PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/PD.410/7/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 60/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG UNIT PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2010

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kewenangan. Izin Usaha. Pencabutan.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Industri Kecil dan Industri Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia T

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 62/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGUJIAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/PD.410/1/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG

FORMULIR PERMOHONAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG. No KODE NAMA FORMULIR DITANDATANGANI OLEH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 t

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

2018, No Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/PERMENTAN/ OT.140/2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Pertanian, perlu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 32/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Restrukturisasi Mesin. Industri Kecil dan Menengah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penilai. Usaha Perkebunan. Persyaratan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

-3- BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

2016, No Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; M

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 31/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha pembibitan sapi yang dilaksanakan secara tradisional berjalan lambat sehingga diperlukan tatanan iklim usaha pembibitan sapi yang menarik bagi pelaku usaha pembibitan sapi; b. bahwa tatanan iklim usaha pembibitan sapi yang menarik merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan bibit sapi secara berkelanjutan; c. bahwa guna mendukung pemenuhan kebutuhan bibit sapi secara berkelanjutan Pemerintah telah menetapkan skim kredit yang bersumber dari perbankan sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/ 2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi; d. bahwa agar pelaksanaan dalam pemanfaatan kredit usaha pembibitan sapi dimaksud berjalan lancar dan berhasil baik, serta menindaklanjuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009, perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi. 1

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 6. Keputusan Presiden Nomor 187/M/Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 2

9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT. 140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007; 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT. 140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/ 2007; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak; 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Sistim Perbibitan Ternak Nasional; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices); 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik (Good Breeding Practices); 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/ OT.140/1/2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57/Permentan/ KU.430/7/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/KU.430/4/ 2009; 3

17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/ 2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi seperti tercantum pada lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 2 Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Pasal 3 Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 bertujuan untuk meningkatkan kelancaran pelaksanaan pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Pasal 4 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pertanian ini, ketentuan Pasal I angka 1 huruf b.ii angka 4 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/KU.430/4/2009 sepanjang untuk pembibitan sapi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 4

Pasal 5 Ketentuan yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian ini lebih lanjut diatur oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama Menteri Pertanian. Pasal 6 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Pertanian ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 8 September 2009 MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIYANTONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 September 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. ANDI MATTALATTA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 5

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TANGGAL : 8 September 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kenyataan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa impor sapi, daging dan susu cukup tinggi, karena pasokan dari dalam negeri masih belum mencukupi. Pasokan daging sapi dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi baru mencapai sekitar 60 % dan pasokan susu dalam negeri baru mampu menyediakan 20 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya populasi sapi potong dan sapi perah yang tersedia sebagai bibit. Dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan daging dan susu dalam negeri diperlukan peningkatan produksi melalui penambahan jumlah bibit sapi. Dengan didasari pengalaman usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat, pembibitan belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha karena dianggap kurang menguntungkan dan memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah untuk menciptakan tatanan iklim usaha yang mampu mendorong pelaku usaha untuk bergerak di bidang pembibitan sapi, melalui penyediaan Skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi dengan suku bunga bersubsidi. Melalui Kredit Usaha Pembibitan Sapi diharapkan industri pembibitan dan kelompok pembibitan akan tumbuh dan berkembang sehingga terjadi peningkatan populasi sapi dan terciptanya lapangan pekerjaan di masyarakat. 6

Dalam upaya mendorong pelaku usaha di bidang pembibitan sapi, maka dipandang perlu Pemerintah menetapkan skim kredit yang bersumber dari perbankan sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Untuk kelancaran pelaksanaan pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi agar berhasil dengan baik, perlu suatu Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi. B. Maksud dan Tujuan Pedoman Pelaksanaan ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Perbankan, Pelaku Usaha, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi, dengan tujuan agar dana yang disediakan oleh Bank Pelaksana dapat dimanfaatkan oleh Pelaku Usaha secara tertib, efisien, efektif dan akuntabel, sehingga mendukung pelaksanaan pengembangan usaha pembibitan sapi secara berkelanjutan. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup pedoman ini meliputi sasaran/target bibit sapi, manfaat, pengertian/definisi, obyek yang dibiayai, kriteria/ persyaratan dan kewajiban peserta Kredit Usaha Pembibitan Sapi, pola kemitraan, plafon dan kebutuhan indikatif, suku bunga dan jangka waktu kredit, mekanisme pengajuan, penyaluran dan pengembalian, pembinaan, monitoring dan evaluasi, pengawasan serta pelaporan dan indikator keberhasilan. D. Sasaran Sasaran pelaksanaan usaha pembibitan sapi menggunakan skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi adalah tersedianya 1 juta ekor sapi induk dalam kurun waktu 5 tahun atau setiap tahunnya sebanyak 200.000 ekor, dilakukan oleh pelaku usaha pembibitan sapi potong 7

dan sapi perah dalam rangka penyediaan bibit sapi secara berkelanjutan. Sapi tersebut adalah sapi betina bunting/siap bunting, berasal dari sapi impor, sapi turunan impor dan sapi lokal. Pengadaan sapi impor dan turunannya untuk menambah populasi sapi, sedangkan sapi lokal untuk penyelamatan atau mengurangi pemotongan sapi betina produktif. Penggunaan sapi lokal dalam jumlah terbatas dan hanya pada wilayah sumber bibit sapi lokal dan diutamakan Sapi Bali. E. Manfaat Manfaat pelaksanaan usaha pembibitan sapi menggunakan skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi adalah : 1. Tersedianya bibit sapi berkelanjutan bagi pelaku usaha pembibitan sapi. 2. Berkembangnya usaha pembibitan sapi pola kemitraan. 3. Terciptanya peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat. 4. Mempercepat upaya swasembada daging sapi. 5. Menghasilkan daging, susu, energi berupa gas bio dan pupuk organik. F. Pengertian/definisi Dalam Pedoman Pelaksanaan ini yang dimaksud dengan : 1. Usaha Pembibitan Sapi adalah suatu kegiatan usaha yang menghasilkan bibit ternak sapi secara berkelanjutan. 2. Kredit Usaha Pembibitan Sapi, untuk selanjutnya disingkat KUPS, adalah kredit yang diberikan bank pelaksana kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi yang memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah. 3. Pelaku Usaha Pembibitan Sapi untuk selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah perusahaan pembibitan, koperasi, 8

kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi. 4. Calon Peserta adalah Pelaku Usaha yang termasuk dalam daftar yang diusulkan memperoleh KUPS yang direkomendasikan oleh instansi yang membidangi fungsi peternakan dan atau Kesehatan Hewan di Kabupaten/Kota dan atau Direktorat Jenderal Peternakan. 5. Peserta adalah Calon Peserta yang ditetapkan oleh bank pelaksana sebagai penerima KUPS. 6. Perusahaan pembibitan adalah perusahaan peternakan yang bergerak di bidang pembibitan sapi. 7. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang bergerak di bidang pembibitan sapi dan anggotanya terdaftar sebagai Calon Peserta/Peserta KUPS. 8. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak Pembibitan adalah kumpulan peternak pembibitan sapi yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, dan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 9. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KUPS yang berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Peserta. 10. Rencana Definitif Kebutuhan Usaha Pembibitan Sapi yang selanjutnya disebut RDK-UPS adalah rencana kebutuhan kredit bagi pelaku usaha yang disusun berdasarkan skala usaha pembibitan sapi dalam satu periode tertentu yang dilengkapi dengan jadwal pencairan dan pengembalian kredit. 9

11. Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap satuan unit usaha pembibitan sapi sesuai dengan skala usaha yang didanai KUPS dalam satu periode yang telah ditetapkan. 12. Kemitraan adalah kerjasama usaha pembibitan sapi antara perusahaan/koperasi dan kelompok/gabungan kelompok peternak yang saling menguntungkan. 13. Prosedur baku adalah tata cara pembibitan sapi yang baik sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices) atau Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik (Good Breeding Practices). 14. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang berkewajiban menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KUPS. 15. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan atau kesehatan hewan. II. OBYEK YANG DIBIAYAI, PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN PESERTA KUPS SERTA POLA KEMITRAAN A. Obyek yang Dibiayai Obyek yang dibiayai oleh KUPS, yaitu kegiatan usaha pembibitan sapi untuk produksi bibit sapi potong atau bibit sapi perah yang dilengkapi dengan nomor identifikasi berupa microchips. B. Persyaratan dan Kewajiban Peserta KUPS KUPS hanya dapat digunakan untuk mendanai pengembangan usaha pembibitan sapi oleh pelaku usaha. Pelaku usaha yang 10

dimaksud adalah perusahaan pembibitan, koperasi dan kelompok/ gabungan kelompok peternak. Persyaratan dan kewajiban pelaku usaha peserta KUPS adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan Pembibitan a. Persyaratan Perusahaan Pembibitan adalah sebagai berikut: 1) Berbadan hukum. 2) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana. 3) Memiliki izin usaha peternakan yang bergerak dibidang pembibitan. 4) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit. 5) Bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak. 6) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/ kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. b. Kewajiban Perusahaan Pembibitan adalah sebagai berikut: 1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS). 2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit. 3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana. 4) Melakukan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku untuk penyediaan bibit sapi. 5) Membantu kelompok/gabungan kelompok, dalam hal pembinaan teknis dan manajemen, penyusunan rencana usaha pembibitan sapi dan pemasaran hasil produksi serta penyediaan sarana produksi 11

2. Koperasi peternakan yang diperlukan kelompok/ gabungan kelompok. 6) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan kelompok/gabungan kelompok atas dasar kesepakatan pihak yang bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. a. Persyaratan Koperasi adalah sebagai berikut: 1) Berbadan hukum. 2) Memiliki pengurus yang aktif. 3) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana. 4) Memiliki anggota yang terdiri dari peternak. 5) Memiliki izin usaha peternakan yang bergerak dibidang pembibitan. 6) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit. 7) Bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak. 8) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. c. Kewajiban Koperasi adalah sebagai berikut: 1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS). 2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit. 3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana. 4) Melakukan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku untuk penyediaan bibit sapi. 5) Membantu kelompok/gabungan kelompok, dalam hal pembinaan teknis dan manajemen, penyusunan 12

rencana usaha pembibitan sapi dan pemasaran hasil produksi serta penyediaan sarana produksi peternakan yang diperlukan kelompok/gabungan kelompok. 6) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan kelompok/gabungan kelompok atas dasar kesepakatan pihak yang bermitra serta diketahui oleh dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. 3. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak a. Persyaratan Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak adalah sebagai berikut: 1) Memiliki organisasi dan pengurus yang aktif. 2) Memiliki anggota yang terdiri dari peternak. 3) Terdaftar pada Dinas kabupaten/kota setempat. 4) Memiliki aturan kelompok/gabungan kelompok yang disepakati anggota. 5) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit. 6) Bermitra dengan perusahaan atau koperasi. 7) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/kota. b. Kewajiban kelompok/gabungan kelompok adalah sebagai berikut: 1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS). 2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit. 3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana. 4) Melaksanakan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku dengan memperhatikan pembinaan teknis dari perusahaan/koperasi. 5) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan perusahaan/koperasi atas dasar kesepakatan 13

pihak yang bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota. Rekomendasi akan diberikan kepada pelaku usaha yang mampu menyediakan sapi untuk usaha pembibitan sapi, memenuhi persyaratan sesuai prosedur baku dan melakukan kemitraan. C. Pola Kemitraan 1. Kemitraan antara perusahaan/koperasi dan kelompok/ gabungan kelompok yang keduanya peserta KUPS, dilakukan atas dasar kontrak kerjasama kemitraan yang diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. 2. Kemitraan antara perusahaan/koperasi peserta KUPS yang memberikan gaduhan ternak sapi kepada kelompok/ gabungan kelompok, dilakukan atas dasar kontrak kerjasama kemitraan yang diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan. 3. Kemitraan antara kelompok/gabungan kelompok peserta KUPS dengan perusahaan/koperasi sebagai penjamin, dilakukan atas dasar kontrak kerjasama kemitraan yang diketahui oleh Dinas kabupaten/kota. Dalam hal Perusahaan/ Koperasi sebagai penjamin, maka Perusahaan/Koperasi melakukan pendampingan kepada kelompok/gabungan kelompok dalam menyusun dan menandatangani RDK-UPS serta membantu dalam menyediakan bibit sapi. III. PLAFON DAN KEBUTUHAN INDIKATIF KUPS 1. Plafon kredit per pelaku usaha paling banyak Rp. 66.315.000.000,- (enam puluh enam milyar tiga ratus lima belas 14

juta rupiah) dengan rincian sesuai kebutuhan indikatif usaha pembibitan sapi, sebagai berikut: Kebutuhan Indikatif Usaha Pembibitan Sapi (5.000 ekor) Komponen Biaya Tahun I Tahun II Total Nilai (Rp.) Nilai (Rp.) Nilai (Rp.) 1. Pengadaan sapi 50.000.000.000-50.000.000.000 2. Kandang/manajemen 1.500.000.000-1.500.000.000 3. Pakan 6.480.000.000 6.480.000.000 12.960.000.000 4. Obat-obatan 125.000.000 125.000.000 250.000.000 5. Inseminasi Buatan 200.000.000 200.000.000 400.000.000 6. Tenaga kerja 540.000.000 540.000.000 1.080.000.000 7. Nomor identifikasi 125.000.000-125.000.000 Total Biaya 58.970.000.000 7.345.000.000 66.315.000.000 2. Besarnya plafon kredit per Bank Pelaksana per wilayah/provinsi disesuaikan dengan potensi daerah. IV. SUKU BUNGA DAN JANGKA WAKTU KREDIT Suku bunga yang dibebankan kepada pelaku usaha sebesar 5 % per tahun dalam jangka waktu kredit paling lama 6 tahun, dengan masa tenggang (grace periode) paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. V. MEKANISME PENGAJUAN, PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN KUPS 1. Pelaku usaha yang membutuhkan KUPS menyusun rencana definitif kebutuhan kredit dalam satu periode (paling lama 6 tahun) sebagai dasar perencanaan kebutuhan KUPS dengan memperhatikan kebutuhan indikatif. 2. Permohonan KUPS diajukan langsung oleh pelaku usaha kepada Bank Pelaksana dengan tembusan kepada Dinas kabupaten/kota 15

dan Direktorat Jenderal Peternakan, dengan melampirkan RDK- UPS. 3. Bank pelaksana akan memeriksa kelengkapan persyaratan kredit dari pelaku usaha dan selanjutnya pelaku usaha melakukan akad kredit dengan Bank Pelaksana apabila persyaratannya sudah terpenuhi. 4. Bank Pelaksana menyalurkan KUPS pada waktu dan jumlah sesuai dengan akad kredit. 5. Pelaku usaha berkewajiban mengembalikan kredit kepada Bank Pelaksana sesuai dengan jadwal. VI. PEMBINAAN, MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN A. Pembinaan Pembinaan dan pengendalian KUPS di tingkat pusat dilakukan oleh Menteri Pertanian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan. Pembinaan dan pengendalian KUPS di daerah dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota melalui Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota bersangkutan. Aspek pembinaan di tingkat pusat yang terkait dengan pemanfaatan KUPS antara lain menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria: 1. Peningkatan ketersediaan dan mutu bibit ternak, serta pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya genetik ternak; 2. Peningkatan koordinasi dan penumbuhan kelembagaan perbibitan; 3. Peningkatan dan pemberdayaan sumber daya manusia perbibitan; 4. Peningkatan minat usaha pembibitan ternak. 16

Pembinaan di tingkat daerah yang terkait dengan pemanfaatan KUPS antara lain: 1. Provinsi, melakukan bimbingan penerapan norma, standar, pedoman dan kriteria; 2. Kabupaten/kota, melaksanakan norma, standar, pedoman dan kriteria. B. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian KUPS dilakukan secara periodik dan/atau sewaktuwaktu. Di tingkat Pusat dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan up. Direktorat Perbibitan dan Pusat Pembiayaan Pertanian serta di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan peserta KUPS dan Bank Pelaksana setempat. C. Pengawasan Di tingkat pusat, Direktorat Jenderal Peternakan melakukan pengawasan terhadap rekomendasi yang diberikan oleh Dinas kabupaten/kota kepada calon peserta KUPS. Di tingkat daerah, Dinas kabupaten/kota melakukan seleksi calon peserta KUPS, melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap penggunaan nomor identifikasi yang berupa microchips, dan melakukan pengawasan terhadap anak sapi betina dalam penyediaan bibit. Dalam hal peserta KUPS tidak melaksanakan pemanfaatan kredit untuk usaha pembibitan, Direktur Jenderal Peternakan mengusulkan kepada Bank Pelaksana untuk menerapkan sanksi berupa penerapan bunga komersial. VII. PELAPORAN 1. Cabang Bank Pelaksana menyampaikan laporan perkembangan penyaluran dan pengembalian KUPS yang dikelolanya secara 17

periodik setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya kepada Dinas kabupaten/kota. 2. Bank Pelaksana menyampaikan laporan bulanan konsolidasi perkembangan penyaluran dan pengembalian KUPS yang dikelolanya paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya kepada Menteri Pertanian up. Direktur Jenderal Peternakan dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian. 3. Dinas kabupaten/kota menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KUPS setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya kepada Dinas Provinsi. 4. Dinas Provinsi menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KUPS setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya kepada Menteri Pertanian up. Direktur Jenderal Peternakan dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian. VIII. INDIKATOR KEBERHASILAN Indikator keberhasilan pelaksanaan usaha pembibitan sapi melalui KUPS, antara lain adalah : (1). Peningkatan jumlah populasi sapi, (2) Terbangunnya industri dan kelompok pembibitan sapi, (3) Tersalurnya kredit, (4). Terealisasinya angsuran kredit tepat waktu. IX. PENUTUP Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi petugas baik di pusat dan daerah serta pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan pemanfaatan KUPS, agar dana yang disediakan oleh Bank Pelaksana dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan sehingga sasaran program dapat tercapai, penyaluran dan pengembalian KUPS dapat berjalan lancar dan tepat sasaran. MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIYANTONO 18