BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mampu memantau tingkat perkembangan hasil belajar siswa.

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika yang ada di SD Negeri 2 Labuhan Ratu khususnya pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan tindakan. Motivasi dalam belajar sangatlah penting dan

PENERAPAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

Rinendah Sihwinedar 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ardi, 2013

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS MELALUI PENDEKATAN SAVI (SOMATIS, AUDITORI, VISUAL, INTELEKTUAL)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat penting dan. pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan

Oleh Indah Fajrina

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan pembelajaran peran guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. individu lainnya. Menurut Wibowo (Hidayatullah, 2009), bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Matematika dari dulu hingga sekarang merupakan mata pelajaran yang sarat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan umum pendidikan masa kini adalah untuk memberi bekal agar kita

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Tahap Sensori Motor (0 2 tahun) 2. Tahap Pra-operasional (2 7 tahun)

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 KEEFEKTIFAN MOD EL PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) D ALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS D ISKUSI

BAB I PENDAHULUAN. metransfer informasi ke seluruh tubuh. Berawal dari proses berpikir tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut UU tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003: terhadap manusia menuju ke arah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal dalam sistem pendidikan tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih banyak dibanding dengan pelajaran yang lain. Meskipun. matematika. Akibatnya berdampak pada prestasi belajar siswa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan di sekolah merupakan proses nyata yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan yang mampu mendukung dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa.

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu dasar yang memiliki nilai esesensial dalam kehidupan sehari-sehari. Matematika berhubungan dengan ide-ide atau konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis. Untuk mempelajari suatu konsep seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep prasyarat. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua siswa dimulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Pengetahuan yang didapat anak di sekolah dasar akan sangat mempengaruhi jenjang pendidikan berikutnya. Tingkat pemahaman siswa akan sebuah konsep prasyarat akan mempengaruhi siswa untuk kelanjutan konsep berikutnya. Tidak heran mata pelajaran Matematika menjadi mata pelajaran yang kurang disukai oleh siswa. Belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Bower dan Hilgard Belajar adalah sebagai usaha seseorang memperoleh pengetahuan dan mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan. Belajar adalah usaha memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Dalam prosesnya, belajar bukanlah kegiatan menghafal saja, tetapi kegiatan memahami dan mengolah apa yang diajarkan oleh guru. Dalam pembelajaran, peran guru hanya sebagai fasilitator yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajar seperti berdiskusi, mengajukan pertanyaan, mempraktikan, atau mengajarkan temannya yang belum mengerti. Disini peran siswa dalam proses belajar yang sesungguhnya dengan menata apa yang didengar, dilihat, dan dipraktikkan menjadi satu kesatuan yang bermakna. Realita di lapangan, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas IV SDN 3 Cikidang adalah kurangnya pemahaman matematis

2 siswa dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat terlihat dari perilaku siswa yang merasa kesulitan dalam pengerjaan penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan negatif, serta pengurangan bilangan negatif dengan bilangan positif, dan sebaliknya. Selain itu siswa juga kesulitan dalam menggambarkan soal ke dalam bentuk garis bilangan. Fenomena yang terjadi, ketika siswa disuguhkan soal dengan perintah gambarkan operasi hitung berikut ke dalam bentuk garis bilangan!. Siswa selalu bertanya kembali cara pengerjaanya dan ada beberapa siswa yang mengerjakan hanya dengan menggambarkan sebuah garis bilangan saja tetapi mereka sudah mengisi soal tersebut. Ada juga siswa yang memang masih belum bisa membedakan mana bilangan negatif dan bilangan positif, mereka lupa letak dari bilangan bulat negatif, nol, dan bilangan bulat positif, bahkan terkadang tertukar meletakan bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif. Setelah dianalisis setiap jawaban siswa dengan berpedoman pada penskoran pemahaman matematis, didapatkan presentase jumlah siswa yang tuntas mendapatkan skor pemahaman matematis adalah sebanyak 30% siswa dikategorikan paham dan yang tidak tuntas sebanyak 70% siswa dikategorikan belum paham. Dengan skor rata-rata pemahaman matematis kelas IV adalah 2,4 yang dapat dikatakan bahwa kelas IV SDN 3 Cikidang dikategorikan belum paham pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. selengkapnya terlampir pada lampiran X. Hal ini, menggambarkan banyak siswa yang merasa kesulitan ketika dihadapkan dengan masalah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat disebabkan karena siswa tidak mengetahui prosedur pengerjaan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam bentuk garis bilangan. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa masih sangat kurang dalam kemampuan pemahaman matematisnya untuk mengerjakan pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan bilangan bulat terutama Penjumlahan dan Pengurangan berbeda tanda. Kemudian setelah ditelusuri penyebabnya dengan melakukan observasi ketika proses KBM ternyata masalah

3 berawal dari model pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru, keterbatasan media pembelajaran, kurangnya pemahaman matematis siswa terhadap konsep prosedural penggambaran operasi Penjumlahan dan Pengurangan dalam bentuk garis bilangan yang terlihat dari jawaban-jawaban siswa ketika menjawab soal, dan rendahnya minat siswa pada mata pelajaran Matematika. Kurangnya pemahaman siswa itu sendiri sebenarnya tidak terlepas dari penggunaan model dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Penggunaan model pembelajaran konvensional yang digunakan oleh guru menyebabkan siswa tidak aktif. Sebagaimana dikemukakan oleh Meier (2002, hlm. 90) dalam bukunya The acclerated Learning hand Book menyatakan bahwa Belajar secara konvensional cenderung membuat orang tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu yang lama. Terjadilah kelumpuhan otak dan belajar pun melambat layaknya merayap atau berhenti sama sekali. Mengajak orang untuk bangkit dan bergerak secara berkala akan menyegarkan tubuh, meningkatkan peredaran darah dan otak, dan dapat berpengaruh positif pada belajar. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru menggunakan paradigma lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung satu arah umunya dari guru ke siswa, maka pembelajaran akan cenderung monoton sehingga mengakibatkan siswa jenuh dan tidak menyukai mata pelajaran Matematika. Oleh karenanya, dalam mengajarkan matematika kepada siswa hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, model, dan metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Baik tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung pada tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan siswa, serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Menurut Jean piaget seorang pakar yang banyak memberikan kontribusi dalam pengkajian perkembangan kognitif membagi empat peringkat perkembangan kognitif manusia salah satunya adalah perkembangan kognitif siswa usia sekolah dasar (6-12 tahun). Beliau menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak usia 6-12 tahun termasuk pada tahap

4 concrete operasional dimana anak telah dapat membuat pemikiran logis, kematangan anak dalam memahami hubungan antara suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. (Surya. 2003, hlm. 55) Dengan melihat tahap perkembangan siswa, guru harus dapat menemukan model pembelajaran yang membuat siswa aktif dengan memanfaatkan indranya sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh maupun pikiran terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih bermakna, menarik dan menyenangkan. Tidak hanya mendengar ceramah dari guru, melihat hal-hal yang ditulis oleh guru di papan tulis, tetapi juga menggerakkan fisik dan aktifitas intelektual dalam proses pembelajaran. Gerakan fisik mampu meningkatkan proses mental. Bagian otak manusia yang terlibat dalam gerakan tubuh terletak tepat di bagian otak yang digunakan untuk berpikir dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, dengan melibatkan tubuh dalam belajar cenderung membangkitkan kecerdasan terpadu manusia sepenuhnya. Model pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik, aktivitas intelektual dan juga penggunaan indra adalah Model pembelajaran SAVI yaitu Somatis (belajar bergerak), Auditori (belajar dengan berbicara dan mendengarkan), Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan), dan Intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenung). Berdasarkan paparan di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul penelitian Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) untuk Meningkatkan Pemahaman Matematis Pada Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan (Penelitian Tindakan Kelas Di SDN 3 Cikidang Kelas IV Semester II Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai Bagaimanakah penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) untuk

5 meningkatkan pemahaman matematis siswa kelas IV SDN 3 Cikidang pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan?. Masalah tersebut dijabarkan kedalam rumusan masalah yang lebih khusus yaitu berupa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Positif dan Negatif terhadap siswa kelas IV SDN 3 Cikidang? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Positif dan Negatif terhadap siswa kelas IV SDN 3 Cikidang? 3. Bagaimana peningkatan pemahaman matematis siswa kelas IV SDN 3 Cikidang pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Positif dan Negatif melalui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum penelitian ini memiliki tujuan memperoleh deskripsi mengenai penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa kelas IV SDN 3 Cikidang pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan. Secara khusus, penelitian ini memiliki tujuan memperoleh deskripsi mengenai : 1. Perencanaan pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Positif dan Negatif terhadap siswa kelas IV SDN 3 Cikidang

6 2. Pelaksanaan pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Positif dan Negatif terhadap siswa kelas IV SDN 3 Cikidang 3. Peningkatan pemahaman matematis siswa kelas IV SDN 3 Cikidang pada mata pelajaran matematika pokok bahasan Penjumlahan Dan Pengurangan Positif dan Negatif melalui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) D. Manfaat Hasil Penelitian Dari hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa a. Sebagai motivasi untuk mendorong siswa agar menyenangi mata pelajaran Matematika. b. Memfasilitasi pembelajaran sesuai dengan gaya belajar anak yang beragam c. Meningkatkan pemahaman matematis siswa pada pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan. 2. Bagi guru a. Memberikan informasi untuk menyelenggarakan pembelajaran aktif dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. b. Memberikan pilihan-pilihan alternatif model pembelajaran yang variatif dan inovatif melalui model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual). c. Memberikan informasi bahwa dengan adanya pembelajaran dengan memperhatikan gaya belajar anak akan dapat mewujudkan siswa yang kreatif, aktif, cerdas, terampil, bersikap baik dan berprestasi. 3. Bagi sekolah

7 a. Sebagai informasi untuk memotivasi tenaga kependidikan agar lebih menerapkan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif. b. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di Sekolah. c. Untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah terutama dalam bidang matematika. 4. Bagi Peneliti a. Memperoleh pengalaman langsung dalam pelaksanaam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) b. Mengetahui penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa pada pokok bahasan penjumlahan Dan Pengurangan, dan c. Sebagai bahan atau gambaran dalam mengembangkan pembelajaran. E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian literatur dan penelitian sebelumnya maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan pemahaman matematis siswa dalam masalah yang berkaitan dengan pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV SDN 3 Cikidang akan meningkat. F. Definisi Operasional 1. Model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) adalah model pembelajaran yang mengaktifkan indra peserta didik baik kinestetik, audio, visual, serta intelektual mereka. Model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yaitu:

8 a. Langkah Somatis, tergambar dari aktivitas siswa melalui gerakan tari dengan mengikuti lirik lagu yang dinyanyikan b. Langkah Auditori, tergambar dari aktivitas siswa dalam mendengarkan dan menyimak penjelasan yang disampaikan oleh guru. c. Langkah Visual, tergambar dari aktivitas siswa dalam mengamati dan melihat cara guru menggambarkan langkah-langkah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam bentuk garis bilangan. d. Langkah Intelektual, tergambar dari aktivitas siswa dalam melakukan latihan pengerjaan lembar kerja siswa yang disediakan oleh guru baik secara kelompok maupun individu. 2. Pemahaman matematis adalah kemampuan kognitif seseorang atas konsep dan prosedural matematika yang ditandai dengan seseorang itu mampu mengkontruksi dan mengkomunikasikan ke dalam bentuk kata-kata, tulisan ataupun gambar. Indikator pemahaman matematis yang digunakan peneliti disesuaikan dengan kebutuhan dan latar belakang yang terjadi pada objek penelitian yaitu siswa kelas IV SDN 3 Cikidang. Berikut indikator yang digunakan peneliti: 1. Menginterpretasikan yaitu suatu kemampuan seseorang dalam menafsikan yang diawali dengan proses perubahan suatu representasi (numerik) menjadi representasi yang lainnya (secara verbal). Misalnya menafsirkan gambar-gambar dengan kata-kata atau sebaliknya, menafsirkan bilangan dengan kata-kata atau sebaliknya. 2. Menjelaskan, terjadi ketika seorang siswa dapat mengkontruksi dan menggunakan penyebab dan efek model sebuah sistem. 3. Pemahaman Mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana. Pemahaman matematis yang dibahas dalam penelitian ini terdapat pada Standar Kompetensi No.5 yaitu menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat, dengan Kompetensi Dasar 5.1 menjumlahkan bilangan bulat dan Kompetensi Dasar 5.2 mengurangkan bilangan bulat. Dengan materi

9 mengenai langkah pengerjaan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat agar dapat digambarkan ke dalam bentuk garis bilangan.