BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gambaran umum lokasi penelitian seperti pada gambar berikut ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Global Limboto

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. prasarana UPT Kesmas Tegallalang I telah dilengkapi dengan Poskesdes, Pusling,

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 6 BULAN SKRIPSI. Diajukan Oleh : Afitia Pamedar J

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Survey Kesehatan Nasional tahun 2001, pada tahun angka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. intoleran. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB I PENDAHULUAN. yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

2. ( ) Tidak lulus SD 3. ( ) Lulus SD 4. ( ) Lulus SLTP 5. ( ) Lulus SLTA 6. ( ) Lulus D3/S1

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB IV. Desa kayumerah adalah sebuah desa yang terdiri dari 6 Dusun. 3 Dusun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

Andi Fatmawati (*), Netty Vonny Yanty (**) *Poltekkes Kemenkes Palu **RSUD Undata Palu

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia adalah penyakit diare. Diare adalah peningkatan frekuensi buang air

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan. dalam pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

KEPUTUSAN. Nomor : 449.1/KEP-III/003 / 03/ 2016 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR MUTU DAN KINERJA DI UPTD PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT SUSUKAN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Apa Penyebab Diare? Penyebab diare pada bayi/anak dan dewasa ada yang berbeda. Penulis akan menjelaskan penyebab bayi/anak dan dewasa tersebut.

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Manfaat Penyuluhan Gizi dalam Upaya Peningkatan

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kecamatan yang baru dimekarkan dari kecamatan induknya yaitu Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

BAB I PENDAHULUAN. daya kesehatan dimasa depan. Salah satu pokok program pembangunan kesehatan

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak

BAB V PEMBAHASAN. A. Jumlah kasus penyakit diare di Kecamatan Tengaran tahun di kecamatan Tengaran tahun 2016 sebanyak 2065 kasus dengan kasus

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

PROFIL PENDERITA DIARE ANAK DI PUSKESMAS RAWAT INAP PEKANBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi salah satu endemis dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

1.3. BIDANG KEGIATAN KKN-PPM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

KUESIONER GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Peta Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian seperti pada gambar berikut ini Gambar 4.1 Peta Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Limboto 2. Keadaaan Geografis Kecamatan Limboto merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo, Kecamatan ini merupakan ibukota Kabupaten Gorontalo. Kecamatan terletak : 0,300 Lintang Utara, 1,00 Lintang Selatan, 121 0 Bujur Timur, 123,3 0 Bujur Barat. 54

Kecamatan dengan luas wilayah 127,92 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara di sebelah utara, Kecamatan Telaga Biru di sebelah timur, Batudaa di sebelah selatan serta Kecamatan Limboto Barat di sebelah barat. Kecamatan Limboto terdiri dari 14 kelurahan yaitu : Tenilo, Bolihuangga, Hunggaluwa, Kayubulan, Hepuhulawa, Dutulanaa, Hutuo, Bulota, Malahu, Biyonga, Polohungo, Bongohulawa, Kayumerah dan Tilihuwa dengan ibukota Kecamatan terletak di Kelurahan Kayubulan. Jumlah Lingkungan yang ada di Kecamatan Limboto sebanyak 56 buah. 3. Keadaan Iklim Kecamatan Limboto merupakan daerah tropis yang terdapat 2 musim yaitu musim penghujan yang berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret dan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Juni sampai bulan September, iklim ini bergantian dalam keadaan normal setiap 6 bulan. Suhu rata-rata 28 o -32 o Celcius dengan curah hujan rata-rata 128,75 mm dan rata-rata hari hujan 187 hari hujan per tahun dan kelembaban rata-rata 70% - 90 %. 4. Kependudukan Berdasarkan hasil verifikasi pendataan KK Miskin diperoleh jumlah penduduk Kecamatan Limboto pada tahun 2010 sebanyak 45.252 jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 12.042 KK. Laki-laki : 22.284 ( 49.2 %) Perempuan : 22.968 (50.8 %). Jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS sebanyak 14.198 Jiwa (31.3 %). Kepadatan penduduk Kecamatan Limboto 2009 sebesar 9.402 jiwa per km2. Kelurahan yang paling padat penduduknya adalah Dutulanaa 1.893 jiwa/ km2, 55

sedangkan yang terendah adalah Malahu 45 jiwa /per km 2. Selain suku asli terdapat suku lain yang yang telah lama menetap, diantaranya suku Jawa, Bugis, Bali, Minahasa dan suku keturunan diantaranya Cina dan Arab. Mata Pencaharian terperinci atas: 59% petani, nelayan, peternak ; 24 % dibidang jasa ; 16,1 % pedagang ; 0,34 % industri dan 0.34 % lain-lain. Kecamatan Limboto merupakan salah satu daerah adat yang memilki satu kesatuan adat yang dikenal dengan Uduluwo Lou Limo Lo Pohalaa dengan falsafah ADAT bersendi SYARA, SYARA bersendi KITABULLAH. Adapun kondisi kependudukan di wilayah Puskesmas Limboto seperti gambar berikut ini. Laki-laki/Male Perempuan/ Female Gambar 4.2 Piramida Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Limboto 5. Sejarah Puskesmas Limboto Sejak diberlakukannya otonomisasi daerah, pemerintah Kabupaten Gorontalo memekarkan beberapa wilayahnya untuk mempermudah pelayanan dan pemerataan 56

pembangunan di Kabupaten Gorontalo, tidak terkecuali dengan wilayah Kecamatan Limboto yang pada tahun 2004 dipecah dua menjadi Kecamatan Limboto dan Limboto Barat, hal ini juga berpengaruh pada keberadaan puskesmas Limboto yang waktu itu bertempat di Desa Yosonegoro yang pada saat pemekaran menjadi wilayah kerja kecamatan Limboto Barat sehingga Puskesmas Limboto dipindahkan ke Kelurahan Hepuhulawa. Puskesmas Limboto merupakan puskesmas rawat jalan. Namun pada tahun 2007 puskesmas Limboto menjadi salah satu puskesmas medical center (non rawat inap) yang diwajibkan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo menyelenggarakan pelayanan kesehatan darurat 1x24 jam. Tahun 2011 pemerintah Kabupaten Gorontalo mencanangkan sebagai tahun layanan publik yang mengharuskan semua dinas instansi menyelenggarakan kegiatannya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal yang ada. Berangkat dari itulah Dinas Kesehatan kabupaten Gorontalo membagi puskesmas yang ada di Kabupaten Gorontalo menjadi 3 tingkatan (stratafikasi puskesmas). Stratafikasi puskesmas ini didasarkan pada potensi yang dimiliki puskesmas, baik sumber daya alam, masyarakat, dan tenaga kesehatan yang dimilikinya dengan tujuan agar arah kebijakan dan beban kerja program dapat lebih selektif mengikuti kemampuan puskesmas tersebut sehingga pembangunan kesehatan dapat secara maksimal dilakukan oleh puskemas yang ada di Kabupaten Gorontalo. Adapun standar yang diberlakukan untuk ketiga strata puskesmas itu adalah: 1) Puskesmas Global: 57

a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100% b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif d. Desa siaga aktif 100% e. Pelayanan Kesehatan penunjang diagnostik (Lab dasar) termasuk Penyakit Tidak Menular f. Melaksanakan program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) g. Pelayanan Kesehatan sekolah berkala h. Perawatan kesehatan di masyarakat (Perkesmas) i. Pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut j. Melaksanakan pelayananan obstetric neonates emergency dasar (PONED) dan Therapeutic Food Center (TFC) untuk rawat inap k. Melaksanakan Program Kesehatan Peduli Remaja dan Usila l. Pelayanan UGD m. Pelayanan kesehatan 1x24 jam n. Dipimpin oleh dokter atau sarjana kesehatan (S2) 2) Puskesmas Pengembangan Medical Centre a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100% b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif d. Desa siaga aktif secara bertahap e. Pelayanan Kesehatan penunjang diagnostik (Lab dasar) yang bersifat program 58

f. Perawatan kesehatan di masyarakat (Perkesmas) g. Upaya Pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut h. Pelayanan Kesehatan sekolah i. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik wilayah j. Pelayanan kesehatan sesuai jam kerja (08.00-14.00) kecuali hari Jumat sampai jam 11.00, dan Pelayanan UGD 1x24 jam k. Dipimpin oleh dokter atau sarjana kesehatan 3) Puskesmas Standar a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100% b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif d. Desa siaga aktif secara bertahap e. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik wilayah f. Pelayanan kesehatan sesuai jam kerja (08.00-14.00) kecuali hari Jumat sampai jam 11.00 Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja dan cakupan program puskesmas Limboto selama ini, Dinas Kesehatan menilai Puskesmas Limboto layak masuk dalam kategori Puskesmas Global, sehingga pada tanggal 22 Januari 2011 berdasarkan SK Bupati Gorontalo nomor 23/14/I/2011 tentang kualifikasi Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Gorontalo, ditetapkanlah Puskesmas Limboto bersama 4 Puskesmas lainnya yaitu Puskesmas Mongolato, Tibawa, Batudaa dan Sidomulyo menjadi Puskesmas Global. 59

4) Kepala Puskesmas yang pernah Memimpin Dari tahun 2004 sampai saat ini tercatan sudah ada 4 Kepala Puskesmas yang pernah memimpin Puskesmas Limboto, yaitu: a. dr. H. Farid Otoluwa tahun 2004-2006 b. dr. Janny Korah (alm) tahun 2006-2010 (Almarhum) c. dr. H. Iwan K. Yusuf April 2010-Agustus 2010 d. dr.hj. Andy Kurniati NauE, M.kes 2010 sekarang 5) Sumber daya yang dimiliki a. Sumber Daya Manusia Kesehatan Puskesmas Global Limboto memiliki 68 orang staf yang terdistribusi menurut status kepegawaian, yaitu 41 orang PNS atau 60%, PTT 2 orang (3%), magang 18 orang (27%) dan tenaga abdi 7 orang (10%). Tabel 4.1 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Status Kepegawaian Nomor Status Kepegawaian Jumlah Persentase 1 P N S 41 60 2 PTT 2 3 3 Magang 18 27 4 Abdi 7 10 Jumlah 68 100 Distribusi SDM Kesehatan menurut profesi pada Puskesmas Limboto dipaparkan pada tabel berikut. Tabel 4.2 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Profesi No Ketenagaan Jumlah Persentase 1 Dokter Umum 4 6 2 Dokter Gigi 1 1 3 Penyuluh Kesehatan 2 3 4 Farmasi 1 1 60

5 Perawat 11 16 6 Perawat Gigi 1 1 7 Bidan 14 21 8 Sanitarian 3 4 9 Nutrition 4 6 10 Asisten Perawat 3 4 11 Pendamping Gizi 5 7 12 Pendamping Sanitasi 6 9 13 Pranata Komputer 3 4 14 Administrasi 5 7 15 Sopir 3 4 16 Cleaning Service 2 3 Jumlah 68 100 Data pada tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan distribusi SDM kesehatan menurut profesi di Puskesmas Limboto adalah profesi bidan sebanyak 14 orang atau 21%, sedangkan profesi yang paling sedikit adalah dokter gigi dan perawat gigi sebanyak 1 orang atau 1%. Distribusi SDM kesehatan menurut penyuluhan pada Puskesmas Limboto dipaparkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Pendidikan Nomor Profesi Jumlah Persentase 1 Strata 2 4 6 2 Strata 1 16 24 3 Diploma 3 19 28 4 Diploma 1 9 13 5 S L T A 18 26 6 S L T P 1 1 7 S D 1 1 Jumlah 68 100 Data pada tabel 4.3 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan SDM kesehatan menurut penyuluhan adalah pada tingkat penyuluhan Diploma I yaitu 19 orang atau 28% sedangkan tingkat penyuluhan SLTP dan SD masing-masing 1 orang atau 1%. 61

b. Sarana dan Prasarana Puskesmas global Limboto memiliki 9 buah POSKESDES, 2 buah PUSTU,1 buah pusling dan 45 posyandu dan sarana penunjang diagnostic lainnya seperti: 1) Laboratorium : a. Mikroskopik Elektrik : 1 unit b. Fotometer : 1 unit c. Centrifuse : 1 unit d. Urinalisis : 1 unit 2) Elektrokardiografi (EKG) : 2 unit 3) Pengukur Indeks Massa Tubuh : 1 unit 4.1.2 Karakteristik Responden 1. Keadaan Responden Menurut Umur Keadaan responden menurut umur seperti pada tabel berikut ini. Tabel 4.4 Keadaan Responden Menurut Umur No Rentang Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 19-22 51 25 2 23-26 91 45 3 27-30 23 11 4 31-34 26 13 5 35-38 12 6 Jumlah 203 100 Berdasarkan data pada tabel 4.4 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan umur responden pada pada interval 23-26 tahun dengan jumlah 91 orang atau 45% sedangkan yang paling sedikit adalah pada kelas interval umur 35-38 tahun sebanyak 12 orang atau 6%. 62

2. Keadaan Responden Menurut Pekerjaan Keadaan Responden menurut pekerjaan seperti pada tabel berikut ini Tabel 4.5 Keadaan Responden Menurut Pekerjaan No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 PNS 11 5 2 Petani 85 42 3 Pedagang 23 11 4 URT 21 10 5 Wiraswasta 63 31 Jumlah 203 100 Berdasarkan data pada tabel 4.5 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan jenis pekerjaan responden adalah sebagai petani dengan jumlah 85 orang atau 42% sedangkan yang paling sedikit adalah yang bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang atau 5%. 3. Keadaan Responden Menurut Tingkat Pendidikan Keadaan responden menurut tingkat penyuluhan seperti pada tabel berikut ini. Tabel 4.6 Keadaan Responden menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 PerguruanTinggi 15 7 2 SMA 66 33 3 SMP 57 28 4 SD 41 20 5 Tidak Sekolah 24 12 Jumlah 203 100 Berdasarkan data pada tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan Tingkat Pendidikan responden adalah SMA dengan jumlah 66 orang atau 33% sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat perguruan tinggi sebanyak 15 orang atau 7%. 63

4.1.3 Analisis Univariat Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 9 maka dipaparkan data sebelum dan sesudah perlakukan penyuluhan kesehatan sebagai berikut. 1. Hasil Pengolahan Data Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan Data hasil pengolahan data sebelum diberikan penyuluhan kesehatan seperti berikut ini. Tabel 4.9 Hasil Pengolahan Data Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan No Pengetahuan Jumlah (N) Persentase (%) 1 Kurang 96 47 2 Cukup 107 53 3 Baik - - Jumlah 203 100 Berdasarkan data pada tabel 4.9 diperoleh gambaran sebelum diberikan penyuluhan kesehatan cenderung berkualitas cukup yaitu 107 orang atau 53% sedangkan yang berkualitas kurang hanya 96 orang atau 47%. 2. Hasil Pengolahan Data Sesudah Diberikan Penyuluhan Kesehatan Hasil pengolahan data sebelum diberikan penyuluhan kesehatan seperti pada tabel berikut ini. Tabel 4.10 Hasil pengolahan data sesudah diberikan penyuluhan kesehatan No Pengetahuan Jumlah (N ) Persentase (%) 1 Kurang 35 17 2 Cukup 103 51 3 Baik 65 32 Jumlah 203 100 64

Berdasarkan data pada tabel 4.10 diperoleh gambaran sesudah diberikan penyuluhan kesehatan cenderung berkualitas cukup yaitu 103 orang atau 51% sedangkan yang berkualitas baik sebanyak 65 orang atau 32% dan yang berkurang hanya 33 orang atau 17%. 3. Hasil Pengolahan Data Keseluruhan Sebelum dan Sesudah diberikan Penyuluhan Kesehatan Hasil pengolahan data keseluruhan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan seperti tabel berikut. Tabel 4.11 Hasil Pengolahan Data Keseluruhan Sebelum dan Sesudah diberikan Penyuluhan Kesehatan Pre Tes Post Tes No Pengetahuan Persentase Jumlah (N ) (%) Jumlah (N) Persentase (%) 1 Kurang 96 47 35 17 2 Cukup 107 53 103 51 3 Baik - - 65 32 Jumlah 203 100 203 100 Berdasarkan data pada tabel 4.11 diperoleh gambaran sesudah diberikan penyuluhan kesehatan kecenderungan sebelum penyuluhan kesehatan berkualitas cukup yaitu 103 orang atau 51% dan dan sesudah penyuluhan kesehatan berkualitas cukup 103 orang atau 51%. 4.1.4 Pengujian Persyaratan Analisis 65

Pengujian pengujian persyaratan analisis data adalah pengujian homogenitas varians dan normalitas data. Hasil pengujian kedua jenis uji ini berdasarkan data umum pada lampiran 8 dan diuraikan sebagai berikut. 1. Pengujian Homogenitas Varians Data Pengujian homogenitas menggunakan uji varians, dan berdasarkan data pada lampiran 8 dipaparkan data pada tabel berikut ini. Tabel 4.12 Hasil Pengujian Homogenitas Data Sampel Dk 1/dk S i 2 S i X1 202 0.0050 4.4829 20.0968 X2 202 0.0050 6.1303 37.5803 Fhitung Ftabel 1.870 1.26 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh F hitung > F tabel atau 1,87 > 1,26 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan data homogen. 2. Pengujian Normalitas Data Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 10 diperoleh hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Liliefors. Kriteria pengujian yaitu: terima Ho jika Lo hitung lebih kecil dari Lo tabel pada α = 0,01, selain harga itu normalitas data ditolak. Adapun hasil pengujian normalitas data untuk kedua variabel dalam penelitian ini seperti tabel berikut ini. Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Uji Normalitas No Hasil Lo hitung Lo tabel Keterangan 1 Pres test 0.0602 0.0913 Berdistribusi normal 66

2 Post test 0.0709 0.0913 Berdistribusi normal Memperhatikan data pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa harga Lo tabel pada N= 203 harga L ohitung lebih kecil dari L odaftar dan implikasinya data berdistribusi normal. 4.1.5 Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 11 diperoleh hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan antara pre tes dan post tes. Hasil pengujian menunjukkan bahwa harga t hitung sebesar 9,03 dan harga t tabel sebesar 1,608. Setelah dilakukan konsultasi dengan kedua harga tersebut diperoleh jika t hitung > t tabel atau t hitung > t tabel atau 9,03 > 1,68 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini memberikan gambaran hipotesis yang berbunyi: artinya terdapat perbedaan pengetahuan dan tindakan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Limboto (Ho) diterima. Sebaliknya hipotesis yang berbunyi: Tidak terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Limboto (Ha) ditolak pada α= 0,05. 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik 67

selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan. Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah "Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat (±48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo. 2008). Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat terutama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang 68

diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu balita tentang penanganan diare memiliki persentase skor sebesar 56% dengan kategori yang yang cukup. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang penanganan diare termasuk kategori yang cukup baik. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa pengetahuan yang ibu tentang penanganan bali yang menderita penyakit diare memiliki kategori cukup baik. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi di lingkungan tempat tingal masih rendah. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan 69

menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI 2008). Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur. Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma dengan sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24 jam. Infeksi bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang mengalami dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis bisa menyebabkan kehilangan darah yang berat. Penyebab- diare sangat penting untuk diketahui. Dokter tidak dapat meresepkan obat tanpa mengetaui penyebab diare. Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga 70

dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar. Penyakit diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada anak usia 6 bulan hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotik saja. Penyebab diare pada balita lebih beragam, bisa karena infeksi bakteri, virus, dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengkonsumsi makanan. Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada balita. Temuan penelitian di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan temuan di atas maka peneliti berkesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Global Limboto Kabupaten Gorontalo memiliki kategori yang cukup baik. 71

Pencegahan diare merupakan salah satu upaya yang baik dilakukan untuk menghindari gejala diare secara efektif. Cuci tangan terutama saat ingin makan atau aktivitas lain merupakan upaya pencegahan diare agar virus tidak menyebar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki persentase skor capaian sebesar 56% dengan kategori yang cukup. Hal ini terindikasi bahwa tindakan ibu tentang penanganan penyakit diare memiliki kualitas yang cukup baik. Tindakan ini Nampak pada aktivitas pencegahan penyakit diare pada balita seperti sajikan makanan dimasak atau dipanaskan. Jika belum diolah dinginkan makanan dalam kulkas. Membiarkan makanan pada suhu kamar dapat mendorong pertumbuhan bakteri sehingga dapat dilakukan pencegahan diare. Cuci permukaan alat atau perkakas untuk menghindari penyebaran kuman dari satu tempat ke tempat yang lain. Selain dari orang ke orang dalam suatu lingkungan, pencegahan diare juga sangat penting sehingga mencegah penyebaran endemic. Diare biasanya mempengaruhi orang-orang yang bepergian ke negara-negara berkembang, di mana kadang-kadang diare karena sanitasi yang tidak memadai makanan dan air yang terkontaminasi. Untuk mengurangi resiko perhatikan apa sanitasi, makanan dan minuman. Banyak kasus diare tersebar di wilayah puskesmas Limboto yang belum melakukan tindakan pencegahan diare dengan baik seperti kurang merawat anak yang sakit atau orang dewasa dengan hati-hati, jarang mencuci tangan setelah mengganti popok bayi, membantu penggunaan individu kamar mandi, atau membantu individu di sekitar rumah. Pasteurisasi (mentah) susu yang dapat terkontaminasi dengan 72

bakteri dan selalu harus dihindari. Jus atau sari buah yang tidak di pasteurisasi harus dihindari bahkan jika sumber tersebut tidak diketahui karena buah mungkin telah datang dalam kontak dengan kotoran hewan yang terkontaminasi di kebun. Penyuluhan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Penyuluhan kesehatan memotivasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat. Penyuluhan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan menjadi mampu. Tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa harga t hitung sebesar 9,03 dan harga t tabel sebesar 1,608. Setelah dilakukan konsultasi dengan kedua harga tersebut diperoleh jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini memberikan gambaran hipotesis yang berbunyi: artinya terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Global Limboto (Ho) ditolak. Sebaliknya hipotesis yang berbunyi: Tidak 73

terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Global Limboto (Ha) diterima pada α= 0,05. Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penyuluhan kesehatan telah mampu mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Hal ini sejalan dengan Herawani (2001:78) penyuluhan kesehatan merupakan sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada. Penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal- hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses penyuluhan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam beryodium dengan melakukan penyuluhan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2000:81) bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat. Faktor 74

predisposisi meliputi pendidikan, ekonomi (pendapatan), hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan pengalaman. Penyuluhan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang dengan penyuluhan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari penyuluhan kesehatan. Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan, semakin tinggi pendapatan keluarga akan lebih mudah tercukupi konsumsi garam beryodium dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pada keluarga. Selanjutnya pada hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya), manusia adalah makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Keluarga yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar informasi, sehingga lingkungan sekitar mempengaruhi untuk mengkonsumsi garam beryodium. Sedangkan pada pengalaman keluarga tentang garam beryodium diperoleh dari tingkat kehidupan keluarga dalam mengkonsumsi garam beryodium. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor pendukung, mencakup ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber- sumber dan fasilitas tersebut harus digali dan dikembangkan dari keluarga itu sendiri. Faktor pendukung ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat- obatan. Sedangkan fasilitas umum yaitu media massa meliputi TV, radio, majalah, ataupun flamlet. Faktor penguat sebagai 75

faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu perilaku tokoh masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain untuk berperilaku sehat. 76