PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 41/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 79 ayat (2) Peraturan Pem

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/PD.410/7/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 62/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/Permentan/PP.040/7/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 73/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 t

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 13/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 43/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/5/2006 TENTANG PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN DI LUAR TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Syarat. Tata Cara. Karantina. Media. Organisme. Area.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 5

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.15/MEN/2003 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/PD.410/1/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97/Permentan/PD.410/9/ /9/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No b. bahwa dengan mempertimbangkan resiko masuk dan tersebarnya media pembawa penyakit hewan karantina dan organisme pengganggu tumbuha

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dokumen. Karantina Ikan. Jenis. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN HIBAH KEMENTERIAN PERTANIAN

No.1610, 2014 KEMENTAN. Jabatan Fungsional Pengawas Mutu Pakan. Angka Kredit. Petunjuk Teknis. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 33/PERMEN-KP/2014 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN

2 Menetapkan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lemb

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 85/Permentan/PD.410/8/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 47/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

2 Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Le

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

- 1 - RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG

INSTALASI DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA KARANTINA IKAN

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 62/Permentan/OT./140/12/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 200

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 Kementerian Pertanian. Babi. Produknya. Pemasukan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/HK.060/3/06 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina di Tempat Pemeriksaan Karantina; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56,

MEMUTUSKAN: KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 45/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN SAPI INDUKAN, SAPI BAKALAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditularkan melalui sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong, dilakukan tindakan karantina hewan; b. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 85/Permentan/PD.410/8/2013 Jis Peraturan Menteri Pertanian Nomor 87/Permentan/PD.410/ 8/2013, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013 dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4727/Kpts/PD.410/9/2013 telah ditetapkan Pemasukan Sapi Bakalan, Sapi Indukan, Dan Sapi Siap Potong Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk menindaklanjuti Pasal 59 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000, perlu mengatur Tindakan Karantina Hewan Terhadap Pemasukan Sapi Indukan, Sapi Bakalan, Dan Sapi Siap Potong Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002); 4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan 0rganisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I; 7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Hewan; 8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina; 9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian; 10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/ PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan /OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 7); 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 85/ Permentan/PD.410/8/2013 Jis Peraturan Menteri Pertanian Nomor 87/Permentan/PD.410/8/2013, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013 tentang Pemasukan Sapi Bakalan, Sapi Indukan, Dan Sapi Siap Potong Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4727/Kpts /PD.410/9/2013 tentang Pemasukan Sapi Bakalan, Sapi Indukan, Dan Sapi Siap Potong Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN SAPI INDUKAN, SAPI BAKALAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA. 2

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan keluarnya Hama dan Penyakit Hewan Karantina ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia. 2. Sapi Indukan adalah sapi betina bukan bibit yang mempunyai reproduksi normal, sehat, dan dapat digunakan sebagai induk untuk pengembangbiakan. 3. Sapi Bakalan adalah sapi bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara selama kurun waktu tertentu guna tujuan produksi daging. 4. Sapi Siap potong adalah sapi potong yang layak untuk dipotong. 5. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 6. Tempat pemasukan adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong. 7. Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian tempat pemasukan yang selanjutnya disebut UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan adalah UPT Karantina Pertanian yang membawahi tempat pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong. 8. Protokol Karantina adalah persyaratan teknis dan manajemen penyakit yang terdiri atas persyaratan kesehatan hewan dan persyaratan kesejahteraan hewan yang harus dipenuhi oleh negara asal. 9. Dokumen Karantina adalah formulir resmi yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan tindakan karantina hewan. 10. Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut HPHK adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya. 11. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina hewan. 12. Dokter hewan petugas karantina yang selanjutnya disebut dokter hewan karantina adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan tindakan karantina. 13. Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina adalah suatu bangunan berikut peralatan dan lahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina. 14. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah tempat pemotongan sapi baik milik pemerintah daerah maupun swasta. 15. Alat Angkut adalah alat angkutan dan sarana yang dipergunakan untuk mengangkut yang langsung berhubungan dengan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong. 16. Pemilik adalah orang atau badan usaha yang memiliki dan/atau bertanggunggung jawab atas pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong. 3

Pasal 2 (1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Petugas Karantina dan Pemilik dalam melaksanakan tindakan karantina terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. (2) Peraturan ini bertujuan untuk mencegah masuknya HPHK melalui sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan ini meliputi tindakan karantina terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. BAB II TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN SAPI INDUKAN, SAPI BAKALAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA Bagian Kesatu Persyaratan Pasal 4 (1) Persyaratan pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong ke dalam wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang karantina hewan. (2) Apabila persyaratan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, dilakukan tindakan penolakan dan/atau pemusnahan. Bagian Kedua Tempat Tindakan Karantina Pasal 5 (1) Tindakan karantina terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong dilakukan di tempat pemasukan. (2) Untuk kelancaran arus barang di tempat pemasukan, tindakan karantina terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan di luar tempat pemasukan baik di dalam maupun di luar instalasi karantina. (3) Tindakan karantina di luar tempat pemasukan baik di dalam maupun di luar instalasi karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan di negara asal, di atas alat angkut, atau di kandang pemilik. 4

Bagian Ketiga Tindakan Karantina Di Negara Asal Pasal 6 (1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan jika: a. tidak tersedia instalasi karantina di tempat pemasukan; b. tersedia Petugas Karantina yang kompeten; c. sapi siap potong langsung diangkut ke RPH; dan d. pemilik menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan tindakan karantina di negara asal. (2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas biaya ke dan dari negara asal, biaya akomodasi dan konsumsi Petugas Karantina selama melaksanakan Tindakan Karantina. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti ketentuan peraturan perundangan di bidang keuangan Negara. Pasal 7 (1) Untuk pelaksanaan tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), pemilik mengajukan permohonan kepada Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan, dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi antara lain: a. rencana waktu dan tempat keberangkatan; b. jumlah sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong; c. rencana kedatangan secara detail; dan d. pernyataan menyediakan fasilitas untuk pelaksanaan tindakan karantina di negara asal. Pasal 8 (1) Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan, dengan mempertimbangkan Pasal 6 dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). (2) Apabila permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan mengusulkan Petugas Karantina sebagai Tim Pelaksana Tindakan Karantina di negara asal kepada Kepala Badan Karantina Pertanian. (3) Kepala Badan Karantina Pertanian dengan mempertimbangkan kompetensi, efektivitas dan efisiensi menetapkan tim pelaksana tindakan karantina di negara asal. Pasal 9 (1) Pelaksanaan tindakan karantina di negara asal dilakukan oleh Otoritas Veteriner negara asal, sesuai protokol karantina. (2) Protokol Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persyaratan teknis yang disepakati antara Otoritas Veteriner negara asal dengan Kepala Badan Karantina Pertanian. 5

Pasal 10 (1) Tindakan karantina yang dilakukan oleh Petugas Karantina di negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: a. pengawasan pelaksanaan tindakan karantina hewan yang dilakukan Otoritas Veteriner di negara asal; b. pemeriksaan administrasi dokumen karantina; c. pengawasan saat proses pengangkutan dari quarantine yard dan pengapalan (Loading); dan d. pengawalan di atas alat angkut, dalam rangka pengamatan dan perlakuan tertentu. (2) Pengawasan pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan di quarantine yard meliputi tindakan pemeriksaan fisik, perlakuan, penolakan, dan/atau pemusnahan. (3) Pengawalan di atas alat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan apabila dalam satu alat angkut sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong diangkut secara bersama-sama dengan jenis sapi yang berbeda peruntukannya, dan/atau berbeda negara tujuannya. Bagian Ke Empat Tindakan Karantina Di Tempat Pemasukan Pasal 11 Tindakan karantina di tempat pemasukan dilakukan terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong yang: a. sudah dilakukan tindakan karantina di negara asal; atau b. belum dilakukan tindakan karantina di negara asal. Pasal 12 (1) Tindakan karantina terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong yang sudah dilakukan tindakan karantina di Negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, melalui: a. pemeriksaan dokumen persyaratan dan fisik di atas alat angkut; b. pengasingan dan pengamatan; c. perlakuan; dan/atau d. pembebasan. (2) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk mengetahui gejala klinis HPHK. (3) Tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan terhadap: a. sapi indukan dan sapi bakalan; atau b. sapi siap potong apabila dari pemeriksaan fisik diketahui gejala klinis HPHK. (4) Tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan di instalasi karantina untuk tindakan karantina lebih intensif. (5) Dalam hal sapi siap potong diketahui gejala klinis HPHK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diberi perlakuan. 6

Pasal 13 (1) Masa pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), terhadap: a. sapi indukan dilakukan paling kurang 7 (tujuh) hari; b. sapi bakalan dilakukan paling kurang 4 (empat) hari; atau c. sapi siap potong sesuai waktu yang dibutuhkan untuk memberikan perlakuan. (2) Tatacara pengasingan, pengamatan, dan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan. Pasal 14 (1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d, dilakukan apabila: a. sapi indukan dan sapi bakalan memenuhi dokumen persyaratan, setelah dilakukan pengasingan dan pengamatan, dan sehat serta bebas HPHK; atau b. sapi siap potong memenuhi dokumen persyaratan, sehat dan bebas HPHK. (2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sapi siap potong diangkut langsung ke RPH. Pasal 15 Tindakan karantina terhadap pemasukan sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong yang belum dilakukan tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, melalui: a. pemeriksaan di atas alat angkut; b. penahanan; c. pengasingan dan pengamatan; d. perlakuan; e. penolakan; f. pemusnahan; dan g. pembebasan. Pasal 16 (1) Pemeriksaan di atas alat angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan terhadap dokumen persyaratan dan fisik. (2) Pemeriksaan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen. (3) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. mengetahui kesesuaian jenis dan jumlah; dan b. mendeteksi keberadaan HPHK pada sapi siap potong. (4) Tata cara pemeriksaan dokumen persyaratan dan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan. 7

Pasal 17 (1) Apabila hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2): a. dokumen tidak lengkap, tidak benar, dan/atau tidak sah, dilakukan penolakan; atau b. dokumen lengkap, benar, dan sah, dilakukan pemeriksaan fisik. (2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan penahanan apabila: a. dokumen tidak lengkap; b. pemilik menjamin dapat melengkapi dokumen yang dimaksud paling lama 3 (tiga) hari; dan c. dari hasil pemeriksaan fisik di atas alat angkut, sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong tidak menunjukkan gejala klinis HPHK. (3) Tatacara penahanan dan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan. Pasal 18 (1) Sapi indukan, sapi bakalan dan sapi siap potong yang telah dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c di Instalasi Karantina. (2) Tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap: a. sapi indukan dan sapi bakalan untuk tindakan karantina lebih intensif; atau b. sapi siap potong untuk mengamati lebih lanjut terhadap keberadaan HPHK. (3) Masa pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), terhadap: a. sapi indukan dilakukan paling kurang 14 (empat belas) hari; b. sapi bakalan dilakukan paling kurang 10 (sepuluh) hari; atau c. sapi siap potong dilakukan paling kurang 4 (empat) hari. (4) Selama masa pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sapi indukan dan sapi bakalan dapat diberi perlakuan dalam rangka tindakan promotif, preventif, dan/atau kuratif. (5) Tatacara pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan. Pasal 19 (1) Apabila dalam masa pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diketahui: a. gejala klinis HPHK Golongan I, dilakukan pemusnahan; b. gejala klinis HPHK Golongan II, dilakukan perlakuan; atau c. tidak ditemukan gejala klinis HPHK, dilakukan pembebasan. (2) Apabila setelah dilakukan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b: a. dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pembebasan; atau b. tidak dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pemusnahan. 8

Pasal 20 (1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf g, dilakukan apabila sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi siap potong memenuhi dokumen persyaratan, setelah dilakukan pengasingan dan pengamatan, dan sehat serta bebas HPHK. (2) Pembebasan sapi siap potong sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sapi siap potong segera diangkut langsung ke RPH. Pasal 21 Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 20 dilakukan dengan menerbitkan Seritifikat Pelepasan. BAB III PENUTUP Pasal 22 Dengan diberlakukan Peraturan ini, maka ketentuan mengenai pelaksanaan tindakan karantina hewan terhadap pemasukan sapi siap potong yang telah ada dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 23 Peraturan ini mulai berlaku sejak diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2013 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SUSWONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1218 9