RANCANG BANGUN TEKNOLOGI DESTILASI BIOETANOL UNTUK BAHAN BAKAR TERBARUKAN

dokumen-dokumen yang mirip
UJI EFEKTIVITAS KOLOM FRAKSINASI DAN PEMVAKUMAN PADA PROTOTYPE TEKNOLOGI DESTILASI BIOETANOL TERHADAP PENINGKATAN KADAR ETANOL

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

PEMBINAAN PETANI TEBU MELALUI TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOETANOL DARI MOLASES dan TEBU. Yumaihana dan Qurrata Aini. Fak. Peternakan Universitas Andalas

UJI KINERJA KOLOM ADSORPSI UNTUK PEMURNIAN ETANOL SEBAGAI ADITIF BENSIN BERDASARKAN LAJU ALIR UMPAN DAN KONSENTRASI PRODUK

MAKALAH KIMIA PEMISAHAN

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pemurnian Etanol dengan Menggunakan Alat Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

PEMBUATAN BIOETANOL DARI MINUMAN SERBUK AFKIR

REKAYASA DAN UJI KINERJA PROTOTIPE DESTILATOR SKALA LABORATORIUM Design and Performance Test of Distilator Prototype of Laboratory Scale

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5

PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI PADA PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI AIR KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang UKDW. minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil)

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH SALAK DENGAN PROSES FERMENTASI DAN DISTILASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung. Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan di timbang sebanyak 50 kg.

PENGUJIAN MODEL ALAT DISTILASI MENGGUNAKAN KONDENSOR PIPA KONSENTRIK DENGAN BAHAN TUBE STAINLESS STEEL DIAMETER ¾ INCHI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

PROSES PRODUKSI BIOETHANOL BONGGOL PISANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan

TUGAS MIKROBIOLOGI BIOETANOL

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

PENGARUH FERMENTASI EM4

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

Yuana Susmiati, Mochamad Nuruddin. Pemurnian Bioetanol dengan Distilasi Rektifikasi Tipe Sieve Tray untuk Menghasilkan FGE

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

PENGARUH DOSIS RAGI DAN LAMA FERMENTASI BATANG SWEET. SORGHUM (Sorghum bicolor L) VARIETAS NUMBU UMUR 60 HARI TERHADAP KUALITAS BIOETANOL

PEMANFAATAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrofilia. L) UNTUK PEMBUATAN BIOETANOLSECARA HIDROLISIS ASAM

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP KADAR ETANOL HASIL FERMENTASI JERAMI PADI (Oryza sativa) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOETANOL ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BARAS (AIR LERI) SKRIPSI. Disusun Oleh : TOMMY

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

PENGUJIAN MODEL BURNER KOMPOR BIOETANOL DENGAN VARIASI VOLUME BURNER CHAMBER 50 cm 3, 54 cm 3, 60 cm 3, 70 cm 3

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN ALAT PENGERING BIOETANOL METODE ADSORPSI DALAM KOLOM UNGGUN TETAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber

TUGAS AKHIR. PEMANFAATAN TALAS (Calocasia esculenta L. Schott) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BAHAN BAKU TETES MENGGUNAKAN PROSES FERMENTASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT

Alat dan Mesin Pengolahan Biodiesel dan Bioethanol

PEMANFAATAN PATI GARUT(Maranta arundinaceae) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN FERMENTASI OLEH SACHAROMYCES CEREVICEAE

APLIKASI PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI DAN DISTILASI BERBAHAN DASAR BUAH PISANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN NIRA SIWALAN UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI DAN DISTILASI

PEMANFAATAN UMBI UWI (Dioscorea alata L) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN FERMENTASI OLEH SACHAROMYCES CEREVICEAE

PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES PEMANASAN DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

PRODUKSI BIOETANOL DARI SINGKONG (Manihot utilissima) DENGAN SKALA LABORATORIUM

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SINTESIS BUTANOL H 9. OH, merupakan

BIOETANOL (MATERI 1 Mikrobiologi Industri) Kelompok 17, 18, dan 19

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

BAB I PENDAHULUAN. York Times bahwa etil alkohol akan menjadi bahan bakar masa depan dengan

PRESENTASI PROPOSAL TUGAS AKHIR

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KENAIKKAN REFLUX RATIO TERHADAP KEBUTUHAN PANAS PADA KOLOM DISTILASI DENGAN DISTRIBUTED CONTROL SYSTEM (DCS)

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PEMANFAATAN BUAH NANAS SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN POTENSI SUMBER BIOETHANOL DARI PEMANFAATAN LIMBAH BIOMASSA SEBAGAI SUMBER ENERGY ALTERNATIF

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

PRODUKSI BIO-ETANOL DARI DAGING BUAH SALAK ( Salacca zalacca ) PRODUCTION OF BIO-ETHANOL FROM FLESH OF SALAK FRUIT ( Salacca zalacca )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Pemisahan dan Pemurnian Zat Cair. Distilasi dan Titik Didih. Nama : Agustine Christela Melviana NIM :

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL DENGAN PROSES HIROLISIS H 2 SO 4 DAN FERMENTASI SACCHAROMYCES CEREVICEAE

PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata B.C) SECARA FERMENTASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

PEMANFAATAN JAGUNG SEBAGAI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI DAN HIDROLISA ASAM H 2 SO 4

Transkripsi:

RANCANG BANGUN TEKNOLOGI DESTILASI BIOETANOL UNTUK BAHAN BAKAR TERBARUKAN Ninik Agustin 1), Lina Wahyuningrum 2), Dewanto Harjunowibowo 3) Laboratorium Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Sebelas Maret lnwhynr@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan etanol yang memiliki kadar mendekati murni, yaitu 99,5% dari kadar alkohol pasaran yang diproduksi oleh masyarakat Bekonang. Untuk bahan, diambil dari cairan berkadar alkohol rendah yang sudah jadi, yakni Ciu Bekonang (minuman keras tradisional asal daerah Bekonang) yang memiliki kadar rata-rata kurang lebih 30%. Prosesnya dilakukan dengan melakukan destilasi ciu dengan alat destilasi bertingkat. Variabel bebas penelitian adalah jumlah kolom yang digunakan, jumlah serutan Al yang digunakan, dan variable terikat adalah kadar hasil destilasi, serta jumlah destilat yang dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Fisika Prodi Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Waktu yang digunakan adalah 2 jam untuk setiap percobaan dengan mengontrol suhu boiler agar stabil di angka 78⁰C. Hasil yang diperoleh didestilasi ulang. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka disimpulkan bahwa jumlah serutan Al akan menghasilkan jumlah destilat yang banyak pula sedangkan untuk jumlah kolom semakin banyak kolom semakin tinggi kadar alkoholnya. Hasilnya, kadar yang diperoleh mencapai 96% dengan 3 buah kolom dan 3 buah serutan almunium yang padat pada tiap kolomnya. Kata kunci: Ciu, destilasi bertingkat, destilat, kadar alkohol, kolom. 1. Pendahuluan a. Prospek Bioetanol sebagai Bahan Bakar Terbarukan Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya digunakan dalam industri sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman keras seperti sake atau gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Bioetanol (C 2 H 5 OH) dapat diperoleh melalui proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku berselulosa merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena ada lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai bensin (Assegaf, F., 2009). Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar dalam bentuk campuran bioetanol dengan bensin adalah bioetanol dengan kadar etanol 99,5% atau lebih dikenal sebagai bioetanol anhidrat (Hambali et al., 2008; Assegaf, F., 2009). Bioetanol anhidrat yang digunakan sebagai bahan bakar lebih popular dengan sebutan Fuel Grade Ethanol (FGE) (Prihandana et al., 2006). Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya murah dan ramah lingkungan karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92, lebih tinggi dari premium (88), sedangkan pertamax memiliki nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan tanpa bersifat toksik sehingga merupakan bahan bakar alternatif yang potensial untuk dikembangkan (Anonim, 2005). Zat aditif yang banyak digunakan dalam bensin adalah metil tersier butil eter dan Pb namun zat aditif tersebut tidak ramah lingkungan dan bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO 2 ) dan relatif kompatibel dengan mesin berbahan bakar bensin (Assegaf, F., 2009). Campuran bioetanol (5%) dengan bensin (95%) telah dikomersialkan oleh Pertamina dengan nama dagang Pertamax. Tahun 2008, harga Pertamax pada beberapa SPBU di Pulau Jawa dan Sumatera, cukup tinggi, yakni Rp. 6.500-6.850/liter (Prihandana et al., 2008). 1

b. Destilasi Bertingkat Menurut Shadily (1984) destilasi diartikan sebagai proses pemanasan suatu bahan pada pelbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperoleh hasil tertentu. Proses destilasi bertingkat (fraksinasi) ini digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan (Syukri, S. 1999). Sistem kerjanya sama dengan destilasi sederhana, perbedaannya adalah adanya kolom fraksinasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih baik daripada plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya (Lando, J.B. dan Maron, S.H., 1974). Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. (Simanjuntak, R. 2009). Untuk memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan baker, harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Destilasi bertingkat sangat efektif digunakan pada pemisahan fraksi minyak mentah menjadi berbagai komponennya (Chang, R., 2007). Untuk memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Oleh karena itu untuk mendapatkan FGE, dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan Azeotropic destilation (Simanjuntak, R. 2009) dan dehidrasi (Tjokoroadikoesoemo, 1986; Hambali et al., 2008; Assegaf, F., 2009). Dilaporkan bahwa pengolahan bioetanol dengan menggunakan proses destilasi bertingkat (dua kali proses destilasi) menghasilkan bioetanol dengan kadar 69,2-89,1% (Anonim, 2008). Diharapkan dengan menggunakan destilasi 3 tingkat akan diperoleh bioetanol dengan kadar di atas 95%. 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Metode eksperimen didasarkan pada hasil penelusuran referensi mengenai teknologi destilasi bertingkat. Rancang bangun dilakukan menggunakan 3 kolom dengan bahan stainless. Pengujian dilakukan setelah semua bagian alat selesai disatukan. a. Alat yang Digunakan Satu set alat destilasi bertingkat, b. Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioetanol dengan kadar sekitar 30% yang di peroleh dari desa Bekonang, Sukoharjo. c. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan memisahkan cairan ke dalam fraksi-fraksi, yakni kelompok yang mempunyai kisaran titik didih tertentu (destilasi bertingkat). Proses destilasi bertingkat dijelaskan sebagai berikut: 1) Memasang alat seperti Gambar 1 tetapi dimulai dengan satu kolom berisi satu serutan Al. 2) Bioetanol 30% 4 L dipanaskan dalam boiler menggunakan elemen pemanas listrik sampai suhu 78 o C pada ujung atas kolom terakhir. Suhu distabilkan menggunakan thermostat sebagai pengontrol suhu. 3) Dicatat jumlah destilat yang diperoleh setiap 30 menit hingga 2 jam. 4) Kadar alkohol pada destilat setelah 2 jam diukur dengan alkoholmeter. 5) Diulangi langkah 1-4 dengan variasi jumlah serutan dimana tiap pengulangan dilakukan dengan menambah 1 serutan Al hingga 3 serutan. 6) Diulangi langkah 1-5 untuk jumlah kolom 2 dan 3 dengan variasi serutan maksimal 3 serutan dengan jumlah yang sama pada tiap kolom. 2

7) Destilasi ulang dilakukan pada destilat yang mempunyai kadar alkohol terendah dan jumlah destilat terbanyak dengan menggunakan 3 kolom 3 serutan. Gambar 1. Desain Alat Destilasi Bertingkat d. Teknik Analisis Data Data-data hasil percobaan yang bervariasi di bandingkan sehingga ditemukan variabel yang paling baik untuk menghasilkan alkohol berkadar tinggi. 3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah alat destilasi bertingkat yang dapat mengubah alkohol dengan kadar rendah menjadi alkohol dengan kadar yang tinggi lebih dari 95% yang dapat digunakan untuk bahan bakar terbarukan. Penelitian dilakukan dengan pemvariasian jumlah kolom fraksi dan jumlah serutan alumunium yang digunakan sehingga diperoleh kadar tertinggi alkohol. Bioetanol yang digunakan mengandung kadar alkohol 30% sebanyak 4 liter untuk setiap pengambilan data. Waktu yang dibutuhkan alkohol mendidih dengan ditunjukkkan suhu pada permukaan atas kolom 78 0 C, dalam satu pengambilan data adalah 30 menit. Setiap pengambilan data dilakukan selama 2 jam. Sistem kerja alat destilasi bertingkat yang dikembangkan ini adalah, Pertama, Ciu 30% diuapkan pada suhu 78 o C dan dijaga stabil menggunakan thermostat. Kedua, uap alkohol dan air akan naik ke atas menuju kolom-kolom fraksi dan menyentuh serutan alumunium yang menyimpan panas yang setara dengan titik didih uap alkohol (78 o C) yang jauh di bawah titik didih air (100 o C). Hal ini menyebabkan uap air akan terkondensasi dan jatuh ke bawah (Boiler) sementara itu uap alkohol akan tetap naik. Selanjutnya, dalam perjalanan jatuhnya cairan (air dan alkohol) tersebut di dalam kolom akan bertemu dengan uap panas dari bawah, sehingga cairan menjadi panas kembali dan alkohol menguap dengan kandungan yang lebih banyak. Sementara itu, air akan terus turun sampai mendapat panas yang cukup untuk menguap lagi. Proses ini terus berulang didalam kolom sampai akhirnya ada sebagian uap alkohol berhasil lolos menuju kondensor. Di dalam kondensor, uap alkohol yang berhasil lolos berubah bentuk menjadi cair kembali karena suhu kondensor jauh lebih dingin daripada uap alkohol yang melewati kondensor. Setelah menjadi cair, alkohol akan menetes ke bawah menuju tempat penampungan. Di dalam penampungan, alkohol dikeluarkan dan dicek kadarnya menggunakan Alkoholmeter. Data dengan menggunakan satu kolom fraksi dengan memvariasikan jumlah serutan dapat dilihat pada Gambar 2. 3

(a) Gambar 2.(a) Grafik pengaruh variasi serutan terhadap kadar alkohol; Grafik pengaruh variasi serutan terhadap jumlah destilat. Diketahui dari Gambar 2a, bahwa penambahan jumlah serutan dapat meningkatkan kadar alkohol dari 87% ke 89%, dan jumlah destilat dari 120 ml ke 170 ml (Gambar 2b). Hal yang menarik dari data tersebut adalah pada jumlah serutan 2 buah, terjadi penurunan kadar alkohol sebesar 1%, namun terjadi puncak jumlah destilat. Hal ini dikarenakan panas yang terperangkap dalam kolom digunakan untuk menguapkan larutan dapat lebih maksimal. Jumlah uap yang banyak ini memiliki konsekuensi logis makin banyak pula uap air yang lolos dan terkondensasi menjadi destilat sehingga terjadi penurunan kadar alkohol dalam destilat. Sedangkan data dengan menggunakan dua kolom fraksi dengan memvariasikan jumlah serutan dapat dilihat pada Gambar 3. (a) Gambar 3.(a) Pengaruh variasi serutan terhadap kadar alkohol; Pengaruh variasi serutan terhadap jumlah destilat. Dari Gambar 3b, dapat dilihat bahwa dengan menambahkan jumlah serutan maka kadarnya mengalami kenaikan dari 90% ke 91%, selain itu jumlah alkohol yang dihasilkan juga mengalami kenaikan dari 175 ml ke 315 ml (Gambar 3b). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyaknya serutan yang digunakan akan menaikkan kadar dan jumlah alkohol yang dihasilkan. Akan tetapi pada penggunaan tiga buah serutan, kadar yang dihasilkan tetap sama. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kondisi jenuh tercapai pada serutan kedua. Dimungkinkan penambahan serutan lebih dari dua hanya akan berpengaruh pada penambahan jumlah destilat namun tidak berpengaruh pada penambahan kadar alkohol destilat. Data dengan menggunakan tiga kolom fraksi dengan memvariasikan jumlah serutan dapat dilihat pada Gambar 4. 4

(a) Gambar 4.(a) Pengaruh variasi serutan terhadap kadar alkohol; Pengaruh variasi serutan terhadap jumlah destilat. Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan jumlah serutan masih mempengaruhi baik kadar alkohol yang dihasilkan ataupun jumlah destilat seperti halnya Gambar 1 dan 2. Jika dicermati pada Gambar 4 yang merupakan penambahan jumlah kolom dengan penambahan jumlah serutan pula, maka terlihat jelas bahwa semakin panjang kolom fraksinasi dan makin banyak serutan mampu menaikkan kadar alkohol hingga 92% dan jumlah destilat mencapai sekitar 420mL. Meskipun pada Gambar 4 terjadi penurunan kadar alkohol dari 92% menjadi 91%, dimana jumlah serutannya adalah 3. Gambar 5 menunjukkan grafik keseluruhan dari hasil pengambilan data dengan pemvariasian jumlah kolom fraksi dan jumlah serutan dalam satu kali proses destilasi. Jumlah kolom terbanyak adalah tiga kolom dan jumlah serutan terbanyak adalah 9 buah. (a) Gambar 5.(a) Pengaruh variasi kolom terhadap kadar alkohol; Pengaruh variasi kolom terhadap jumlah destilat 5

Hasil sementara dari penelitian ini dengan sekali proses destilasi dapat diperoleh bahwa data yang paling baik adalah setting alat menggunakan tiga kolom dan tiga serutan alumunium yaitu menghasilkan kadar 91% dengan jumlah 420 ml. Alkohol dengan kadar 91% yang merupakan hasil pengambilan data belum dapat digunakan untuk bahan bakar seperti tujuan penelitian ini sehingga penelitian dilanjutkan dengan mendestilasi ulang hasil dari destilasi sebelumnya dengan jumlah 420 ml. Destilasi ulang menggunakan tiga kolom dan tiga buah serutan karena dimungkinkan akan menghasilkan kadar yang lebih tinggi. Gambar 6 menunjukkan grafik hasil destilasi ulang dari dua sampel, yaitu sampel dari hasil destilasi 1 kolom dengan 2 serutan alumunium, dan 3 kolom dengan 3 serutan alumunium Gambar 6. Hasil Destilasi Ulang Destilasi ulang ini menghasilkan alkohol dengan kadar 94% dari kadar awal 86% dan alkohol berkadar 96% dari kadar awal 91%. Kadar 96% belum dapat dimanfaatkan untuk campuran bahan bakar bensin (Prihandana et al., 2006). Penelitian ini menghasilkan alat destilasi bertingkat 3 kolom skala rumah tangga yang dapat meningkatkan kadar alkohol industri bioetanol di desa Bekonang dari kadar awal sekitar 30% menjadi alkohol dengan kadar 96%. Dengan memvariasikan tiga kolom fraksi dan serutan, dapat disimpulkan bahwa hasil destilasi yang paling baik (kadar tinggi) dan jumlah optimum adalah menggunakan tiga kolom fraksi dan sembilan serutan Al. 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan: a. Semakin banyak jumlah kolom dan jumlah serutan maka akan menghasilkan kadar dan jumlah alkohol semakin tinggi. b. Seting terbaik alat destilator bertingkat yang dihasilkan adalah 3 kolom fraksi dengan 9 serutan Al. c. Hasil kadar alkohol tertinggi yang diperoleh dari seting terbaik adalah 96%. 5. Saran Untuk mendapatkan kadar 99,5% sebaiknya diadakan lagi penelitian dengan menambah jumlah kolom fraksi atau menambahkan serbuk zeolit. Daftar Pustaka Anonim. 2005. Bioetanol, Pengganti BBM Yang Kompetetif. Kompas, 14/02/ 2005 Anonim. 2006. Bensin Dioplos Singkong. diunduh dari http://www.bigcassava.com/webcontent2.htm. Tanggal 15 September 2010. Anonim. 2008. Teknologi produksi etanol dari sagu dan biofuel minyak kelapa. Laporan Tahunan 2008. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Manado. Assegaf, F. 2009. Prospek Produksi Bioetanol Bonggol Pisang (Musa Paradisiacal) Menggunakan Metode Hidrolisis Asam dan Enzimatis. diunduh dari 6

www.beswandjarum.com/article_download_pdf/article_pdf_26.pdf. Tanggal 15 Agustus 2010. Chang R. 2007. Chemistry Ed ke-9. New York: McGraw-Hill. Effendi, D.S., 2009, Aren, Sumber Energi Alternatif, Jurnal Warta, Vol 31 No 2. Bogor. Hambali E, Mujdaliah S, Tambunan AH, Pattiwi AW, Hendroko R. 2008. Teknologi bio-energi. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Lando JB, Maron SH. 1974. Fundamentals of Physical Chemistry. New York: Macmillan Publising. Muspahaji. M., 2010. Mengganti BBM dengan Bioetanol. diunduh dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0710/23/opi03.htm. Tanggal 15 September 2010. Peraturan Presiden RI (Penpres) No.5 Tahun 2005. Kebijakan energy nasional; Penyediaan biofuel dan kebutuhan energi nasional pada tahun 2005. Jakarta. 7