai sistem Multi-Partai dengan dominasi satu partai. 21 Mei 1998, yaitu saat runtuhnya masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto dan berganti pada masa Reformasi, Indonesia kembali pada sistem multi-partai tanpa adanya dominasi satu partai. Sejak masa inilah tekanan dari berbagai kelompok masyarakat mulai bermunculan agar diadakan pembaharuan kehidupan politik kearah yang lebih demokratis (demokrasi yang berbeda dengan demokrasi terpimpin pada masa Orde Lama dan demokrasi pancasila pada masa Orde Baru). Dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapat kesempatan mendirikan partai. Atas dasar tuntutan itu, pemerintah yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Baharudin Jusuf Habibie dan Parlemen mengeluarkan UU NO.2/1999 tentang partai politik. Sejak saat itulah mulai bermunculan berbagai jenis partai politik. Jumlah partai politik yang didaftarkan pada departemen kehakiman berjumlah 141, tetapi setelah diseleksi tidak semuanya dapat mengikuti pemilihan umum 1999. Hanya ada 48 partai yang lolos setelah tahap penyeleksisan (Budiardjo 2008:450). Namun pada perkembangannya, menjelang pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 2004 dengan segala bentuk peraturan yang telah ditetapkan, partai politik yang dapat mengikuti pemilihan umum 2004 berkurang menjadi 24 partai saja. Sedangkan pada pemilihan umum selanjutnya yaitu pada tahun 2009 jumlah partai politik kembali bertambah

5 banyak menjadi 38 partai politik nasional. Sedangkan untuk pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 2014, komisi pemilihan umum menetapkan hanya 12 partai saja ditambah 3 partai lokal Aceh yang dapat mengikuti pemilihan umum. Adanya sistem multi partai seperti sekarang ini, seharusnya menjadi keuntungan besar bagi bangsa Indonesia karena dengan begitu dapat dikatakan bahwa kepedulian rakyat terhadap Negaranya semakin tinggi, sedang peduli pada Negara berarti peduli pada rakyatnya. Akan tetapi dalam sejarah dinamika politik Indonesia dengan sistem multi partainya justru dibarengi dengan munculnya berbagai masalah-masalah sosial baru. Maka dari itu sangat wajar apabila keberadaan partai-partai itu patut dipertanyakan partisipasinya terhadap pembangunan kesejahteraan umum yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia sejak dulu. Sebab, sebagai organisasi masyarakat yang paling dekat dengan kekuasaan dan memiliki peran yang cukup strategis dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah, partai politik harus bisa menjadi wakil masyarakat luas untuk mendapatkan kesejahteraan secara umum. Karena kalau tidak demikian, maka keberadaan partai-partai tersebut patut dipertanyakan kembali tujuan didirikannya. Seperti yang telah disampaikan di awal, bahwa permasalahan sosial di Indonesia masih cukup pelik. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki permasalahan sosial yang sangat kompleks dan cukup rumit untuk di selesaikan. Sebut saja di kota Malang, kota yang terkenal dengan kota pelajar dan kota wisata ini ternyata masih menampung begitu banyak permasalahan-

6 permasalahan sosial yang sampai sejauh ini membuat pemerintah daerah kualahan untuk menyelesaikannya. Permasalahan-permasalahan sosial yang sampai saat ini menghantui kota malang seperti yang telah disampaikan kepala Dinas Sosial Kota Malang Zubaidah kepada wartawan Jawa Pos antara lain anak balita telantar, anak telantar, anak nakal, anak jalanan, wanita rawan sosial ekonomi, korban tindak kekerasan, lanjut usia telantar, penyandang cacat, tuna susila, termasuk juga pengemis, gelandangan, bekas warga binaan lembaga kemasyarakatan (BWBLK), korban penyalahgunaan napza, sekaligus termasuk keluarga fakir miskin, keluarga berumah tidak layak huni, keluarga bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil, korban bencana alam, korban bencana sosial atau pengungsi, pekerja migran telantar, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan keluarga rentan (www.malangpost.com, 2013). Sesuai dengan apa yang telah disampaikan kepala dinas sosial kota Malang di atas, kita dapat mengasumsikan bahwa permasalahan-permasalahan sosial di kota malang sampai sejauh ini belum menemui titik penyelesaiannnya, padahal Kota Malang adalah merupakan kota metropolitan yang kemajuannya terhitung agak cepat dan merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur. Dalam bidang politik, kota malang merupakan salah satu kota yang cukup strategis dalam hal penjaringan massa dengan jumlah penduduknya yang cukup tinggi yaitu 857.891 Jiwa. Hal ini dapat di lihat dari hasil perolehan suara pada pemilihan umum tahun 2009 yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 20, 69%, Golkar 7,23%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

7 10,30%, Partai Amanat Nasional (PAN) 4, 86%, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2,57%, PDS 3,29%, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,43%, Partai Demokrat 24,08%, Hati Nurani Rakyat (HANURA) 2,93%, Partai Gerindra 4,13%, PKNU 3,00% danpartai lainnya 9,71% (Asep Nurjaman, 2013;117). Perolehan suara tersebut di atas menunjukkan besarnya partisipasi masyarakat dalam memberikan hak pilihnya kepada Partai Politik yang menjadi pilihannya. Namun, mengingat permasalahan-permasalahan sosial yang masih terdapat di kota malang tersebut di atas, keberadaan partai-partai tersebut dapat dipertanyakan kembali Adakah dari sejumlah partai itu yang turut berpartisipasi secara langsung melalui program-program sosial kemasyarakatan yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan sosial mengingat masih banyaknya permasalahan sosial yang sampai saat ini terdapat di kota Malang? Tentunya jawaban atas pertanyaan ini mustahil untuk terjawab secara objektif tanpa adanya langkah-langkah konkrit dalam menjawab pertanyaan tersebut. Sebagai langkah konkrit seperti yang dimaksudkan di atas dan berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam, dengan mengambil salah satu dari sekian banyak partai yang memiliki basis massa di kota Malang yang nantinya akan dijadikan sampling dalam penelitian ini. Mengingat partai HANURA merupakan salah satu partai muda yang baru mengikuti pemilihan umum di tahun 2009, namun telah berhasil merebut 4 kursi legislatif di

8 kabupaten Malang dan 1 kursi legislatif di kota Malang, yang artinya partai muda ini telah berhasil merebut simpati dari masyarakat sehingga mempercayakan hak pilihnya kepada partai tersebut meskipun perolehannya tidak sebesar perolehan suara partai yang sudah lama berdiri seperti PDIP, Golkar dan lain-lain. Selain itu, dari hasil surve sementara yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian, Partai Hanura juga memiliki empat program partai yang di antaranya 1).Konsolidasi Internal, 2). Penguatan Organisasi, 3). Pendidikan Politik, dan 4). Pemberdayaan Komunitas. Sementara itu pada program partai yang terakhir yaitu pemberdayaan komunitas yang sasarannya adalah komunitas-komunitas masyarakat seperti pedagang pasar, pedagang mikro kecil, tukang becak, ojek, bengkel dan lain-lain, dalam hal ini nampak terlihat bahwasanya Partai HANURA memiliki komitmen dalam hal pembangunan kesejahteraan sosial. Maka peneliti menganggap Partai HANURA adalah partai yang cocok untuk dijadikan sampling dalam penelitian ini. Berdasarkan ulasan yang ada pada latar belakang ini, maka dalam penelitian ini peneliti mengangkat sebuah judul; UPAYA PARTAI POLITIK DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM SOSIAL DI KOTA MALANG (Studi pada Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura Kota Malang). B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah; bagaimana upaya partai politik khususnya Dewan

9 Pimpinan Cabang Partai HANURA dalam mengimplementasikan program sosial di kota malang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan DPC Partai HANURA dalam mengimplementasikan program sosial di kota malang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu sosial pada umumnya dan pengetahuan di bidang kesejahteraan sosial pada khususnya mengenai keberadaan dan kontribusi partai politik di daerah. b. Dapat bermanfaat sebagai informasi juga sebagai literatur atau bahan bahan informasi ilmiah yang digunakan untuk mengembangkan teori yang sudah ada dalam bidang kesejahteraan sosial. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas masalah yang diteliti b. Sebagai suatu sarana untuk menambah wawasaan bagi para pembaca mengenai latarbelakang dan kontribusi partai politik di daerah, khususnya di kota malang. c. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah dan partai politik dalam hal penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial.