FAKTOR RISIKO GIZI PENDEK PADA ANAK BALITA DI KABUPATEN SOLOK SELATAN. Safyanti, Susi Novila Sari, Andrafikar (Poltekkes Kemenkes Padang ) ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

Henrika Hetti Gulo 1, Evawany 2, Jumirah 3. Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN BALITA DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

HUBUNGAN ASUPAN ENERGY DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN TAMAMAUNG

HUBUNGAN POLA ASUH DAN ASUPAN ZAT GIZI PADA BADUTA STUNTING DAN ATAU WASTING DI KELURAHAN ALLEPOLEA KECAMATAN LAU KABUPATEN MAROS

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 1 APRIL 2017

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

Priyono et al. Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita Usia Bulan...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

FAKTOR RESIKO KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA (>2-5 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2012

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

1 Universitas Indonesia

KEPADATAN TULANG, AKTIVITAS FISIK & KONSUMSI MAKANAN BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 6 12 TAHUN

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 2 OKTOBER Joni Periade a,b*, Nurul Khairani b, Santoso Ujang Efendi b

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

Ani Kipatul Hidayah 1) Lilik Hidayanti., SKM, M.Si 2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

Kata Kunci : Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Balita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

THE FACTORS ASSOCIATED WITH POOR NUTRITION STATUS ON TODDLERS IN THE PUSKESMAS PLERET BANTUL REGENCY YEARS Rini Rupida 2, Indriani 3 ABSTRACK

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

Faktor Resiko Terjadinya Stunting Pada Anak TK Di Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

ABSTRAK. Pengaruh Kompetensi Bidan di Desa dalam Manajemen Kasus Gizi Buruk Anak Balita terhadap Pemulihan Kasus di Kabupaten Pekalongan Tahun 2008

Keywords: Anemia, Social Economy

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI TAMAN KANAK KANAK DENPASAR SELATAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, TINGKAT PENGETAHUAN DAN POLA ASUH IBU DENGAN WASTING DAN STUNTING PADA BALITA KELUARGA MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKANORANG TUA DAN STATUS GIZI BALITA DI DESANGARGOSARI KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

Perilaku Ibu Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita. Mother Relationship With Events Nutrition Behavior In Children

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **)

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

1 * Yuhendri Putra, 2 Junios. *

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang)

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO STUNTING PADA BALITA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG II, KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA BULAN DI KELURAHAN TAIPA KOTA PALU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR ANAK DAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI KEC. RATU SAMBAN KOTA BENGKULU. Zulkarnain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENGOLAHAN MAKANAN DENGAN STATUS GIZI BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG ANAK BADUTA (12-24 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG PASIR KECAMATAN PADANG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA BULAN DI KELURAHAN TAIPA KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KUNJUNGAN KEHAMILAN DAN KUNJUNGAN NIFAS DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

Transkripsi:

FAKTOR RISIKO GIZI PENDEK PADA ANAK BALITA DI KABUPATEN SOLOK SELATAN. Safyanti, Susi Novila Sari, Andrafikar (Poltekkes Kemenkes Padang ) ABSTRACT The objective of the study was to determine the short nutritional risk factors in children under five in South Solok 2014. The analytic study was case control design. The population was all children under five with a sample of 43 cases and 43 controls. The data of height father / mother was collected using the data microtoice and scale. The data of birthweight, parenting, energy and protein intake obtained through interviews using a questionnaire. Data was analyzed by univariate and bivariate. Bivariate analysis performed by Chi Square test and analysis OR (odds ratio). The results of the analysis showed risk factors of nutritional status shorter in children under five is parenting with OR = 50.3, height mothers (OR = 3.68), height father (OR = 5:05), energy intake (OR = 11.86), protein intake (OR = 8.71). It was suggested to health workers in Lubuk Gadang to be able to improve their skills and knowledge through counseling mothers in Posyandu and PKK. Key Word: Children Weight, Parenting, Height / Weight of Parents, Energy intake of protein, Short Nutritional Status ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko gizi pendek pada anak balita di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2014. Penelitian bersifat analitik dengan desain kasus kontrol. Populasi adalah semua anak balita dengan jumlah sampel 43 kasus dan 43 kontrol. Data tinggi badan ayah/ibu dikumpulkan dengan menggunakan microtoice dan data berat badan dengan timabangan. Data berat badan lahir, pola asuh, asupan energi dan protein diperoleh melalui wawancara menggunakan kuestioner. Data dinalisis secara univariat dan bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square dan analisis OR (Odds Ratio). Hasil analisis menunjukan faktor risiko kejadian status gizi pendek pada anak balita adalah pola asuh dengan OR=50.3, tinggi badan ibu (OR =3.68), tinggi badan ayah (OR=5.05), asupan energi (OR=11.86), asupan protein (OR=8.71).Disarankan kepada tenaga kesehatan di kenagarian Lubuk Gadang untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan ibu melalui penyuluhan di posyandu dan PKK. Kata Kunci: BBL, Pola Asuh, TB Orang Tua, Asupan Energi protein,status Gizi Pendek.

PENDAHULUAN Anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. Rata-rata Prevalensi anak pendek di negara berkembang 33%. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan belum ada penurunan balita pendek dari 35,6% tahun 2010 menjadi sebesar 37.2 % pada tahun 2013 Data Dinas Kesehatan Sumatera Barat 2012 menunjukkan prevalensi balita dengan status gizi pendek 29.9 %. Beberapa kabupaten/kota diketahui masih memiliki angka prevalensi status gizi yang tinggi salah satunya kabupaten Solok Selatan.Tahun 2012 prevalensi status gizi pendek pada balita sebesar 33.2 %. Prevalensi tertinggi terdapat di Kecamatan Sangir yaitu 41.8 % dengan prevalensi kejadian tertinggi tingkat kenagarian yaitu Kenagarian Lubuk Gadang Utara (40.3%) Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak balita, faktor bawaan, faktor langsung dan tidak langsung. Faktor bawaan anak yaitu potensi pertumbuhan anak balita dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, tinggi badan orang tua di duga berhubungan dengan kejadian status gizi pendek. Faktor penyebab langsung adalah konsumsi dan infeksi, sedangkan faktor tidak lansung seperti ekonomi, pengetahuan tentang gizi, sosial budaya, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan, pola asuh, kesehatan lingkungan, serta faktor lingkungan, Avianti ( 2014) Asupan energi dan protein kurang dari angka kecukupan gizi, memiliki peluang sebesar 3.8 kali dan 9.3 kali untuk mengalami status gizi pendek dibandingkan dengan anak balita yang asupannya baik. Pola asuh ibu yang kurang juga mempengaruhi 6.6 kali kejadian status gizi pendek Faktor lingkungan, perilaku dan genetik, pemberian, dan kejadian diduga merupakan faktor risiko status gizi pendek. Bayi BBLR(berat badan lahir <2500 gr) berisiko mengalami status gizi pendek sebesar 3,6 kali dibandingkan bayi dengan berat lahir, tinggi badan ayah dan ibu yang pendek berisiko memiliki anak balita pendek sebesar 2,1 dan 2,2 kali, Avianti, (2014) Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian status gizi pendek pada anak balita di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Tahun 2014.Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui resiko berat badan lahir, pola asuh, tinggi badan ayah dan ibu, asupan energi serta asupan protein terhadap kejadian status gizi pendek pada anak balita di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan.

METODE PENELITIAN Penelitian bersifat survey dengan desain kasus kontrol. Penelitian dilaksanakan di Kenagarian Lubuk Gadang Utara tahun 2014. Populasi penelitian adalah seluruh anak balita di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan tahun 2014 yang terdiri terdiri dari 2 kelompok yaitu 128 anak balita dengan status gizi pendek dan 190 anak dengan status gizi tidak pendek. Besar sampel dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian kasus kontrol berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95 %, kekuatan 90% dan OR 9,3 sehingga diperoleh sampel sebanyak 43 orang dengan perbandingan sampel antara kasus dan kontrol 1:1. Analisa univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel penelitian.hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel dan besar risiko (OR) antara berat badan lahir, TB ayah/ibu, pola asuh, asupan energi dan protein dengan kejadian status gizi pendek pada anak balita dengan uji statistik yang digunakan adalah Chi- Square dan analisis OR (Odds Ratio). HASIL PENELITIAN Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 anak balita yang terdiri dari 43 anak status gizi pendek dan 43 anak status gizi tidak pendek. Sebanyak 53,4% Separuh ibu anak balita (61.6 %) memiliki tingkat pendidikan rendah dan lebih dari sampel berjenis kelamin laki-laki dan 42,6% sampel berjenis kelamin perempuan dengan tingkatan umur 30,0% 12-24 bulan, 35,0% 25-36 bulan dan 35,0% 37-59 bulan. separuh (58.1 %) ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga). Analisis Univariat Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5.8% orang anak balita mengalami berat badan lahir rendah, hampir separuh anak balita (43.0%) mengalami pola asuh berisiko, hampir separuh anak balita (40.7%) lahir dari ibu yang memiliki tinggi badan pendek, hampir separuh anak balita (41.9%) memiliki ayah pendek. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh anak balita mempunyai asupan energi kurang (57.0%) dan lebih dari separuh anak balita mempunyai asupan protein kurang (54.7%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir, Pola Asuh, Tinggi Badan Ibu, Tinggi Badan Ayah, Asupan Energi, dan Protein di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Kejadian Status Gizi P OR (95% CI) Tabel 1. Distribusi Anak Balita Berdasarkan (TB/U) Variabel yang Diteliti di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Pendek SangirKabupaten Tidak Solok Selatan Tahun 2014 Variabel f Pendek Jumlah n % n % Berat Badan Lahir Berat Badan Lahir - BBLR 5 86 (100.0%) 0.05 BBLR 5 11.6 0.0 Tidak BBLR 81 5 Tidak BBLR 38 88.4 43 100.0 Pola Asuh Pola Asuh 0.00 12.618-201.08 Berisiko 37 86 (100.0%) Berisiko 34 79.1 3 7.0 0 50.370 Tidak berisiko 49 Tidak Berisiko 9 20.9 40 93.0 Tinggi Badan Ibu Tinggi Badan Ibu 1.476-9.146 Pendek 35 86 (100.0%) 0.00 Pendek 24 55.8 11 25.6 3.68 Tidak pendek 51 8 Tidak Pendek 19 44.2 32 74.4 Tinggi Badan Tinggi Badan Ayah Ayah 1.981-12.856 0.00 Pendek Pendek 36 26 60.5 10 23.3 86 (100.0%) 5.05 1 Tidak Tidak Pendek pendek 50 17 39.5 33 76.7 Asupan Asupan Energi Energi 4.200-33.536 0.00 Kurang Kurang 49 36 83.7 13 30.2 86 (100.0%) 11.868 0 Cukup Cukup 37 7 16.3 30 66.8 Asupan Asupan Protein Protein 0.00 3.267-23.26 Kurang Kurang 47 34 79.1 13 30.2 86 (100.0%) 0 8.718 Cukup Cukup 39 9 16.3 30 69.8 Analisis Bivariat PEMBAHASAN Asupan energi Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh anak balita mempunyai asupan energi kurang (57.0 %). Asupan energi adalah segala sesuatu tentang jumlah energi yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kriteria tertentu. Asupan makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan bahwa kurangnya asupan energi pada anak balita mungkin berkaitan dengan lebih dari separuh anak balita (66.3%) frekuensi makanan pokok <3x/hari. Hasil wawancara tentang pola asuh juga didapatkan bahwa ibu balita banyak yang memberikan makanan kepada balita setelah berusia satu tahun hanya berupa nasi dan kuah sayuran saja, serta anak balita lebih

sering makan makanan jajanan diwarung sehingga anak kurang suka makan. Asupan protein Lebih dari separuh anak balita mempunyai asupan protein kurang (54.7 %). Asupan protein adalah segala sesuatu tentang jumlah protein yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kriteria tertentu. Asupan protein kurang dalam penelitian ini adalah jumlah protein yang dikonsumsi oleh anak balita < 90% AKG. Protein adalah bagaian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian dari tubuh terdiri dari protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain, dan cairan tubuh. Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan, membentuk senyawa-senyawa esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, mempertahankan kenetralan (asam basa) tubuh, membentuk antibody, dan mentranspor zat, Sulistiyowati, 2014 Kurangnya asupan berkaitan dengan kurangnya frekuensi konsumsi protein hewani dan nabati dalam sehari hal ini dibuktikan dari 86 orang balita 61.6% frekuensi konsumsi protein hewani <3x/hari dan seluruh anak balita (100%) dengan frekuensi konsumsi protein nabati <2x/hari dan kurang keterampilan ibu dalam mengolah dan menyiapkan makanan untuk anak balita. Padahal keterampilan ini bisa ditingkatkan melalui penyuluhan, demonstrasi masakan pada kegiatan PKK ataupun pada posyandu bekerjasama antara kenagarian dan tenaga kesehatan yang ada misalnya bidan desa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, frekuensi pemberian protein hewani dan nabati serta kurangnya keterampilan ibu dalam mengolah bahan makanan protein menyebabkan kurangnya tingkat asupan protein anak balita di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan. Hubungan Berat Badan llhir dengan Status Gizi Pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, anak balita pendek lebih banyak ditemukan pada anak yang lahir tidak BBLR (88.4%) dibandingkan dengan BBLR (11.6%) sedangkan anak balita tidak pendek 100% ditemukan tidak BBLR. Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa OR menunjukkan bahwa berat badan lahir bukan faktor risiko terjadinyastatus gizi pendek. Hal ini menunjukan berat badan lahir bukan faktor risiko terjadinya status gizi pendek pada anak balita di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anugeraheni 45 menyebutkan berat

badan lahir bukan faktor risiko kejadian stunting di kecamatan Pati dengan P=0.112. Hal yang berbeda dikemukan oleh penelitian Chandra 13 menemukan bahwa berat badan lahir merupakan faktor risiko kejadian stunting di Semarang dengan nilai OR = 11,88 (CI 95% 1,5-96,1). Hal yang sama juga ditemukan Fitri 37 bahwa berat lahir merupakan faktor risiko kejadian stunting dengan OR = 1.665 (CI 95% 1.199-2.313). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara BBLR dengan kejadian pendek pada balita pada penelitian ini mungkin disebabkan karena sampel yang mengalami BBLR terlalu sedikit yaitu hanya 5 orang (5.8%) Berat lahir merupakan faktor risiko yang pertama untuk pertumbuhan, terutama di 6 bulan pertama. Selama dua tahun pertama, infeksi meningkatkan kemungkinan status gizi pendek, serta perawatan. Berat badan bayi lahir rendah yang diikuti oleh asupan makanan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, sering terjadi infeksi pada anak selama masa pertumbuhan menyebabkan dan akan berakibat terhadap pertumbuhan anak dan akhirnya anak akan menjadi pendek. Berat lahir rendah merupakan prediktor kekurangan energi kronis ringan dan sedang mengarah kearah status gizi pendek pada awal kehidupan. Usia tiga sampai empat bulan, anak balita mulai menderita kerugian permanen dalam mengejar potensi pertumbuhan dan perkembangan. Anak dengan status gizi pendek lebih rentan terhadap penyakit daripada anak-anak, Nasikhah, (2014) Tidak adanya resiko BBLR terhadapat penelitian ini mungkin juga disebabkan karena adanya fakator lain yang mempangaruhinya seperti; infeksi, panjang badan lahir, prematuritas, faktor ekonomi dan social. Hubungan pola asuh dengan status gizi pendek Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa lebih dari separuh anak balita (55.5%) mempunyai pola asuh berisiko. Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa OR menunjukkan bahwa pola asuh merupakan faktor risiko terjadinya status gizi kurang dengan nilai OR= 50.1 (CI=12.618-201.08) dan hasil uji square yang menunjukkan P value sebesar 0.000. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Susri Nurma 4 tentang faktor risiko kejadian balita stunting di Kenagarian Banai Kabupaten Darmasraya bahwa, pola asuh ibu yang kurang berisiko 6.6 kali menyebabkan anak balita menjadi status gizi pendek dan hal yang sama juga dikemukan oleh pola asuh merupakan faktor risiko terjadinya stunting di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (P<0.05). Pola asuh anak dalam keluarga merupakan salah satu unsur yang

mempengaruhi status gizi anak balita. Setiap keluarga berkewajiban mengasuh anak menuju kedewasaan dan kemandirian dimasa depan. Pola asuh anak dalam setiap keluarga tidak selalu sama. Praktek pengasuhan yang memadai penting untuk meningkatkan daya tahan anak dan juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan, sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak menderita kurang gizi. Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pola asuh merupakan faktor risiko terjadinya faktor risiko terjadinya status gizi pendek. Hubungan Tinggi Badan Ibu dan Ayah dengan Status Gizi Pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh anak balita (55.8%) yang status gizinya pendek berasal dari ibu dengan tinggi badan pendek sedangkan ibu dengan tinggi badan tidak pendek (normal dan tinggi) lebih sedikit berisiko mempunyai anak pendek (44.2%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi badan ibu merupakan faktor risiko terjadinya status gizi pendek dengan nilai OR=3.68 (CI= 1.476-9.146) dan hasil uji chi-square menunjukan ada perbedaan yang bermakna pada tinggi badan ibu antara kelompok kasus dan kontrol terhadap risiko status gizi pendek. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa lebih dari separuh anak pendek (60.5%) mempunyai ayah dengan tinggi badan pendek dibandingkan ayah dengan tinggi badan tidak pendek mempunyai anak dengan status gizi tidak pendek lebih tinggi (76.7%). Penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi badan ayah merupakan faktor risiko terjadinya status gizi pendek dengan nilai OR=5.05 dengan CI 1.981-12.856 dan bermakna secara statistik. Faktor genetik dari orang tua merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir dari tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan, Sulistiyawati, (2014) Ibu pendek dan ayah pendek berisiko memiliki anak pendek hal ini diakibatkan salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat dari kondisi patologi (seperti defisiensi hormone pertumuhan) memiliki gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi pendek. Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor risiko lain

Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi Pendek. adanya gizi yang memadai, tubuh anak balita akan menghemat energi dengan cara membatasi kenaikan berat badan dan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa lebih dari separuh anak balita kemudian membatasi pertumbuhan linier akhirnya anak balita akan menjadi pendek. dengan asupan energi kurang 90% AKG. Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa OR (odds rasio) Hubungan asupan protein dengan status gizi pendek. menunjukkan bahwa asupan energi Hasil penelitian ini menunjukkan merupakan faktor risiko terjadinya status gizi pendek dengan nilai OR=11.86dan hasil uji bahwa proporsi kejadian status gizi pendek pada anak balita lebih banyak chi-square menunjukkan ada perbedaan ditemukan pada asupan protein kurang yang bermakna pada asupan energi antara anak balita yang mengalami status gizi pendek dengan anak balita yang tidak mengalami status gizi pendek. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian dibandingkan anak balita dengan asupan protein cukup. Anak balita yang mempunyai asupan protein kurang memiliki risiko menjadi pendek sebesar 8.71 kali dibanding balita dengan asupan protein cukup. Simanjutak 16 bahwa ada hubungan yang Hasil penelitin ini sama dengan penelitian bermakna antara konsumsi energi dengan yang dilakukan oleh Fitri bahwa asupan kejadian status gizi pendek pada anak balita. Hal protein berhubungan secara signifikan dengan kejadian status gizi pendek pada yang sama juga ditemukan oleh Nurma 4 anak balita dengan OR 1.195 dan begitu menyebutkan bahwa anak balita dengan asupan energi kurang memiliki risiko menjadi status gizi pendek sebesar 3,8 kali dibandingkan anak balita dengan asupan energi cukup. Kekurangan energi terjadi jika asupan energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Jika kekurangan energi ini terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhannya dan pada orang dewasa, tubuh akan menurunkan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh 26, dengan tidak juga penelitian yang dilakukan Nurma 5 bahwa anak balita dengan asupan protein kurang berisiko 9.3 kali mengalami status gizi pendek dibandingkan dengan anak balita dengan asupan protein cukup. Peningkatan asupan protein diperlukan oleh bayi dan anak balita dengan status gizi pendek yang perlu tumbuh dalam rangka mengejar ketinggalan. Peningkatan kebutuhan protein untuk mengejar pertumbuhan lebih besar pengaruhnya daripada peningkatan energi dan tergantung pada usia dan kecepatan

KESIMPULAN DAN SARAN Kejadian Berat Badan Lahir rendah di Kenagarian Lubuk Gadang Utara lebih rendah dari angka kejadian nasional dan Sumatera barat, hampir separuh dari anak balita dengan pola asuh berisiko, hampir separuh ibu anak balita dengan tinggi badan pendek, hampir separuh ayah anak balita dengan tinggi badan pendek, lebih dari separuh anak balita dengan asupan energi kurang,dan lebih dari separuh anak balita mempunyai asupan protein kurang. Berat badan lahir rendah tidak merupakan faktor resiko kejadian anak pendek di kenagarian Lubuk Gadang Utara. Pola asuh, tinggi badan ibu, tinggi badan ayah, DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;2006. Avianti A. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Status Gizi Berdasarkan Tinggi Badan Menurur Umur Pada Anak Umur 2 Tahun di Kabupaten Purworejo Propoinsi Jawa Tengah, Tesis Universitas Gajah Madah (Serial Online) diases 4 November 2014 Amigo H, Buston Is arelationship between parent s short height thei children s? Social interclass epidemio study. Rev Med Chil 1997; Aug;125 dalam Nashikhah roudhotun asupan energy, dan asupan protein merupakan faktor resiko kejadian anak pendek di kenagarian Lubuk Gadang Utara. Diharapkan kepada petugas puskesmas dapat memberikan penyuluhan mengenai gizi seimbang untuk anak balita dimasyarakat guna memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan ibu anak balita dalam pemberian makanan yang tepat dan waktu pemberian yang sesuai dengan usia anak balita sehingga diharapkan asupan energi dan protein kurang dapat diatasi melalui kegiatan Posyandu dan PKK. Darinity,W.A. dalam Fitri. Faktor Dominan Stunting Pada Anak Balita Sumatera. Jakarta : Universitas Indonesia; 2012. Nasikhah, Roudhotun. Faktor Risiko stunting balita 24-36 bulan di kecamtan semarang timur [Jurnal].Semarang: Universitas Diponegoro; 2012. [Serial Online] 2012. [dikutip 4 Januari 2014]. Tersedia dari URL:http ://ejournals1.undip.ac.id/index.php./jnc Mangunkusumo, Cipto dan Persagi. Penuntun Diet Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2003. Black et al. Maternal and Child Undernutrition: Global and Regional Exposures and Health Consequences. The Lancet Series. [Serial Online] 2008. [dikutip 14 November 2013]. Tersedia dari URL Dinkes Solok Selatan. Laporan akhir Tahun Dinas Kesehatan Solok Selatan. 2012.

Susri Nurma. Faktor risiko kejadian stunting pada anak balita di kenagarian banai kecamatan IX Koto Sulistyawati, Ari. Deteksi Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Salemba Medika. 2014. Simanjutak, B. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Dan Faktor-Faktor Lainnya Dengan Stunting (Pendek) Pada Anak Balita Di Sulawesi Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). [Serial Online]. [dikutip 3 Maret 2014].http ://B. Simanjutak-UI A.pdf