BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT WAJIBAH. wasiat dan wajib adalah sebagai berikut.

dokumen-dokumen yang mirip
KEWARISAN SAUDARA KANDUNG LAKI-LAKI/ SAUDARA SEBAPAK LAKI-LAKI BERSAMA ANAK PEREMPUAN TUNGGAL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

المضارع الماضي الا مر

Kaidah Fiqh. Perbedaan agama memutus hubungan saling mewarisi juga waii pernikahan. Publication: 1434 H_2013 M KAIDAH FIQH: PERBEDAAN AGAMA

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

SET KEDUA. Jawab semua soalan. Baca dialog, kemudian jawab soalan-soalan

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 2/MUNAS VII/MUI/6/2005 Tentang PERDUKUNAN (KAHANAH) DAN PERAMALAN ( IRAFAH)

dan 3 ماضي juga dapat di-tashrif (diubah) berdasarkan kata ganti, baik dalam bentuk المزيد

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Bacaan Tahlil Lengkap

BAB I PENDAHULUAN. yang ditinggalkan atau berpindah dan menjadi hak milik ahli warisnya. Allah SWT

مت إعداد هذا امللف آليا بواسطة املكتبة الشاملة

HambaKu telah mengagungkan Aku, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaku. Jika seorang hamba mengatakan :

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Oleh : Syaikh Salim bin Ied al-hilali

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV. A. Analisis terhadap Penentuan Bagian Waris Anak Perempuan. 1. Analisis terhadap Bagian Waris Anak Perempuan dan Cucu Perempuan

BAB 13 SALAT JAMAK DAN QASAR

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Dinamakan bacaan izhar halqi apabila terdapat nun sukun ( ن ) atau tanwin (

Amalan Setelah Ramadhan. Penulis: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

ISLAM IS THE BEST CHOICE

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PENDAHULUAN. yang mana dimulai dari kelahiran kemudian dilanjutkan dengan perkawinan dan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

; ) ا ( alif Disebut mad thabi i (mad asli) apabila terdapat harakat fathah diikuti

NIKAH MUT AH. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah :

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam agama Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan

PENETAPAN PRODUK HALAL

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

Adzan Awal, Shalawat dan Syafaatul Ujma ADZAN AWAL, MEMBACA SHALAWAT NABI SAW, DAN SYAFA ATUL- UZHMA

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Kajian Bahasa Arab KMMI /12 Shafar 1433 H 1

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

الفعل الصحيح و المعتل Kata Kerja Sehat dan Sakit

SYARIAH ASSURANCE ACCOUNT DI PT. PRUDENTIAL

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Kebahagiaan Mana yang Ingin Anda Raih?

Akal Yang Menerima Al-Qur an, dan Akal adalah Hakim Yang Adil

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

2). Hukum Hukum melakukan sujud sahwi adalah sunah, sebagaimana hadis Rasulullah :

Konsisten dalam kebaikan

Jawaban yang Tegas Dari Yang Maha Mengetahui dan Maha Merahmati

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Anjuran Mencari Malam Lailatul Qadar

Kiat Memperlakukan Buah Hati

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ISLAM DIN AL-FITRI. INDIKATOR: 1. Mendeskripsikan Islam sebagai agama yang fitri

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT PARA KIAI DI DESA SIDODADI KECAMATAN BANGILAN KABUPATEN TUBAN TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARIS MELALUI WASIAT

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

PENYERANGAN AMERIKA SERIKAT DAN SEKUTUNYA TERHADAP IRAK

Transkripsi:

16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT WAJIBAH A. Pengertian Wasiat Wajibah Wasiat wajibah berasal dari dua kata, yaitu wasiat dan wajib. Secara umum, wasiat artinya adalah pesan. Sedangkan wajib artinya adalah keharusan untuk dilaksanakan. Adapaun pengertian tentang wasiat dan wajib adalah sebagai berikut. Wasiat adalah : Pesan yang disampaikan oleh orang yang akan meninggal (biasanya berkenaan dengan harta kekayaan). 1 pesan terhadap sesuatu yang baik, yang harus dilaksanakan sesudah seseorang meninggal. 2 pemberian yang dilaksanakan setelah meninggal dunia orang yang memberi wasiat. 3 Wajib adalah : tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan). 4 khittab Allah yang menuntut pekerjaan dengan tuntutan pasti. 5 amal yang mau tidak mau mestikerjakan. 6 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hlm. 1126. 2 M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fikih, Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet. I, 1994, hlm. 420. 3 Moh. E. Hasim, Kamus Istilah Islam, Bandung : Pustaka, 1987, hlm. 172. 4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit, hlm. 1123. 5 M. Abdul Mujieb, dkk, Op. Cit, hlm. 411. 6 Moh. E. Hasim, Op. Cit, hlm. 170.

17 Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara etimologis, wasiat adalah pesan. Sedangkan secara terminologis wasiat adalah tindakan seseorang yang secara suka rela memberikan hak kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa benda atau manfaat dari suatu benda dengan tanpa mengharapkan suatu imbalan, yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian orang yang memberi wasiat. berikut : Dalam Al Qur an, kata wasiat terdapat dalam ayat-ayat sebagai 1. Surat Al-An am : 151 ذل ك م و ص ا كم (الا نعام: 151) Artinya : Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu 2. Surat Al-An am : 153 ذل ك م و ص اك م ب ه (الا نعام : 153) Artinya : Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu 3. Surat An-Nisa : 131 و ل قد و ص ي ن ا ا ل ذ ين ا وت وا ا لك ت اب م ن قب ل كم (النساء: 131) Artinya : dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu 4. Surat Al-Ankabut : 8 و و ص ي ن ا الا ن س ا ن ب و ال د ي ه (العنكبود: 8)

18 Artinya : Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya 5. Surat Luqman : 14 و و ص ي ن ا الا ن س ا ن ب و ال د ي ه (لقمان : (14 Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya 6. Surat As-Syura : 13 ش ر ع ل كم م ن الد ين م ا و ص ى و ص ي ن ا ب ه ا ب ر اه يم و م وس ى (الشورى : 13) ب ه ن وح ا و ا ل ذ ي ا و ح ي ن ا ا لي ك و م ا Artinya : Dia telah mensyari atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkannya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa 7. Surat Al-Ahqaf : 15 و و ص ي ن ا الا ن س ا ن ب و ال د ي ه ا ح س ان ا (الا حقاف: 15) Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya 8. Surat An-Nisa : 11 (11 : ي وص ي كم ال ل ه ف ي ا و لاد ك م (النساء Artinya : Allah mensyari atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu Wasiat Wajibah secara etimologis berarti wasiat yang hukumnya wajib. Sedangkan secara terminologis, Wasiat Wajibah adalah suatu tindakan pembebanan oleh hakim atau lembaga yang

19 mempunyai hak agar harta seseorang yang telah meninggal dunia tetapi tidak melakukan wasiat secara sukarela diambil sebagian dari harta benda peninggalannya untuk diberikan kepada orang tertentu dan dalam keadaan tertentu pula. Wasiat Wajibah menurut KHI adalah wasiat yang ditetapkan oleh perundang-undangan yang diberikan kepada orang tua angkat atau anak angkat yang tidak menerima wasiat dari anak angkat atau orang tua angkatnya yang telah meninggal dunia (pewaris). Kesimpulan ini penulis ambil karena KHI mengatur tentang orangorang yang memperoleh hak wasiat wajibah dalam pasal 209. Dalam pasal 209 disebutkan : 1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasalpasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi Wasiat Wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya;. 2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi Wasiat Wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Undang-Undang Mesir No. 71 tahun 1946 tentang Wasiat menetapkan bahwa wasiat diwajibkan berdasarkan hukum perundang-undangan, meskipun orang yang meninggal tidak menghendakinya. Wasiat ini diperuntukkan bagi keturunan dari orang yang meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki maupun meninggal secara hukmi, sementara orang tua dari orang yang meninggal dunia ini masih hidup atau meninggal bersama pewaris.

20 Ketentuan tentang Wasiat Wajibah ini termaktub dalam pasal 76 dan 77 UU tersebut : Pasal 76: Sekiranya seorang pewaris tidak berwasiat untuk keturunan dari anak yang telah meninggal sebelum dia (pewaris), atau meninggal bersama-sama dengan dia, sebesar bagian yang seharusnya diterima anak itu dari warisan, maka keturunannya tersebut akan menerima bagian itu melalui wasiat (wajib) dalam batas 1/3 harta dengan syarat: a. Keturunan tersebut tidak mewarisi; b. Orang yang meninggal (pewaris) belum pernah memberikan harta dengan cara-cara yang lain sebesar bagiannya itu. Sekiranya telah pernah diberi tetapi kurang dari bagian yang seharusnya dia terima, maka kekurangannya dianggap sebagai wasiat wajib. Wasiat ini menjadi hak keturunan derajat pertama dari anak laki-laki dan perempuan serta keturunan seterusnya menurut garis laki-laki. Setiap derajat menghijab keturunan dari jurai yang lainnya. Setiap derajat membagi wasiat tersebut seolaholah sebagai warisan dari orang tua mereka itu. Pasal 77: Kalau seorang memberi wasiat lebih dari bagian yang seharusnya diterima, maka kelebihan itu dianggap sebagai wasiat ikhtiyariyah. Sekiranya kurang, kekurangan itu disempurnakan melalui wasiat wajib. Kalau berwasiat kepada sebagian keturunan dan meninggalkan sebagian yang lain, maka wasiat wajib diperlakukan kepada semua keturunan dan wasiat yang ada dianggap berlaku sepanjang sesuai dengan ketentuan pasal 76 di atas. 7 Dari ketentuan pasal-pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut UU Mesir No. 71 tahun 1946 tentang wasiat, wasiat wajibah berarti pemberian wasiat yang diwajibkan oleh UU yang 7 Alyasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqh Madzhab, Jakarta: INIS, 1998, hlm. 193-194.

21 diperuntukkan bagi cucu yang ditinggal mati oleh orang tuanya sementara kakek atau neneknya masih hidup, sedangkan di kemudian hari saat kakek atau nenek ini meninggal dunia tidak meninggalkan wasiat untuknya. Tentang Wasiat Wajibah, Ibnu Hazm berpendapat : م س ي ل ة : و ف ر ض ع لى كل م س ل م ا ن ي و ص ى ل قر اب ت ه ال ذ ي ن لا ي ر ث و ن ا م ا ل ر ق و ا م ا ل ك فر و ا م ا لا ن ه ن ال ك م ن ي ح ج ب ه م ع ن ا لم ي ر اث ا و لا ن ه م لا ي ر ث و ن في و ص ى له م ب م ا طاب ت ب ه ن فس ه لاح د ف ي ذال ك فا ن لم ي فع ل اع طو ا او لا ب د م ا ر اه ا لو ر ثة او الو ص ي, فا ن كا ن و ال د اه او اح ده م ا ع لى ا ل ك فر او م م لو كا فف ر ض ع لي ه اي ض ا ا ن ي و ص ى له م ا او لا ح د ه م ا ا ن لم ي ك ن ا لاخ ر ك ذال ك فا ن لم ي فع ل ا ع ط ى ا و اع ط ي ا م ن ا لم ال و لا ب د ثم ي و ص ى ف ي م ا ش اء ب ع د ذال ك فا ن او ص ى 8 ل ث لا ثة م ن ا قار ب ه ا لم ذ كو ر ي ن اج ز اه... Setiap muslim diwajibkan untuk berwasiat bagi kerabatnya yang tidak bisa mewarisi, baik yang disebabkan karena adanya perbudakan, kekufuran (nonmuslim), karena terhijab atau karena tidak mendapat warisan (bukan ahli waris). Maka hendaknya ia berwasiat untuk mereka yang baik menurutnya. Apabila ia tidak berwasiat (bagi mereka) maka ahli waris atau wali yang mengurus wasiat tersebut harus memberikan wasiat tersebut kepada mereka (kerabat) menurut kepatutan. Andaikata kedua orang tua atau salah satunya itu kufur atau menjadi budak, maka ia wajib berwasiat kepada keduanya atau 8 Ibnu Hazm, Al-Muhalla, Juz IX, Beirut: Dar Al-Alaq, tt, Hlm. 314.

22 salah satu dari keduanya. Apabila ia tidak berwasiat, maka harus diberikan sebagian harta itu (kepada orang tua). Setelah itu ia boleh berwasiat sekehendaknya. Apabila berwasiat bagi tiga orang kerabat di atas, hal itu telah memadai,... Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa menurut Ibnu Hazm Wasiat Wajibah adalah wasiat yang diberikan kepada kerabat yang karena alasan tertentu tidak mendapatkan bagian warisan serta tidak diberi wasiat oleh orang yang meninggal dunia, sementara orang yang meninggal dunia tersebut mempunyai harta yang baginya berlaku kewajiban untuk berwasiat. B. Dasar Hukum Wasiat Wajibah Dalil pokok tentang Wasiat Wajibah adalah surat Al-Baqarah :180 yang berbunyi: ا لو ص ي ة خ ي ر ا ت ر ك ا ن ا لم و ت ا ح د ك م ح ض ر ا ذا ع لي ك م ك ت ب (180 : و ا ل ا قر ب ين ل لو ال د ي ن ا لم ت ق ين(البقرة ع لى ح ق ا ب ا لم ع ر و ف Artinya : Diwajibkan atas kamu apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. Sebagian besar ahli tafsir dalam menafsirkan ayat tentang kewajiban berwasiat di atas menyatakan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Swt yang berbunyi kutiba alaikum adalah faradza alaikum yang artinya adalah diwajibkan kepada kamu. Sedangkan firman Allah yang berbunyi ala al-muttaqin

23 menunjukkan bahwa hukum wasiat tersebut tidak wajib. Hal ini beralasan seandainya hukum wasiat itu wajib, maka perintah wasiat itu tentu ditunjukkan dengan kata-kata untuk semua muslim, bukan dengan kata-kata untuk semua orang yang bertakwa. Oleh karena itu, dalam ayat tersebut Allah hanya menyebutkan dengan kata-kata untuk semua orang yang bertaqwa saja, maka hal yang demikian ini menunjukkan bahwa hukum wasiat itu tidak wajib. 9 Selain itu, arti wajib dalam ayat di atas juga tidak dipegang karena adanya beberapa qarinah, yaitu: 1. Adanya ayat-ayat kewarisan yang telah memberikan hak bagian tertentu kepada orang tua dan anggota kerabat lainnya; yaitu surat Annisa : 11 dan 12. ي وص ي كم ال ل ه ف ي ا و لاد كم ل ل ذ كر م ثل ح ظ الا ن ثي ي ن فا ن كن ن س اء فو ق ا ثن ت ي ن ف له ن ث ل ثا م ا ت ر ك و ا ن كان ت و اح د ة ف له ا الن ص ف و لا ب و ي ه ل كل و اح د م ن ه م ا الس د س م م ا ت ر ك ا ن كا ن له و لد فا ن لم ي كن له و لد و و ر ثه ا ب و اه فلا م ه ال ث ل ث فا ن كا ن له ا خ و ة فلا م ه الس د س م ن ب ع د و ص ي ة ي وص ي ب ه ا ا و د ي ن ا ب او كم و ا ب ناو كم لا ت د ر و ن ا ي ه م ا قر ب ل كم ن فع ا فر يض ة م ن ال ل ه ا ن ال ل ه كا ن ع ل يم ا (النساء ح ك يم ا : 11) 9 Ibnu Al-Arabi, Ahkam Al-Qur an, Cet. I, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1988, hlm. 104.

24 Artinya : Allah mensyari atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perermpuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. و لك م ن ص ف م ا ت ر ك ا ز و اج كم ا ن لم ي كن له ن و لد فا ن كا ن له ن و لد ف لك م الر ب ع م م ا ت ر كن م ن ب ع د و ص ي ة ي وص ين ب ه ا ا و د ي ن و له ن الر ب ع م م ا ت ر كت م ا ن لم ي كن ل كم و لد فا ن كا ن ل كم و لد ف له ن ال ث م ن م م ا ت ر كت م م ن ب ع د و ص ي ة ت وص و ن ب ه ا ا و د ي ن و ا ن كا ن رج ل ي ور ث كلا ل ة ا و ام ر ا ة و له ا خ ا و ا خ ت فل كل و اح د م ن ه م ا الس د س فا ن كان وا ا ك ثر م ن ذل ك فه م ش ر كاء ف ي ال ث ل ث

25 م ن ب ع د و ص ي ة ي وص ى ب ه ا ا و د ي ن غي ر م ض ار و ص ي ة م ن ال ل ه و ال ل ه (النساء ع ل يم ح ل يم : 12) Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutanghutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari ke dua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari at yang benarbenar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Penyantun. 2. Hadits yang menyatakan tidak boleh berwasiat kepada ahli waris; ح د ثن ا ع ب د ا لو ه اب ب ن ن ج د ة قا ل: ح د ثن ا اب ن ع ب اس ع ن ش ر ح ب ي ل ب ن م س ل م قا ل س م ع ت ر س و ل االله ي ق و ل : ا ن االله قد اع طى ك ل

26 ذ ي ح ق ح ق ه ف لا و ص ي ة ل و ار ث (ر و اه اب و د و د و الت ر م ذ ي و اب ن 10 م اج ه ) Artinya : Allah telah memberikan kepada setiap yang berhak akan hak (warisnya), maka tidak boleh berwasiat kepada ahli waris. (HR. Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah). 3. Kenyataan sejarah bahwa Rasulullah Saw dan kebanyakan sahabat tidak melakukan (memberi) wasiat untuk anggota kerabatnya. 11 Berdasarkan qarinah-qarinah ini, jumhur ulama menetapkan bahwa hukum wasiat kepada kerabat yang tidak mewarisi hanyalah sunnah, bukan wajib. Jumhur ulama berpendapat bahwa wasiat itu hukumnya tidak wajib, karena kewajiban berwasiat yang tercantum di dalam Al-Qur an telah dihapus (mansukh) oleh ayat-ayat tentang kewarisan. Menurut mereka, sebelum munculnya ayat tentang kewarisan, berwasiat kepada orang tua dan karib kerabat merupakan kewajiban. Akan tetapi setelah turun ayat-ayat kewarisan yang memberikan sistem pembagian yang pasti, maka kewajiban berwasiat tersebut terhapus sehingga wasiat tidak lagi wajib hukumnya. 12 Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa surat Al- Baqarah : 180 tersebut mengandung maksud adanya perintah 10 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut : Dar Al-Kutub Ilmiyah, Juz 2, 1996, Hlm. 322. 11 Alyasa Abubakar, Op. Cit, hlm. 191. 12 Ibid.

27 membuat wasiat kepada orang tua dan para kerabat. Hal ini hukumnya wajib sebelum turun ayat-ayat tentang kewarisan. Dan setelah turunnya ayat-ayat waris yang memberikan sistem kewarisan dengan pembagiannya yang pasti, menjadi ketentuan yang harus diambil dan dipegangi oleh orang-orang yang berhak. 13 Ada pula yang berpendapat bahwa surat Al-Baqarah : 180 di atas telah di-nasakh oleh ayat-ayat waris secara keseluruhan dan sebagian ulama berpendapat bahwa hukum yang terambil (mansukh) dari ayat itu hanyalah yang berhubungan dengan orang-orang yang mewarisi. Adapun untuk kerabat yang terhijab atau tidak menjadi ahli waris, kewajiban tersebut masih tetap ada. 14 Sebagian mufassir juga menganggap bahwa ayat wasiat tersebut telah di-nasakh oleh Hadits yang menyatakan bahwa wasiat kepada ahli waris tidak diperbolehkan. 15 Imam madzhab empat berpendapat bahwa hukum Wasiat Wajibah tidaklah wajib bagi setiap orang yang meningalkan harta, sekalipun terhadap kedua orang tua maupun para kerabat yang tidak menerima warisan. 16 Akan tetapi menurut Ibnu Hazm, seseorang wajib berwasiat untuk anggota kerabat yang tidak mewarisi, baik karena perbedaan agama, perbudakan maupun karena terhijab. Ia 13 Isma il Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur an Al-Azim, Cet. V, Beirut: Dar Al- Ma rifah, 1992, Hlm. 217. 14 Alyasa Abubakar, Op. Cit. 15 Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Beirut : Dar Al-Kutub Ilmiyah, Cet. II, 1992, hlm. 34. 16 Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh Ala Madzahib Al-Arba ah, Beirut : Dar Al-Kutub Ilmiyah, Juz 3, 1990, Hlm, 310.

28 berpendapat bahwa sekiranya seseorang meninggal dunia sebelum berwasiat, maka ahli waris wajib mengeluarkan (menyedekahkan) sebagian dari harta warisan sejumlah yang mereka anggap layak. 17 Pemahaman Ibnu Hazm di atas berbeda dengan jumhur ulama yang memahami bahwa kewajiban wasiat telah dihapus oleh ayat kewarisan dan atau Hadits tentang larangan berwasiat kepada ahli waris. Ibnu Hazm menguatkan pendapatnya dengan beberapa Hadits, diantaranya: ح د ثن ا م ال ك ع ن ن اف ع ع ن اب ن ع م ر قا ل : قا ل ر س و ل االله ص لى االله ا لا لي لت ي ن ي ب ي ت ف ي ه ي و ص ي ش ي ي ام ر ي له ح ق م ا ع لي ه و س ل م : م كت و ب ة ع ن د ه و و ص ي ت ه 18 (ر و اه ا لب خ ار ي ) Artinya : Seorang muslim yang mempunyai sesuatu guna diwasiatkan itu tidak memiliki hak untuk tidur dua malam berturut-turut, kecuali wasiatnya itu sudah tertulis. (HR. Imam Bukhori) Sekarang ini, Wasiat Wajibah dijadikan dasar oleh UU Wasiat Mesir (UU no. 71 tahun 1946 tentang Wasiat) untuk memberikan bagian kepada cucu yang orang tuanya telah meninggal dunia mendahului pewaris, ataupun yang orang tuanya meninggal bersamaan dengan meninggalnya pewaris. 17 Ibnu Hazm, op. cit, hlm. 314. 18 Imam Bukhori, Shohih Bukhori, Beirut : Dar Al-Kutub Ilmiyah, Juz 3, 1992, Hlm. 283.

29 Di Indonesia, Wasiat Wajibah dijadikan sebagai dasar oleh KHI untuk memberikan bagian dari harta peninggalan pewaris kepada anak angkat yang tidak diberi wasiat oleh pewaris (orang tua angkatnya), atau orang tua angkat yang tidak diberi wasiat oleh pewaris (anak angkatnya). C. Penerima Wasiat Wajibah dan Besar Bagiannya 1. Penerima Wasiat Wajibah a. Anak Angkat dan Orang Tua Angkat Dalam KHI, penerima Wasiat Wajibah adalah anak angkat yang tidak menerima wasiat dari harta peninggalan orang tua angkatnya, ketika orang tua angkat tersebut meninggal dunia. Dan orang tua angkat yang tidak menerima wasiat dari harta peninggalan anak angkatnya ketika anak angkat tersebut meninggal dunia (pasal 209 KHI). b. Ahli Waris yang Terhijab Dalam UU Wasiat Mesir, penerima Wasiat Wajibah adalah cucu yang ditinggal mati oleh ayah dan atau ibunya, sementara kakek dan atau neneknya (yang kelak ketika meninggal dunia akan menjadi pewaris untuk ayah/ibu cucu tersebut) masih hidup, atau meninggal bersamaan dengan

30 ayah/ibu cucu tersebut. Baik hal ini karena kematian hakiki maupun kematian yang ditetapkan menurut hukum. Cucu yang ditetapkan oleh UU Wasiat Mesir berhak menerima Wasiat Wajibah tersebut adalah cucu dari garis laki-laki dan seterusnya terus ke bawah. Adapun cucu dari garis perempuan hanya terbatas pada cucu pada tingkatan pertama saja (pasal 76). Dari kelompok penerima Wasiat Wajibah dalam UU Wasiat Mesir tersebut dapat disimpulkan bahwa penerima Wasiat Wajibah adalah ahli waris yang terhijab. Hal mana berbeda dengan ketentuan dalam KHI yang menentukan bahwa penerima Wasiat Wajibah adalah anak angkat dan orang tua angkat. Ketentuan tentang penerima Wasiat Wajibah dalam UU Wasiat Mesir tersebut, yaitu cucu-cucu yang ditinggal mati oleh orang tua mereka ini seperti ketentuan tentang ahli waris pengganti dalam KHI. Dalam KHI, cucu-cucu ini akan mendapatkan bagian warisan dari orang tua mereka sesuai dengan bagian masing-masing orang tua mereka. Karena dalam hal ini mereka menempati posisi sebagai ahli waris pengganti. Jadi, mengenai ahli waris yang mahjub ini, antara KHI dengan UU Wasiat Mesir memiliki kesamaan pandangan yakni bahwa mereka akan mendapatkan bagian

31 dari bagian waris orang tua mereka. Hanya saja dalam KHI disebut sebagai ahli waris pengganti, sementara dalam UU Wasiat Mesir disebut sebagai Wasiat Wajibah. c. Kerabat yang Tidak Menjadi Ahli Waris Dalam KHI maupun UU Wasiat Mesir, ahli waris yang terhalang, misalnya karena perbedaan agama tidak akan mendapatkan bagian warisan karena ia tidak termasuk sebagai ahli waris. Dalam KHI pasal 171 disebutkan bahwa seseorang itu akan termasuk ahli waris manakala pada saat pewaris meninggal dunia ia dalam keadaan beragama Islam, memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris serta tidak terhalang secara hukum untuk memperoleh bagian warisan. Dengan mengacu pada ketentuan pasal 171 di atas, maka ahli waris yang terhalang tidak termasuk sebagai ahli waris dan oleh karena itu tidak akan memperoleh bagian warisan. Mengenai kerabat yang tidak termasuk sebagai ahli waris ini, Ibnu Hazm berpendapat kalau ia berhak memperoleh bagian dari harta peninggalan pewaris atas dasar Wasiat Wajibah. Ibnu Hazm berpendapat bahwa para kerabat yang tidak menerima warisan berhak menerima Wasiat Wajibah sebagaimana telah beliau tegaskan dalam Al-

32 Muhalla yang telah dikutip di atas. Oleh karena itu, menjadi kewajiban yang harus ditunaikan oleh ahli waris untuk membemberikan wasiat tersebut kepada para kerabat yang tidak dapat menerima warisan, baik karena ia menjadi budak, karena berbeda agama ataupun karena adanya kerabat lain yang menghijab, maupun karena ia bukan sebagai ahli waris. 19 2. Besar Bagian Wasiat Wajibah Dalam KHI, besarnya persentase harta peninggalan yang boleh dialokasikan untuk Wasiat Wajibah adalah maksimal sebesar 1/3 dari harta peninggalan pewaris. Serta dalam pasal 209 disebutkan tentang orang-orang yang berhak menerima Wasiat Wajibah yaitu anak angkat dan orang tua angkat saja, tanpa menyebutkan bagaimana metode pemberian Wasiat Wajibah tersebut. Dalam UU Wasiat Mesir, batas penerimaan Wasiat Wajibah adalah dalam batas 1/3 dari harta peninggalan (pasal 76). Hal itu pun dengan syarat bahwa keturunan yang akan diberikan Wasiat Wajibah tersebut tidak turut mewarisi harta peninggalan pewaris, serta belum pernah diberikan harta oleh pewaris dengan cara-cara lain. Dan mengenai metode pemberian wasiat tersebut, dalam UU 19 Ibnu Hazm, Ibid.

33 Wasiat Mesir tidak diatur lebih lanjut. Tetapi, dari ketentuan dalam pasal 76, terlihat jelas tentang kewajiban untuk memberikan Wasiat Wajibah yang didasarkan atas ketentuan perundang-undangan. Menurut Ibnu Hazm, karena kewajiban berwasiat itu berlaku bagi setiap orang yang meninggalkan harta, maka apabila seseorang meninggal dunia dan orang tersebut tidak berwasiat, maka hartanya haruslah disedekahkan sebagian untuk memenuhi kewajiban wasiat tersebut. Adapun mengenai jumlah atau perbandingan harta yang diwasiatkan, menurut Ibnu Hazm tidak ada ketentuan. Hal itu diserahkan kepada pertimbangan, kepatutan dan ketulusan masing-masing, asalkan masih dalam batas 1/3 warisan (harta). Namun beliau memberi batas minimal tentang jumlah orang yang akan menerimanya. Yaitu kalau kerabat yang mewarisi itu banyak, maka dia harus berwasiat sekurang-kurangnya kepada tiga orang. Sekiranya ia berwasiat kepada orang yang bukan kerabat, maka dua dari wasiatnya tersebut harus dialihkan kepada kerabat dan hanya 1/3 saja yang diserahkan sesuai dengan wasiat asli. Dan yang berkewajiban untuk melaksanakan ( mengubah ) wasiat tersebut adalah ahli waris atau pemegang wasiat. 20 20 Ibnu Hazm, op. cit., hlm. 193.