Effect Of Knowledge And Health Officers Against Drug Consumption Elephant Foot ( Filariasis) In The Bligo Village, District Of Buaran Pekalongan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Prevalensi pre_treatment

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Proses Penularan Penyakit

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN MENELAN OBAT MASSAL PENCEGAH FILARIASIS

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1

peningkatan dukungan anggota keluarga penderita kusta.

KOSALA JIK. Vol. 2 No. 2 September 2014

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

Juli Desember Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

GAMBARAN KEPATUHAN PENGOBATAN MASAL DI DAERAH ENDEMIS KOTA PEKALONGAN

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

Oleh : R Noucie Septriliyana dan Wiwi Endah Sari Stikes A. Yani Cimahi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN FILARIASIS DI RASAU JAYA II KABUPATEN KUBU RAYA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

Fajarina Lathu INTISARI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

ABSTRAK. Feti Andriani, Pembimbing : Donny Pangemanan, Drg., SKM.

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Study of Society's Knowledge, Attitude andpractic (KAP) about Lymphatic Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City

KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN. Compiled by I Gede Purnawinadi Faculty of Nursing, Universitas Klabat

ARTIKEL PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARARAT DALAM PENGOBATAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN. Tri Ramadhani *, M.

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

GAMBARAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BALITA DENGAN ISPA DI KELURAHAN KALIPANCUR SEMARANG

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013 ISSN

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

Transkripsi:

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN DAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP KONSUMSI OBAT KAKI GAJAH (FILARIASIS) DI KELURAHAN BLIGO KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Effect Of Knowledge And Health Officers Against Drug Consumption Elephant Foot ( Filariasis) In The Bligo Village, District Of Buaran Pekalongan Imam Purnomo 1, Supriyo 2, Sri Hidayati 3. 1) Pekalongan University 2)3) Nursing Department Pekalongan Abstract. Filariasis or elephantiasis disease in Indonesia is widespread throughout the province. This disease does not cause death, but it can result in lifelong disability, social stigma, as well as psychosocial barriers resulting in lower work productivity of patients, families and communities who cause huge economic losses. Pekalongan is one of the endemic areas of filariasis cases the number is increasing year by year with the number of microfilariae ( mf ) rate of 1 % or more. Subdistrict Buaran is one of filariasis endemic areas with the highest rate Mf of 3.9 %. Filariasis mass drug administration strategy is to break the chain of transmission of filariasis by mass prevention approach to all residents of filariasis -endemic areas. And the Village Bligo ranks lowest in drug delivery elephantiasis among Rural / Urban Village in the District Buaran. Based on such information, the author is very interesting to do research on the factors associated with the consumption of drinking drug elephantiasis ( filariasis ) in the Village Bligo Pekalongan. This research is an explanation (explanatory research) through hypothesis testing with survey method using questionnaires and interviews with a cross-sectional approach. Based on the survey results revealed there are significant effect knowledge of drug consumption elephantiasis with p-value of 0.001, and there are significant effect health workers against elephantiasis drug consumption in Sub Bligo Pekalongan with p -value of 0.011. Suggestions in this research is to TPE officers are there in the Bligo Village expected to increase the dissemination of elephantiasis drug that increases Bligo Village community achievement elephantiasis drug consumption by always giving an understanding of the benefits of the drug when distributing drugs elephantiasis elephantiasis. Keywords: filariasis, mass elephantiasis drug consumption Bibliography: 16 Books (years 1994-2010) PENDAHULUAN Filariasis di Indonesia tersebar luas di seluruh propinsi. Program eliminasi filariasis didasarkan atas kesepakatan global WHO yaitu The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020, 13

yang merupakan realisasi dari resolusi World Health Assembly ( Sebanyak 10 kabupaten / kota tidak ditemukan kasus filariasis. Terdapat WHA ) pada tahun 1997. Program 2 Kabupaten / Kota yang endemis eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal kepada semua penduduk di kabupaten endemis filariasis yaitu Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan ( Depkes RI, 2009). filariasis dengan Diethyl Kabupaten Pekalongan Carbomazine Citrat ( DEC) 6mg/kg BB di kombinasikan dengan Albendazol 400 mg sekali setahun merupakan salah satu daerah endemis dengan jumlah kasus filariasis meningkat dari tahun ke selama 5 tahun guna memutuskan tahun dengan angka mikrofilaria rantai penularan.tata laksana kasus klinis baik guna mencegah dan mengurangi kecacatan (Depkes RI,2009). (Mf) rate 1% atau lebih. Tahun 2002 hanya ditemukan 7 orang kasus namun pada tahun 2003, 2004 dan 2005 meningkat berturut turut Jumlah kasus filariasis di menjadi 34, kemudian meningkat Propinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin bertambah secara komulatif, jumlah kasus filariasis pada tahun 2008 sebanyak 349 penderita. Kabupaten / Kota yang melaporkan adanya penderita jadi 39 dan 42 kasus. Sedangkan pada tahun 2006 ditemukan 48 kasuskronis filariasis yang tersebar di 9 kecamatan di wilayah Kabupaten Pekalongan (F ebriyanto, 2008). sebanyak 25 Kabupaten / Kota. 14

Berdasarkan hasil survei darah jari yang dilakukan pada tahun 2007 di Kecamatan Buaran khususnya Kelurahan Simbang Kulon didapatkan angka Mf rate yang tertinggi adalah Kecamatan Buaran dengan Mf rate 3,9%. Sehingga pada tahun 2008 direncanakan untuk Puskesmas Buaran Kabupaten Pekalongan telah melakukan pemberian obat kaki gajah secara masal kepada masyarakat dimulai sejak tahun 2008 sampai dengan 2012. Berikut adalah tabel presentasi hasil pemberian masal obat kaki gajah: melakukan pencegahan massal di Kecamatan Buaran. Tabel 1. Hasil Pemberian Masal Obat Kaki Gajah Kelurahan 2008 2009 2010 2011 2012 Coprayan 100,98% 96,24% 85,98% 86,50% 79,16% Sapugarut 79,63% 54,98% 50,78% 82,59% 87,55% Wonoyoso 92,95% 78,75% 58,12% 78,38% 80,57% Bligo 51,16% 28,29% 51,38% 49,30% 50,77% Pakumbulan 100,88% 79,23% 68,30% 81,39% 79,06% Watusalam 114,23% 81,62% 71,46% 76,63% 65,28% Simbang Wetan 53,88% 79,63% 66,22% 79,99 73,19% Simbang Kulon 79,64% 67,17% 60,93% 87,47% 85,69% Kertijayan 88,13% 63,37% 70,49% 73,74% 70,15% Pawedan 99,96% 84,16% 67,09% 87,82% 78,58% Buaran 83,45% 70,45% 64,45% 79,18% 75,00% Dari tabel diatas terlihat bahwa Kelurahan Bligo menempati urutan terendah dalam pemberian obat kaki gajah diantara Desa / Kelurahan yang ada di Kecamatan Buaran, yaitu pada tahun 2008 pemberian obat kaki gajah Kelurahan Bligo mencapai 53,16%, tahun 2009 mencapai 28,29%, tahun 2010 mencapai 51,38%, tahun 2011 15

mencapai 49,30% dan pada tahun 2012 mencapai 50,77%. terhadap konsumsi minum obat kaki gajah (filariasis) di Kelurahan Bligo Berdasarkan permasalahan Kabupaten Pekalongan. tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh faktor pengetahuan dan TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Filariasis 1. Definisi petugas kesehatan terhadap konsumsi Filariasis adalah minum obat kaki gajah (filariasis) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodeae, dimana cacing dewasanya hidup dalam kelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa betina yaitu adakah pengaruh faktor mengeluarkan mikrofilaria pengetahuan dan petugas kesehatan terhadap konsumsi minum obat kaki gajah (filariasis) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan. TUJUAN PENELITIAN yang dapat ditemukan dalam darah, cairan hidrokel dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Depkes RI, 2006). 2. Gejala Filariasis Tujuan dari penelitian ini adalah Gejala filariasis untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan dan petugas kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu gejala klinis akut dan gejala 16

kronis filariasis. Gejala klinis akut filariasis berupa menjadi 3 tipe yaitu: nokturna (terdapat di dalam limfadenitis, adenolimfangitis, limfangitis, orkitis, darah tepi pada malam hari), sub periodik nokturna epididimitis, funikulitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Gejala klinis kronis filariasis berupa limfadema, lymph scrotum, kiluria dan hidrokel. (Depkes RI, 2006). 3. Penyebab Filariasis Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia (ditemukan di darah tepi pada siang dan malam hari, tetapi lebih banyak ditemukan pada malam hari) dan non periodik (ditemukan di darah tepi pada siang maupun\ malam hari). Secara epidemiologi cacing filaria dibagi menjadi 6 tipe, yaitu: Wuchereria bancrofti tipe urban dan rural dengan periodisitas nokturna; Brugia malayi tipe periodik malayi dan Brugia timori. nokturna, subperiodik Mikrofilaria mempunyai nokturna dan non periodik; periodisitas tertentu, artinya Brugia timori tipe periodik kebanyakan mikrofilaria nokturna. (Depkes RI, 2006). berada di darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja. Periodisitas ini dapat dibagi 4. Rantai Penularan Filariasis Pada saat nyamuk betina menggigit manusia, 17

larva infektif (L3) keluar dari Pengobatan massal kelenjar ludah nyamuk dan berada di kulit serta masuk ke tubuh melewati luka yang telah dibuat oleh probosis nyamuk. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, larvalarva tersebut akan pindah ke sistem limfe. Dalam sistem limfe, larva tumbuh menjadi cacing dewasa jantan dan betina filariasis adalah strategi memutus rantai penularan filariasis dengan pendekatan pengobatan massal terhadap semua penduduk di daerah endemis filariasis, secara serentak bersamaan dalam waktu tidak lebih dari dua bulan, setiap tahun selama minimal lima tahun berturutturut (Ullyartha, 2005). kemudian kawin dalam Pengobatan massal kelenjar limfe dan dilaksanakan di daerah menghasilkan mikrofilaria. berjuta-juta Berjuta-juta endemis filariasis yaitu daerah dengan microfilaria mikrofilaria yang dihasilkan oleh cacing dewasa pindah ke peredaran darah tepi (Depkes RI, 2002). 5. Pengobatan Masal Filariasis rate 1 % dengan unit pelaksananya kabupaten/kota. Pengobatan massal bertujuan untuk mematikan mikrofilaria yang ada di dalam darah penduduk, sehingga dapat 18

memutus rantai penularan filariasis (Depkes RI, 2006). menurunkan mikrofilaria rate menjadi < 1 % dan Tujuan pengobatan massal adalah memutus rantai penularan filariasis dengan menurunkan kepadatan ratarata mikrofilaria dalam darah (Depkes RI, 2006). Tabel 2. Dosis Obat Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur (tahun) DEC (100 mg) tablet Albendazole (400mg) tablet 2 5 1 1 ¼ 6 14 2 1 ½ >14 3 1 1 Parasetamol (500mg) tablet B. Perilaku Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni : kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, 19

pendengaran, penciuman, materi tersebut dengan raba dan rasa. Tingkatan pengetahuan yaitu : 1) Tahu (Know). benar. 3) Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan Diartikan sebagai mengingat suatu materi sebagai untuk kemampuan menggunakan yang telah dipelajari. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real adalah mengingat (sebenarnya). kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau 4) Analisis (Analysis). Kemampuan untuk menjabarkan materi rangsangan diterima. 2) Memahami (Comprehension). yang atau suatu objek komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat dan masih ada kaitannya antara satu sama lain. 5) Sintesis (Synthesis). Sintesis menginterpretasikan menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk 20

meletakkan atau objek itu) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak), menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation). Kemampuan sedangkan pengetahuan lebih bersifat pengenalan suatu benda atau hal secara objektif. Selain bersifat positif atau negatif, sikap untuk melakukan memiliki tingkat kedalaman justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). objek. Manifestasi sikap 2. Sikap (Attitude) Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai tidak dapat langsung dilihat, tatapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku kecenderungan untuk yang tertutup. Sikap secara berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / efektif (senang, benci, sedih, dsb), nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap disamping komponen stimulus sosial. Newcomb kognitif (pengetahuan tentang menyatakan bahwa sikap itu 21

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. (Soekidjo, 2005) 3. Praktik (Pratice) Suatu sikap belum tingkat praktik yang pertama. 2) Respon Terpimpin (Guided Respon). Dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Ini otomatis terwujud dalam merupakan tingkat suatu tindakan ( overt praktik yang kedua. behavior). Untuk 3) Mekanisme (Mecanism). terwujudnya sikap agar Apabila seseorang dapat menjadi suatu perbuatan melakukan sesuatu nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi dengan benar secara otomatis atau sesuai itu yang memungkinkan antara sudah merupakan lain adalah fasilitas. Tingkattingkat praktik adalah : 1) Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Ini merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4) Adaptasi (Adaptation). Adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan ini 22

sudah dimodifikasi faktor pendukung ( enabling sendiri tanpa mengurangi factors), yang terwujud dalam kebenaran tersebut. tindakan lingkunagn fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas C. Teori Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Kesehatan fasilitas atau kesehatan, sarana sarana misalnya 1. Teori Laurence Green Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku ( non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor. Faktor faktor predisposisi ( predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilainilai dan sebagainya. Faktor puskesmas, rumah sakit, klinik. Faktor faktor pendorong ( reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. 2. Teori TRA (Theory Reasoned Action) TRA (Theory Reasoned Action) atau teori tindakan beralasan digagas oleh Martin Fishbein dan Icek Ajen (1975) yang beakar dari maslah psikologi sosial, 23

teori ini lahir dari besarnya kegagalan dengan penelitian sikap perilaku kebanyakan yaitu : faktor sikap, faktor yang bersumber dari masyarakat dan faktor norma ditemui kelemahan hubungan sosial dari dalam keluarga antara hubungan sikap dan hasil kemauan berperilaku. dan kawan terdekat. TRA berasumsi D. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku bahwa manusia berperilaku dengan cara yang standar dan Minum Obat Kaki Gajah 1. Pengetahuan mempertimbangkan segala Adalah hasil dari tau informasi yang tersedia. Niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. akan dilakukan atau tidak dilakukan dan pokok pikiran Pengetahuanatau merupakan kognitif domain utama TRA adalah perilaku yangnsangat penting untuk itu dapat diperkirakan dari terbentuknya tindakan intens (kehendak/niat). seseorang (oven behavior). Isi teori TRA adalah perilaku seseorang ditentukan oleh niat melakukan perilaku Perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan tersebut dengan perubahan perilaku melalui tiga faktor, berlangsung (Notoatmojo, 2003) lama 24

2. Manfaat yang dirasakan adalah adanya efek samping Manfaat keyakinan dari pengobatan tersebut. seseorang akan manfaat atau Efek samping yang tidak kemanjuran dari tindakan menyenangkan yang yang disarankan untuk mengurangi risiko atau dampak keseriusan. Sulit untuk meyakinkan seseorang untuk merubah perilaku jika tidak ada sesuatu di dalamnya yang bermanfaat bagi mereka. 3. Hambatan yang dirasakan dirasakan masyarakat sering mengakibatkan mereka tidak mau melanjutkan obat filariasis pada tahun berikutnya dan terkadang menyebabkan trauma pada penderita filariasis. Reaksi umum hanya terjadi pada tiga hari pertama setelah Masyarakat atau pengobatan masal dan dapat responden tidak mau mengonsumsi obat filariasis karena masyarakat merasa tidak perlu mengonsumsi obat jika tidak merasakan gejala filariasis pada dirinya. Salah satu sebab terjadinya sembuh sendiri tanpa harus diobati. Reaksi lokal disebabkan oleh matinya cacing dewasa yang dapat timbul sampai tiga minggu setelah pengobatan masal, reaksinya antara lain : nodul, penurunan cakupan limfadenitis, limfanitis, pengobatan masal filariasis adenolimfanitis, funikulitis, 25

epididimitis, orkitis, orkalgia, Dan disisi lain, abses, ulkus, limfadema. masyarakat mempunyai (Subdit Filariasis & Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI, 2006). 4. Kepercayaan terhadap kepercayaan bahwa tidak minum obat filariasispun tidak beresiko pada dirinya. 5. Petugas kesehatan keberhasilan minum obat Petugas kesehatan filariasis sebelum memberikan Mengacu pada pengobatan massal, keyakinan seseorang terhadap menjelang pengobatan bagaimana dan apa yang kurang dari 1 bulan dipikirkan masyarakat yang sebaiknya diadakan dianggapnya penting dan sosialisasi kepada masyarakat motifasi seseorang untuk untuk meningkatkan mengikuti pikiran tersebut. pengetahuan tentang penyakit Saran, nasehat dan motivasi anggota keluarga filariasis. masyarakat Sehingga melaksanakan ataupun teman dapat pengobatan dan menyikapi mempengaruhi perilaku. dengan benar apabila terjadi Sehingga pada akhirnya masyarakat akan berpikir reaksi pengobatan dengan benar. untuk melakukan tindakan Selanjutnya petugas untuk minum obat filariasis. kesehatan mendistribusikan 26

obat filariasis ke orang-orang secara langsung desa/kelurahan. Petugas tentang pentingnya minum pemberi obat filariasis, harus memastikan bahwa obat-obat obat filariasis, mereka juga yang akan menjawab yang diberikan dalam pertanyaan masyarakat pencegahan massal filariasis seputar filariasis dan dikonsumsi penerima obat memastikan orang-orang secara langsung didepan petugas tersebut. 6. TPE ( Tugas Pembantu Eliminasi ) Motifasi dari tenaga pelaksana eliminasi filariasis atau kader dapat berhubungan dengan cakupan pengobatan massal filariasis dan periulaku minum obat filariasis. TPE merupakan penghubung antara fasilitas kesehatan dan masyarakat langsung meminum obat filariasis tersebut. ( subdit Filariasis & Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI, dkk., 2002 ). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan ( Explanatory Research) karena pengaruh antara variabel-variabel dijelaskan melalui pengujian hipotesa. Sedangkan metode penelitian adalah survei dan umum. bertanggungjawab menginformasikan Mereka untuk kepada wawancara dengan menggunakan kuesioner. Pendekatan dalam penelitian ini adalah cross sectional 27

yakni variabel bebas dan variabel terikat diukur secara bersamaan. Populasi adalah keseluruhan objek dalam penelitian (Siti Nurhayati, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Bligo yang berjumlah 3736 orang. Sedangkan Sampel penelitian ini adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (A rikunto, 2002). Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Simpel Random Sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana. Berdasarkan perhitungan dengan rumus Sugiyono (2005) maka diperoleh besar sampel yaitu 94 responden. Selanjutnya data yang terkumpul akan dilakukan analisa dengan menggunakan uji Chi-Square dengan bantuan program SPSS. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan yang memiliki luas wilayah 27,544 ha/m2. Kelurahan Bligo berbatasan dengan Desa Sapugarut dan Desa Wonoyoso pada bagian utara, pada bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Pekajangan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pekumbulan dan pada sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sapugarut. B. Analisa Univariat 1. Pengetahuan Responden Tentang Filariasis Pengetahuan responden tentang filariasis adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang penyakit kaki gajah 28

(filariasis), Hasil penelitian berikut : didapatkan data sebagai Tabel 3. Tabel Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang Filariasis No Kategori Distribusi Frekuensi Frekuensi Prosentase (%) 1 Baik 59 62,8% 2 Kurang 35 37,2% Jumlah 94 100% Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa pengetahuan responden sebagian besar pada kategori baik yaitu sebesar 62,8%. 2. Dukungan Petugas Kesehatan Dukungan petugas kesehatan adalah dukungan seorang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan dalam pencegahan filariasis. Hasil penelitian dapat terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 4. Tabel Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan No Kategori Distribusi Frekuensi Frekuensi Prosentase (%) 1 Baik 57 60,6% 2 Kurang 37 39,4% Jumlah 94 100% Berdasarkan tabel 3. Dukungan Kader tersebut, diketahui bahwa dukungan petugas kesehatan sebagian besar pada kategori Kesehatan (TPE) Dukungan kesehatan (TPE) adalah kader baik yaitu sebesar 60,6%. dukungan seorang yang 29

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta untuk melakukan upaya kesehatan dalam hal memiliki pengetahuan, pencegahan filariasis. keterampilan melalui Berdasarkan pertanyaan pendidikan di bidang dukungan petugas (TPE) kesehatan jenis tertentu terhadap responden didapatkan memerlukan kewenangan data sebagai berikut : Tabel 5. Tabel Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas TPE No Kategori Distribusi Frekuensi Frekuensi Prosentase (%) 1 Baik 67 71,3% 2 Kurang 27 28,7% Jumlah 94 100% Berdasarkan tabel dilakukan oleh responden tersebut, diketahui bahwa dukungan petugas TPE mayoritas pada kategori baik yaitu sebesar 71,3%. berkaitan dengan meminum obat filariasis. Hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut : 4. Konsumsi Obat Kaki Gajah Konsumsi obat kaki gajah dalam penelitian ini adalah tindakan nyata yang 30

Tabel 6. Tabel Distribusi Frekuensi Konsumsi Obat Kaki Gajah No Kategori Distribusi Frekuensi Frekuensi Prosentase (%) 1 Minum 58 61,7% 2 Tidak 36 38,3% Jumlah 94 100% Berdasarkan tabel masih tergolong besar yaitu tersebut, diketahui bahwa konsumsi obat kaki gajah sebagian besar pada kategori minum yaitu sebesar 61,7%, namun yang tidak minum obat sebesar 38,3%. C. Analisa Bivariat 1. Pengaruh pengetahuan terhadap konsumsi obat filariasis Tabel 7. Hasil Crosstab Antara Pengetahuan Dengan Praktik Konsumsi Obat Kaki Gajah Praktik Konsumsi Pengetahuan Tidak Minum Minum Total F % F % F % Kurang 21 22,3 14 14,9 35 37,2 Baik 15 22,6 44 46,8 59 62,8 Total 36 38,3 58 61,7 94 100% P value = 0,001, CC = 0,325 Dari uji statistik chi square antara variabel pengetahuan dengan konsumsi obat kaki gajah didapatkan p value 0,001 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Itu menunjukkan ada pengaruh antara pengetahuan masyarakat tentang filariasis dengan konsumsi obat kaki gajah. Dengan coefisien contingency sebesar 0,325 berarti kekuatan hubungan antara pengetahuan dengan konsumsi obat filariasis bersifat cukup erat Pengetahuan responden yang kurang dapat menjadikan tidak mengkonsumsi obat filariasis dimana 22,3% 31

responden yang memiliki pengetahuan kurang, tidak mengkonsumsi obat filariasis. Pengetahuan adalah hasil tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya seseorang (overt tindakan behavior). Perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan merupakan faktor predisposi atau pemudah seseorang untuk melakukan perubahan perilaku. faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku dari pengetahuan diharapkan dapat berpraktik baik dalam konsumsi obat kaki gajah. 2. Pengaruh dukungan petugas terhadap konsumsi obat filariasis Tabel 7. Hasil Crosstab Antara Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Konsumsi Obat filariasis Dukungan Praktik Konsumsi petugas Tidak minum Minum Total kesehatan F % F % F % Kurang 20 21,3 17 18,1 37 39,4 Baik 16 17,0 41 43,6 57 60,6 Total 36 38,3 58 61,7 94 100% P Value = 0,011, CC = 0,253. Dari uji statistik chi square antara variabel sehingga Ho ditolak dan terima Ha. Itu menunjukkan ada dukungan petugas kesehatan pengaruh dukungan petugas dengan konsumsi obat kaki gajah didapatkan p value 0,011 kesehatan terhadap konsumsi obat kaki gajah. Dengan 32

coefisien contingency sebesar Sehingga masyarakat 0,253 yang berarti sifat hubungan antara variabel dukungan petugas dengan konsumsi obat kaki gajah kurang erat. Petugas kesehatan merupakan orang yang dipercaya oleh masyarakat dalam hal ilmu kesehatan sehingga keberadaannya sangat diperlukan ketika ada program yang harus dijalani masyarakat. Petugas kesehatan sebelum memberikan pengobatan massal, menjelang pengobatan kurang dari 1 bulan sebaiknya diadakan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit filariasis. melaksanakan pengobatan dan menyikapi dengan benar apabila terjadi reaksi pengobatan dengan benar. Sasaran dari kegiatan ini adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, LSM dan masyarakat umum. Selanjutnya petugas kesehatan mendistribusikan obat filariasis ke desa/kelurahan. Petugas pemberi obat filariasis, harus memastikan bahwa obat-obat yang diberikan dalam pencegahan massal filariasis dikonsumsi penerima obat secara langsung didepan petugas tersebut. 3. Pengaruh dukungan kader kesehatan (TPE) terhadap konsumsi obat filariasis 33

Tabel 8. Hasil Crosstab Antara Dukungan TPE Dengan Konsumsi Obat filariasis Praktik Konsumsi Dukungan kader Total Tidak minum Minum TPE F % F % F % Kurang 27 28,7 0 0 27 28,7 Baik 9 9,6 58 61,7 67 71,3 Total 36 38,3 58 61,7 94 100% P Value = 0,000, CC = 0,627. Dari uji statistik chi yang mendorong atau square antara variabel memperkuat terjadinya dukungan TPE dengan konsumsi obat kaki gajah didapatkan p value 0,000 sehingga Ho ditolak dan terima Ha. Itu menunjukkan ada hubungan antara dukungan TPE dengan konsumsi obat kaki gajah. Dengan coefisien contingency sebesar 0,627 berarti sifat hubungan antara variabel dukungan TPE dengan konsumsi obat kaki gajah erat. perilaku. Dalam hal ini adalah keberadaan kader yang membagikan obat filariasis sehingga dapat menguatkan masyarakat untuk minum obat kaki gajah. Motivasi dari tenaga pelaksana eliminasi filariasis atau kader dapat berhubungan dengan cakupan pengobatan massal filariasis dan periulaku minum obat filariasis. TPE Dukungan TPE merupakan penghubung antara merupakan faktor penguat (reinforing factors) atau faktor fasilitas kesehatan dan masyarakat umum. Mereka 34

bertanggungjawab menginformasikan untuk kepada 2. Ada pengaruh dukungan petugas kesehatan terhadap konsumsi orang-orang secara langsung tentang pentingnya minum obat filariasis, mereka juga obat kaki gajah di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan dengan p-value 0,011 dan yang akan menjawab coefisien contingency sebesar pertanyaan masyarakat seputar filariasis dan memastikan 0,253 yang berarti sifat hubungan kurang erat. orang-orang langsung 3. Ada pengaruh dukungan kader meminum obat filariasis kesehatan (TPE) terhadap tersebut. ( subdit Filariasis & konsumsi obat kaki gajah di Schistosomiasis Departemen Kelurahan Bligo Kabupaten Kesehatan RI, dkk., 2002 ). KESIMPULAN 1. Ada pengaruh pengetahuan masyarakat tentang filariasis terhadap konsumsi obat kaki gajah di Kelurahan Bligo Pekalongan dengan p-value 0,000 dan coefisien contingency sebesar 0,627 yang berarti sifat hubungan erat. SARAN 1. Kepada petugas kesehatan Kabupaten Pekalongan dengan p-value 0,001 dan coefisien diharapkan dukungan memberikan pengetahuan contingency sebesar 0,325 berarti kekuatan hubungan bersifat cukup erat. penyuluhan tentang kaki gajah kepada masyarakat Keluarahan Bligo sehingga dapat meningkatkan penyebaran 35

informasi tentang penyakit kaki gajah dan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat akan obat kaki gajah. 2. Kepada petugas TPE yang ada di Kelurahan Bligo diharapkan meningkatkan sosialisasi tentang obat kaki gajah sehingga masyarakat Kelurahan Bligo meningkat pencapaian konsumsi obat kaki gajah dengan cara selalu memberikan pengertian tentang manfaat obat kaki gajah ketika membagikan obat kaki gajah. 3. Kepada masyarakat Kelurahan Bligo diharapkan selalu mengkonsumsi obat kaki gajah. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2006. Subdit Filariasis & Schistosomiasis. Departemen Kesehatan RI. Jakarta Depkes RI. 2009. Pengendalian Penyakit Filarias. Departemen Kesehatan RI. Yogyakarta A. Wawan dan Dewi M. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek. Rineka Cipta. Jakarta Bart Smet. 1994, Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo. Erwan Agus dan Dyah Ratih. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Gafa Media. Yogyakarta Febriyanto, B, Astri Maharani I.P dan Widiarti, 2008, Faktor Risiko Filariasis di Desa Samborejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.36, No2,48 58, Yogyakarta. Mamdy, Zulasmi. 1980. Modifikasi Green, Lawrence H, et,al, Perencanaan Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Sebuah pendidikan diagnostik. Jakarta. Notoatmojo, Soekidjo. 2002, Promosi Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmojo, Soekidjo. 2010, Pendidikan dan perilaku kesehatan. Rineka cipta. 36

Notoatmojo, Soekidjo. 2005, Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Rineka cipta, Yogyakarta. Nurhayati, Siti. 2009, Metodologi Penelitian Praktis. Fakultas Ekonomi Universitas Pekalongan. Sugiyanto,2010, Analisis Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakpatuhan Minum Obat Filariasis pada Kegiatan Pengobatan Massal Tahun 2010 di Wilayah Kerja Puskesmas Soreang Kabupaten Bandung. Jurnal Tunas- Tunas Riset Kesehatan Vol II Nomor 1 Februari 2012. Sugiyono. 2005, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. 37