PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

Transkripsi:

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2012-2032 I. UMUM Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan sub sistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.

- 2 - Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dirasakan adanya penurunan kualitas ruang pada sebagian besar wilayah, menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang semakin besar dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak menimbulkan kesenjangan antar daerah dan kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas,makadiperlukan Rencana Tata Ruang Wilayah yang sistematis,yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sampang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang. RTRW Kabupaten Sampang Tahun 2012 sampai dengan 2032, disusun sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Secara subtansi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/KPTS/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten, sedang secara mekanisme telah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/M/2009. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ruang lingkup wilayah Kabupaten Sampang sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaNomor 66 Tahun 2011TentangKode Dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Pasal 3

- 3 - Pasal 4 Pasal 5 Tujuan penataan ruang daerah merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) dengan SKPD di Pemerintah Kabupaten Sampang, dirumuskan penataan ruang di Kabupaten Sampang untuk mewujudkan pengembangan agropolitan, industri dan pariwisata sekaligus memeratakan kesenjangan perkembangan wilayah utara dan selatan di Kabupaten Sampang. Pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan industri dan pengembangan pariwisata akan menjadi sektor andalan pembangunan daerah hingga 20 tahun mendatang Pasal 6 Kebijakan penataan ruang wilayah daerahmerupakanarah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten. Pasal 7 Strategi penataan ruang wilayah daerahmerupakanpenjabaran kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pasal 8 Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasi wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai. Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten digambarkan sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten dan peletakan jaringan prasarana wilayah yang

- 4 - menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengembangan dan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten memuat rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan. Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Ayat (2) huruf a Sesuai dengan SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1. Pasal 17

- 5 - Pasal 18 Huruf a Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Huruf b Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. Pasal 19 Pasal 20 Ayat (2) huruf a Yang dimaksud Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis, memutar turbin dan generator untuk menghasilkan daya listrik skala kecil, yaitu sekitar 5-100 kw. Ayat (2) huruf b Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), adalah pembangkit yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Ayat (2) huruf c Pembangkit Listrik Tenaga Angin adalah pembangkit yang memanfaatkan hembusan angin sebagai sumber penghasil listrik. Pasal 21 Pasal 22..

- 6 - Pasal 22 Ayat (1) Pembagian sistem jaringan SDA sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/KPTS/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten Ayat (3) Kriteria dan penetapan wilayah sungai sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 A tahun 2006. Ayat (4) Jaringan irigasi sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 390 Tahun 2007. Pasal 23 Pasal 24 Ayat (1) Ayat (2) TPA dengan metode open dumping adalah menumpuk sampah terus hingga tinggi tanpa dilapisi dengan lapisan geotekstil dan saluran lindi. Sistem controlled landfill merupakan peningkatan dari open dumping. Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan, sampah ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah. Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan sampah yang mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu meliputi jenis dan porositas tanah. Ayat (3) Limbah Non B3 adalah limbah yang sifatnya tidak berbahaya dan beracun serta tidak merusak lingkungan. Ayat (4) Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali Tempat sampah takakura adalah keranjang pengomposan.

- 7 - Pasal 25 Sistem pembuangan air limbah setempat (on site system) adalah Sistem pembuangan air limbah yang dilakukan secara individual (perorangan) melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat Sistem pembuangan air limbah terpusat (Off Site System) adalah sistem pembuangan air limbah dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat. Pasal 26 Pasal 27 Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan Pasal 28 Pasal 29 Pola ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya yang belum ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Pola ruang wilayah kabupaten dikembangkan dengan sepenuhnya memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Rencana pola ruang wilayah kabupaten memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah Provinsi yang terkait dengan wilayah Kabupaten yang bersangkutan Rencana pola ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan: 1. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten 2. daya dukung dan daya tamping lingungan hidup wilayah kabupaten 3. kebutuhan rungan untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan; dan

- 8-4. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Ayat (2) Penetapan garis sempadan sungai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Ayat (3) Penetapan garis sempadan pantai sesuai dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ayat (4) Penetapan garis sempadan waduk sesuai dengan Permen PU Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai dan berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ayat (5) Penetapan garis sempadan waduk sesuai dengan Permen PU Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai dan berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ayat (6) Sempadan Irigasi ditentukan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi sebagai berikut: 1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi. Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengankedalaman saluran irigasi. Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurangdari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnyasatu meter.

- 9-2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul Garis sempadan saluran irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kakitanggul. Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama denganketinggian tanggul saluran irigasi. Untuk tanggul yang mempunyai ketinggian kurang dari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satumeter. 3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing Garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada lereng\tebing mengikuti kriteria sebagai berikut : o diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng diatas saluran. o diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng dibawah saluran. Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di atas saluran sekurangkurangnya sama dengan kedalaman saluranirigasi. Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di bawah saluran sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggulsaluran irigasi. 4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan garis sempadan saluran pembuangirigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul. Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luarjalan inspeksi. Kriteria penetapan jarak garis sempadan saluran pembuang irigasi sama dengan penetapan pada saluran irigasisebagaimana dimaksud pada point 1 dan 2. Ayat (7) Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lainnya,

- 10 - yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pembagian kawasan lindung Geologi sesuai dengan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kawasan perlindungan air tanah adalah kawasan yang berfungsi melindungi daerah resapan air ;kawasn ini bagian dari kawasan lindung geologi yang terdiri atas kawasan imbuhan air tanah dan sepadan mata air Pasal 36 Pasal 37 Kawasan budidaya menggambarkan kegiatan dominan yang berkembang di dalam kawasan tersebut.dengan demikian masih dimungkinkan keberadaan kegiatan budidaya lainnyadi dalam kawasan tersebut.sebagai contoh, pada kawasan peruntukan industri dapat dikembangkan perumahan untuk para pekerja di kawasan peruntukan industri. Peruntukan kawasan budidaya dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan kegiatan termasuk dalam penyediaan prasarana dan sarana penunjang, penanganan dampak lingkungan, penerapan mekanisme insentif, dan sebagainya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan akan lebih efisien

- 11 - apabila kegiatan yang ditunjangnya memiliki besaran yang memungkinkan tercapainya skala ekonomi dalam penyediaan prasarana dan sarana. Peruntukan kawasan budidaya disesuaikan dnegan kebijakan pembangunan yang ada. Pasal 38 Kawasan hutan produksi di Kabupaten Sampang mengacu kepada Peta Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Jawa Timur sesuai dengan SK 395/Menhut-II/2011 Tanggal 21 Juli 2011. Pasal 39 Pasal 40 Klasifikasi pertanian berdasarkan padaperaturan Menteri Pertanian Nomor: 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian. Pasal 41 Pasal 42 Penggolongan pertambangan berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Cukup jelas

- 12 - Pasal 47 Kawasan strategis kabupaten merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam rencana tata ruang kawasan strategis. Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap: 1. Tata ruang di wilayah sekitarnya 2. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat Pasal 48 Ayat (1) huruf a dan huruf b Sesuai amanat PP 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, maka kawasan perkotaan di Kabupaten Sampang juga termasuk ke dalam Kawasan Strategis Kabupaten Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten merupakanperwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama kabupaten dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Pasal 52 Pasal 53

- 13 - Pasal 54 Pasal 55 Ayat 11 Perwujudan budidaya Kawasan Industri berupa hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan suatu kawasa industri mencakup: 1. Pra Kelayakan Pengembangan Kawasan Industri; 2. Penyusunan Perizinan; 3. Penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; dan 4. Penyusunan Perencanaan Desain (Masterplan) Kawasan Industri. Pendirian Kawasan Industri mengacu kepada PP Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dan Kepmen Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri Pasal 56 Pasal 57 Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan yang diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah kabupaten. Pasal 58 Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Penyusunan ketentuan umum peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci dan diprioritaskan pada kawasan-kawasan strategis yang berpotensi menjadi kawasan cepat berkembang, kawasan yang berpotensi terjadi konflik pemanfaatan, dan kawasan yang memerlukan pengendalian secara ketat. Pasal 59..

- 14 - Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 63 Pasal 64 Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Pasal 68 Pasal 69 Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.ijin dimaksud adalah ijin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.

- 15 - Pasal 70 Pasal 71 Ayat (3) Permohonan perimbangan teknis pertanahan pada kantor pertanahan adalah untuk mengetahui status dan legalitas lahan. Pasal 72 Pasal 73 Pasal 74 Pasal 75 Pasal 76 Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar \ kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.

- 16 - Pasal 77 Pasal 78 Pasal 79 Pasal 80 Pasal 81 Pasal 82 Hak dan Kewajiban masyarakat sesuai dengan PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Peran Serta Masyarakat sesuai dengan PP nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Pasal 83 Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Pasal 87

- 17 - Pasal 88 Pasal 89 Pasal 90 Pasal 91 Pasal 92 Pasal 93 Pasal 94 Pasal 95 Pasal 96 Pasal 97 Pasal 98 Pasal 99