KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI : Sebuah Inovasi dalam Pelayanan Publik



dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAKSANAAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KERANGKA ACUAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN

KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI DI KAB TRENGGALEK

Buku Saku Motivator Kesehatan Ibu dan Anak

KerangkaAcuanKegiatan Program Perencanaan, Persalinan Dan PencegahanKomplikasi( P4K )

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian. Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu,

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eka Fitriani, Kebidanan DIII UMP, 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam meningkatan mutu kesehatan serta derajat kesehatan masyarakat melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

KERANGKA ACUAN PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN Di bawah MDGs, negara-negara berkomitmen untuk mengurangi angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. unsur penentu status kesehatan (Saifuddin, 2013). Keadaan fisiologis bisa

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

ini dia... Urusan Kesehatan Ibu dan Anak di Negeri Kita

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang ibu dalam usia reproduktif. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik dapat memiliki angka

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

suplemen Informasi Jampersal

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDG) yaitu goal ke-4 dan ke-5. Target

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Millennium Development Goals (MDGs) kelima, berjalan. 200 selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS KARANG MALANG SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

Jurnal Darul Azhar Vol 2, No.1 Agustus Januari 2017: 27-32

BAB I PENDAHULUAN. terakhir (Mochtar, 2012;h.35). Persalinan adalah rangkaian proses yang

KESEHATAN IBU DAN ANAK. dr Dani MKes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2015

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan masyarakat sangat diperlukan. seorang bidan yang berkompeten untuk menangani masalah-masalah tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) mengacu pada jumlah wanita yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Prawirohardjo (2010; h. 55) kehamilan, persalinan, nifas,dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah Indonesia selalu mengupayakan peningkatan

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan akibat langsung proses reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Ditinjau dari Aspek Bidan Desa sebagai Pelaksana di Kabupaten Jepara

POLICY PAPER Rencana Aksi Daerah Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu(RAD PPAKI)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. khususnya untuk indikator kesehatan ibu (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

MOTIVASI BIDAN DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS BERGAS, KABUPATEN SEMARANG. Natalia Desty Kartika Sari

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BAB 1 PENDAHULUAN. indikator keberhasilan program pembangunan.kesehatan berimplikasi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai komitmen internasional, yang dituangkan dalam Millennium

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB I PENDAHULUAN. jiwa, Afrika Utara jiwa dan Asia Tenggara jiwa. AKI di negaranegara

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun).

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kejadian komplikasi dari proses kehamilan, persalinan, hingga nifas yang mengarah terjadinya angka kematian ibu.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

Sekilas tentang POKJANAL POSYANDU Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Kemenkes RI, 2011

BAB I PENDAHULUAN. 58,9/ kelahiran hidup, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan AKI

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya

Transkripsi:

KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI : Sebuah Inovasi dalam Pelayanan Publik Renny Savitri Peneliti Pertama Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Email : savitri_renny@yahoo.com PENDAHULUAN Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang tergolong tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia merupakan masalah yang mendapat perhatian besar dari pemerintah. Bahkan sebelum hal ini dimasukkan dalam target Millenium Development Goals yang disetujui oleh 191 negara anggota PBB untuk dapat dicapai di tahun 2015, angka kematian ibu dan bayi sudah dijadikan sebagai indikator penting untuk melihat derajat kesehatan masyarakat. Menurut Bappenas, dalam sektor kesehatan tantangan terbesar terletak pada target untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) 1. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2007 menunjukkan AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, lalu SDKI 2012 mencatat bahwa AKI mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 359/100.000 kelahiran hidup. Hal ini menjadi mengkhawatirkan karena masih jauh dari harapan MDGs untuk tahun 2015 adalah 102/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk data Angka kematian bayi 1 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Summary Report: Millennium Development Goals, Indonesia 2007, hal 8 Lembaga Administrasi Negara, 2014 73

(AKB) di Indonesia walaupun masih jauh dari angka target MDGs yaitu AKB tahun 2015 sebesar 23/1000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002) menjadi sebesar 34/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007), dan terakhir menjadi 32/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut : Sumber : BPS, SDKI 1991-2012 Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia disebabkan banyak hal. Beberapa kasus kematian ibu melahirkan terjadi akibat adanya pendarahan, keracunan, infeksi, aborsi, dll. Sedangkan kematian bayi baru lahir disebabkan karena berat bayi lahir rendah, kesulitan bernafas saat lahir, tetanus, infeksi, masalah pemberian makanan, dll. Berbagai alasan medis tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor disekitarnya misal terbatasnya tenaga kesehatan di daerah, kondisi geografis daerah yang susah dicapai, faktor budaya yang masih tradisional, serta faktor ekonomi dan pendidikan yang masih rendah. Berbagai latar belakang tersebut banyak mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan jasa tenaga non medis dalam menolong persalinannya 74 Lembaga Administrasi Negara, 2014

misalnya tenaga dukun bayi. Peranan dukun bayi ternyata masih kuat di tengah masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Bahkan dukun bayi dianggap sebagai tokoh masyarakat yang disegani karena kemampuannya. Padahal sebagaimana kita ketahui persalinan di dukun dilakukan dengan fasilitas serta kemampuan medis dukun yang terbatas. Sehingga belum bisa dimasukkan ke dalam kategori persalinan aman. Berikut gambaran pemilihan penolong persalinan oleh masyarakat Indonesia menurut Ikatan Bidan Indonesia. Dari grafik 2 tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia tingkat persalinan di dukun masih cukup tinggi yaitu 31.5%. Sumber : Women Research Institute, 2011 Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Berbagai upaya tersebut misalnya penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA), program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), penyediaan fasilitas kesehatan pelayanan obstetric neonatal emergensi dasar (PONED) di puskesmas perawatan dan pelayanan obstetric neonatal emergensi komprehensif (PONEK) di rumah Lembaga Administrasi Negara, 2014 75

sakit, serta program jaminan persalinan (jampersal). Namun ternyata semua program tersebut belum memperlihatkan hasil yang cukup signifikan. Untuk itu, ada baiknya untuk mencari pendekatan lain dalam upaya menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Salah satu pendekatan tersebut adalah dengan memanfaatkan posisi dukun bayi yang masih kuat dalam masyarakat. Dalam program ini dukun bayi diajak bermitra dengan bidan. Sebuah penelitian prospektif di Nigeria juga memperlihatkan keberhasilan peran dukun bayi untuk menurunkan AKI setelah 75 dukun bayi diberi pelatihan. Angka kematian ibu di negara tersebut turun sebanyak 50% (dari 30 ibu menjadi 15 ibu yang meninggal) dalam jangka waktu 3 tahun setelah pelatihan 2. Program kemitraan bidan dan dukun bayi ini juga mendukung tercapainya target SPM Bidang Kesehatan dimana target nasional untuk indikator pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah 90% di tahun 2015. Menurut petunjuk teknis SPM Bidang Kesehatan ada beberapa langkah kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka mencapai target indikator ini yaitu : kemitraan bidan-dukun, perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), pelayanan persalinan, penyediaan/penggantian peralatan persalinan (Bidan KIT), pelatihan dan magang, serta supervisi, monitoring dan evaluasi. Dengan adanya program kemitraan antara bidan dan dukun bayi maka diharapkan dapat meningkatkan akses ibu dan anak terhadap pelayanan kebidanan yang berkualitas. 2 Brennan 1989 dalam Brouwere, Vincent & Lerberghe, Wim 2001, Safe Motherhood Strategies: a Review of the Evidence, Studies inf Health Services Organization & Policy, 17, ITG Press, Belgium 76 Lembaga Administrasi Negara, 2014

KONSEP DAN KEBIJAKAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992) mendefinisikan bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Selanjutnya Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mendefinisikan bidan sebagai seorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,sertifikasi dan atau secarah sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan Peraturan Menkes RI.Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan. Sedangkan pengertian dukun bayi tradisional menurut WHO-UNFPA- UNICEF secara bersama adalah seseorang yang membantu seorang ibu pada saat melahirkan yang keterampilannya diperoleh melalui magang dengan dukun bayi tradisional lainnya atau diperoleh karena keturunan. Senada denga itu, Kusnada Adimihardja 3 mendefinisikan dukun bayi adalah seorang wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini diperoleh secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga dekat lainnya. Cara mendapatkan keterampilan ini adalah melalui magang dari pengalaman sendiri atau saat membantu melahirkan. 3 Rina Anggorodi, Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia, Makara, Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009: 9-14 Lembaga Administrasi Negara, 2014 77

Dukun bayi memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang dikemukakan Suparlan 4 yaitu : 1. pada umumnya terdiri dari orang biasa, 2. pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya buta huruf, 3. pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari uang tetapi karena panggilan atau melalui mimpi-mimpi, dengan tujuan untuk menolong sesama, 4. di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang tetap. Misalnya petani, atau buruh kecil sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan dukun hanyalah pekerjaan sambilan, 5. ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga besar kecil uang yang diterima tidak sama setiap waktunya, 6. umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya merupakan tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam masyarakat. Dilihat dari pengertian dan ciri-ciri dukun bayi diatas diketahui bahwa persalinan yang ditangani oleh dukun bayi belum bisa dikategorikan kedalam persalinan yang aman. Karena persalinan yang aman adalah persalinan yang bisa menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Sedangkan sebagaimana kita ketahui dukun bayi tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang persalinan dan tidak memiliki fasilitas yang lengkap untuk bisa menjamin persalinan aman. Dalam kasus persalinan normal mungkin dukun masih bisa diandalkan, namun jika terjadi komplikasi mungkin dukun bayi tidak akan bisa mengatasi karena dukun bayi tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia yang dituangkan dalam pedoman kemitraan bidan dan dukun, kemitraan bidan dengan dukun adalah suatu bentuk kerjasama bidan dengan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaaan, kesetaraan, dan 4 ibid 78 Lembaga Administrasi Negara, 2014

kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada. Adapun tujuan 5 dari program ini secara umum adalah untuk meningkatnya akses Ibu dan bayi terhadap pelayanan kebidanan berkualitas. Sedangkan secara khusus, program ini bertujuan untuk : a. Meningkatkan rujukan persalinan, pelayanan antenatal, nifas dan bayi oleh dukun ke tenaga kesehatan yang kompeten. b. Meningkatkan alih peran dukun dari penolong persalinan menjadi mitra Bidan dalam merawat Ibu Nifas dan Bayinya c. Meningkatkan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan Berikut adalah sasaran dari pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun bayi ini 6 : 1. Pengelola dan Penanggung Jawab Program KIA/KB, Promkes dan Perencanaan di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas. 2. Lintas Sektor terkait di setiap jenjang administrasi (disesuaikan kondisi setempat) 3. Bidan koordinator dan bidan puskesmas Program kemitraan bidan dan dukun bayi ini muncul berdasarkan peraturan perundang-undangan berikut : 1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. 3. Undang-undang No. 32 tentang tahun 2004 Pemerintah Daerah. 5 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Kemitraan Bidan Dan Dukun 6 ibid Lembaga Administrasi Negara, 2014 79

4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 900 tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 6. Kepmenkes 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan 7. Kepmenkes 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan kebidanan Menurut pedoman kemitraan bidan dan dukun dari kementerian kesehatan RI, dalam tata hubungan kerja masing-masing level memiliki tugas sebagai berikut : 1. Tugas Provinsi : Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan Bidan Dukun. Mengembangkan Kebijakan (Strategi, Perencanaan). Menjamin kualitas Pelaksanaan (Legal/Aspek Hukum, Kelembagaan, Partisipasi Masyarakat). Fasilitasi kegiatan program kemitraan Bidan Dukun. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA bertanggung jawab dan melaporkan kegiatan kepada Kepala Dinas. 2. Tugas Kabupaten/Kota : Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan Bidan Dukun Mengembangkan Kebijakan (Strategi, Perencanaan) Menjamin kualitas Pelaksanaan (Legal/Aspek Hukum, Kelembagaan, Partisipasi Masyarakat) 80 Lembaga Administrasi Negara, 2014

Fasilitasi kegiatan program kemitraan Bidan Dukun. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA bertanggung jawab dan melaporkan kegiatan kepada Kepala Dinas. 3. Tugas Puskesmas : Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan Bidan Dukun Berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Kecamatan dan Desa/Kelurahan dalam pelaksanaan kegiatan. Membangun jejaring dengan LSM, PKK, Tokoh agama, Tokoh Masyarakat dan Swasta di Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Membina dukun yang berada di wilayah setempat Melaksanakan kegiatan program kemitraan Bidan Dukun. Memfasilitasi Bidan di Desa dalam pelaksanaan kemitraan. Memantau dan evaluasi kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun. Bertanggung jawab dan melaporkan kepada kepala dinas. 4. Tugas bidan di Desa/bidan pembina wilayah : Mendata dan memetakan dukun bayi dan ibu hamil. Berkoordinasi dengan Lintas Sektor di Desa/Kelurahan dalam pelaksanaan kegiatan. Membangun jejaring dengan LSM, PKK, Tokoh agama, Tokoh Masyarakat dan Swasta di Desa/Kelurahan. Membina dukun yang berada di wilayah setempat. Melaksanakan kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun. Lembaga Administrasi Negara, 2014 81

Melakukan evaluasi kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun. Bertanggung jawab dan melaporkan kepada kepala Puskesmas. Dalam program kemitraan bidan dan dukun bayi ini, bidan berperan sebagai penolong persalinan, sedangkan dukun bayi dialihfungsikan dari penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam perawatan ibu dan bayi pada aspek non medisnya. Perubahan peran dukun ini mungkin tidak mudah dan memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam membangun kerjasama yang baik antara bidan dan dukun. Pembagian peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan dibagi menjadi 3 periode yaitu periode kehamilan, persalinan, dan nifas. Pembagian tugasnya adalah sebagai berikut: 1. Periode Kehamilan BIDAN 1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil dalam hal : a. Keadaan umum b. Menentukan taksiran partus c. Menentukan Keadaan janin dalam kandungan d. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan 2. Melakukan tindakan pada ibu hamil dalam hal: a. Pemberian Imunisasi TT b. Pemberian tablet Fe c. Pemberian pengobatan/tindakan d. apabila ada komplikasi 3. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dan keluarga mengenai : a. Tanda-tanda Persalinan b. Tanda bahaya kehamilan c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Gizi e. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan DUKUN 1. Memotivasi ibu hamil untuk periksa ke Bidan 2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke Bidan 3. Membantu Bidan pada saat pemeriksaan ibu hamil 4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga tentang : a. Tanda-tanda Persalinan b. Tanda bahaya kehamilan Kebersihan pribadi & lingkungan c. Kesehatan & Gizi b. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah) 5. Memotivasi ibu hamil dan 82 Lembaga Administrasi Negara, 2014

BIDAN biaya, menyiapkan calon donor darah) f. KB setelah melahirkan menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) 4. Melakukan kunjungan Rumah untuk : a. Penyuluhan/Konseling pada keluarga b. tentang persencanaan persalinan c. Melihat Kondisi Rumah persiapan d. persalinan e. Motivasi persalinan di Bidan pada f. waktu menjelang taksiran pertus 5. Melakukan rujukan apabila diperlukan 6. Melakukan pencatatan seperti : a. Kartu ibu b. Kohort ibu c. Buku KIA 7. Melakukan Laporan : a. Melakukan laporan cakupan ANC 2. Periode Persalinan BIDAN 1. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman dan alat resusitasi bayi baru lahir, termasuk pencegahan infeksi 2. Memantau kemajuan persalinan sesuai dengan partogram 3. Melakukan asuhan persalinan. 4. Melaksanakan inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI segera kurang dari 1 jam. 5. Injeksi Vit K1 dan salep mata antibiotik pada bayi baru lahir 6. Melakukan perawatan bayi baru lahir 7. Melakukan tindakan PPGDON apabila mengalami komplikasi 8. Melakukan rujukan bila diperlukan 9. Melakukan pencatatan persalinan pada : a. Kartu ibu/partograf b. Kohort Ibu dan Bayi c. Register persalinan 10. Melakukan pelaporan: DUKUN keluarga tentang: a. KB setelah melahirkan b. Persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran partus 6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat bila keluarga meminta 7. Melakukan motivasi pada waktu rujukan diperlukan 8. Melaporkan ke Bidan apabila ada ibu hamil baru DUKUN 1. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan 2. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transport untuk pergi ke Bidan/memanggil Bidan 3. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti : a. Air bersih b. Kain bersih 4. Mendampingi ibu pada saat persalinan 5. Membantu Bidan pada saat proses persalinan 6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat 7. Membantu Bidan dalam perawatan bayi baru lahir 8. Membantu ibu dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam 9. Memotivasi rujukan bila Lembaga Administrasi Negara, 2014 83

a. Cakupan persalinan diperlukan 10. Membantu Bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan 3. Periode Nifas BIDAN 1. Melakukan Kunjungan Neonatal dan sekaligus pelayanan nifas (KN1, KN2 dan KN3) a. Perawatan ibu nifas b. Perawatan Neonatal c. Pemberian Imunisasi HB 1 d. Pemberian Vit. A ibu Nifas 2 kali e. Perawatan payudara 2. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu dan keluarga mengenai : a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas b. Tanda-tanda bayi sakit c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Kesehatan & Gizi e. ASI Ekslusif f. Perawatan tali pusat g. KB setelah melahirkan 3. Melakukan rujukan apabila diperlukan 4. Melakukan pencatatan pada : a. Kohort Bayi b. Buku KIA 5. Melakukan Laporan : a. Cakupan KN DUKUN 1. Melakukan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan tentang : a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas b. Tanda-tanda bayi sakit c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Kesehatan & Gizi e. ASI Ekslusif f. Perawatan tali pusat g. Perawatan payudara 2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk ber-kb setelah melahirkan 3. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat 4. Memotivasi rujukan bila diperlukan 5. Melaporkan ke Bidan apabila ada calon akseptor KB baru Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara Bidan dengan dukun perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan antara bidan dukun) yaitu : Mekanisme rujukan informasi ibu hamil. Mekanisme rujukan kasus persalinan. 84 Lembaga Administrasi Negara, 2014

Mekanisme pembagian biaya persalinan. Jadwal pertemuan rutin bidan dengan dukun. DINAMIKA PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI Program kemitraan bidan dan dukun bayi adalah salah satu dari sekian banyak program yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Program ini dilaksanakan dengan harapan semua persalinan dapat ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menangani persalinan namun dukun tetap dilibatkan dalam kegiatan non-medisnya sehingga tidak membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Menurut data rutin program kesehatan ibu tahun 2011, tercatat 106.349 orang dukun yang ada di Indonesia. 72.963 orang (68.6%) dukun telah bermitra dengan bidan. Target tahun 2015 adalah 85% dukun bermitra dengan bidan. Beberapa daerah sangat serius merespon program kemitraan bidan dan dukun ini. Bahkan sudah ada beberapa daerah yang membuat peraturan daerah atau peraturan bupati/walikota untuk memperkuat program kemitraan bidan dan dukun di daerahnya, diantaranya yaitu Kab. Takalar, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Sukabumi. Kabupaten Takalar dapat dikatakan merupakan kabupaten pertama yang melahirkan perda tentang kemitraan bidan dan dukun bayi. Padahal dulunya Kab. Takalar belajar dari Kab. Subang mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi, namun ternyata Kab. Takalar bisa mengimplementasikan ilmunya selangkah lebih maju daripada Kab. Subang. Kemitraan bidan dan dukun di Kab. Takalar dimulai pada tahun 2007, dimana Pemda Takalar menggandeng lembaga internasional yaitu UNICEF dalam program ini. Sebagai proyek ujicoba, praktik ini dimulai di dua puskesmas yaitu Lembaga Administrasi Negara, 2014 85

puskesmas Bontomarannu di Kecamatan Galesong Selatan dan Puskesmas Galesong di Kecamatan Galesong. Tahap awal implementasi ini adalah dengan mengundang dukun di wilayah kedua kecamatan tersebut untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Di Kab. Takalar terdapat 89 bidan dan 189 dukun bayi namun yang berpartisipasi dalam kegiatan awal ini baru 32 dukun bayi dan 50 bidan 7. Setelah pelatihan, dilanjutkan dengan kegiatan magang di puskesmas. Dalam kegiatan tersebut mereka menghasilkan nota kesepakatan yang berisi tentang batasan tugas bidan dan dukun dalam bermitra, dana insentif yang diterima dukun setiap persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan, dan sanksi. Nota kesepakatan ini dipegang oleh pihak puskesmas dan dukun. Menurut Rahman 8, terdapat 2 tantangan dalam melembagakan program kemitraan bidan dan dukun di Kab. Takalar yaitu dukungan masyarakat dan dukungan anggaran. Menghadapi masyarakat pedesaan di Kabupaten Takalar yang masih kental adat perdukunannya, adalah tantangan besar dalam praktik ini. Hanya saja, masalah ini tertaktisi dengan pendekatan budaya yang dilakukan oleh bikor dan pihak puskemas. Tantangan kedua adalah dukungan anggaran dari pemerintah. Hingga saat ini, Pemda belum menetapkan APBD untuk praktik KBD di Kabupaten Takalar. Sumber pendanaan praktik KBD hanya diatur dalam SK Bupati Takalar No.01 Tahun 2008 tentang KBD yang menyatakan bahwa biaya yang timbul dengan ditetapkannya keputusan ini bersumber dari bantuan dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Sehingga untuk pendanaan KBD di Kabupaten Takalar yakni pembayaran insentif atau jasa kepada dukun diambil dari BOK dan Jampersal. Meski strategi ini tidak menghambat program Jampersal, namun keberadaan APBD untuk praktik KBD sangat diharapkan dalam pengembangan inovasi ini. 7 Kompas.com, Perda Pertama Kemitraan Dukun- Bidan, 1 Februari 2010 8 Harpiana Rahman, Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar, 2012 86 Lembaga Administrasi Negara, 2014

Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya Kab. Takalar berhasil melahirkan sebuah peraturan daerah tentang kemitraan bidan dan dukun yaitu Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar. Pelaksanaan dari kebijakan ini sudah memberikan dampak positif bagi Kab. Takalar. Rahman 9 menyatakan ada 3 dampak positif yang dihasilkan dari praktek kemitraan bidan dan dukun ini, yaitu : 1. Dampak langsung secara statistik, dimana sejak praktik KBD diterapkan, secara statistik AKI menurun drastis. Bahkan hingga tahun 2012 bulan Juni, Kabupaten Takalar berhasil menekan jumlah kematian ibu dari enam kematian pada tahun 2006 atau setara dengan 300 kematian per 100.000 kelahiran menjadi 0% di tahun 2011. 2. Dampak Kelembagaan dengan terbitnya Perda KBD Kabupaten Takalar 3. Dampak Lingkungan Sosial, kesetaraan peran dan manfaat ekonomi yang layak, para dukun mulai bersemangat mengidentifikasi ibu hamil, membawa mereka ke bidan, dan mengajak ibu hamil menjalani pemantauan kesehatan berkala di Puskesmas. Sementara para bidan yang mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat semakin percaya diri dalam melaksanakan pemeriksaan medis dan membantu kelahiran. Selanjutnya di Kabupaten Bojonegoro, program ini sudah dilakukan sejak 2003 oleh dinas kesehatan Kab. Bojonegoro. Program ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan linakes. Namun sampai tahun 2006, program ini belum menghasilkan cakupan linakes sesuai target yaitu 90%. Namun setelah ada dukungan dana dekonsentrasi, pada tahun 2007, cakupan linakesnya sudah mencapai 95%. Lalu pada tahun 2008, kucuran dana dekonsentrasi terhenti, sehingga cakupan linakes menurun jadi 91,8%. Akhirnya pada tahun 2010, dinas kesehatan Kab. Bojonegoro menggandeng pihak swasta yaitu Mobil Cepu Limited (MCL) bekerja sama dengan sebuah 9 ibid Lembaga Administrasi Negara, 2014 87

LSM bernama Jhpiego untuk mengembangkan program ini sehingga keinginan untuk memperbaiki program ini kembali meningkat. Bahkan program ini diperkuat dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Kemitraan Bidan dengan dukun Bayi di Kabupaten Bojonegoro. Dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun di Kab. Bojonegoro juga menghadapi tantangan. Menurut Endah dalam Tobroni 10, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan program ini di Kab. Bojonegoro adalah masalah adaptasi individu masyarakat, keterbatasan fasilitas, dan masih tingginya angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Pelaksanaan dari program kemitraan bidan dan dukun di Kab. Bojonegoro sudah memberikan dampak positif, paling tidak dalam meningkatkan cakupan linakes dan tidak menaikkan AKI, sedangkan untuk AKB belum memberikan manfaat yang signifikan. Berikut gambaran cakupan Linakes, AKB dan AKI di Kab Bojonegoro. Ibu Bersalin Kondisi Bayi Kondisi Ibu Tahun Ditolong % Lahir AKB Lahir Jumlah Nakes Hidup Per 1000 Jumlah Hidup AKI KH 2008 19.917 18.283 91,80 18.617 7,36 137 18.617 19 2009 19.676 18.594 94,50 18.717 7,80 146 18.717 13 2010 19.433 18.988 97,71 19.354 9,35 181 19.354 19 2011 19.433 19.305 99,34 19.460 9,35 182 19.460 18 Sumber : Tobroni, 2012 Terakhir, daerah yang baru saja menelurkan perda tentang kemitraan bidan dan dukun ini adalah Kab. Sukabumi. Kemitraan bidan, paraji dan kader kesehatan di 367 Desa/Kelurahan dari 47 Kecamatan se-kabupaten Sukabumi ini sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2005. Program ini bertujuan untuk mendorong agar persalinan ditangani langsung oleh Bidan, 10 Faiq Tobroni, Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Bojonegoro, 2012. 88 Lembaga Administrasi Negara, 2014

Paraji dan Kader Posyandu di masing-masing desanya. Sebelum ada perda sudah ada nota kesepakatan yang menyatakan bahwa setiap kader posyandu mendapatkan uang lelah masing-masing sebesar Rp. 100 ribu per bulan, sedangkan setiap persalinan Paraji mendapatkan uang lelah sebesar Rp. 50 ribu per orang. Selain itu sebanyak 50 anak Paraji disekolahkan di STIKES Bhakti Husada Bandung dengan biaya seluruhnya ditanggung oleh Pemda Kabupaten Sukabumi. Menurut Bupati Sukabumi hal yang mendasari perlunya dibentuk Peraturan Daerah No.3 Tahun 2013 tentang kemitraan bidan, paraji dan kader kesehatan di Kabupaten Sukabumi adalah perbandingan jumlah paraji dan bidan di lapangan rata-rata 4 paraji 1 bidan. Sehingga berdampak pada tahun 2012 sebanyak 25 kasus dari 76 kasus (32.89%) kematian ibu penanganan pertama persalinan ditolong oleh paraji sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi perdarahan. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kab. Sukabumi, kasus kematian ibu 2009 sebanyak 49 orang, 2010 sebanyak 40 orang, 2011 sebanyak 70 orang, 2012 sebanyak 76, dan 2013 sebanyak 78. Jadi trennya meningkat dalam 5 tahun terakhir ini. Dampak dari pelaksanaan program ini belum terlihat secara signifikan. Melihat data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, AKI Kab. Sukabumi untuk tahun 2013 masing cendrung meningkat dari tahun sebelumnya, namun terlihat ada sedikit kemajuan dimana AKB Kab. Sukabumi tahun 2013 menurun menjadi 419 dari 490 di tahun sebelumnya. Begitu juga dari cakupan linakes yang meningkat menjadi 82.5% dari 80.9% di tahun sebelumnya. Dari pengalaman beberapa daerah tersebut dalam melaksanakan program kemitraan bidan dan dukun ini dapat ditarik kesimpulan bahwa program ini sudah memberikan manfaat dalam rangka menurunkan AKI dan AKB serta meningkatkan cakupan linakes di Indonesia namun memang Lembaga Administrasi Negara, 2014 89

belum optimal. Masih ada beberapa kendala atau masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan program ini. Permasalahan pertama terkait dengan kesadaran dari masyarakat. Masyarakat Indonesia terutama di pedesaan sebagian besar masih dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan untuk menggunakan jasa dukun bayi dalam persalinan. Mayoritas masyarakat pedesaan masih enggan menggunakan jasa bidan karena berbagai alasan. Diantaranya karena bidan dianggap kurang berpengalaman dibanding dukun, lalu karena bersalin di bidan dianggap membutuhkan biaya lebih besar daripada di dukun, dll. Program kemitraan bidan dan dukun ini juga membutuhkan kesadaran dan kerelaan para dukun itu sendiri untuk bermitra dengan bidan. Jadi antara bidan dan dukun yang selama ini terkesan bersaing harus bisa saling bekerjasama. Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi ini menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi program ini. Permasalahan kedua kurangnya dukungan kebijakan. Sebenarnya program kemitraan bidan dan dukun adalah program nasional yang dicanangkan oleh kemeterian kesehatan. Namun selama ini hanya baru beberapa daerah saja yang serius melaksanakan program ini. Sedangkan daerah lain belum merasa ini suatu program yang perlu ditindaklanjuti namun dianggap sudah melekat dalam tugas pokok bidan. Padahal dalam program ini dibutuhkan sinergi dari beberapa pihak jadi bukan tugas dari bidan semata. Misalnya pemerintah daerah baik provinsi dan kab/kota, LSM, swasta dan masyarakat. Permasalahan selanjutnya terkait dengan kurangnya dukungan anggaran. Sebagian besar daerah belum menetapkan alokasi anggaran yang jelas untuk program ini. Bahkan daerah yang sudah memiliki Perda tentang kemitraan bidan dan dukun seperti Takalar sekalipun, ternyata juga belum menetapkan APBD untuk praktik kemitraan bidan dan dukun di 90 Lembaga Administrasi Negara, 2014

Kabupaten Takalar. Tanpa adanya dukungan anggaran yang jelas, keberhasilan suatu program akan agak susah dicapai. REKOMENDASI KEBIJAKAN Program kemitraan bidan dan dukun telah terbukti dapat membantu penurunan AKI dan AKB serta meningkatkan cakupan linakes di beberapa daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, ada baiknya program ini tetap berlanjut mengingat masih kuatnya peran dukun di Indonesia. Untuk efektivitas program kemitraan bidan dan dukun ke depan, berikut ada beberapa saran kebijakan : 1. Meningkatkan sosialisasi Dengan meningkatkan sosialisasi program ini ke masyarakat maka akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya persalinan aman untuk mengurangi resiko kematian ibu dan bayi. Karena masih kuatnya peran dukun di mayoritas masyarakat Indonesia terutama di pedesaan, maka sosialisasi ini juga harus memanfaatkan dukun bayi di daerah setempat. Bidan harus bisa melakukan pendekatan kepada para dukun supaya bersedia bermitra dengannya. Jadi antara bidan dan dukun bukan lagi bersaing namun bermitra dalam menangani persalinan. Dengan memanfaatkan pendekatan budaya setempat, maka masyarakat akan lebih tertarik dan mendengarkan sehingga sosialisasi program akan menjadi lebih efektif. 2. Penguatan Kebijakan Program yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan ini seharusnya diperkuat dengan pengaturan sendiri di setiap daerah. Dengan demikian maka program ini memiliki payung hukum yang kuat yang bisa mengikat para aktor yang terlibat di dalamnya. Hal ini bisa menjamin keberlangsungan program kemitraan bidan dan dukun di daerah. Lembaga Administrasi Negara, 2014 91

3. Penguatan Anggaran Ketidakjelasan sumber anggaran untuk program kemitraan bidan dan dukun selama ini membuat program ini menjadi belum efektif. Oleh sebab itu disini diperlukan komitmen dari pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran khusus untuk mendukung program kemitraan bidan dan dukun ini. Menurut UU Kesehatan, alokasi anggaran kesehatan di daerah adalah minimal 10% dari APBD. Harapannya ke depan pemerintah daerah bisa memenuhi aturan tersebut dan di dalamnya juga terdapat pos yang khusus disediakan untuk menyelenggarakan program kemitraan bidan dan dukun di daerah. 4. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Bidan Beberapa hal yang menyebabkan masyarakat lebih memilih dukun daripada bidan diantaranya adalah karena anggapan masyarakat tentang kurangnya pengalaman bidan dibanding dukun selain itu karena ketiadaan bidan di daerahnya. Untuk itu ke depan, diharapkan adanya peningkatan kualitas bidan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan. Selain itu jumlah dan distribusi atau penyebaran bidan di Indonesia juga harus diperhatikan. Penyebaran bidan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penduduk saja, tapi juga harus memperhatikan kondisi geografis, budaya, dan sarana prasarana yang ada dalam suatu daerah. 5. Penguatan kerjasama dengan stakeholder Program kemitraan bidan dan dukun ini bukan semata-mata tugas bidan di daerah. Namun merupakan tanggungjawab bersama. Banyak aktor yang terkait di dalamnya, misalnya pemerintah daerah, puskesmas, bidan, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, swasta, dll. Dengan memperkuat kerjasama dengan para stakeholder maka tujuan dari program kemitraan bidan dukun ini akan semakin mudah dan cepat tercapai. Setiap stakeholder bisa memberikan sumbangan nya sesuai 92 Lembaga Administrasi Negara, 2014