Ellya Marliah, Rinawati Rohsiswatmo, Djajadiman Gatot, Taralan Tambunan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LUARAN MATERNAL DAN PERINATAL PADA WANITA USIA LEBIH DARI 35 TAHUN di RSUP Dr. KARIADI, SEMARANG, TAHUN 2008

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. sekitar kematian bayi pertahun. 1,2 Berdasarkan data ini, menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. (PBRT), Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan ruang rekam medik RSUP

BAB II TINJAUAN TEORI

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RSU MEURAXA BANDA ACEH

I. PENDAHULUAN. terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat 266 hari atau 38 minggu setelah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB IV METODE PENELITIAN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal ini tanpa melihat mempertimbangkan penggunaan insulin atau adanya gangguan

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lahir adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut merupakan indikator

BAB IV METODE PENELITIAN

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 32 pasien stroke iskemik fase akut

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

Small for Gestational Age: What We Have Worried about?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. SC, dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada periode penelitian dijumpai 41 orang penderita stroke iskemik akut

FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KASUS PERSALINAN DI UGD RSUP Dr. KARIADI VINA EKA WULANDARI G2A PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM

Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Bayi Cukup Bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU / RSUP Haji Adam

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA MENIT KE-5 DI RSU KARDINAH TEGAL (Studi Kasus Bayi Asfiksia Lahir oleh Bidan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

ABSTRAK. Audylia Hartono Pembimbing I : Rimonta F. Gunanegara, dr., Sp.OG. Pembimbing II : July Ivone, dr., MKK., MPd.Ked.

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

The Etiology and Prevention Strategy of Small for Gestational Age from Obstetrician View

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia lebih atau sama dengan 35 tahun. Kelompok usia ini sudah tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

Transkripsi:

Artikel Asli Hubungan antara Faktor Risiko pada Ibu dan Kondisi Neonatus dengan Jumlah Eritrosit Berinti pada Neonatus Tunggal Cukup Bulan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Ellya Marliah, Rinawati Rohsiswatmo, Djajadiman Gatot, Taralan Tambunan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Latar belakang. Jumlah eritrosit berinti (EB) pada neonatus berpotensi menjadi prediktor kondisi neonatus, seperti perlunya perawatan intensif. Hal tersebut belum pernah diteliti di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Tujuan. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko pada ibu dan kondisi neonatus dengan jumlah EB pada neonatus tunggal cukup bulan. Metode. Studi potong lintang analitik pada neonatus tunggal cukup bulan dan ibunya antara bulan Maret sampai Juni 2008 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM. Penghitungan jumlah EB dilakukan pada sediaan apusan darah tepi yang diambil dari vena tali pusat dan dihitung per 100 leukosit. Hasil. Didapatkan 117 pasang ibu melahirkan dan neonatus tunggal cukup bulan antara bulan April - Mei 2008. Rerata usia ibu saat melahirkan adalah (28,9+6,38) tahun (rentang 17-42 tahun). Rerata usia gestasi 38 minggu dan rerata berat lahir 3,051 g dengan rentang (1,900-4,100) g. Peningkatan jumlah EB didapatkan pada 39,3% neonatus. Rerata jumlah EB (4,7+4,29) (0-22 EB) per 100 leukosit. Nilai EB 4 memberikan sensitivitas dan spesifisitas terbaik, yaitu 73,3% dan 65,7% dengan area under the curve (AUC) 0,771. Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara riwayat ibu perokok pasif, nilai Apgar menit pertama yang rendah, terdapat mekonium pada air ketuban, dan perawatan intensif neonatus dengan jumlah EB. Peningkatan jumlah EB dapat dipakai untuk menentukan kemungkinan bayi akan mendapat perawatan di ruang intensif. Penelitian lanjutan perlu dilakukan terhadap masing-masing faktor risiko kehamilan dan persalinan terhadap jumlah EB untuk memahami patogenesis hipoksia pada neonatus sehingga dapat direncanakan upaya-upaya preventif. (Sari Pediatri 2009;10(5):345-50). Kata kunci: eritrosit berinti, neonatus tunggal cukup bulan, mekonium dalam air ketuban Alamat Korespondensi: Dr. Rinawati Rohsiswatmo.,SpA(K). Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Salemba no. 6. Jakarta 10430. Telp. 021-3154020 Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5, Februari 2009 345

Eritrosit berinti (EB) merupakan sel darah merah imatur yang berada di sirkulasi darah. 1,2,3 Pada neonatus cukup bulan non asfiksia jumlah EB bervariasi, tetapi jarang lebih dari 10 EB per 100 leukosit. 4,5 Jumlah EB akan meningkat pada keadaan hipoksia intrauterin melalui mekanisme peningkatan produksi eritropoietin. 1,2,6 Peningkatan jumlah EB berhubungan dengan petanda hipoksia intrauterin seperti adanya mekonium di dalam air ketuban, nilai Apgar rendah, dan nilai ph darah arteri tali pusat yang rendah. 2 Beberapa keadaan diketahui menyebabkan hipoksia kronis pada janin antara lain kehamilan dengan diabetes melitus, 2,7,8,9 kehamilan dengan hipertensi, ibu hamil perokok, 6,10 ibu hamil dengan asma, 11 dan persalinan lama dengan penyulit. 1 Peningkatan EB idiopatik sekitar 1-2%. 12 Jumlah EB pada neonatus dapat merupakan prediktor terjadinya perdarahan intraventrikular, distres pernapasan, dan kematian neonatus. 13 Peningkatan jumlah EB juga berhubungan erat dengan kelainan neurologis jangka panjang. 4 Pada neonatus kecil masa kehamilan (KMK), peningkatan jumlah EB berhubungan erat dengan ph arteri tali pusat yang lebih rendah, bantuan ventilasi mekanik, obat pemacu tekanan darah, dan angka mortalitas lebih tinggi. 14 Dengan mengetahui jumlah EB pada neonatus, kemungkinan bayi memerlukan perawatan intensif dapat diprediksi secara dini. 5 Meskipun demikian, belum ada rentang jumlah EB yang dianggap normal. Data rekam medis tahun 2006 mencatat 3255 bayi lahir hidup di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), 748 bayi (22,7%) di antaranya memerlukan perawatan intensif. Belum ada penelitian yang menghubungkan antara perlunya bayi mendapatkan perawatan intensif dengan jumlah EB. Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan EB pada neonatus cukup bulan di RSCM belum pernah diteliti. Penelitian bertujuan untuk mengetahui profil jumlah EB pada neonatus tunggal, cukup bulan, dan hubungannya dengan faktor-faktor risiko pada ibu serta kondisi neonatus di RSCM. Metode Desain penelitian adalah studi potong lintang analitik pada neonatus tunggal cukup bulan dan ibunya. Penelitian dilakukan antara bulan Maret sampai Juni 2008 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM. Populasi target adalah semua neonatus tunggal cukup bulan. Populasi terjangkau adalah semua neonatus tunggal cukup bulan yang lahir di ruang bersalin Instalasi Gawat Darurat RSCM. Subjek penelitian adalah neonatus yang lahir antara bulan April sampai Mei 2008. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif, sampai besar sampel minimal terpenuhi. Perkiraan besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi pada satu populasi dan didapat jumlah sampel minimal 96 bayi. Jumlah subjek ditambah 10% untuk menghindari kekurangan sampel karena sebab tertentu sehingga jumlah subjek total yang diperlukan adalah 110 pasien. Darah vena tali pusat diambil 2 ml dan dimasukkan dalam tabung EDTA, kemudian dibuat apusan darah tepi dengan pulasan Giemsa di laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jumlah EB dihitung per 100 leukosit. Faktor-faktor risiko dicatat meliputi riwayat ibu perokok pasif, kehamilan dengan diabetes melitus, kehamilan dengan asma, pre-eklampsia, ketuban pecah dini, korioamnionitis, cara melahirkan dengan tindakan, mekonium pada air ketuban, nilai Apgar menit pertama dan menit kelima, berat lahir, KMK, perlunya perawatan intensif, pemakaian ventilator, kejang, dan kematian neonatus. Data tentang karakteristik subjek penelitian dan variabel yang diperiksa disajikan secara deskriptif. Nilai titik potong jumlah EB ditentukan dengan menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC) dan perhitungan area under the curve (AUC). Nilai titik potong diambil berdasarkan angka sensitivitas dan spesifisitas yang terbaik. Hubungan antara faktor-faktor risiko dan peningkatan EB diuji dengan uji kai-kuadrat atau uji Fisher bila syarat uji kai-kuadrat tidak terpenuhi. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik. Analisis dilakukan dengan program statistik SPSS versi 13.0 for Windows PC (SPSS Inc., Chicago, Illinois, USA). Hasil Karakteristik subjek penelitian Didapatkan 117 pasang ibu melahirkan dan neonatus tunggal cukup bulan diperoleh antara bulan April - Mei 2008. Rerata usia ibu saat melahirkan (28,9+6,38) 346 Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5, Februari 2009

tahun, dengan rentang antara 17-42 tahun. Riwayat ibu hamil perokok pasif terdapat 74 (63,2%) orang, pre-eklamsia 13 (11,1%) orang, ketuban pencah dini 12 (10,3%) orang, korioamnionitis 3 (2,6%) orang, dan asma 1 (0,9%) orang. Tidak ada ibu hamil dengan riwayat diabetes melitus. Ibu melahirkan dengan tindakan terdapat 62 (53%) orang. Bayi laki-laki lebih banyak daripada bayi perempuan, yaitu 73 (62%) orang. Rerata usia gestasi 38 minggu dan rerata berat lahir adalah 3,051 g dengan rentang (1,900-4,100) g. Terdapat 42 (35,9%) kasus dengan mekonium dalam air ketuban, 15 (12,8%) bayi dengan nilai Apgar menit pertama rendah, 4 (3,4%) bayi nilai Apgar menit kelima rendah, 6 (5,1%) bayi KMK, dan 15 (12,8%) bayi yang memerlukan perawatan di NICU. Tidak didapatkan bayi yang memerlukan bantuan ventilasi mekanik dan bayi kejang. Dua (2,7%) orang bayi meninggal dalam minggu pertama (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik neonatus tunggal cukup bulan di RS Cipto Mangunkusumo antara April Mei 2008 (n=117) Karakteristik subjek n % Jenis kelamin 73 62 44 38 Berat lahir 13 11,1 98 83,8 6 5,1 Nilai Apgar menit-1 102 87,2 15 12,8 Nilai Apgar menit-5 113 96,6 4 3,4 Perawatan NICU 15 12,8 Pemakaian ventilator 0 0 Kejang 0 0 Kematian neonatus 2 1,7 Mekonium dalam air ketuban 42 35,9 Sebaran jumlah eritrosit berinti (EB) Rerata jumlah EB (4,7+4,29) per 100 leukosit dengan rentang antara 0-22 EB per 100 leukosit, median jumlah EB adalah 4 per 100 leukosit. Sebagian besar bayi (82,1%) memiliki jumlah 6 EB per 100 leukosit atau kurang. Perhitungan dengan kurva ROC mendapatkan nilai jumlah EB 4,5 yang memberikan sensitivitas 73,3% dan spesifisitas 65,7% dengan AUC sebesar 0,771 untuk indikasi perawatan intensif. Dengan menggunakan nilai titik potong tersebut, didapatkan sejumlah 46 (39,3%) kasus yang memiliki jumlah EB lebih dari 4 per 100 leukosit dan dikategorikan sebagai jumlah EB meningkat (Gambar 1). Sensitivitas 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1 - Spesifisitas Gambar 1. Kurva ROC jumlah EB pada bayi yang dirawat di NICU Hubungan antara faktor risiko dan jumlah EB Terdapat hubungan bermakna antara jumlah EB lebih dari 4 per 100 leukosit dengan riwayat ibu perokok pasif, namun ada hubungan bermakna antara jumlah EB dan faktor-faktor risiko lainnya (Tabel 2). Terdapat hubungan bermakna antara jumlah EB lebih dari 4 per 100 leukosit dengan nilai Apgar menit pertama yang rendah, adanya mekonium pada air ketuban, dan perawatan intensif neonatus. Tidak terdapat hubungan antara jumlah EB dan nilai Apgar menit ke-5, bayi KMK, dan kematian bayi (Tabel 3). Pada dua kasus bayi yang meninggal, jumlah EB didapatkan lebih dari 4 per 100 leukosit. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5, Februari 2009 347

Tabel 2. Hubungan antara faktor risiko pada ibu dan jumlah EB berdasarkan nilai titik potong EB 4 per 100 leukosit Faktor risiko pada ibu Jumlah EB per 100 leukosit Nilai p >4 (n=46) 0-4 (n=71) n (%) n (%) Perokok pasif 36 (78,3) 38 (53,5) 0,007 a 10 (21,7) 33 (46,5) Pre-eklampsia 3 (6,5) 10 (14,1) 0,204 a 43 (93,5) 61 (85,9) Ketuban pecah dini 4 (8,7) 8 (11,3) 0,762 b 42 (91,3) 63 (88,7) Korioamnionitis 0 3 (4,2) 0,278 b 46 (100,0) 68 (95,8) Cara persalinan 20 (43,5) 35 (49,3) 0,538 a 26 (56,5) 36 (50,7) a uji Pearson s chi-square; b uji Fisher s exact Tabel 3. Hubungan antara kondisi neonatus dan jumlah EB berdasarkan nilai titik potong EB 4 per 100 leukosit Kondisi neonatus Jumlah EB per 100 leukosit Nilai p >4 0-4 n (%) n (%) Nilai Apgar menit 1 0,020 a Nilai Apgar menit 5 46 (100) 67 (94,4) 0,253 b 0 4 (5,6) Bayi KMK 1 (2,2) 5 (7,0) 0,401 b 45 (97,8) 66 (93,0) Perawatan NICU 11 (23,9) 4 (5,6) 0,004 a 35 (76,1) 67 (94,4) Mekonium dalam 36 (78,3) 10 (21,7) 66 (93,0) 5 (7,0) air ketuban Kematian bayi 2 (4,3) 0 0,253 b 44 (95,7) 71 (100) 20 (28,2) 51 (71,8) 22 (47,8) 24 (52,2) 0,030 a a uji Pearson s chi-square; b uji Fisher s exact Analisis perbedaan rerata jumlah EB memperlihatkan bahwa jumlah EB secara bermakna lebih tinggi pada bayi lahir yang mengalami mekonium dalam air ketuban, nilai Apgar menit pertama rendah, memerlukan perawatan di NICU, dan meninggal (Tabel 4). Rerata jumlah EB cenderung lebih tinggi pada ibu hamil yang perokok pasif. Tabel 4. Perbedaan rerata jumlah EB per 100 leukosit pada berbagai faktor risiko (n=117) Faktor risiko Rerata EB Simpang baku Nilai p a Perokok pasif 5,1 4,28 0,060 4,1 4,28 Pre-eklampsia 3,6 1,76 0,518 4,9 4,49 Korioamnionitis 1,7 2,08 0,103 4,8 4,31 Ketuban pecah dini 4,0 4,3 0,372 4,8 4,3 Cara persalinan 4,3 3,54 0,552 5,1 4,85 Mekonium dalam air ketuban 6,3 5,37 0,007 3,9 3,29 Nilai Apgar menit-1 4,3 4.00 0,008 7,5 5,26 Nilai Apgar menit-5 4,8 4,35 0,266 2,8 0,96 Kecil masa kehamilan 3,5 1,23 0,645 4,8 4,39 Perawatan NICU 9,7 7,01 0,001 4,0 3,18 Kematian neonatus 14,5 7,78 0,014 4,6 4,01 a uji Mann Whitney Diskusi Karakteristik ibu dan bayi dalam penelitian kami berbeda dari penelitian Hanlon-Lunberg dkk pada 1098 orang ibu dengan rerata usia 23,8 tahun dan 18% di antaranya melahirkan dengan tindakan. Rerata berat lahir bayi pada penelitian tersebut 3.325,1 g dan hanya melibatkan bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 g. 2 Kasus persalinan di RSCM pada umumnya merupakan kasus rujukan dari rumah sakit lain dengan kehamilan yang berisiko tinggi, termasuk usia ibu hamil, sehingga angka persalinan dengan tindakan sangat tinggi (53%). Usia gestasi tidak berbeda dengan penelitian Hanlon-Lunberg yang mendapatkan rerata 348 Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5, Februari 2009

(39,1+1,14) minggu. 2 Nilai rerata EB per 100 leukosit berbeda-beda pada beberapa penelitian, antara 1,7 sampai 8,6 yang disebabkan perbedaan demografi dan faktor-faktor risiko yang terdapat pada masing-masing populasi. 2 Perhitungan jumlah EB dapat dilakukan dengan dua cara yaitu jumlah EB per 100 leukosit atau jumlah absolut EB dengan satuan EB x10 9 /L. Cara perhitungan jumlah EB per 100 leukosit memiliki kelemahan karena jumlah leukosit pada neonatus sangat bervariasi, 3,8 namun jumlah EB per 100 leukosit berkorelasi kuat dengan jumlah EB absolut (r=0,97). 3 Kurva ROC menetapkan bahwa jumlah EB meningkat jika lebih dari 4 per 100 leukosit. Angka tersebut sebenarnya tidak terlalu tinggi. Penghitungan EB dimaksudkan untuk uji penapisan, maka dipilih sensitivitas yang cukup baik tanpa mengorbankan spesifisitas. Sejauh ini belum ada nilai normal yang ditetapkan pada populasi neonatus cukup bulan di Indonesia, namun hampir 40% subjek penelitian memiliki jumlah EB di atas 4 per 100 leukosit. Penelitian kami juga menemukan adanya hubungan peningkatan jumlah EB dengan riwayat ibu perokok pasif. Penelitian pada bayi cukup bulan yang lahir pervaginam mendapatkan jumlah absolut EB pada bayi yang terpapar asap rokok lebih tinggi dibandingkan kontrol dan secara statistik bermakna baik pada analisis univariat maupun multivariat. 15 Pajanan asap rokok pada ibu hamil akan mengganggu oksigenasi fetus. Efek nikotin secara teoritis menyebabkan vasokonstriksi plasenta, menurunkan oksigenasi ke jaringan fetus berhubungan dengan peningkatan karboksihemoglobin janin dan berakibat kelainan vaskular plasenta. 6,15 Hasil penelitian memperlihatkan hubungan bermakna antara adanya mekonium dalam air ketuban dan peningkatan jumlah EB. Hasil yang sama juga dilaporkan peneliti lain. 2,16 Mekonium telah lama digunakan sebagai petanda adanya stres intrauterin dan hipoksia janin. Adanya mekonium juga telah dihubungkan dengan peningkatan kadar eritropoietin. 17 Stres intrauterin menyebabkan peningkatan kadar eritropoietin dan jumlah EB. 2 Tidak didapatkan perbedaan peningkatan jumlah EB yang bermakna antara bayi yang dilahirkan dengan tindakan dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan secara spontan. Hubungan antara cara lahir dengan jumlah EB mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Ghosh dkk. mendapatkan tidak ada hubungan bermakna antara jumlah EB dan cara persalinan. 6 Lim dkk 18 mendapatkan peningkatan jumlah EB pada persalinan dengan tindakan dibandingkan dengan persalinan spontan pervaginam. Penelitian kami mendapatkan persalinan dengan bedah kaisar atas indikasi distres janin berhubungan dengan peningkatan jumlah EB. 16 Tidak didapatkannya perbedaan bermakna pada penelitian kami kemungkinan karena terdapat beberapa indikasi dilakukannya bedah kaisar yang tidak berhubungan dengan distres pada janin, misalnya disproporsi kepala panggul atau tidak didapatkannya kemajuan persalinan. Peningkatan jumlah EB secara bermakna berhubungan dengan nilai Apgar rendah pada menit pertama dan risiko bayi dirawat di NICU. Hasil serupa dilaporkan Hanlon-Lunberg dan Kirby bahwa jumlah EB mempunyai kecenderungan berhubungan terbalik dengan nilai Apgar baik menit pertama maupun kelima, tetapi hubungan yang bermakna hanya terhadap nilai Apgar yang rendah pada menit pertama. Penelitian tersebut juga mendapatkan jumlah EB yang tinggi berhubungan dengan asidosis respiratorik, asidosis metabolik yang tidak terkompensasi, penurunan base excess dan perlunya perawatan di NICU. 4,16 Dari hasil penelitian ini, tampak bahwa jumlah EB dapat mendukung adanya hipoksia akut yang terjadi intrapartum. Jumlah EB tidak berhubungan bermakna dengan nilai Apgar menit ke-5 dapat disebabkan karena jumlah kasus dengan nilai Apgar menit ke-5 yang rendah hanya sedikit (4 orang). Peningkatan nilai Apgar terjadi setelah dilakukan resusitasi, berarti sebagian besar neonatus mengalami hipoksia akut, bukan hipoksia kronik. Peningkatan jumlah EB terjadi baik pada keadaan stres akut maupun hipoksia kronik. 12 Waktu yang dibutuhkan untuk peningkatan jumlah EB tidak diketahui. 4 Hipoksia jaringan yang berlangsung kronis akan meningkatkan produksi eritropoietin dan merangsang proses eritropoiesis dan berakibat peningkatan jumlah eritrosit yang beredar dalam sirkulasi, sedangkan stres akut merupakan pemicu pelepasan eritroblas dari sumsum tulang sehingga meningkatkan jumlah EB dalam sirkulasi. 12,19 Kesimpulan Rerata jumlah EB pada neonatus tunggal cukup bulan di RSCM 4,7 per 100 leukosit. Nilai titik potong di atas 4 dapat menghasilkan sensitivitas 73,3% dan spesifisitas Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5, Februari 2009 349

65,7% sebagai indikator untuk perawatan intensif. Peningkatan jumlah EB didapatkan 39,3% dari seluruh kasus. Peningkatan jumlah EB berhubungan dengan riwayat ibu hamil perokok pasif, mekonium dalam air ketuban, nilai Apgar rendah pada menit pertama, dan indikasi perawatan intensif. Peningkatan jumlah EB dapat dipakai untuk menentukan kemungkinan bayi akan mendapat perawatan di ruang intensif. Penelitian lanjutan perlu dilakukan terhadap masingmasing faktor risiko kehamilan dan persalinan terhadap jumlah EB untuk memahami patogenesis hipoksia pada neonatus sehingga dapat direncanakan upaya preventif. Daftar Pustaka 1. Perri T, Ferber A, Digli A, Rabizadeh E, Weissmann- Brenner A, Divon MY. Nucleated red blood cells in uncomplicated prolonged pregnancy. Obstet Gynecol 2004;104:372-6. 2. Hanlon-Lundberg KM, Kirby RS, Gandhi S, Broekhuizen FF. Nucleated red blood cells in cord blood of singleton term neonates. Am J Obstet Gynecol 1997;176:1149-56. 3. Hermansen MC. Nucleated red blood cells in fetus and newborn. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;84:F211-5. 4. Phelan JP, Ahn MO, Korst LM, Martin GI. Nucleated red blood cells: a marker for fetal asphyxia? Am J Obstet Gynecol 1995;173:1380-4. 5. Ghosh B, Mittal S, Kuman S, Dadhwal V. Prediction of perinatal asphyxia with nucleated red blood cells in cord blood of newborns. Int J Gynecol Obstet 2003;81:267-71. 6. Gruslin A, Perkins SH, Manchanda R, Fleming N, Clinch JJ. Maternal smoking and fetal erythropoietin levels. Obstet Gynecol 2000;95:561-4. 7. Green DW, Mimouni F. Nucleated erythrocytes in healthy infants and in infants of diabetic mothers. J Pediatr 1990;116:129-31. 8. Korst LM, Phelan JP, Ahn MO, Martin GI. Nucleated red blood cells: An update on the marker for fetal asphyxia. Am J Obstet Gynecol 1996;175:843-6. 9. Ergin T, Tarcan A, Lembet A, Çetintas S, Çetintas S, Haberal A. Nucleated red blood cell count in infants of women with well-controlled gestational diabetes mellitus. Artemis 2003;4:33-6. 10. Yeruchimovich M, Dollberg S, Green DW, Mimouni FB. Nucleated red blood cells in infants of smoking mothers. Obstet Gynecol 1999;93:403-6. 11. Littner Y, Mandel D, Sheffer-Mimouni G, Mimouni FB, Deutsch V, Dollberg S. Nucleated red blood cells in infants of mothers with asthma. Am J Obstet Gynecol 2003;188:409-12. 12. Hermansen MC. Nucleated red blood cells in fetus and newborn. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;84:F211-5. 13. Minior VK, Bernstein PS, Divon MY. Nucleated red blood cells in growth-restricted fetuses: Associations with short-term neonatal outcome. Fetal Diagn Ther 2000;15:165-9. 14. Minior VK, Shatzkin E, Divon MY. Nucleated red blood cell count in the differentiation of fetuses with pathologic growth restriction from healthy small-for-gestational-age fetuses. Am J Obstet Gynecol 2000;182:1107-9. 15. Dollberg S, Fainaru O, Mimouni FB, Shenhav M, Lessing JB, Kupferminc M. Effect of passive smoking in pregnancy on neonatal nucleated red blood cells. Pediatrics 2000;106:1-3. 16. Hanlon-Lundberg KM, Kirby RS. Nucleated red blood cells as a marker of acidemia in term neonates. Am J Obstet Gynecol 1999;181:196-201. 17. Maier RF, Böhme K, Dudenhausen JW, Obladen M. Cord blood erythropoietin in relation to different markers of fetal hypoxia. Obstet Gynecol 1993;81:575-80. 18. Lim FTH, Schrjon SA, van Beckhoven JM, Brand A, Kanhai HH, Hermans JMH, dkk. Association of stress during delivery with increased numbers of nucleated cells and hematopoietic progenitor cells in umbilical cord blood. Am J Obstet Gynecol 2000;183:1144-51. 19. Blackwell SC, Hallak M, Hotra JW, Refuerzo J, Hassan SS, Sokol RJ, dkk. Timing of nucleated red blood cell count elevation in response to acute hypoxia. Biol Neonate 2004;85:217-20. 350 Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5, Februari 2009