WALIKOTA CIMAHI PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DI KOTA CIMAHI

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA DEPOK PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2013

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 23 TAHUN 2013

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN BANJAR.

BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA DEPOK PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KOTA DEPOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1% TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

BUPATI INDRAGIRI HULU PERATURAN BUPATI INDRAGIRI HULU NOMOR : 73 TAHUN 2012

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

WALIKOTA SOLOK PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2015

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

BUPATI MALUKU TENGGARA

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI INDRAGIRI HULU PERATURAN BUPATI INDRAGIRI HULU NOMOR : 74 TAHUN 2012

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 29 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Transkripsi:

WALIKOTA CIMAHI PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DI KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dipandang perlu adanya pengaturan tata cara pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan di Kota Cimahi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3259); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

2 Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62. Tambanan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4116); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2

3 9. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4050); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 3

4 17. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179); 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya; 20. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pokok - pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Cimahi Tahun 2007 Nomor 80 Seri E); 21. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kota Cimahi (Lembaran Daerah Kota Cimahi Tahun 2008 Nomor 86 Seri D); 22. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 2 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi Kota Cimahi (Lembaran Daerah Kota Cimahi Tahun 2011 Nomor...); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DI KOTA CIMAHI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang di maksud dengan : 1. Kota adalah Kota Cimahi. 4

5 2. Pemetintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah 3. Walikota adalah Walikota Cimahi. 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah dan/atau retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Dinas Pendapatan adalah Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Pajak Daerah. 6. Kepala Dinas Pendapatan adalah Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Pajak Daerah. 7. Kas Daerah adalah Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota untuk memegang Kas Daerah. 8. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah badi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 9. Pajak Bumi dan Bangunan dan Perkotaan adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. 10. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kota. 11. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pendalaman dan/atau laut. 12. Objek Pajak Bumi dan Bangunan dan Perkotaan, yang selanjutnya disebut Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. 13. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan 5

6 14. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan yang selanjutnya disebut dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan dan dikenakan kewajiban membayar pajak. 15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainya, lembaga dan bentuk badan lainya termasuk kontrak investasi kolektif. 16. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 17. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat LSPOP adalah Lampiran surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan lampiran tidak terpisahkan dari bagian SPOP. 18. Nilai Jual Obyek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti. 19. Pemeliharaan basis data adalah pelaksanaan pemeliharaan basis data yang telah diterbrntuk karena adanya perubahan data objek dan subyek pajak. Dalam pelaksanaan pemeliharaan basis data yang menyangkut 6

7 perubahan data seperti pendaftaran objek pajak baru, pemecahan atau penggabungan, tidak dibenarkan dilakukan perubahan data numeris sebelum dilakukan pemutakhiran data grafis 20. Basis Data adalah Kumpulan informasi objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan serta data pendukung lainnya dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu serta disimpan dalam penympan data 21. Blok adalah Zona Geografis yang terdiri dari sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas alam dan/atau buatan manusia yang bersifat permanen/tetap, seperti jalan, selokan, sungai dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam satu wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan 22. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) adalah Daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan/atau biaya komponen material bangunan dan biaya komponen fasilitas bangunan. 23. Daftar Hasil Rekaman (DHR) adalah Daftar yang memuat rincian data tentang Objek dan Subjek Pajak serta besarnya nilai objek pajak sebagai hasil dari perekaman data. 24. Pemutakhiran Basis Data adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menyesuaikan data yang disimpan di dalam basis data dengan data yang sebenarnya di lapangan. 25. Peta Blok adalah peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas dan/atau batas buatan manusia, seperti : jalan, selokan, sungai, dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam satu wilayah administrasi pemerintah Kelurahan 26. Peta Kelurahan adalah Peta wilayah administrasi kelurahan dengan skala tertentu yang memuat segala informasi mengenai informasi mengenai jenis tanah, batas dan nomor blok, batas wilayah administrasi pemerintahan, dan keterangan lainnya yang diperlukan. 27. Peta Zona Nilai Tanah adalah Peta yang menggambarkan suatu zona gografis yang terdiri dari atas sekelompok objek 7

8 pajak yang mempunyai suatu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatsi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam suatu wilayah administrasi kelurahan. Penentuan batas Zona Nilai Tanah tidak terikat kepada batas blok. 28. Zona Nilai Tanah yang selanjutnya disingkat ZNT adalah suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi kelurahan yang tidak terikat kepada batas blok 29. Nilai Indikasi Rata-rata yang selanjutnya disingkat NIR adalah nilai yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah 30. Penilaian Massal adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan. 31. Penilaian individu adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan karakteristik dari setiap objek pajak 32. Klasifikasi NJOP adalah pengelompokan nilai jual rata-rat atas permukaan bumi atas permukaan bumi berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan penghitungan pajak terutang 33. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan yang terutang kepada wajib pajak. 34. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang. 35. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrative berupa bunga dan/atau denda 36. Surat Setoran Pajak Daerah yang selajutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota 8

9 37. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kelebihan pembayaran pajak, karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang 38. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 39. Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Keberatan atas SPPT, SKPD dan STPD 40. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SPPT, SKPD dan STPD 41. Banding adalah upaya hokum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku 42. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak 43. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yeng terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, Surat Tagihan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 44. Surat Keputusan Keberatan adalah surat Keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan. 45. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 9

10 46. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Dinas Pendapatan Kota Cimahi atau seorang ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak 47. Dokumen adalah data dan informasi yang berkaitan dengan objek dan subjek PBB antara lain identitas Wajib Pajak, data kepemilikan, data perijinan, data pembayaran PBB 48. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di Dinas Pendapatan 49. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, ditempat objek pajak, tempat kegiatan usaha, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Dinas Pendapatan 50. Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disebut LHP adalah Laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan 51. Surat Perintah Pemeriksaan adalah Surat perintah untuk melaksanakan Pemeriksaan yang selanjutnya disebut dengan SP2 BAB ll RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Tata cara pemungutan PBB dalam peraturan ini meliputi: a. Tata cara pendaftaran objek pajak baru; b. Tata cara pendataan, penilaian dan penetapan objek pajak; c. Tata cara penerbitan SPPT /SKPD PBB. d. Tata cara pembayaran PBB; e. Tata cara mutasi objek dan subjek pajak PBB; f. Tata cara penerbitan salinan SPPT PBB; g. Tata cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB h. Tata cara Pembetulan atau Pembatalan SPPT / SKPD PBB, i. Tata Cara Penentuan Kembali Tanggal Jatuh Tempo; 10

11 j. Tata cara pengelolaan kelebihan pembayaran PBB; k. Tata cara pengurangan PBB; l. Tata cara Penagihan PBB; m. Tata cara pengajuan keberatan; n. Tata cara penghapusan piutang PBB yang sudah kedaluarsa. (2) Pendaftaran objek pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pendaftaran objek pajak PBB yang belum terdaftar pada administrasi Pemerintah Daerah. (3) Pendataan dan penilaian dan penetapan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah pelaksanaan pembentukan basis data PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (4) Penerbitan SPPT / SKPD PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah proses penerbitan berdasarkan cetak massal PBB atau berdasarkan pendaftaran langsung wajib pajak. (5) Pembayaran PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah proses pembayaran PBB yang dilakukan oleh Wajib Pajak melalui payment online system pada Tempat Pembayaran PBB atau Tempat Pembayaran Elektronik yang harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT / SKPD PBB oleh Wajib Pajak. (6) Mutasi objek/subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah perubahan atas data objek/subjek pajak yang diakibatkan oleh jual beli, waris, hibah, dan lainlain. (7) Penerbitan salinan SPPT/SKPD PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah proses penerbitan SPPT/SKPD PBB sebagai pengganti SPPT/SKPD PBB yang hilang/belum diterima wajib pajak. (8) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g adalah proses pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB sebagai akibat dari kekhilafan wajib pajak (9) Pembetulan dan/atau Pembatalan SPPT/SKPD/STPD PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h adalah proses penerbitan Keputusan Pembatalan dan/atau 11

12 Pembetulan SPPT / SKPD / STPD PBB sebagai akibat penerbitan SPPT/SKPD/STPD PBB yang tidak benar sebagai akibat kesalahan tulis, dan/atau kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. (10) Penentuan kembali tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i adalah proses penentuan kembali tanggal jatuh tempo akibat keterlambatan diterimanya SPPT/SKPD PBB pada tahun berjalan. (11) Pengelolaan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j adalah proses penyelesaian atas kelebihan pembayaran PBB kepada wajib pajak. (12) Pengurangan PBB terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k adalah pemberian pengurangan pembayaran atas permohonan wajib pajak terhadap ketetapan PBB yang terutang. (13) Penagihan PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l adalah proses penagihan wajib pajak yang tidak dibayar atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran. (14) Pengajuan keberatan PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m adalah proses penyelesaian administrasi akibat perbedaan penafsiran ketentuan peraturan. (15) Penghapusan piutang PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l adalah akibat tidak bia tertagih dan/atau sudah kedaluarsa. BAB lli TATA CARA PEMUNGUTAN PBB Bagian Pertama Tata cara Pendaftaran Objek PBB baru Pasal 3 (1) Pendaftaran objek PBB baru, dilakukan oleh subjek pajak atau wajib pajak dengan persyaratan sebagai berikut : a. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang ditujukan kepada Walikota melalui Dinas; b. Mengisi SPOP, termasuk LSPOP dengan jelas, benar dan lengkap; 12

13 c. Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh dengan cuma-cuma di Dinas; d. Wajib Pajak yang memiliki NPWP/ NPWPD wajib mencantumkan NPWP/NPWPD dalam kolom yang tersedia dalam SPOP; e. Surat permohonan dan SPOP termasuk LSPOP sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, ditandatangani oleh subjek pajak atau wajib pajak dan dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau wajib pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa bermaterai; f. Surat permohonan dan SPOP termasuk LSPOP disampaikan kepada Walikota melalui Dinas selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya SPOP oleh subjek pajak atau kuasanya; g. Melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut : 1) Fotocopy KTP atau identitas diri lainnya; 2) Fotocopy bukti kepemilikan / penguasaan / pemanfaatan tanah (sertifikat/ajb/girik/dokumen lain yang sejenis); 3) Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi yang memiliki bangunan; 4) Fotocopy NPWP/NPWPD (bagi yang memiliki NPWP/ NPWPD); 5) Fotocopy SSB/SSPD BPHTB; 6) Surat Keterangan Tanah dari Lurah yang diketahui oleh Camat setempat. (2) Pengenaan PBB atas pendaftaran objek pajak baru di tetapkan sampai dengan 5 tahun sebelumnya termasuk tahun pajak berjalan. (3) Atas pendaftaran objek pajak baru Dinas melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan. Bagian Kedua Tata cara pendataan, penilaian dan penetapan objek pajak; Pasal 4 (1) Pendataan objek dan subjek PBB dilakukan oleh Dinas 13

14 dengan menuangkan hasilnya ke dalam formulir SPOP dan Peta. (2) Pendataan objek dan subjek PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara penyampaian SPOP, pengidentifikasian objek pajak, verifikasi data objek dan subjek pajak, pengukuran bidang objek pajak, penggambaran peta dan pengolahan data grafis. (3) Hasil pendataan dan pemutakhiran data objek dan subjek pajak dikelola dalam sebuah sistem manajemen informasi objek dan subjek pajak. (4) Dinas dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang memiliki data yang berkaitan dengan objek dan/atau subjek pajak untuk pemutakhiran data PBB. (5) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS), Notaris, Kantor Pertanahan, Kantor yang membidangi pelelangan negara, wajib melaporkan data Akta, Risalah Lelang, Sertifikasi Tanah kepada Walikota melalui Dinas. Tata Cara Penilaian Objek PBB Pasal 5 (1) Penilaian objek PBB dilakukan oleh Dinas secara massal untuk objek pajak standar dan secara individual untuk objek pajak non standar dan objek pajak khusus, dengan menggunakan pendekatan penilaian yang telah ditentukan dengan kriteria objek pajak sebagai berikut : a. Objek pajak standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : 1) Tanah : < 10.000 m 2 2) Bangunan : jumlah lantai < 4 3) Luas bangunan < 1.000 m 2 b. Objek Non Standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi salah satu dari kriteria-kriteria sebagai berikut : 1) Tanah : > 10.000 m 2 2) Bangunan : jumlah lantai > 4 3) Luas bangunan > 1.000 m 2 14

15 c. Objek Pajak khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki yang kkhusus seperti : Lapangan Golf, Pelabuhan udara, jalan Tol, Pompa bensin, Tower, Pipa Migas, Jalan dan Stasiun Kereta Api) (2) Hasil penilaian objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikonversi ke dalam klasifikasi nilai bumi dan klasifikasi nilai bangunan yang besarnya sebagaimana dalam lampiran. Pasal 6 (1) Penilaian massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat berupa : a. penilaian massal tanah; b. penilaian massal bangunan dengan menyusun Daftar Biaya Komponen Bangunan objek pajak standar; c. Penilaian massal bangunan dengan menyusun Daftar Biaya Komponen Bangunan objek pajak non standar. Pasal 7 (1) Penilaian secara individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat berupa : a. penilaian individual untuk objek pajak dengan pendekatan data pasar; b. penilaian individual objek pajak dengan pendekatan biaya; c. penilaian individual untuk objek pajak dengan pendekatan kapitalisasi pendapatan. (2) Penilaian objek pajak dapat dibantu dengan aplikasi penilaian yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Informasi subjek dan objek pajak. Bagian Ketiga Tata Cara Penerbitan SPPT / SKPD PBB Pasal 8 (1) SPPT / SKPD PBB ditetapkan, diterbitkan dan ditandatangani oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan tugas, 15

16 khususnya yang terkait dengan penandatanganan SPPT / SKPD PBB, maka penandatanganan SPPT / SKPD PBB dapat dilakukan dengan cetakan tandatangan dan cap basah: (3) SPPT / SKPD PBB dapat diterbitkan melalui : a. Pencetakan massal; b. Pencetakan dalam rangka : 1) Pembuatan salinan SPPT / SKPD PBB; 2) Penerbitan SPPT / SKPD PBB sebagai tindak lanjut atas keputusan keberatan, pengurangan atau pembetulan; 3) Tindak lanjut pendaftaran objek pajak baru; 4) Mutasi objek dan/atau subjek pajak. Bagian Keempat Tata Cara Pembayaran PBB Pasal 9 (1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT PBB harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT PBB oleh wajib pajak. (2) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD PBB harus dilunasi selambat-lambatnya satu bulan sejak tanggal diterimanya SKPD PBB oleh wajib pajak. (3) Pajak yang terutang dengan SPPT / SKPD pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT / SKPD sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Pasal 10 Pajak yang terutang dapat dibayar melalui Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota. Pasal 11 (1) Pembayaran pajak terutang melalui Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat dilakukan secara langsung ke tempat pembayaran yang ditunjuk sebagaimana tercantum dalam 16

17 SPPT/SKPD PBB. (2) Pembayaran dengan cek Bank/Giro Bilyet Bank, baru dianggap sah apabila telah dilakukan kliring. (3) Wajib Pajak menerima STTS / SSPD PBB/bukti lain yang sah sebagai bukti telah melunasi pembayaran PBB dari Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota. Bagian Kelima Tata cara Mutasi Objek dan Subjek PBB Pasal 12 (1) Atas dasar pengalihan objek PBB, wajib pajak dapat mengajukan permohonan mutasi antara lain : a. Mutasi sebagian yaitu mutasi atas objek pajak yang dialihkan sebagian kepada wajib pajak lain dengan sisa objek pajak masih atas nama wajib pajak semula atau nama lain. Terhadap objek pajak pecahan diberikan NOP baru dan dilakukan pemutakhiran data grafis. b. Mutasi seluruhnya yaitu, mutasi atas objek pajak yang dialihkan seluruhnya kepada wajib pajak lain. (3) Kelengkapan permohonan mutasi objek dan subjek PBB, meliputi : a. Surat permohonan mutasi; b. Bukti perolehan/pengalihan objek pajak; c. Bukti lunas PBB 5 (lima) tahun sebelumnya; d. Mengisi SPOP dan LSPOP; e. Fotocopy SSB/SSPD BPHTB; f. Fotocopy identitas kepemilikan KTP/SIM; g. Fotocopy bukti kepemilikan/ penguasaan/ pemanfaatan tanah (sertifikat/ajb/girik/dokumen lain yang sejenis); h. Surat Keterangan dari Lurah; i. Surat Kuasa (apabila dikuasakan); (4) Penyelesaian mutasi sebagian dan/atau seluruh objek dan/atau subjek PBB melalui penelitian kantor/lapangan dituangkan dalam uraian penelitian. Bagian Keenam Tata Cara Penerbitan Salinan SPPT PBB 17

18 Pasal 13 (1) Atas dasar belum diterimanya SPPT PBB atau sebab lain, wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan salinan SPPT PBB secara perorangan ataupun secara kolektif ke Dinas. (2) Dalam hal SPPT PBB sedang dilakukan cetak massal, untuk keperluan informasi NJOP dalam rangka transaksi atas objek pajak, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan surat keterangan NJOP. (3) Kelengkapan persyaratan pengajuan penerbitan SPPT PBB antara lain : a. Surat Permohonan Penerbitan Salinan/Surat keterangan NJOP; b. Surat pengantar dari Kelurahan; c. STTS/SSPD/Tanda lunas lain PBB 5 Tahun terakhir; d. Kartu tanda identitas pemohon KTP/SIM; e. Surat Kuasa (apabila dikuasakan); Bagian Ketujuh Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB Pasal 14 Walikota atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi PBB yang dikenakan karena kekhilafan wajib pajak; Pasal 15 Untuk mendukung permohonan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, permohonan dilampiri dengan : a. Surat permohonan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi administrasi. b. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan. c. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) atas SPPT / SKPD tahun berjalan. d. Surat kuasa bermaterai dalam hal dikuasakan; 18

19 Bagian Kedelapan Tata Cara Pembetulan atau Pembatalan SPPT/ SKPD / STPD PBB Pasal 16 1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan Pembetulan atau pembatalan SPPT / SKPD / STPD PBB 2) Pembetulan meliputi pembetulan atas kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, yaitu : a. Kesalahan tulis, antara lain kesalahan penulisan Nomor Objek Pajak, nama Wajib Pajak, alamat Wajib Pajak, alamat objek pajak PBB, nomor surat keputusan atau surat ketetapan, luas tanah, luas bangunan, Tahun Pajak, dan/atau tanggal jatuh tempo pembayaran; b. Kesalahan hitung, antara lain kesalahan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; dan/atau c. Kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan PBB atau BPHTB, antara lain kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dan kekeliruan penerapan sanksi administrasi. 3) Pembatalan SPPT / SKPD/ STPD diajukan dalam hal Wajib pajak menerima SPPT lebih dari satu atas objek pajak yang sama. 4) Persyaratan permohonan pembatalan SPPT/SKPD /STPD PBB antara lain : a. Surat permohonan pembatalan SPPT/SKPD /STPD b. Surat Pernyataan alasan pembatalan dari pemohon, bermaterai; c. Surat Kuasa (apabila dikuasakan), bermaterai; d. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan. e. SPPT/ SKPD/ STPD 5) Pengenaan PBB atas pembetulan objek pajak di tetapkan sampai dengan 5 tahun sebelumnya termasuk tahun pajak berjalan. 19

6) Atas pembetulan objek pajak Dinas melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan. 20 Pasal 17 Bagian Kesembilan Tata Cara Penentuan Kembali Tanggal Jatuh Tempo Pasal 18 (1) Atas dasar keterlambatan diterimanya SPPT/SKPD PBB tahun berjalan wajib pajak dapat mengajukan permohonan penentuan kembali tanggal jatuh tempo. (2) Batas waktu penundaan jatuh tempo maksimal bulan Desember tahun berjalan. (3) Permohonan penentuan kembali tanggal jatuh tempo diajukan dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut : a. Surat permohonan. b. SPPT/SKPD PBB yang sudah diterima dilengkapi dengan tanggal bukti penerimaan c. Surat Kuasa (apabila dikuasakan), bermaterai; d. Fotocopy identitas Wajib Pajak atau fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan. Bagian Kesepuluh Tata Cara Pengelolaan Kelebihan Pembayaran PBB Pasal 19 (1) Kelebihan pembayaran pajak terhutang wajib pajak dikompensasikan pada tagihan PBB tahun berikutnya. (2) Pengajuan kompensasi disertai dengan alasan yang jelas dan dilengkapi persyaratan sebagai berikut : a. Surat permohonan. b. STTS/SKPD PBB asli dan fotocopy; c. Bukti lunas PBB tahun sebelumnya; d. Surat Kuasa (apabila dikuasakan), bermaterai; e. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak apabila dikuasakan; 20

21 Bagian Kesebelas Tata Cara Pengurangan PBB Pasal 20 (1) Pengurangan PBB dapat diberikan kepada wajib pajak karena : a. kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak; b. karena sebab-sebab tertentu lainnya dalam hal objek pajak terkena bencana alam dan/atau sebab lain yang luar biasa. (2) kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut : a. Untuk wajib pajak orang pribadi meliputi : 1) Objek pajak pribadi dan subyek pajak pribadi anggota veteran pejuang kemerdekaan/janda atau dudanya; 2) Objek pajak pribadi untuk masyarakat tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). b. Wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas diatas Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar rupiah) pada tahun sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik. Pasal 21 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diberikan kepada wajib pajak atas PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT/SKPD PBB. (2) SPPT/SKPD PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diberikan pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasinya. Pasal 22 Pengurangan PBB dapat diberikan : 21

22 a. Sebesar 75 % dari PBB Objek pajak pribadi dan subyek pajak pribadi anggota veteran pejuang kemerdekaan/janda atau dudanya; b. Sebesar 30 % Objek pajak pribadi untuk masyarakat tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). c. Sebesar paling tinggi 100 % dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b. Pasal 23 (1) Pengurangan PBB terutang berdasarkan permohonan wajib pajak. (2) Permohonan pengurangan PBB terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan oleh masingmasing wajib pajak atau kolektif. (3) Permohonan pengurangan secara kolektif diberikan bagi wajib pajak orang pribadi karena sebab-sebab tertentu dalam hal objek pajak terkena bencana alam dan/atau sebab lain yang luar biasa. Pasal 24 Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorangan harus memenuhi persyaratan : a. Satu permohonan untuk satu SPPT/SKPD PBB; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya permohonan pengurangan; c. Diajukan kepada Kepala Dinas; d. Melampirkan foto copy SPPT/SKPD PBB yang dimohon; e. Permohonan ditandatangani oleh wajib pajak, dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh kuasa wajib pajak dilampiri dengan Surat Kuasa bermaterai. f. Melampirkan dokumen pendukung antara lain: 1) Untuk Wajib Pajak Veteran/Janda Vetreran melampirkan SK Veteran. 2) Untuk Wajib pajak pribadi yang tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) g. Diajukan dalam waktu : 22

23 a. Tiga bulan sejak diterimanya SPPT/SKPD PBB; b. Tiga bulan terhitung sejak terjadinya bencana alam dan/atau kejadian luar biasa; h. Tidak mempunyai tunggakan atas tunggakan pajak tahun sebelumnya dengan melampirkan STTS/ SSPD / tanda bukti lunas lain yang sah. Pasal 25 Permohonan Pengurangan secara kolektif dapat diajukan dengan persyaratan : a. Satu permohonan untuk beberapa objek Pajak dalam tahun yang sama; b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan besaran persentase pengurangan yang dimohonkan; c. Diajukan oleh Lurah setempat; d. Dilampiri fotocopy SPPT/ SKPD PBB yang dimohon; e. Diajukan dalam jangka waktu : a) Tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT/ SKPD PBB; b) Tiga bulan sejak terjadinya bencana alam dan/atau kejadian luar biasa. f. Tidak sedang diajukan permohonan keberatan atas SPPT/ SKPD PBB yang dimohon pengurangan. Pasal 26 Atas Permohonan pengurangan Dinas melakukan penelitian administrasi dan penelitian lapangan terhadap objek dan subjek pajak dengan dibuatkan Berita Acara penelitian lapangan. Pasal 27 (1) Keputusan sebagaimana dapat berupa mengabulkan seluruhnya, sebagian atau menolak permohonan wajib pajak. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil penelitian. (3) Wajib pajak yang sudah diberikan suatu keputusan pengurangan tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengurangan untuk SPPT /SKPD PBB yang sama. (4) Pemberian pengurangan diberikan atas suatu objek PBB 23

24 yang dimiliki dan ditempati. Bagian Keduabelas Tata Cara penagihan PBB Pasal 28 (1) SPPT, SKPD, STPD PBB, Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding, sebagai dasar penagihan PBB. (2) Walikota menunjuk Dinas untuk penagihan PBB. (3) Dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang menerbitkan: a. Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. Surat Perintah Penagihan; c. Surat Paksa; d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; e. Surat Perintah Penyanderaan; f. Surat Pencabutan Sita; g. Pengumuman Lelang; h. Surat Penentuan Harga Limit; i. Pembatalan Lelang; j. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak; (4) Surat Teguran/Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran setelah dikeluarkan STPD. (5) Surat Perintah Penagihan diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa. Pasal 29 (1) Surat Paksa berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Surat Paksa diterbitkan apabila : a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan 24

sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. 25 Bagian Ketiga belas Tata Cara Pengajuan Keberatan PBB Pasal 30 (1) Keberatan PBB dapat diajukan atas SPPT/SKPD PBB; (2) Keberatan dapat diajukan dalam hal : a. Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek pajak bumi dan/atau bangunan atau nilai jual objek pajak bumi dan/atau bangunan tidak sesuai sebagaimana mestinya; b. Terdapat perbedaan penafsiran ketentuan peraturan PBB. Pasal 31 (1) Pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 harus memenuhi persyaratan : a. Satu surat permohonan Keberatan untuk satu SPPT/ SKPD PBB; b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; c. Diajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas; d. Dilampiri asli SPPT/SKPD PBB yang diajukan Keberatan; e. Dicantumkan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya; f. Diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal Surat yang diajukan keberatan, kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; dan g. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa bermaterai. (2) Tanggal penerimaan surat Keberatan yang dijadikan dasar untuk memproses surat Keberatan adalah tanggal diterimanya surat Keberatan yang disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada 25

26 petugas Tempat Pelayanan, atau tanggal pada tanda pengiriman surat keberatan melalui pos tercatat. (3) Untuk memperkuat alasan pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e pengajuan Keberatan disertai dengan : a. Surat permohonan keberatan. b. Asli SPPT, SKPD, STPD. c. Fotocopy identitas Wajib Pajak, dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; d. Fotocopy bukti kepemilikan tanah; e. Fotocopy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau f. Fotocopy bukti pendukung lainnya. Pasal 32 (1) Pengajuan Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dianggap bukan sebagai surat keberatan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. (2) Atas permohonan keberatan objek pajak Dinas melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan serta dibuatkan uraian penelitian (3) Berdasarkan uraian penelitian Walikota menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. Bagian Keempat belas Penghapusan Piutang PBB Kedaluarsa Pasal 33 (1) Hak untuk melakukan penagihan PBB, termasuk denda administrasi dan biaya penagihan PBB daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan STP, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di Bidang Perpajakan Daerah. (2) Walaupun batas waktu penagihan PBB telah lewat, upaya 26

27 penagihan PBB tetap dapat dilaksanakan apabila Wajib Pajak setetah batas waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang PBB atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara bedasarkan putusan pengadiian yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penghapusan Piutang Pajak Pasal 34 (1) Walikota dapat menghapuskan piutang pajak dikarenakan tidak bisa tertagih dan/atau sudah kedaluarsa; (2) Penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota bedasarkan usulan Kepala Dinas Pendapatan; (3) Permohonan penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat : a. Nomor Objek pajak (NOP) b. nama dan alamat wajib pajak; c. Alamat objek pajak d. jumlah piutang pajak; e. tahun pajak; f. alasan penghapusan piutang pajak. (4) Piutang Pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. SPPT; b. SKPD; c. STPD; d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Pasal 35 (1) Dinas Pendapatan menyusun daftar usulan penghapusan piutang pajak berdasarkan uraian penelitian. (2) Kepala Dinas Pendapatan menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang pajak yang telah diteliti kepada Walikota. (3) Usulan penghapusan piutang pajak yang sudah di tandatangani oleh Walikota ditindaklanjuti penghapusan 27

28 pada basis data. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan Walikota ini diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis Kepala Dinas. Pasal 37 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cimahi. Ditetapkan di Cimahi pada tanggal WALIKOTA CIMAHI, Diundangkan di Cimahi pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA CIMAHI, ITOC TOCHIJA BERITA DAERAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012 NOMOR... 28