II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 TRI PURWANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

menguasai tehnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Unutk

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB VII Perdagangan Internasional

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal. Penambahan modal ini berupa investasi dan tabungan. Di satu sisi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB II LANDASAN TEORI. pada satu tahun tertentu saja, melainkan memperlihatkan dan membandingkan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

Ekonomi. untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Inung Oni Setiadi Irim Rismi Hastyorini. Dibuat oleh:

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL.

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat bangsa tersebut.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi infrastruktur dalam kamus besar bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara

GAMBARAN UMUM EKONOMI INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

PENTINGNYA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

EKONOMI INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern)

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

B. TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF (COMPARATIVE ADVANTAGE)

BAB I PENDAHULUAN. tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi. Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal produktivity) dari tiap-tiap inputnya. Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat dituliskan sebagai berikut: Q t = T t K a t L b t...(2.1) keterangan: Q adalah tingkat produksi; T adalah tingkat teknologi; K adalah jumlah stok barang modal; L adalah jumlah tenaga kerja; a adalah pertambahan output yang diciptakan oleh penambahan satu unit modal; b adalah pertambahan output yang diciptakan oleh penambahan satu unit tenaga kerja; serta t menunjukkan tahun tertentu. Asumsi CRTS menyatakan bahwa a + b =1, artinya nilai a dan b merupakan batas produksi dari masing-masing produksi tersebut (Arsyad, 2010).

2.2 Teori Pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal dalam model ini tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat pengembalian yang meningkat (increaing return to scales) pada fungsi produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad, 2010). Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka. 2.2.1 Model Romer Romer (1986) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock) merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian. Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan dalam perekonomian. Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara. Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: (i) adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu pengetahuan; (ii) adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme

limpahan pengetahuan (knowledge spillover); dan (iii) produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas. Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut: ; (0 < < 1) dan (0 < < 1)...(2.2) keterangan: Y i adalah output produksi perusahaan i; K i adalah stok modal; L i adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu. Stok pengetahuan diasumsikan memiliki efek menyebar yang positif pada produksi di setiap perusahaan (Capello, 2007). 2.2.2 Model Lucas Model yang dikembangkan oleh Lucas (1988) menjelaskan dua tipe modal, yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi. Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut: Y t = AK t (u t H t L t ) 1- H ϕ t...(2.3) keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta (tidak lagi mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya); K adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal manusia. Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan (learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini: h t = H t (1-u t )...(2.3) keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu; H adalah stok modal manusia; (1-u) adalah waktu untuk belajar; dan adalah kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh. Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan (steady state), terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan

pertumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil (parameter ϕ) yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter ) yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello, 2007). 2.3 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebabsebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776 dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore, 1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas (memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut. Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih

kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif. Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factorproportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher- Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore, 1997). Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman dan Obstfeld, 2000). Kreasi perdagangan adalah keadaan dimana sebuah perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement, FTA) dapat menciptakan perdagangan di antara anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan adanya kreasi perdagangan, sebuah negara anggota FTA akan memperoleh barang-barang yang

diproduksi secara lebih efisien dari negara anggota FTA lainnya. Oleh sebab itu, kreasi perdagangan dianggap sebagai dampak positif dari sebuah FTA. Sebaliknya, diversi perdagangan dapat diartikan sebagai masuknya produk-produk yang tidak efisien dari negara-negara anggota FTA, dan mencegah produk yang lebih efisien dari negara di luar FTA. Hal ini terjadi karena negara-negara non- FTA dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan negara anggota FTA. Perbedaan perlakukan tarif impor menyebabkan perdagangan beralih dari negaranegara non-fta ke negara anggota FTA. Diversi perdagangan memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan karena menyebabkan pengalihan sumbersumber pasokan yang efisien. 2.4 Faktor-Faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Berdasarkan teori pertumbuhan dan penelitian-penelitian sebelumnya seperti Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) terdapat beberapa faktor yang mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan di era persaingan global, yaitu adanya penanaman modal asing (PMA), kesiapan sektor finansial (sistem keuangan), stabilitas perekonomian dan harga, infrastruktur publik, kualitas modal manusia, kemajuan teknologi, dan ketenagakerjaan. 2.4.1 Penanaman Modal Asing Investasi merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terusmenerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran masyarakat. Menurut Sukirno (1995) pengaruh tersebut bersumber dari tiga fungsi penting kegiatan investasi di dalam perekonomian, yaitu: (i) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional yang diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja; (ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kepastian

memproduksi dimasa depan dan menstimulir pertambahan produksi nasional; dan (iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi yang memberi sumbangan penting pada kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat. Model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model) merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro dan Smith, 2006). Harrod-Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses pengganda investasi (investment multiplier) dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga berpengaruh pula pada penawaran agregat. Harrod-Domar menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar kenaikan permintaan agregat sama dengan kapasitas produksinya sehingga pemanfaatan kapasitas secara penuh dapat dipertahankan. Permasalahan yang muncul di sejumlah negara, khususnya negara berkembang, adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan kemampuan mengakumulasi tabungan (saving-investment gap) sehingga solusi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman, bantuan, atau investasi dari luar negeri. Menutut Jhingan (2008) penanaman modal asing (PMA) berarti perusahaan dari negara asal modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara penerima; pembentukan suatu perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan yang dibiayai oleh perusahaan penanam modal atau menaruh aset tetap di negara penerima. Investasi langsung berupa PMA lebih disukai daripada investasi portofolio karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (i) PMA memperkenalkan manfaat ilmu pengetahuan, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara berkembang; (ii) mendorong perusahaan lokal atau melalui kerja sama dengan perusahaan asing mendirikan industri-industri pendukung; (iii) sebagian laba PMA akan ditanamkan kembali untuk pengembangan, modernisasi atau pembangunan

industri terkait; dan (iv) pada tahap awal pembangunan, arus PMA akan meringankan beban neraca pembayaran negara berkembang. 2.4.2 Sektor Finansial Secara umum, sektor keuangan memiliki enam fungsi utama dalam suatu perekonomian, yaitu: (i) menyediakan jasa pembayaran; (ii) menghubungkan penabung dengan investor; (iii) menghasilkan dan menyebarkan informasi; (iv) mengalokasikan pinjaman secara efisien; (v) memberikan perlindungan terhadap risiko penentuan harga, pengumpulan dan perdagangan, serta (vi) meningkatkan likuiditas aset (Todaro dan Smith, 2006). Sektor keuangan mencakup perbankan dan non-perbankan yaitu terdiri dari bank umum, bank devisa, bank perkreditan rakyat (BPR), koperasi simpan pinjam, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Pembangunan sektor keuangan akan menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi, di antaranya melalui pengalokasian dana ke sektor-sektor produktif secara efisien dan pemberian kredit domestik untuk pengembangan usaha kepada industri-industri lokal, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM). Inovasi teknologi dan inovasi di sektor keuangan, keduanya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan merupakan syarat bagi berlangsungnya revolusi industri. Sebagai contoh adalah pembangunan pembangkit listrik yang tidak hanya memerlukan teknologi dan investasi yang besar, tapi perlu juga dukungan sektor perbankan dan asuransi. Perekonomian membutuhkan pasar keuangan yang canggih dalam rangka penyediaan modal untuk kegiatan investasi sektor swasta, baik berupa pinjaman dari sektor perbankan, modal ventura, maupun produk keuangan lainnya. Sektor keuangan yang efisien juga memastikan bahwa inovator dengan ide-ide yang baik memiliki dukungan permodalan untuk mengubah ide-ide menjadi produk komersial dan jasa yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam rangka memenuhi semua fungsi-fungsi tersebut sektor perbankan harus dapat dipercaya dan transparan.

2.4.3 Tingkat Inflasi Inflasi adalah gejala peningkatan harga-harga secara umum dalam perekonomian secara terus-menerus. Dengan demikian tingkat inflasi adalah perubahan yang terjadi pada tingkat harga (Blanchard, 2004). Pengertian umum mengenai inflasi mengandung tiga aspek penting, yaitu: 1. Ada kecenderungan harga-harga yang meningkat, artinya dalam kurun waktu tertentu, harga-harga menunjukkan tren atau tendensi yang meningkat. 2. Peningkatan harga berlangsung secara terus-menerus (sustained), artinya dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. 3. Pengertian harga adalah tingkat harga umum (general level of price), artinya harga tersebut mencakup keseluruhan komoditas dan bukan hanya pada satu atau beberapa komoditas saja. Penyebab inflasi dengan pendekatan pasar riil atau pasar barang dibagi menjadi dua, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan (demand pull inflation) dan yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi (cost push inflation). Tipe pertama, penyebabnya adalah ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang tidak dapat mencukupi kelebihan permintaan masyarakat secara umum sehingga menyebabkan kenaikan harga secara agregat. Secara implisit, ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang menyiratkan kapasitas produksi optimum dari suatu perekonomian sehingga hal tersebut sesungguhnya mencerminkan kondisi output potensial. Tipe kedua, penyebabnya adalah kenaikan harga yang terjadi merupakan kondisi yang tidak diantisipasi dan hal tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kondisi yang tidak diantisipasi ini salah satunya disebabkan oleh adanya shock dari sisi penawaran. Inflasi dalam praktiknya dihitung berdasarkan pendekatan indeks harga. Beberapa alternatif yang sering digunakan adalah indek harga konsumen (IHK), indeks harga produsen (IHP), dan indeks harga implisit yang diturunkan dari penghitungan PDB yakni sering disebut sebagai GDP deflator. Dari beberapa alternatif tersebut, biasanya digunakan indek harga konsumen karena secara umum nilai uang terkait dengan kekuatan daya beli dari uang di tingkat konsumen.

2.4.4 Infrastruktur Infrastruktur merupakan sarana dan prasarana publik yang dapat digunakan sebagai fasilitas pendukung dalam suatu kegiatan perekonomian, meliputi sarana jalan, pelabuhan, bandar udara, kelistrikan, jaringan telepon, dan sebagainya. Keberadaan infrastruktur sangat membantu kelancaran roda perekonomian, di antaranya melalui penghematan pada biaya produksi, transportasi, dan telekomunikasi sehingga output yang dihasilkan dan kemudian didistribusikan menjadi lebih banyak dan beragam. Perluasan jaringan dan perbaikan infrastruktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transportasi yang lancar merupakan prasyarat untuk menghubungkan masyarakat ke fasilitas pendidikan, kesehatan, pasar, industri, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya. Pasokan listrik yang cukup dan bebas dari gangguan mendukung pencapaian proses produksi yang lebih efisien dan ekonomis. Jaringan telekomunikasi yang solid dan luas memungkinkan arus informasi dapat menyebar dengan cepat sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan karena semua informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diperoleh. Menurut teori pertumbuhan export base dan growth-poles bahwa kapasitas ekspor, sistem produksi yang kompetitif, serta kemampuan wilayah dalam menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment berupa infrastruktur yang sudah terbangun. Kondisi infrastruktur yang baik merupakan faktor penarik bagi hadirnya perusahaan baru ke suatu wilayah dan menjadi sumber pemicu terjadinya persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di wilayah tersebut. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan produktivitas dari faktor-faktor produksi, sedangkan kemudahan dalam mengakses infrastruktur publik akan menurunkan biaya-biaya yang terkait dengan pengeluaran perusahaan sehingga akan membangkitkan eksternalitas positif pada pembangunan di tingkat lokal (Cappelo, 2007). 2.4.5 Modal Manusia Beberapa ekonom telah mengembangkan suatu teori pembangunan yang didasarkan pada kapasitas produksi tenaga manusia dalam proses pembangunan,

yang kemudian dikenal dengan istilah Investment in Human Capital (Hidayat, 2003). Teori ini mengasumsikan bahwa pendidikan formal merupakan instrumen terpenting untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi. Pertumbuhan dan pembangunan mensyaratkan dua hal, yaitu adanya pemanfaatan teknologi tinggi secara efisien dan tersedianya modal manusia yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut. Kualitas modal manusia ditandai dengan banyaknya penguasaan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan oleh seseorang. Oleh karenanya kualitas modal manusia dapat diketahui dari tingkat pendidikan masyarakat seperti rata-rata lama sekolah, tingkat buta huruf, banyaknya siswa yang terdaftar di sekolah lanjutan, dan jumlah mahasiswa perguruan tinggi. Beberapa studi empiris tentang fenomena pertumbuhan ekonomi di berbagai negara terlihat bahwa tidak hanya modal fisik yang mampu menstimulasi pertumbuhan, namun modal manusia telah terbukti menjadi motor penggerak perekonomian sebagaimana terjadi di negara-negara maju. Pepatah lama dalam dunia bisnis menyebutkan bahwa assets make things possible, and peoples make things happen. Oleh karena itu, pengembangan modal manusia mesti dilakukan untuk menjamin pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, di antaranya melalui jalur pendidikan serta kursus-kursus keterampilan dan kewirausahaan. 2.4.6 Kemajuan Teknologi Pada dasarnya setiap kemajuan teknologi memiliki kecenderungan untuk mengurangi pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses produksi pada tingkat output berapapun. Penggunaan teknologi akan mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Hicks dalam Salvatore (1997), kemajuan teknologi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama yaitu: (i) kemajuan teknologi yang cenderung menghemat tenaga kerja (labor-saving technical progress); (ii) kemajuan teknologi yang menghemat modal (capital-saving technical progress); dan (iii) kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technical progress). Kemajuan di bidang teknologi membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk kegiatan yang inovatif, didukung oleh pemerintah dan sektor swasta. Investasi yang cukup dan berkelanjutan mutlak dibutuhkan dalam kegiatan riset

dan pengembangan (research and development, R&D). Pemberian insentif dan perlindungan atas kekayaan intelektual kepada peneliti, inovator, dan lembagalembaga penelitian ilmiah juga perlu diprioritaskan. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kolaborasi yang luas antara universitas dan industri untuk lebih menjamin keefektifan dalam penerapannya (link and match). Krugman (1979) membangun model perdagangan internasional yang menguatkan argumen bahwa kemajuan teknologi dan inovasi mampu meningkatkan keunggulan perusahaan dalam persaingan di kancah internasional. Peningkatan keunggulan tersebut merupakan akibat dari kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk-produk baru melalui proses inovasi dan diversifikasi produk, selain karena peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksi. Penelitian Andersson dan Ejermo (2006) menyimpulkan bahwa perbedaan investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak saja berpengaruh pada penguatan keunggulan komparatif suatu negara, akan tetapi berpengaruh pula pada keunggulan kompetitifnya. Peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kemampuannya dalam mengadopsi teknologi-teknologi baru dan kegiatan inovasi dalam produksi barang dan jasa. 2.4.7 Ketenagakerjaan Pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal yang didapatkan melalui tabungan dan investasi, tetapi dipengaruhi pula oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja serta penggunaan teknologi (Todaro dan Smith, 2006). Efisiensi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja memegang peran penting untuk memastikan bahwa para pekerja telah dialokasikan untuk penggunaan yang paling efisien dalam perekonomian, dan diberikan insentif sesuai dengan prestasi dalam pekerjaannya. Pasar tenaga kerja karena itu harus memiliki fleksibilitas yang menjamin pekerja dapat berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi yang lain dengan cepat dan biaya rendah, serta memungkinkan fluktuasi upah tanpa banyak gangguan sosial. Keterlibatan penduduk yang luas di berbagai aktivitas ekonomi memiliki manfaat ganda bagi perekonomian, yaitu berguna untuk menambah kapasitas produksi sehingga menghasilkan jumlah output yang lebih banyak dan berguna

untuk mengurangi beban tanggungan ekonomi yang ada di masyarakat. Dengan demikian, peningkatan jumlah pekerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.. 2.5 Penelitian Terdahulu Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan selalu menjadi topik yang menarik bagi peneliti dan pengambil kebijakan. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari kuantitas dan kualitas sumber daya alam (SDA), sumber daya modal, sumber daya manusia (SDM), dan kemajuan teknologi yang mendorong kenaikan produktivitas. Sementara itu, pembangunan merupakan proses suatu negara dalam meningkatkan standar hidup bagi penduduknya. Grossman dan Helman (1992) merupakan orang pertama yang mengembangkan model pertumbuhan endogen dalam perekonomian terbuka. Menurut keduanya, keterbukaan suatu negara dalam perdagangan sebaiknya memusatkan diri pada perubahan teknologi, yang karenanya akan menyebabkan suatu pertumbuhan serta mengarahkan kepada perbaikan standar hidup dan kualitas kehidupan bagi penduduknya. Mereka telah membuktikan bahwa terbukanya perdagangan sebagai akibat adanya integrasi ekonomi akan diikuti oleh terjadinya transmisi pengetahuan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya. Frankel dan Romer (1999) selanjutnya memeriksa keterkaitan antara perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel instrumental berupa komponen geografis suatu negara, untuk mengukur pengaruhnya pada pendapatan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perdagangan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang mana distimulasi oleh investasi fisik dan investasi pada modal manusia. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Wacziarg dan Welch (2003) serta Raff (2004). Wacziarg dan Welch (2003) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan kenaikan investasi asing (PMA) dan pertumbuhan ekonomi, terutama setelah dilakukan kontrol pada variabel-variabel penentu pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian Raff (2004) memperlihatkan bahwa integrasi ekonomi melalui penurunan tarif akan

mengarah kepada aliran PMA yang lebih besar dan terjadinya perbaikan kesejahteraan. Kendati demikian, dari penelitian Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) diketahui bahwa dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kondisi dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh setiap negara pada faktor-faktor lain sebagai pendukungnya. Chen dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan dapat menguatkan dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara Afrika bagian selatan (The Southern African Development Community, SADC), yaitu melalui penyerapan ilmu pengetahuan dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan pada infrastruktur publik, sektor finansial, kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan harga. Perbaikan-perbaikan tersebut akan menjadikan keterbukaan perdagangan dapat berlangsung efektif sehingga meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan teknologi, serta mendorong persaingan di pasar domestik dan internasional. Selain dipengaruhi oleh kondisi dari setiap negara, pola interaksi yang terjadi antarvariabel dalam suatu perekonomian juga tidak seragam. Sebagaimana penelitian oleh Miankhel et al. (2009) tentang keterkaitan PMA, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam negara berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta Mexico dan Chile di Amerika Latin. Hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-variabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin, yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor (PMA Ekspor PDB) di Chile dan PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung (PMA PDB) di Mexico. Ekspor memengaruhi pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam

jangka panjang. Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan kausalitas dua arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan sebaliknya keduanya tidak memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia. 2.6 Kerangka Pemikiran Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Bermula dari isu globalisasi ekonomi yang semakin nyata dewasa ini menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, khususnya keterbukaan dalam perdagangan internasional. Keterbukaan perdagangan memberikan keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya, di antaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas serta pencapaian efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi. Kendati demikian, persaingan di tingkat global selama ini cenderung dikuasai oleh negara-negara maju yakni didorong oleh keunggulannya dalam penguasaan sumber daya modal, teknologi, dan informasi dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang atau masih terbelakang. Oleh karena itu, berbagai perjanjian bilateral dan regional semakin marak dilakukan di berbagai belahan dunia yakni untuk meningkatkan kesiapan bagi negara anggotanya, termasuk kerjasama regional ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3 bertujuan untuk mewujudkan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain Uni Eropa dan NAFTA. Pengurangan berbagai hambatan dalam perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dilakukan untuk mendukung kelancaran arus barang dan jasa antarnegara, serta meningkatkan integrasi ekonomi di tingkat kawasan. Berbagai faktor yang mendukung kinerja perdagangan perlu terus digali dan dikembangkan dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi di tiap-tiap negara. Kondisi ini akan meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif dalam persaingan di tingkat global. Dengan demikian, diharapkan dampak positif keterbukaan perdagangan bagi perekonomian di negara-negara ASEAN+3 menjadi lebih maksimal, di antaranya melalui pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Globalisasi Ekonomi Dominasi Perdagangan oleh Negara-negara Maju Kerjasama Regional ASEAN+3 Peningkatan Volume Perdagangan di Negara-negara ASEAN+3 Faktor Pendukung: - Investasi Asing - Kesiapan Finansial - Infrastruktur - Stabilitas Inflasi - Tingkat Pendidikan - Kemajuan Teknologi - Jumlah Pekerja Pertumbuhan Ekonomi Implikasi Kebijakan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. 2.7 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Keterbukaan perdagangan memilki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. 2. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan bertambah besar ketika diikuti oleh peningkatan pada investasi asing (PMA), kesiapan finansial, infrastruktur, tingkat pendidikan, kemajuan teknologi, dan jumlah pekerja. 3. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang apabila disertai oleh kenaikan inflasi.