BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan asupan energi dan protein yang berlangsung terus-menerus yang dapat mengakibatkan timbulnya gangguan penyakit tertentu. Penderita KEK mempunyai resiko untuk melahirkan Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) lebih tinggi dibandingkan dengan WUS normal, dan (50,9%) ibu hamil KEK menderita anemia gizi sebagai salah satu faktor penyebab tingginya kematian ibu (Depkes, 2002). 2. Etiologi Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah, atau keduanya. Selain itu, zat gizi yang dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan tubuh (Jellife, 1994). B. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Soekirman (2000), status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau kelompok orang tertentu yang ditentukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran gizi tertentu. Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai untuk menunjukkan kualitas hidup satu masyarakat dan juga memberikan intervensi. Sehingga akibat lebih buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik dapat dilaksanakan (Jalal dan Soekirman, 1990). Penilaian status gizi dapat dibagi dua, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian tidak langsung. Penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian 4
secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, 2002). 2. Penilaian Antropometri Antropometri artinya ukuran tubuh manusia ditinjau dari sudut pandang gizi. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002). Antropometri sebagai indikator yang dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas (Supariasa, 2002). a. Lingkar Lengan Atas (LLA) Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil dan wanita usia subur. Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi. Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Hasil pengukuran LLA ada dua kemungkinan: bila < 23,5 cm dikatakan resiko KEK, bila 23,5 cm dikatakan tidak resiko KEK. Apabila ibu hamil beresiko KEK, diperkirakan akan melahirkan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Supariasa, 2002). 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan KEK Gizi dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung meliputi infeksi dan asupan makan. Sedangkan faktor tidak langsung meliputi persediaan pangan keluarga, pendidikan, dan pengetahuan ibu, pendapatan, sanitasi lingkungan, dan pelayanan kesehatan (Soekirman, 2000). a. Faktor langsung - Infeksi Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan akibat interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang paling utama adalah akibat konsumsi
makanan yang kurang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, dan adanya penyakit yang sering diderita (Beck, 1995). Antara status gizi dan infeksi terdapat interaksi yang bolak-balik. Infeksi dapat mengakibatkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan. Orang yang mengalami gizi kurang mudah terserang penyakit infeksi (Suhardjo, 1999). Menurut Pudjiadi (2000), terdapat interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi. Sebab malnutrisi disertai infeksi, pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada malnutrisi sendiri. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan terhadap infeksi. Dampak infeksi terhadap pertumbuhan, seperti menurunnya berat badan telah lama diketahui. Keadaan demikian ini disebabkan oleh hilangnya nafsu makan penderita infeksi. Sehingga masukan (intake) zat gizi dan energi kurang dari kebutuhan. Lagipula pada infeksi, kebutuhan tersebut justru meningkat oleh katabolisme yang berlebihan pada suhu badan tinggi (Pudjiadi, 2000). - Asupan Makanan Asupan makanan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dimakan seseorang yang dapat diukur dengan jumlah bahan makanan atau energi dan zat gizi. Salah satu faktor penting yang mendasar timbulnya masalah gizi kurang adalah adanya perilaku asupan makanan (Suhardjo, 1999). Pada dasarnya, makanan yang dikonsumsi berfungsi untuk mempertahankan kehidupan manusia, yaitu sebagai sumber energi dan pertumbuhan, serta pengganti jaringan atau sel tubuh yang rusak (Muhtadi,1993). Tingkat asupan makanan akan mempengaruhi keadaan gizi. Tingkat asupan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas
hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan yang rusak (Sediaoetama, 1996). Asupan makan seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan ketersediaan pangan dalam keluarga. Kebiasaan makan adalah kegiatan yang berkaitan dengan makanan menurut tradisi setempat. Kegiatan itu meliputi hal-hal seperti: bagaimana pangan diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan, dan berapa banyak yang dimakannya (Suhardjo, 1999). Kebutuhan zat gizi tiap individu berbeda, ada yang tinggi, dan ada yang rendah, disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, aktivitas, dan keadaan khusus lainnya. Zat gizi adalah satuan-satuan yang menyusun bahan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan penggunaannya. Suatu kecukupan zat gizi yang dianjurkan dapat menjamin tercapainya status gizi yang baik (Sediaoetama, 1991). b. Faktor tidak langsung - Ketersediaan Pangan Keluarga Ketersediaan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya (Depkes, 2000). Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri, dari pasar, atau sumber lain), harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan (Depkes, 2000). - Pendidikan Pendidikan ibu memberi pengaruh terhadap perilaku kepercayaan diri dari tanggung jawab dalam memilih makanan. Seseorang yang berpendidikan tinggi tidak memperhatikan tentang pantangan atau makanan tabu terhadap konsumsi bahan makanan yang ada (Singarimbun, 1998).
Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi, sehingga pengetahuan akan terbatas. Pada masyarakat dengan pendidikan rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit untuk menerima pembaharuan di bidang gizi (Singarimbun, 1998). - Pengetahuan Tingkat pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jarak menengah dari pendidikan kesehatan selanjutnya. Perilaku kesehatan akan berpengaruh keadaan meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan (Notoatmojo, 1993). Pendidikan atau kognitif merupakan keadaan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari hasil penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmojo, 1993). Pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari keterangan. Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman atau singkatnya (knowledge). Sedangkan pengetahuan yang didapat dari keterangan disebut ilmu pengetahuan (Notoatmojo, 1993). Pengetahuan juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya (Aswar, 1997). Sedangkan media massa adalah sebagai sarana komunikasi, mempunyai pengaruh besar dalam penentuan opini seseorang. Adanya informasi akan mempengaruhi sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut (Aswar, 1997). - Pendapatan Keluarga Tingkat pendapatan keluarga menentukan bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut. Semakin rendah pendapatan, semakin besar presentase yang digunakan untuk membeli bahan makanan, dan
semakin tinggi pendapatan, maka presentase yang digunakan untuk membeli bahan makanan semakin kecil (Berg, 1986). Pola pembelanjaan makanan antara kelompok miskin dan kaya tercermin dalam kebiasaan pengeluaran. Di negara miskin, sebagian besar pembelanjaan dialokasikan untuk makanan. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan (Berg, 1986). Keluarga yang tergolong mampu mempunyai persediaan pangan yang mencukupi, bahkan berlebih untuk sepanjang tahun. Sedangkan pada keluarga kurang mampu, pada masa-masa tertentu sering mengalami kurang pangan (Sajogyo, 1996). - Sanitasi Lingkungan dan Sarana Kesehatan Sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan adalah tersedianya air bersih dan sarana kesehatan yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan (Soekirman, 2000). Makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sanitasi lingkungan, akan meningkatkan usaha masyarakat untuk menjaga kesehatan individu, keluarga, dan lingkungan. Apabila sanitasi lingkungan terjaga dengan baik, maka kemungkinan timbulnya penyakit infeksi dapat dikurangi (Soekirman, 2000). Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak balita, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan tersedianya air bersih. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang
tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak (Soekirman, 2000).
C. Kerangka Teori Status Gizi kurang Makan Tidak Seimbang Penyakit Infeksi Ketersediaan Pangan Keluarga kkk Pola Asuh Anak Tidak Memadai Sanitasi dan air bersih, Pelayanan Kesehatan Dasar tidak memadai Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Ketrampilan masyarakat Kurang Pemberdayaan Wanita & Keluarga, Kurang Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat Pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial Sumber: Modifikasi Soekirman, 2000. D. Kerangka Konsep Tingkat Pendidikan Status Gizi Pengetahuan Gizi E. Hipotesa 1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status gizi ibu hamil. 2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil.