BAB I PENDAHULUAN. Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis 1, artinya selain

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, khususnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab rumusan masalah yang dikemukakan penulis, berdasarkan

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

Abstract. bertahan untuk kelangsungan hidupnya dengan berinteraksi dengan manusia yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

BAB III PENUTUP. 1. Kendala Polda DIY dalam penanganan tindak pidana penipuan : pidana penipuan melalui internet dan minimnya perangkat hukum.

BAB III PENUTUP. Pencemaran nama baik menurut hukum pidana sebagaimana yang. termaksud dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan teknologi dan. guna memenuhi kebutuhan dan melakukan interaksi atau komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

PENERAPAN HUKUM PIDANA DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK *

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Perkembangan Teknlogi Informatika (telematika) ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat banyak yang memperbincangkan tentang pornografi yang

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan yuridis empiris. Untuk itu diperlukan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memperkecil kemungkinan membuat kesalahan, sehingga menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dunia menjadi suatu masyarakat global (global society). Selanjutnya, global

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis 1, artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial. Menurut Aristoteles, makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Menurut Zamris Habib, interaksi merupakan salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia berupa kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya. 2 Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan dari aktivitas komunikasi dengan manusia lainnya.dalam masyarakat tradisional (Traditional Society) aktivitas komunikasi dilakukan dengan cara yang sederhana melalui komunikasi verbal dengan tatap muka secara langsung. Perkembangan kebudayaan dan teknologi kemudian membawa manusia untuk melakukan komunikasi secara nonverbal melalui simbol yang bertujuan untuk menyampaikan informasi dengan manusia lain seketika itu atau untuk waktu selanjutnya. Proses komunikasi semacam ini bertujuan untuk melakukan pertukaran informasi antar individu dengan melakukan 1 Manusia sebagai mahluk monodualis, menunjukkan bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang bertahan untuk kelangsungan hidupnya dengan berinteraksi dengan manusia yang lain. 2 http://zamrishabib.wordpress.com/2008/11/13/sejarah-perkembangan-teknologi-komunikasi-bag-2/ diakses minggu 18/3/2012 pukul 11.00 WIB 1

2 penyimpanan data melalui media tertentu. Seiring dengan perkembangan masyarakat, terjadi pergeseran paradigma mengenai komunikasi dari masyarakat tradisional (Traditional Society) menjadi masyarakat modern (Modern Society). Proses pergeseran paradigma ini mengakibatkan munculnya tuntutan kebutuhan akan komunikasi maupun informasi yang lebih cepat dan luas tanpa terbatas ruang maupun waktu. Perkembangan masyarakat akan kebutuhan komunikasi dan informasi ditanggapi dengan kemajuan teknologi Informasi berbasis elektronik yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal dengan orang lain ditempat yang berbeda maupun bertukar informasi dengan orang lain tanpa terbatas waktu melalui Cybermediaatau yang dikenal sebagai Cyberspace. Cyber communication media (media komunikasi siber) dapat diibaratkan sebagai dimensi dunia yang lain. Dimensi ini sifatnya maya namun nyata karena tanpa hadir secara fisik user dapat melakukan komunikasi secara langsung dengan user lain tanpa dibatasi jarak maupun waktu. Melalui Cyberspace, user melakukan pertukaran informasi berupa data dengan user lain sama seperti ketika terjadi interaksi konvensional. Interaksi yang terjadi melalui Cyberspace memiliki kesamaan proses dengan interaksi konvensional karena terjadi proses pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Bentuk interaksi yang terjadi melalui Cyberspace dan interaksi konvensional memiliki kesamaan karena melalui interaksi tersebut akan muncul proses yang asosiatif maupun disosiatif. Dalam sudut pandang hukum, proses disosiatif akan memicu munculnya Cybercrime (kejahatan siber) maupun kejahatan konvensional. cybercrimedapat di deskripsikan sebagai suatu bentuk kejahatan baru

3 karena dilakukan melalui cybermedia walaupun bentuk kejahatannya konvensional. Cybercrime dapat juga dideskripsikan sebagai kejahatan konvensional yang memanfaatkan teknologi sebagai sarana yang menimbulkan persepsi bahwa kejahatan tersebut bersifat baru.dalam persepsi ilmu Kriminologi, Cybercrime dapat dikatakan sebagai kejahatan konvensional yang dilakukan dengan cara-cara yang baru yakni menggunakan teknologi informasi. Teknologi informasi menjadi salah satu sarana terjadinya kejahatankarena meliputi banyak aspek kehidupan sehingga dapat diindentikan dengan kehidupan riil (real live).teknologi Informasi mengalami perkembangan yang semakin pesat dan semakin kovergen meliputi teknologi komputer, media informasi, dan telekomunikasi.teknologi informasi memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan komunikasi dan bertukar informasi.melalui teknologi informasi, masyarakat bebas berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat dalam forum, group, maupun antar individu. Komunikasi yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dapat bersifat privat (hanya diakses oleh orang-orang tertentu)dan bersifat publik(dapat diakses oleh siapapun). Kebebasan berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat dengan memanfaatkan teknologi informasi, secara konstitutif diatur dalam Pasal 28F Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada Pasal 28F UUD 1945, pembuat undang undang memasukkan substansi aktivitas komunikasi dalam ranah hak yang bersifat universal (berlaku secara umum dimanapun dan bagi siapapun sebagai bentuk pengakuan hak Asasi Manusia).Mendasarkan pada ketentuan Pasal 28F UUD 1945, kegiatan

4 berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat menggunakan teknologi informasi merupakan hak asasi yang harus lindungi secara hukum.perlindungan terhadap hak berkomunikasi dan berpendapat dalam UUD 1945 bertolak belakang dengan ketentuan hukum pidana. Hukum pidana memberikan batasan terhadap kebebasan berkomunikasi dan berpendapat melalui ketentuan yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Batasan terhadap kebebasan berkomunikasi dan berpendapat dalam KUHP terlihat dari ketentuan Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) yang memberikan ancaman pidana terhadap aktivitas komunikasi yang sengaja ditujukan untuk mencemarkan nama baik dengan membuat tuduhan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan maupun menyerang kehormatan seseorang. Ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP memandang aktivitas komunikasi disosiatif sebagai tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan dengan cara-cara konvensional. Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, mendorong perubahan pola tindak pidana menjadi lebih modern dengan memanfaatkan media elektronik sebagai sarana. Perkembangan tindak pidana melalui media elektronik ini mendorong hukum untuk berkembang karena ketentuan KUHP Pasal 310 ayat (1) tidak tepat lagi digunakan untuk mengatur tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik. Tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan dengan cara konvensional dapat dikatakan bersifat sementara karena hanya melalui ucapan maupun tulisan pada media konkret, sedangkan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik bersifat

5 kekal karena perbuatan yang dilakukan berhubungan dengan data elektronik yang dapat dikembalikan setelah dihapus. Karakteristik tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik ini menuntut adanya ketentuan baru yang sesuai dengan unsur tindak pidana yang terjadi. Ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE merupakan salah satu ketentuan yang mengatur perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang ITE. Ketentuan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE mengatur perbuatan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE sebagai sebuah perbuatan pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 Tahun dan/atau denda Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ketentuan pidana tentang pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE ini jauh lebih berat di bandingkan dengan ketentuan pidana dalam KUHP. Beratnya Pidana yang diatur dalam Undang- Undang ITE ini mempunyai konsekuensi bagi penegak hukum untuk tepat dalam menerapkan hukum. Perkara pencemaran nama baik merupakan perkara pidana yang relatif sulit untuk diselesaikan. Setiap orang mempunyai takaran tersendiri dalam mengartikan suatu informasi elektronik sebagai pencemaran nama baik. Konsep pencemaran nama baik sangatlah subjektif dan akan berbeda satu sama lain sehingga penerapan hukumnya tidak boleh keliru. Sebelum dilakukan proses hukum, terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan terhadap perbuatan dengan melakukan pelacakan dan konfirmasi untuk mengetahui motivasi perbuatan tersebut agar tidak terjadi kesalahan penerapan hukum.

6 Dalam melakukan penerapan hukum, seorang penegak hukum haruslah memperhatikan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan agar dapat mengkualifikasikan perbuatan pidana yang terjadi. Perkara pencemaran nama baik, memerlukan analisis ekstra karena tindak pidana pencemaran nama baik diatur oleh dua undang-undang yang berbeda. Perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik mempunyai kompleksitas perkara yang lebih apabila dibandingkan dengan pencemaran nama baik secara konvensional karena dilakukan dengan cara-cara baru dan proses pembuktiannya cenderung lebih sulit. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE mengatur tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik dengan memberikan pidana terhadap semua pelaku yang mengunggah 3 maupun mengirimkan materi yang bermuatan pencemaran nama baik ke jaringan internet atau jaringan telekomunikasi. Ketentuan tersebut tidak mengatur secara jelas mengenai kriteria pencemaran nama baik yang dapat dikenai pidana karena dalam Pasal 27 ayat (3) hanya diatur barang siapa mendistribusikan atau mentransmisikan dokumen elektronik. Rumusan tersebut justru membatasi kebebasan untuk berkomunikasi dan berpendapat karena setiap pendistribusian dokumen elektronik yang dianggap memuat pencemaran nama baik dapat dikenai sanksi pidana. Pendistribusian maupun pentransmisian dokumen elektronik adalah hal yang biasa dilakukan, dewasa ini semakin banyak forum diskusi yang bermunculan dengan memanfaatkan media elektronik melalui pertukaran dokumen elektronik. Forum 3 Meng-unggah merupakan istilah dalam ITE yang berarti mengirimkan/meng-upload/ data melalui media elektronis ke jaringan internet maupun jaringan telekomunikasi

7 diskusi cyber merupakan forum yang bersifat bebas tanpa dibatasi oleh waktu maupun tempat, setiap peserta forum tidak melakukan pertemuan secara langsung dengan peserta forum yang lainnya, sehingga proses komunikasi yang terjadi hanya berupa pertukaran dokumen elektronik. Dominasi dokumen elektronik dalam forum cyber dapat menimbulkan dugaan pencemaran nama baik tergantung dari penilaian individu dalam mentafsirkan isi dokumen elektronik. Mengklasifikasikan suatu perbuatan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik bukan hal yang mudah karena perbuatan yang dilakukan tidak serta merta terlihat secara langsung melalui ekspresi maupun gaya bicara seseorang. Faktor inilah yang perlu menjadi perhatian serius agar tidak keliru melihat suatu perbuatan sebagai pencemaran nama baik. Kasus pencemaran nama baik kembali muncul pada tahun 2009 yang menjerat Prita Mulyasari dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE karena menyampaikan keluhan melalui surat elektronik (e-mail) mengenai buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit OMNI International Tangerang. Prita Mulyasari sempat menjalani penahanan selama 3 minggu dan kemudia diubah statusnya menjadi tahanan kota karena keluhannya di surat elektronik dianggap sebagai perbuatan pencemaran nama baik. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik apabila telah terlihat dengan nyata bahwa perbuatan yang dilakukan bertujuan untuk menyerang kehormatan seseorang. Menyerang kehormatan seseorang pada dasarnya sangat berbeda dengan kritik maupun keluhan, sehingga perlu dipertimbangkan secara cermat dengan

8 memperhatikan unsur perbuatan pidana dalam ketentuan hukum agar tidak menimbulkan second victim karena kekeliruan melihat suatu perkara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengetengahkan rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam perkara pencemaran nama baik? 2. Bagaimana pemikiran mengenai ketentuan pencemaran nama baik melalui media elektronik dimasa mendatang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penulis meneliti permasalahan pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah. 1. Mengetahui penerapan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam perkara pencemaran nama baik yang pernah terjadi 2. Mengetahui pemikiran mengenai ketentuan pencemaran nama baik melalui media elektronik dimasa mendatang

9 D. Manfaat Manfaat hasil penelitian penulis meliputi : 1. Manfaat Teoritis : Bagi perkembangan ilmu hukum penelitian ini dapat menjadi dasar perbaikan pelaksanaan Peraturan Perundang undangan khususnya mengenai penyelesaian perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik 2. Manfaat Praktis : a. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan dan pembaharuan hukum khususnya dalam perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik. b. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pemahaman mengenai proses pemidanaan dalam perkara cybercrime khususnya perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik. c. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman mengenai tindak pidana yang memanfaatkan media elektronik. E. Keaslian Penelitian Bahwa Penulisan Hukum dengan Judul EKSISTENSI PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi maupun plagiasi dari karya penulis lain. Berdasarkan pelacakan

10 dokumen yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan beberapa tulisan hukum sebagai berikut : 1. Judul : Peran Pendampingan Advokat alam Perkara Pencemaran Nama Baik Rumusan Masalah : Bagaimana Peran Advokat dalam melakukan pendampingan ketika berhadapan dengan perkara pencemaran nama baik? Ditulis oleh Andrian Sasmita pada Tahun 2001 2. Judul : Penerapan Sanksi Pidana dalam perkara Pencemaran Nama Baik Rumusan Masalah : Bagaimana Penerapan Sanksi Pidana dalam Penyelesaian Perkara Pencemaran Nama Baik Ditulis oleh Rembran Adi Permana pada Tahun 2006 konsep maupun judul penulisan hukum EKSISTENSI PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK dengan konsep maupun Judul penulisan Hukum tersebut diatas. Karena dalam penulisan hukum ini mengedepankan permasalahan pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

11 F. Batasan Konsep Penulisan hukum ini membahas mengenai pelaksanaan ketentuan hukum dalam proses penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik. Untuk melakukan penelitian, penulis menggunakan dasar hukum diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dasar hukum tersebut dipilih karena kedua ketentuan hukum mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik. Penulisan hukum ini kemudian akan menggunakan istilah-istilah yang terkait dengan perkara pencemaran nama baik diantaranya : 1. Eksistensi, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai suatu keberadaan sesuatu hal dalam suatu sistem 4. Eksistensi merupakan istilah yang diturunkan dari kosakata Latin existere yang berarti lebih menonjol daripada (stand out), muncul, atau menjadi.eksistensi dengan demikian berarti keberadaan yang sifatnya tidak kaku tetapi berkembang atau sebaliknya. Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai eksistensi adalah fleksibilitas Undang-Undang ITE khususnya Pasal 27 ayat (3) 4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Balai Pustaka. Jakarta

12 dalam mengatur tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik 2. Pencemaran nama baik, Pencemaran berasal dari kata cemar (dalam KBBI diartikan sebagai kotor; ternoda) 5 yang memperoleh imbuhan pe-ansehingga mempunyai makna proses, cara, perbuatan mencemarkan sesuatu. Kata pencemaran dapat dipadukan dengan frasa yang menghasilkan makna baru dalam konteks penulisan hukum ini, kata pencemaran dipadukan dengan frasa nama baik (dalam KBBI diartikan sebagai kemasyuran, kebaikan, keunggulan, harga diri) 6 yang menghasilkan makna suatu perbuatan mencemarkan kehormatan, keunggulan, harga diri seseorang. Pencemaran nama baik menurut KUHP diartikan sebagai suatu perbuatan menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal ( Pasal 310 ayat (1) KUHP ) maupun dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempel (Pasal 310 ayat (2) KUHP) agar diketahui orang banyak. Pencemaran nama baik menurut UU ITE sebagai suatu perbuatan mentransmisikan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) UU ITE). Pengertian pencemaran nama baik yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah 5 Ibid. 6 Ibid.

13 perbuatan dengan sengaja menyerang kehormatan, harga diri seseorang yang dilakukan melalui media elektronik. 3. Media Elekronik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media elektronik diartikan sebagai sarana media massa yang mempergunakan alat-alat elektronik modern. 7 Media elektronik oleh Undang-Undang ITE diartikan sebagai sarana komunikasi berbasis teknologi elektronik yang memanfaatkan jaringan internet dan telekomunikasi.dalam penelitian ini yang dimaksud dengan media elektronik adalah perangkat komputer, telepon genggam, televisi, radio. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, dengan mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yang berlaku didalam masyarakat. Penelitian hukum normatif ini hanya menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. 8 Data sekunder dalam 7 Ibid. 8 Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.52.

14 penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 9 Penelitian hukum ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keberadaan suatu kebenaran hukum yang sesungguhnya, khususnya yang menyangkut penerapan ketentuan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 10 2. Sumber Data a. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer yang digunakan diantaranya : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik b. Bahan Hukum Sekunder : Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya penjelasan peraturan perundang-undangan, buku, hasil penelitian, website, yang berkaitan pencemaran nama baik melalui media elektronik. 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 13. 10 Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum Normatif, CV.Ganda,Yogyakarta,hlm.48

15 3.Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan bertujuan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder dari penelitian lapangan diperoleh melalui Wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber, berbentuk pedoman wawancara dengan tujuan untuk memperoleh data berupa perspektif narasumber mengenai eksistensi ketentuan pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. a. Tempat penelitian Wawancara dilakukan untuk memperoleh data berupa pandangan mengenai perkara pencemaran nama baik yang memanfaatkan media elektronik melalui beberapa sumber diantaranya : 1) POLDA Daerah Istimewa Yogyakarta 2) Kejaksaan Negeri Yogyakarta 3) Pengadilan Negeri Yogyakarta 4) Pengadilan Negeri Sleman b) Narasumber Narasumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang berupa pendapat hukum berkaitan permasalahan yang diteliti.

16 Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah : 1) AKP. Dony, S.H. (penyidik kepolisian, DITRESKRIMSUS POLDA DIY ) 2) Krisna Pramono, S.H. (KASI-INTEL Kejaksaan Negeri Yogyakarta) 3) Tinuk Kushartati, S.H. (Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta) 4) Riyadi Sunindyo Florentinus, S.H. (Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sleman). 4. Analisis data Penulisan hukum ini menggunakan metode analisis data kualitatif.analisis data kualitatif merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan caramencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan, dan menarik kesimpulan sehingga mudah dipahami. 5. Proses berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir/prosedur bernalar digunakan secara deduktif untuk memperoleh kesimpulan. Penarikan kesimpulan secara deduktif merupakan proses berpikir dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Proses berpikir deduktif bertujuan untuk menerapkan hal-hal

17 yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dengan bagiannya yang khusus. H. Sistematika Skripsi Penulisan Hukum ini terbagi menjadi tiga bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bagian ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, serta metode penelitian penulisan hukum mengenai eksistensi ketentuan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE terkait dengan perkembangan teknologi informasi. BAB II EKSISTENSI KETENTUAN PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM UNDANG-UNDANG ITE Bagian ini menguraikan dampak dan peran perkembangan teknologi informasi didalam masyarakat serta implikasi hukumnya dengan melihat beberapa kasus pencemaran nama baik yang terjadi akibat penyalahgunaan teknologi informasi serta gagasan mengenai pengaturan pencemaran nama baik di masa datang untuk melihat eksistensi ketentuan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE melalui analisis perkara pencemaran nama baik yang dilakukan

18 dengan memanfaatkan media elektronik yang pernah terjadi di Indonesia. BAB III PENUTUP Bagian ini menguraikan hasil dari penelitian penulis dalam bentuk kesimpulan dan saran mengenai eksistensi ketentuan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE di Indonesia.