PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPPRES 127/1999, PEMBETUKAN KOMISI PEMERIKSA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DAN SEKRETARIAT JENDERAL KOMISI PEMERIKSA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2003 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Kemaritiman tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Mengingat :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PEDOMAN PENGAWASAN BAB I U M U M. Pasal 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberantasan tindak pidana korupsi, Pasal 27 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memerintahkan pembentukan Tim Gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Tim Gabungan adalah Tim yang melakukan koordinasi penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. 2. Tindak Pidana Korupsi yang Sulit Pembuktiannya antara lain adalah tindak pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di bidang moneter dan keuangan yang : a. bersifat lintas sektoral; b. dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih; atau c. dilakukan oleh tersangka atau terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. BAB II KEDUDUKAN DAN TUJUAN Pasal 2 Tim Gabungan berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 3 Tim Gabungan dibentuk bertujuan untuk membangunan keterpaduan, keterbukaan, dan akuntabilitas publik dalam memberantas tindak pidana korupsi. BAB III STRUKTUR ORGANISASI Pasal 4 (1) Tim Gabungan dibentuk oleh dan bertanggung jawab langsung kepada Jaksa Agung. (2) Tim Gabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di bawah koordinasi Jaksa Agung. Pasal 5 Keanggotaan Tim Gabungan terdiri dari unsur-unsur : a. Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Kejaksaan; c. instansi terkait; dan d. unsur masyarakat. Pasal 6 (1) Susunan Keanggotaan Tim Gabungan terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota dan paling banyak 25 (dua puluh lima) orang anggota. (2) Keanggotaan Tim Gabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat tetap. (3) Dalam kasus tertentu, Jaksa Agung dapat menunjuk anggota ad hoc dalam Tim Gabungan. (4) Susunan keanggotaan Tim Gabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Jaksa Agung. Pasal 7 (1) Tim Gabungan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Sekretariat Tim Gabungan. (2) Sekretariat Tim Gabungan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Gabungan. (3) Sekretariat Tim Gabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan Keputusan Jaksa Agung. Pasal 8 Ketua Tim Gabungan mempunyai tugas : a. menyusun perencanaan penyidikan dan penuntutan; b. mengkoordinasikan pelaksanaan penyidikan dan penuntutan; c. melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil penyidikan dan penuntutan kepada Jaksa Agung; d. melaporkan hasil kegiatan Anggota Tim Gabungan secara tertulis setiap 6 (enam) bulan kepada

Jaksa Agung; e. memimpin rapat kerja, baik dilakukan di dalam Tim Gabungan maupun di luar Tim Gabungan. Pasal 9 Wakil Ketua Tim Gabungan melaksanakan tugas Ketua Tim Gabungan apabila Ketua Tim Gabungan berhalangan. Pasal 10 Sekretariat Tim Gabungan bertugas : a. mengelola administrasi penyidikan dan penuntutan; b. melaksanakan pengadaan sarana fisik dan kelengkapannya; c. mengelola keuangan Tim Gabungan; d. mempersiapkan dan melaksanakan seleksi calon anggota Satuan Tugas Penyidikan dan Penuntutan; e. melakukan koordinasi dengan instansi terkait. BAB IV TUGAS DAN WEWENANG Pasal 11 (1) Tim Gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas dan wewenang mengkoordinasikan penyidikan dan penuntutan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. (2) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dibebankan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dan Jaksa. (3) Penuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) penyidik juga mempunyai wewenang untuk : a. meminta keterangan kepada bank tentang keuangan tersangka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka; c. membuka, memeriksa, menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; d. melakukan penyadapan; e. mengusulkan pencekalan; dan f. menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan/atasan tersangka disertai bukti yang cukup untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya. Pasal 12 (1) Tim Gabungan harus menyelesaikan penyidikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Perintah Penyidikan ditetapkan. (2) Tim Gabungan dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diselesaikannya

penyidikan, menyerahkan hasil penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum. (3) Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak menerima hasil penyidikan dari Tim Gabungan, wajib melimpahkan perkara kepengadilan. (4) Dalam hal penyidik tidak menemukan cukup bukti dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Tim Gabungan menetapkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan setelah mendapat persetujuan Jaksa Agung. (5) Dalam hal ditemukan bukti baru maka Jaksa Agung dapat memerintahkan Tim Gabungan melaksanakan penyidikan kembali. (6) Dalam hal pelimpahan perkara ke pengadilan tidak dilaksanakan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Jaksa Penuntut Umum harus mempertanggungjawabkan kepada Jaksa Agung. Pasal 13 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas Tim Gabungan, Ketua Tim Gabungan dapat mengusulkan pembentukan satuan tugas penyidikan dan penuntutan kepada Jaksa Agung. (2) Setiap satuan tugas penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya terdiri atas 5 (lima) orang anggota dan paling banyak 15 (lima belas) orang anggota. (3) Pembentukan satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Jaksa Agung. (4) Penetapan Keanggotaan satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan secara selektif. Pasal 14 (1) Tim Gabungan menyusun prosedur tetap penyidikan dan penuntutan. (2) Ketentuan mengenai prosedur tetap penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Jaksa Agung. BAB V KOORDINASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 15 Jaksa Agung selaku koordinator Tim Gabungan menetapkan tindak pidana korupsi tertentu merupakan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. Pasal 16 Dalam hal penyidik Kepolisian Republik Indonesia atau Kejaksaan menemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka atas persetujuan Jaksa Agung selaku koordinator maka penyidikan dan penuntutan terhadap tindak korupsi tersebut dilakukan oleh Tim Gabungan. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 17

Segala biaya yang diperlukan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang Tim Gabungan dan Sekretaris Tim Gabungan, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Tim Gabungan melaksanakan tugas dan wewenangnya selama belum dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 19 Di daerah, dapat dibentuk satuan tugas penyidikan dan penuntutan sesuai dengan keperluan, yang ditetapkan dengan Keputusan Jaksa Agung. Pasal 20 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2000 Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BONDAN GUNAWAN S. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 43 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. UMUM Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menegaskan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal Undang-undang tersebut mulai berlaku dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, dilandaskan pada pemikiran bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak cukup hanya dibebankan kepada salah satu paratur penegak hukum terkait melainkan harus merupakan satu kesatuan langkah dan tindakan dari seluruh aparatur penegak hukum dengan dukungan instansi terkait dan masyarakat. Untuk mengantisipasi perubahan mendasar dalam pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pembentukan Komisi tersebut diperlukan sinergi kultural dan struktural di kalangan aparatur penegak hukum, instansi terkait, dan masyarakat. Hal ini memerlukan satu masa transisi melalui suatu wadah yang disebut Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Pasal 27 menegaskan dapat dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam hal ditemukan dalam tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya di bawah koordinasi Jaksa Agung. Tim Gabungan yang dibentuk merupakan suatu lembaga independen yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya bebas dari pengaruh kekuasaan apapun, termasuk kekuasaan eksekutif dan legislatif. Tim Gabungan dibentuk bertujuan untuk membangun keterpaduan, dan akuntabilitas publik dalam memberantas tindak pidana korupsi. Keanggotaan Tim Gabungan terdiri dari unsur-unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, instansi terkait, dan unsur masyarakat. Adapun hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi kedudukan dan tujuan Tim Gabungan, Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang, Koordinasi Penyidik Tindak Pidana Korupsi, dan Pembiayaan Tim Gabungan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Untuk mewujudkan keterbukaan dan akuntabilitas publik, jika dianggap perlu dan cukup alasan Jaksa Agung dapat mempublikasikan perkembangan hasil penyidikan dan penuntutan kepada masyarakat. Pasal 4 Pasal 5 Yang dimaksud dengan "instansi terkait" antara lain Bank Indonesia, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Badan Pertanahan, Direktorat Jenderal Imigrasi, Perguruan Tinggi. Yang dimaksud dengan "unsur masyarakat" antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat, Pakar Hukum, pensiunan Jaksa, pensiunan Polisi, pensiunan Hakim, dan Organisasi Profesi kecuali penasehat hukum. Pasal 6

Anggota tetap Tim Gabungan terdiri dari anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa, dan atau pensiunan Polisi, pensiunan Jaksa, atau anggota tertentu lainnya. Ayat (3) Anggota ad hoc Tim Gabungan terdiri dari unsur masyarakat dan anggota dari organisasi profesi tertentu sesuai dengan karakteristik kasus korupsi yang sedang dalam penyidikan. Ayat (4) Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Pengusulan pencekalan dalam ketentuan huruf e ini, dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Pencegahan dan Penangkalan. Huruf f Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan tindak pidana korupsi, terutama di lingkungan Penyelenggara Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12

Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Yang dimaksud dengan "bukti baru" adalah fakta materiil yang pada saat perkara disidik sudah ada, tetapi tidak diketahui, dan sekiranya pada saat penyidikan fakta materiil tersebut diketahui, maka Surat Perintah Penghentian Penyidikan tidak akan dikeluarkan. Jika surat Perintah Penghentian Penyidikan surat dikeluarkan dan ditemukan fakta materiil, maka surat Perintah Penghentian Penyidikan dapat dicabut kembali. Ayat (6) Yang dimaksud dengan "Jaksa Penuntut Umum" dalam ketentuan ayat ini adalah Jaksa yang bertanggung jawab atas pelimpahan perkara ke pengadilan. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Jaksa Penuntut Umum tersebut tidak melaksanakan tugasnya, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian. Pasal 13 Ayat (3) Ayat (4) Yang dimaksud dengan "dilaksanakan secara selektif" dalam ketentuan ini bahwa penetapan keanggotaan satuan tugas dilakukan dengan mempertimbangkan : a. masa kerja; b. profesionalisme; c. instansi yang benar-benar terkait dengan kasus yang diperiksa, dan d. tidak pernah diancam dengan hukuman atau pidana atau pernah menjalani hukuman disiplin atau hukuman penjara. Pasal 14 Ketentuan dalam ayat ini berkaitan dengan kewenangan Jaksa Agung selaku koordinator Tim Gabungan. Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pembentukan

Pasal 19 Pasal 20 Komisi Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan langkah awal dan embrio dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang akan dibentuk pada tahun 2001. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3948