LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA SAMARINDA, bahwa diperlukan peningkatan penataan tata ruang yang baik di Kota Samarinda sebagai ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, agar menjadi kota yang teduh, rapi, aman, dan nyaman; b. bahwa untuk melaksanakan otonomi daerah dan menampung kondisi khusus daerah, perlu ada ketentuan yang mengatur mengenai pohon pelindung dan tanaman penghijauan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penghijauan Kota Samarinda. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagai Undang- Undang (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
2 Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAMARINDA dan WALIKOTA SAMARINDA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 3. Dinas terkait adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda, Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda dan Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Kota Samarinda. 4. Badan adalah instansi-instansi Pemerintah dan Badan Usaha Swasta yang berperan serta dalam menunjang kegiatan penghijauan dan untuk memperindah Kota Samarinda. 5. Merusak adalah membuat keadaan tidak utuh atau sempurna seperti semula yang diakibatkan oleh pemangkasan, penebangan, penggusuran, pengulitan dan tercemari oleh pembuangan bahan-bahan yang mengandung kimia baik organik maupun anorganik yang mengakibatkan kerusakan dan kematian pohon atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 6. Pohon Pelindung adalah semua pohon yang ditanam pada lokasi jalur hijau, daerah milik jalan, taman kota, lingkungan pemukiman, lingkungan perkotaan, pusat perdagangan, kawasan perindustrian, lokasi pendidikan taman hiburan dan rekreasi, tempat olah raga, lingkungan perhotelan dan taman pemakaman yang berfungsi sebagai paru-paru kota. 7. Tanaman Penghijauan adalah semua tanaman yang ditanam, dipelihara, dikuasai Pemerintah Kota Samarinda yang terdiri dari :
3 a. tanaman kayu atau menahun; b. tanaman perdu; dan c. tanaman savana atau rumput-rumputan. yang tumbuh pada lokasi jalur hijau, daerah milik jalan, taman kota, lingkungan pemukiman, lingkungan perkantoran, lingkungan Rumah Sakit, dan lain-lain, sehingga kelihatan asri. 8. Ajir adalah sepotong kayu yang ditancapkan ditanah sebagai tanda atau titik penanaman. 9. Hutan Kota adalah suatu lokasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan pemanfaatan tata ruang dan tata guna tanah sebagai hutan kota yang ditanami dengan berbagai jenis pohon dan tanaman penghijauan yang berfungsi sebagai kawasan lindung dan keanekaragaman hayati. 10. Taman Kota adalah suatu tempat atau lokasi yang ditanami dengan bermacammacam jenis pohon, tanaman hias, bunga-bungaan yang diusahakan baik oleh Pemerintah Daerah, Badan Usaha Swasta maupun Masyarakat. 11. Jalur Hijau adalah setiap jalur tanah terbuka yang meliputi taman, lapangan, monumen, taman pemakaman, tepi jalan dan tepi sungai yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. 12. Kawasan hijau adalah suatu wilayah yang ditetapkan sebagai tempat penanaman dan pemeliharaan pohon penghijauan. 13. Pemangkasan adalah memotong dahan, ranting, cabang dan daun dari pohon/tanaman yang bertujuan untuk perapian. 14. Penebangan adalah perbuatan menebang, memotong pohon dengan cara apapun yang berakibat pohon tersebut rusak atau mati secara permanen. 15. Izin adalah izin yang diberikan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk menebang pohon penghijauan dan berhak memiliki kayu dari hasil penebangan pohon, sesuai peraturan yang berlaku. BAB II JENIS POHON PELINDUNG DAN TANAMAN PENGHIJAUAN Bagian Kesatu Jenis dan Ukuran Pohon Pelindung Pasal 2 Pohon pelindung untuk penghijauan kota harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a. mempunyai akar, batang, cabang dan tajuk yang jelas, serta tidak mudah tumbang, menggugurkan daun dan ranting; b. mampu tumbuh di tempat terbuka dan terlindung di berbagai jenis tanah; c. pertumbuhan cepat dan tahan terhadap gangguan fisik;
4 d. tidak memerlukan perawatan khusus; e. berumur panjang; f. tahan terhadap kekurangan air; g. langka dan jenis asli tanaman setempat; h. penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis dan atau estetika; dan i. teduh dan indah, penghasil buah yang disenangi burung, kupu-kupu, dan sebagainya; Pasal 3 Jenis pohon pelindung yang digunakan untuk penghijauan kota berdasarkan manfaatnya. Pasal 4 Ukuran pohon pelindung untuk penghijauan dipilih berdasarkan lokasi penanaman. Bagian Kedua Jenis dan Ukuran Tanaman Penghijauan Pasal 5 Jenis tanaman penghijauan adalah sebagai berikut : a. pohon; b. perdu; c. semak; dan d. savana (jenis rerumputan). Pasal 6 Ukuran tanaman penghijauan adalah sebagai berikut : a. pohon dengan batang bebas cabang minimal 4 (empat) meter; b. perdu dengan ketinggian 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) meter; c. semak dengan ketinggian 50 (lima puluh) sampai dengan 100 (seratus) cm; dan d. penutup tanah dengan ketinggian 20 (dua puluh) sampai dengan 50 (lima puluh) cm.
5 BAB III TATA CARA PENANAMAN Pasal 7 (1) Penataan areal dilakukan sebelum pelaksanaan penanaman. (2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pemancangan tanda batas dan pengukuran areal; b. pembersihan lokasi penanaman; c. penentuan desain fisik; d. penentuan arah/letak tanaman dan pemancangan ajir; e. pembuatan lubang tanaman sesuai dengan keperluan; dan f. pembuatan papan nama yang memuat keterangan lokasi, tahun tanam, jumlah dan jenis tanaman. Pasal 8 (1) Pemilihan bibit dan jenis tanaman harus disesuaikan dengan bentuk dan tipe penghijauan kota. (2) Bibit dan jenis tanaman yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 2. Pasal 9 Penanaman bibit dan jenis tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan menurut pedoman dan teknis pembuatan tanaman penghijauan kota, sebagai berikut: a. bibit diletakkan tegak lurus pada lubang tanaman yang telah diberi pupuk; dan b. lubang ditimbun dengan tanah sampai lebing tinggi dari permukaan tanah, setelah itu diberi ajir. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 10 (1) Setiap orang dapat melaporkan ke Dinas terkait apabila ada aktifitas pemangkasan dan penebangan tanaman penghijauan. (2) Setiap orang berhak menikmati tersedianya RTH seluas 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Kota.
6 (3) Setiap orang yang akan berpartisipasi untuk melakukan penanaman bibit penghijauan baik secara perorangan maupun kelompok agar berkoordinasi dengan Dinas terkait. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 11 (1) Setiap orang yang akan atau telah mendirikan bangunan baik dikawasan industri, pertokoan, perdagangan, taman rekreasi dan hiburan, lokasi perumahan dan pemukiman penduduk dan tempat sarana olah raga serta sarana publik lainnya wajib menyediakan lokasi untuk keperluan penanaman pohon pelindung. (2) Setiap orang wajib memelihara dan menjaga kelestarian pohon pelindung. (3) Setiap orang yang bangunannya berada dipinggir jalan dalam wilayah daerah wajib menanam minimal 2 (dua) atau disesuaikan dengan kondisi lahan tanaman penghijauan atau pohon pelindung didepan bangunannya. (4) Setiap orang wajib berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan, hutan kota, penanaman. (5) Setiap organisasi/lembaga/perusahaan wajib memberi bantuan bibit tanaman penghijauan kepada Dinas terkait. (6) Masyarakat wajib melaporkan apabila ada aktifitas pemangkasan dan penebangan tanaman penghijauan tanpa izin kepada Dinas terkait. (7) Setiap Bangunan Perkantoran/lembaga/perusahaan wajib menyediakan media tanam untuk penanaman pohon, yang selanjutnya ditempatkan di depan bangunannya (trotoar pinggir jalan). BAB V LARANGAN Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang menebang pohon pelindung dan tanaman penghijauan tanpa mendapat izin dari Dinas terkait. (2) Setiap orang dilarang merusak Tanaman Penghijauan atau Pohon Pelindung. (3) Setiap orang dilarang membuang sampah, limbah, bahan beracun lainnya pada lokasi tanaman penghijauan atau pohon pelindung. (4) Setiap orang dilarang memasang dan menempel, sepanduk, poster, baleho dan jenis periklanan lainnya pada tanaman penghijauan atau pohon pelindung lokasi taman dan median jalan dalam wilayah Kota Samarinda.
7 BAB VI PERIZINAN Pasal 13 (1) Setiap orang atau badan yang akan menebang tanaman penghijauan atau pohon pelindung harus mendapat izin dari Dinas terkait. (2) Setiap orang yang akan memasang pengumuman, baleho dan jenis periklanan lainnya yang berdampak pada pemangkasan, penebangan tanaman penghijauan atau pohon pelindung harus mengajukan permohonan izin kepada Dinas terkait. (3) Penentuan letak baliho dan periklanan lainnya dalam wilayah Kota Samarinda wajib mendapatkan Rekomendasi tata letak lokasi dari Dinas terkait. (4) Permohonan izin pemangkasan dan menebang tanaman penghijauan atau pohon pelindung yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah terlebih dahulu diajukan kepada Dinas terkait. (5) Rekomendasi teknis dikeluarkan oleh Dinas terkait dan dikerjakan oleh petugas penghijauan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 14 (1) Pelaksanaan pengangkutan hasil pemangkasan dan penebangan pohon pelindung dilakukan oleh petugas Dinas terkait setelah mendapat izin. (2) Izin diberikan hanya untuk satu kali pemangkasan dan penebangan pohon. (3) Pemangkasan dan penebangan tanaman penghijauan dilaksanakan oleh Dinas terkait dalam rangka pemeliharaan, penataan, keindahan, dan keserasian penghijauan Kota Samarinda. Pasal 15 (1) Setiap orang, Badan, Instansi Pemerintah, Swasta, Sekolah apabila melakukan pemangkasan dan penebangan pohon pelindung, harus izin terlebih dahulu kepada Dinas terkait. (2) Kompensasi pemangkasan pohon penghijauan wajib melakukan penggantian bibit tanaman penghijauan sejumlah setengah dari diameter pohon dengan tinggi minimal 2 meter. (3) Kompensasi penebangan permanen pohon penghijauan wajib melakukan penggantian bibit tanaman penghijauan sesuai besarnya diameter pohon dengan tinggi minimal 2 meter.
8 (1) Dinas melaksanakan : BAB VII PEMBINAAN Pasal 16 a. pembinaan serta mengkoordinir dalam rangka usaha meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk menanam, mengelola dan memelihara penghijauan; b. memberikan saran dan pertimbangan untuk pengelolaan penghijauan, Hutan Kota dan pembuatan taman yang dilakukan oleh instansi, sekolah, rumah tinggal dan bangunan lainnya. c. memberikan bantuan tanaman penghijauan, pohon pelindung yang sifatnya stimulan kepada masyarakat guna mendukung penghijauan kota; dan d. melaksanakan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat tentang penghijauan. (2) Untuk melaksanakan pembinaan, Dinas terkait membentuk Tim Pembina teknis terpadu penghijauan yang ditetapkan dalam keputusan Walikota. (3) Pengawasan dan penertiban dilaksanakan secara terpadu oleh tim teknis terpadu secara terkoordinasi. BAB VIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 17 (1) Setiap pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugasnya penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang sebagai berikut : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau masyarakat tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan/atau dokumen lainnya; e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
9 f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum terhadap tersangka atau keluarganya; dan i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Dalam melaksanakan tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan. (4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat Berita Acara setiap tindakan sebagai berikut: a. pemeriksaan tersangka; b. penggeledahan; c. penyitaan barang bukti; d. pemeriksaan dokumen; e. pemeriksaan saksi; dan f. pemeriksaan ditempat, dan mengirimkannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 15 Peraturan Daerah ini dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
10 BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1993 tentang Penanaman dan Larangan Merusak Pohon Pelindung Dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda (Lembaran Daerah Kota Samarinda Tahun 1993 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota Samarinda Nomor) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Samarinda. Ditetapkan di Samarinda pada tanggal 17 Desember 2013 WALIKOTA SAMARINDA, ttd H. SYAHARIE JA ANG Diundangkan di Samarinda pada tanggal 17 Desember 2013 SEKRETARIS DAERAH KOTA SAMARINDA, ttd ZULFAKAR NOOR LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2013 NOMOR 19. Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Daerah Kota Samarinda Kepala Bagian Hukum ttd SUPARMI, SH, MH. Nip. 196905121989032009