KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 178/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK MALI MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 146/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SUDAN

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 64/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG


SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK,

CONVENTION INTERNATIONALE

2017, No Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN


KEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL 5 MENGENAI KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTARA IBUKOTA NEGARA ASEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

PENYUSUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN SISTEM KLASIFIKASI BARANG DAN PEMBEBANAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMPERHATIKAN bahwa Pasal 17 Persetujuan mengatur untuk setiap perubahan daripadanya yang akan disepakati bersama secara tertulis oleh para Pihak;

PRESIDEN REPBULIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN. t,',?s r. *, J.Tnt NOMOR 17 TAHUN Menimbang : a. pembangunan nasional di bidang ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.04/2010 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN TERHADAP AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG

2017, No Harmonized System 2017 dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2017, perlu melakukan penyesuaian terhadap komitmen Indonesia berdasar

2017, No b. bahwa sehubungan dengan pemberlakuan ketentuan mengenai sistem klasifikasi barang berdasarkan Harmonized System 2017 dan ASEAN Har

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

2013, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengesahkan Persetujuan tersebut dengan Peratura

PERSETUJUAN ASEAN TENTANG KEPABEANAN

Transkripsi:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket, Thailand, pada tanggal 1 Maret 1998 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani ASEAN Agreement on Customs (Persetujuan ASEAN di bidang Kepabeanan), sebagai hasil perundingan Negara-negara anggota ASEAN; b. bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan Negara Lain, dipandang perlu untuk mengesahkan Agreement tersebut denga Keputusan Presiden; Mengingat: Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945; MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) Pasal 1 Mengesahkan ASEAN Agreement on Customs (Persetujuan ASEAN di bidang Kepabeanan), yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Phuket, Thailand pada tanggal 1 Maret 1998, sebagai hasil perundingan Negara-negara ASEAN, yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini. Pasal 2 Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Agreement dalam bahasa Indonesia dengan salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, maka yang berlaku adalah salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris.

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1998 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AKBAR TANJUNG Ditetapkan di Jakarta pada tangal 18 Agustus 1998 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 131

PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN Pemerintah Brunei Darussalam, Republik Indonesia, Malaysia, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand dan Republik Sosialis Vietnam dari Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (yang selanjutnya disebut "ASEAN"): MEMPERHATIKAN Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation tanggal 28 Januari 1992 yang menetapkan bahwa Negara-negara Anggota harus mengambil langkah-langkah lebih lanjut mengenai kerjasama lintas batas dan non lintas batas untuk menambahkan dan melengkapi liberalisasi perdagangan; MENYADARI bahwa pada Tahun 1992 para Pemimpin Pemerintah ASEAN telah menetapkan bahwa Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (yang selanjutnya disebut AFTA) harus direalisasikan dan pada Tahun 1995 mereka sepakat untuk mempercepat pelaksanaanya menjadi tahun 2003; MENGINGAT bahwa pada Tahun 1995 para Pemimpin Pemerintah ASEAN dalam Bangkok Summit Declaration menerima Agenda for Greater Economic Integration, yang meliputi antara lain, harmonisasi nomenklatur tarif dan implementasi GAAT Valuation System pada tahun 1997; MENGAKUI bahwa dalam rangka mewujudkan green lane system, Dewan AFTA Ketujuh juga telah menyetujui untuk mengharmonisasikan prosedur Kepabeanan; MENYADARI adanya perbedaan tingkat kemajuan Kepabeanan dan Perekonomiannya dan perbedaan latar belakang budaya masing-masing negara anggota ASEAN; MENGINGAT kembali komitmen terhadap prinsip-prinsip Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan tahun 1994 (yang selanjutnya dikenal sebagai GATT), Perjanjian tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (yang selanjutnya dikenal sebagai WTO) dan Organisasi Pabean Dunia (yang selanjutnya dikenal sebagai WCO); MENGINGAT ASEAN Customs Code of Conduct yang terdahulu yang ditandatangani di Jakarta tanggal 18 Maret 1983 dan revisi Code of Conduct yang ditandatangani tanggal 18 Juli 1995; BERKEINGINAN untuk meningkatkan perdagangan dan investasi intra ASEAN dengan jalan menjamin kelancaran arus barang dan jasa yang melintasi perbatasan

negara di kawasan tersebut; MENGINGAT kebutuhan untuk lebih memperkuat kerjasama Instansi Pabean se ASEAN di bidang penegakan hukum dan pencegahan kejahatan, khususnya dalam rangka memerangi, antara lain, lalu lintas perdagangan gelap narkotika dan zat-zat psikotropika lainnya; MENYADARI kebutuhan untuk memberikan landasan bagi ketentuan umum dan prosedur kepabeanan yang dapat menjamin keberhasilan pelaksanaan persetujuan-persetujuan dan pengaturan-pengaturan ekonomi ASEAN, khususnya pada Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN; BERKEINGINAN untuk menyusun suatu kerangka kerja dalam rangka memperkuat dan memperluas hubungan kerjasama kepabeanan di ASEAN dan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan di masa yang akan datang di Kawasan ini; TELAH MENYETUJUI HAL-HAL SEBAGAI BERIKUT : Tujuan Persetujuan ini adalah : Pasal 1 TUJUAN a. untuk menyederhanakan dan mengharmonisasikan nilai pabean, nomenklatur tarif dan prosedur pabean; b. Untuk menjamin konsistensi, transparansi dan penerapan yang adil atas undang-undang dan aturan-aturan, prosedur dan pedoman administratif kepabeanan lainnya dalam tiap negara anggota ASEAN; c. untuk menjamin efisiensi administrasi dan kecepatan pengeluaran barang dalam rangka memberikan fasilitas bagi perdagangan dan investasi intra-regional; d. untuk mencari cara lain yang lebih tepat untuk melaksanakan intra-asean, terutama dalam bidang pencegahan dan penindakan semua bentuk penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya. Pasal 2 PRINSIP-PRINSIP Negara-negara anggota akan mengikuti prinsip-prinsip dalam Persetujuan ini : a. Konsistensi. Negara-negara anggota akan menjamin kesinambungan penerapan yang konsisten atas undang-undang dan peraturan, prosedur, pedoman administrasi dan ketetapan kepabeanan lainnya di masing-masing negara

ASEAN; b. Banding. Negara-negara anggota akan menjamiin tersedianya kesempatan bagi masyarakat usaha untuk mengajukan peninjauan kembali terhadap keputusan-keputusan kepabeanan di ASEAN; c. Penyederhanaan. Negara-negara anggota akan berupaya untuk menjamin kepastian penyederhanaan prosedur dan persyaratan kepabeanan yang berlaku di masing-masing anggota ASEAN; d. Transparansi. Negara-negara anggota agar membuat semua undang-undang, peraturan, prosedur, dan pemberitahuan administratif tentang kepabeanan di negara itu, yang tersedia bagi umum secara cepat, transparan dana mudah diperoleh; e. Efisiensi. Negara-negara anggota akan menjamin administrasi yang efisien dan efektif serta kecepatan pengeluaran barang dalam rangka menciptakan kemudahan perdagangan dan investasi intra ASEAN; f. Bantuan dan Kerjasama yang Saling Menguntungkan. Negara-negara anggota akan berusaha semaksimal mungkin untuk saling membantu dan bekerjasama di antara Instansi Kepabeanan. Pasal 3 KETENTUAN UMUM 1. Ketentuan Persetujuan ini akan berlaku bagi semua negara anggota terhadap semua barang yang diperdagangkan di kawasan ASEAN sesuai dengan undang-undang, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan nasional masing-masing negara anggota. 2. Barang yang memenuhi syarat konsesi preferensial tarif maupun non-tarif sesuai dengan pengaturan ekonomi ASEAN tunduk pada ketentuan asal barang CEPT untuk AFTA. Pasal 4 NOMENKLATUR TARIF 1. Nomenklatur Tarif Harmonisasi ASEAN harus didasarkan pada ketentuan 6 angka dimaksud dalam Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) WCO dan amandemennya. 2. Untuk tujuan pentarifan, negara-negara anggota harus menggunakan nomenklatur tarif yang seragam sampai 8 angka. Harmonisasi Nomenklatur Tarif Harmonis ASEAN yang melebihi 8 angka dapat digunakan untuk tujuan statistik atau tujuan lainnya. 3. Negara-negara anggota dapat merubah Harmonisasi Nomenklatur Tarif Harmonis ASEAN sesuai dengan Pasal 10 Persetujuan ini.

Pasal 5 NILAI PABEAN 1. Negara-negara anggota tidak dapat menggunakan nilai pabean untuk tujuan perlindungan atau digunakan sebagai hambatan terhadap perdagangan. 2. Negara-negara anggota harus mengimplementasikan GATT Valuation Agreement, khususnya berdasarkan Persetujuan Implementasi Pasal VII GATT 1994, dengan jadwal yang dipercepat. 3. Negara-negara anggota harus menerima suatu interprestasi yang umum terhadap GATT Valuation Agreement dan membuat standardisasi bagi sistem yang digunakan untuk melaksanakan Persetujuan tersebut. Pasal 6 PROSEDUR PABEAN 1. Negara-negara anggota harus menyederhanakan dan mengharmonisasikan prosedur kepabeanannya agar efisien dan mempercepat pengeluaran barang-barang yang diperdagangkan di ASEAN. 2. Penyederhanaan dan harmonisasi prosedur pabean di ASEAN harus sesuai dengan standard dan praktek-praktek yang direkomendasikan dalam Kyoto Convention, sebagaimana diubah, yang berada dibawah Customs Cooperation Council (CCC) atau WCO. 3. Tidak ada yang menghalangi dua atau lebih anggota, yang berkeinginan untuk mempermudah perdagangan, dengan cara memberikan hak-hak istimewa yang melebihi dari yang dinyatakan dalam Persetujuan ini. Sebaliknya negara-negara anggota diminta untuk memperluas pemberian hak-hak istimewa tersebut kepada semua negar anggota. 4. Negara-negara anggota secara periodik harus meninjau kembali prosedur kepabeanan ASEAN agar lebih sederhana dan seuai dengan Pasal 10 Persetujuan ini. Pasal 7 KERJASAMA DI BIDANG LAIN 1. Negara-negara anggota harus mengadakan kerjasama lainnya di bidang kepabeanan yang sesuai dengan undang-undang, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan masing-masing negara dan dalam batas kewenangan serta ketersediaan sumber daya yang ada pada Institusi Pabean. 2. Negara-negara anggota harus bersedia untuk saling tukar menukar informasi penting mengenai pencegahan dan penindakan penyelundupan, lalu lintas gelap narkotika dan zat-zat psikotropika serta pelanggaran kepabeanan lainnya. Sesuai dengan alinea 1 Pasal ini, instansi-instansi Pabean ASEAN harus

bekerjasama diantara mereka di dalam melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya. 3. Negara-negara anggota harus memenuhi permintaan negara-negara anggota lainnya dalam rangka studi dan kunjungan oleh pegawai pebean negara-negara tersebut. 4. Negara-negara anggota harus saling tukar menukar informasi mengenai masalah-masalah kepabeanan internasional dan berusaha mengkoordinasikan posisi ASEAN dalam fora kepabeanan internasional. 5. Negara-negara anggota harus memperluas kegiatan-kegiatan lainnya untuk lebih meningkatkan kerjasama kepabeanan di kawasan ini. Pasal 8 BANDING Meskipun tunduk pada hukum dan peraturan nasional setiap negara anggota ASEAN, pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan banding keputusan yang diambil oleh instansi Pabean negara-negara anggota. Pasal 9 KONSULTASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA 1. Negara-negara anggota, atas permintaan tertulis dari suatu negara anggota, harus mengadakan konsultasi untuk mendapatkan suatu penyelesaian yang cepat, adil dan memuaskan, apabila negara anggota tersebut mempertimbangkan bahwa: a) kewajiban menurut Persetujuan ini belum dipenuhi, tidak akan dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi; atau b) ada tujuan Persetujuan ini tidak dapat dicapai atau gagal. 2. Setiap perbedaan diantara negara-negara anggota dalam menginterpretasikan atau menerapkan Persetujuan ini sejauh mungkin dapat diselesaikan dengan damai oleh pihak-pihak yang bersengketa. Apabila suatu penyelesaian tidak tercapai, maka perselisihan tersebut harus diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai ASEAN untuk diselesaikan. Apabila belum dapat diselesaikan, maka perselisihan tersebut diselesaikan melalui Mekanisme Penyelesaian Perselisihan ASEAN. Pasal 10 PENGATURAN INSTITUSIONAL 1. Para Direktur Jenderal Bea dan Cukai ASEAN yang berada dibawah kompetensi Badan setingkat Kementrian ASEAN, harus meninjau, merubah, mengawasi semua aspek yang berkaitan dengan implementasi Persetujuan ini.

2. Sekretariat ASEAN harus memberikan dukungan dalam pelaksanaan pengawasan, pengkoordinasian dan peninjauan implementasi Persetujuan ini dan membantu para Direktur Jenderal Bea dan Cukai ASEAN dalam menangani semua permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan tersebut. Pasal 11 PARTISIPASI SEKTOR SWASTA 1. Negara-negara anggota, menurut Pasal 6 Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation (1992), mengakui arti pentingnya daan usaha-usaha untuk, antara lain, melakukan kerjasama, konsultasi dengan sektor swasta ASEAN terutama mengenai cara-cara dan sarana bagi peningkatan fasilitas perdagangan intra ASEAN. 2. Pertemuan para Direktur Jenderal Bea dan Cukai ASEAN harus menjadi forum yang dpat meningkatkan hubungan dengan sektor swasta. Pasal 12 AKSESI BAGI ANGGOTA BARU Anggota baru ASEAN harus menjadi Pihak pada Persetujuan ini dengan syarat dan kondisi yang telah mereka dan Negara-negara anggota yang ada. Aksesi harus melalui penandatanganan dan penyerahan instrumen aksesi kepada Sekretaris Jenderal ASEAN, yang berkewajiban menyampaikan salinannya yang sah kepada setiap negara anggota. Pasal 13 KETENTUAN PENUTUP 1. Dengan Persetujuan semua anggota, ketentuan Persetujuan ini dapat ditinjau kembali atau dirubah. 2. Lampiran-lampiran dapat ditambahkan pada Persetujuan ini dan merupakan bagian integral Persetujuan ini. Setiap referensi terhadap Persetujuan ini dapat dianggap juga sebagai referensi terhadap Lampiran-Lampirannya. 3. Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang disetujui yang timbul dari Persetujuan ini. 4. Negara-negara anggota tidak diperkenankan membuat reservasi terhadap setiap ketentuan Persetujuan ini. 5. Persetujuan ini harus disimpan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, yang berkewajiban menyampaikan salinannya yang sah kepada setiap negara anggota. 6. Persetujuan ini milai berlaku pada saat penandatanganan dan penyerahan

instrumen ratifikasi atau akseptasi oleh seluruh pemerintah yang menandatanganinya kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. SEBAGAI BUKTI yang bertandatangan dibawah ini, yang diberi kuasa untuk menandatangani Persetujuan ini, telah menandatangani Persetujuan ASEAN Dibidang Kepabeanan. DIBUAT di Phuket, Thailand, pada tanggal 1 Maret 1997, dalam satu salinan dalam bahasa Inggris. Untuk Pemerintah Brunei Darussalam PEHIN DATO AHMAD WALLY SKINNER Wakil Untuk Pemerintah Malaysia DATO'SERI ANWAR BIN IBRAHIM Wakil Perdana Menteri dan Untuk Pemerintah Republik Singapura RICHARD HU TSU TAU Untuk Pemerintah Republik Sosialis Vietnam NGUYEN SINH HUNG Untuk Pemerintah Republik Indonesia MAR'IE MUHAMMAD Untuk Pemerintah Republik Filipina ROBERTO F. DE OCAMPO Untuk Pemerintah Kerajaan Thailand Wakil Perdana Menteri dan