BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah daerah di Indonesia bertumpu pada Anggaran Pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

Transkripsi:

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1, tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah pemerintah telah memberikan ketegasan untuk segera melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi secara penuh. Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ke empat elemen tersebut adalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Fiskal, Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Ekonomi. Keempat elemen tersebut menjadi kewajiban daerah untuk mengelola secara efisien dan efektif, sehingga terciptanya kemampuan keuangan suatu daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dengan baik Adanya otonomi daerah, menjadikan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar sehingga tanggung jawab yang diembannya akan bertambah banyak. Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu berkah bagi daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya karena semakin besar urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh karena itu, ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan prasarana daerah. Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai sejauh mana daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhan keuangan daerah tanpa harus menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan

3 tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan bahwa PAD harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam arti semakin besar suatu daerah memperoleh dan menghimpun PAD maka akan semakin besar pula tersedianya jumlah keuangan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. Namun seiring dengan otonomi daerah di jalankan lambat laun berbagai permasalahan hukum mulai muncul terutama berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan segala praktiknya penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi telah menjadi perhatian masyarakat dan banyak terjadi di pemerintah daerah yang tentunya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan kinerja keuangan Pemerintah Daerah menjadi menurun terutama pada pos Pendapatan Asli Daerah. Menurut Wati (2010) rendahnya kualitas audit internal yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidak efisienan dan ketidak efektifan penyelenggaraan otonomi daerah dan tentunya berdampak pada tidak optimalnya penggunaan anggaran keuangan daerah. Audit internal yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah masih sangat jauh dari kriteria yang diharapkan kirteria

4 tersebut anatara lain adalah : Independensi, kemampuan profesional, lingkup eekerjaan, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, manajemen bagian audit internal. Tugiman (1997) Menurut Halim (2008) permasalahan keuangan daerah yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta yang disebabkan oleh ketidak efisienan dan ketidak efektifan dalam melaksanakan otonomi daerah, yaitu: 1. Ketergantungan pemerintah daerah kepada subsidi dari pemerintah pusat yang tercermin dalam besarnya bantuan pemerintah pusat baik dari sudut anggaran rutin, yaitu subsidi daerah otonom maupun dari sudut anggaran pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat dari Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta melalui pos dana perimbangan. Dana perimbangan yang pada dasarnya adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaandesentralisasi. Dana perimbangan terbagi dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut : Tabel 1.1 Perbandingan PAD dan Pendapatan Non PAD Kabupaten Purwakarta Tahun 2010-2011 No Tah un Realiasasi PAD Pendapatan non PAD Total Pendapatan Persentase PAD Persentase Pendapatan non PAD 1 2010 76.489.287.145 848.949.139.000 925.438.426.145 8% 92% 2 2011 111.690.657.181 995.695.195.966 1.107.385.853.147 11% 89% Berdasarkan Tabel 1.1 diatas dapat kita lihat bahwa Realisasi PAD Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta masih lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan non PAD yang di berikan oleh pemerintah pusat pada tahun 2010 Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta hanya dapat menghasilkan PAD sebesar 8% dan sisanya sebesar 92% pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta berasal dari pemerintah pusat yaitu sebesar 92%, begitu pun dengan tahun 2011 Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta hanya dapat

5 menghasilkan PAD sebesar 11% dan sisanya sebesar 89% pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dalam menjalankan kegiatan pemerintahanya masih sangat bergantung kepada Pemerintah Pusat karena memang sebenarnya Pendapatan non PAD tersebut merupakan pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat contohnya seperti dana perimbangan, dana hibah, dan dana bagi hasil dengan pemerintah pusat atau provinsi. yang diberikan oleh pemerintah pusat. 2. Rendahnya kemampuan daerah untuk menggali potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang tercermin dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil dibanding total penerimaan daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut : Tabel 1.2 Perbandingan PAD dan Pendapatan Non PAD Kabupaten Purwakarta Tahun 2010-2011 No Tah un Realiasasi PAD Pendapatan non PAD Total Pendapatan Persentase PAD Persentase Pendapatan non PAD 1 2010 76.489.287.145 848.949.139.000 925.438.426.145 8% 92% 2 2011 111.690.657.181 995.695.195.966 1.107.385.853.147 11% 89% Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purwakarta yang di dapat masih sangat jauh dengan dengan pendapatan dari non PAD. Pada tahun 2010 Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta hanya dapat menghasilkan PAD sebesar 8% sedangkan 92% berasal dari pendapatan non PAD. Sedangkan untuk tahun 2011 Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta hanya dapat menghasilkan PAD sebesar 11% sedangkan 89%. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta masih belum bisa menggali potensi sumber-sumber PAD yang dimiliki sehingga menyebabkan PAD Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta sangat kecil bahkan jauh dengan pendapatan dari non PAD. Hal tersebut juga menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten

6 Purwakarta masih sangat bergantung kepada pemerintah pusat karena memang sebenarnya Pendapatan non PAD tersebut merupakan pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat contohnya seperti dana perimbangan dan dana hibah yang diberikan oleh pemerintah pusat. 3. Kurangnya usaha dan kemampuan pemerimaan daerah dalam pengelolaan dan menggali sumber-sumber pendapatan yang ada dikarenakan Keterbatasan SDM. 4. Kurang serasinya antara anggaran belanja rutin dengan belanja pembangunan yang menyebabkan lambannya pembangunan daerah yang artinya bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta lebih memprioritaskan belanjanya pada belanja rutin dari pada belanja pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut : Tabel 1.3 Perbandingan Belanja Rutin Dengan Belanja Pembangunan Kabupaten Purwakarta Tahun 2010-2011 No Tahun Belanja Pembangunan Belanja Rutin Total Belanja Persentase belanja pemb Persent ase belanja rutin 1 2010 278.987.689.095 607.101.601.571 886.089.290.666 31% 69% 2 2011 356.102.523.043 629.918.080.731 986.020.603.774 36% 64% Berdasarkan tabel 1.3 diatas dapat dilihat bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta lebih memprioritaskan belanjanya pada belanja rutin dari pada belanja pembangunan hal tersebut dapat dilihat dari persentase di atas dari total belanja yang dikeluarkan pada tahun 2010 sebesar 31% dikerluarkan untuk belanja pembangunan yaitu seperti pembangunan jembatan dan sarana-sarana lain yang mempunyai efek langusng terhadap masyarakat Purwakarta dan sisanya sebesar 69% untuk belanja rutin contohnya adalah seperti belanja pegawai. Sedangkan pada tahun 2011 sebesar 36% dikerluarkan untuk belanja pembangunan dan 64% untuk belanja rutin. Menurut Halim (2008) untuk melihat kemampuan daerah dalam mengeloala keuangan serta menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat

7 diukur melalui kinerja keuangan daerah, yaitu dengan menganalisa laporan yang telah dibuat pemerintah berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA). LRA menjadi salah satu laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah yang utama, karena anggaran dalam pemerintahan merupakan tulang punggung dari penyelenggaraan pemerintahan. Anggaran memiliki peran penting dalam stabilitas, distribusi, alokasi sumber daya publik, perencanaan dan pengendalian organisasi serta penilaian kinerja. Menurut Mardiasmo (2002:58) penilaian kinerja merupakan bagian dari proses pengendalian manajemen yang dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Analisa kinerja keuangan pemerintah daerah tidak hanya berguna sebagai evaluasi saja, tetapi karena tidak semua pengguna laporan keuangan memahami akuntansi dengan baik, maka analisa laporan keuangan juga digunakan untuk membantu memahami serta menginterpretasikan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut. Salah satu cara untuk mengevaluasi laporan keuangan adalah dengan menggunakan analisis rasio keuangan pada pos-pos yang terdapat pada laporan keuangan. Untuk menganalisis rasio kinerja keuangan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analsis rasio keangan terhadap APBD yang telah digunakan sebagai tolak ukur dalam (Halim 2008) : 1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. 2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah. 3. Mengukur sejauh mana aktivitas permerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya. 4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. 5. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Menurut Halim (2008) analisis rasio keuangan berguna untuk menetukan kesehatan atau kinerja keuangan pemerintah daerah baik pada saat sekarang

8 maupun masa yang akan datang. Ada beberapa analisis rasio keuangan untuk menilai keuangan pemrintah daerah yang dijabarkan antara lain sebagi berikut: 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 2. Rasio Efektivitas 3. Rasio Pengelolaan Belanja 4. Rasio Aktivitas/Keserasian 5. Rasio Pertumbuhan Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik unuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana audit internal yang dilakukan inspektorat daerah kabupaten Purwakarta 2. Bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten Purwakarta 3. Apakah Audit Internal berpengaruh terhadap kinerja keuangan di Pemerintah Derah Kabupaten Purwakarta. 1.3 Tujuan Penelitian tujuan dari penelitian yang dliakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menilai audit internal yang di lakukan Inspektorat daerah kabupaten Purwakarta. 2. Untuk mengetahui dan menilai kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten Purwakarta. 3. Untuk mengetahui dan menilai tentang seberapa besar pengaruh Auidt Internal terhadap kinerja keuangan Pemerintah derah Kabupaten Purwakarta.

9 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan diharapkan akan mempunyai kegunaan antara lain: 1. Bagi penulis Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah pengetahuan dan pemahaman tentang kualitas hasil audit di inspektorat daerah kabupaten purwakarta serta melatih kemampuan teknis dalam membandingkan ilmu pengetahuan teori dengan pelaksanaan sebenarnya. 2. Bagi peneliti lain Dapat memberi kegunaan dokumentasi guna melengkapi sarana yang dibutuhkan dalam penyediaan bahan studi bagi pihak yang membutuhkan dan menjadi sumber informasi dan referensi dalam penelitian sejenis. 3. Kegunaan praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak inspektorat daerah kabupaten purwakarta sebagai informasi mengenai bagaimana keadaan Independensi, Kemampuan Profesional, Lingkup Pekerjaan, Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan, dan Manajemen Bagian Audit Internal serta pengaruhnya terhadap kinerja keuangan yang nantinya tentu akan meberikan perubahan positif terhadap kinerja satuan kerja pemerintahan daerah Kabupaten Purwakarta. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh penulis di Kantor Inspektorat Kabupaten Purwakarta yang berlokasi di jalan Veteran No 139 Waktu penelitian dimulai pada bulan April 2013 sampai dengan penelitian selesai.