Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 1987

BAB I PENDAHULUAN. abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, bangsa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1986

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun : 2005 Serie : E Nomor : 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 44 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 6 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1166.K/844/M.PE/1992 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM, DAN BATUAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

QANUN PROVINSI NANGGROE AC2H DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK BUMI DAN GAS ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 13 TAHUN 1999 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAKMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR : 8 TAHUN 2002 SERI: B NOMOR : 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KOLAKA NOMOR: 7 TAHUN 2002

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT BUPATI REJANG LEBONG,

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1981

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 9 TAHUN 1998 SERI A.2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 14TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 1981

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1957 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan; 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN PENGELOLAAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

NOMOR : 36 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BUPATI BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

Transkripsi:

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang. Warga Desa Keningar berdemo untuk penutupan pertambangan dan menuntut reklamasi tambang.

Warga dan Kepolisian sedang memasang spanduk larangan melakuakan penambangan. Warga membakar gubuk penambang di lokasi pertambangan.

Pewawancara dangan Bapak Nurcahyo Kepala Bidang Mineral ESDM.

A. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 7 Tahun 2005 dan Peraturan Daerah kabupaten Magelang No 1 Tahun 2008 Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 7 Tahun 2005 Tentang Izin Usaha Industri, Izin Perluasan Dan Tanda Daftar Industri. Bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan, pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan iklim investasi dan dunia usaha yang kondusif serta untuk meningkatkan peran serta pengusaha dalam pembangunan Daerah perlu diterbitkan Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri. Untuk mengingat kembali telah di katakana bahwa dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1989 Tentang Perindustrian, Undang-Undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keputusan Presiden Republik Indonesia No 125 Tahun 1999 Tentang Penggunaan Bahan Peledak, dan Pemerintah mengeluarkan kembali Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 21 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Magelang. Adapun Pasal-Pasal yang berkaitan dengan Pertambangan batu dan pasir yang ada di Desa Keningar, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, dan beberapa Pasal sebagai berikut: Pasal 13 1. Perusahaan diberi peringatan tertulis apabila: a. Tidak melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (4), Pasal 7 ayat (5), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan (3), Pasal 11 ayat (1) dan (2).

b. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan bidang usaha yang tercantum dalam IUI atau TDI yang telah diperoleh. c. Adanya laporan/pengaduan dari pejabat yang berwenang ataupun pemilik atau pemegang hak atas kekayaan intelektual bahwa usaha industri yang bersangkutan melakukan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. 1. IUI atau TDI dibekukan apabila: Pasal 14 a. Tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). b. Melakukan kegiatan usaha yang merugikan konsumen dan tidak sesuai dengan bidang usaha. c. Sedang diperiksa di sidang pengadilan karena didakwa melakukan pelanggaran HAKI dan atau melakukan tindak pidana lainnya. d. Perusahaan industri yang bersangkutan memproduksi jenis industri tidak sesuai dengan ketentuan SNI (Standar Nasional Indonesia) wajib yang diatur sesuai ketentuan yang berlaku. e. Selama IUI atau TDI yang bersangkutan dibekukan, usaha industri tersebut dilarang melakukan kegiatan produksi; (3) Jangka waktu pembekuan IUI atau TDI bagi usaha industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan IUI atau TDI.

f. Jangka waktu pembekuan IUI atau TDI bagi usaha industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku sampai dengan adanya Keputusan Badan Peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; (5) Pembekuan IUI atau TDI dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (6) IUI atau TDI yang dibekukan dapat diberlakukan kembali apabila usaha industri yang bersangkutan: 1. Mengindahkan peringatan dengan melakukan perbaikan dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. 2. Dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran HAKI dan atau tidak melakukan tindak pidana lainnya sesuai keputusan Badan Peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 1. IUI dan TDI dapat dicabut apabila: Pasal 15 a. IUI atau TDI yang dimiliki berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau palsu. b. Perusahaan industri yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan setelah melampaui batas waktu pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) Peraturan Daerah ini. c. Perusahaan Industri yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman atas Pelanggaran HAKI dan atau melakukan tindak pidana lainnya oleh Badan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap; (2) Pencabutan IUI/TDI dilakukan secara langsung tanpa diperlukan adanya peringatan tertulis; (3) Pencabutan IUI/TDI dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 18

a. Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling tinggi Rp 50.000.000,- (lima puluh Juta Rupiah). b. Usaha industri yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (2) dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997. c. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. d. Tindak pidana yang dikenakan pidana sebagaimana diatur ayat (1) dan ayat (2) dapat dikenakan hukuman tambahan berupa pencabutan izin. e. Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) merupakan Penerimaan Daerah. Dari Pasal diatas dapat disimpulkan bahwa pada pasal 13 telah dikatakan bahwa apabila ada pelanggaran maka masyarakat yang terkait atau perusahaan yang terkait maka akan diberikan peringan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, dan diberi peringatan sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 1 bulan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Dan pada Pasal 14 ini juga telah dikatakan apabila perusahaan terkena sansi atau melakukan pelanggaran yang dapat merugikan orang lain dan melakukan perindustrian tidak sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) maka tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan penambangan sementara, bahkan bisa ditutup secara permanen oleh Pemerintah, apabila perindustrian pemecah batu membahayakan masyarakat disekitar.

Kemudian Pada Pasal 15 mengatakan apabila perusahaan yang terkait tidak melakukan perbaikan dengan kurun waktu yang telah di tetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang telah ditunjuk untuk mengusrus segala bentuk pelanggaran oleh perusahaan yang terkait, usaha penambangan perindustrian tersebut dapat ditutup secara permanen dan dapat dicabut izin oleh Pejabat atau Bupati yang ditunjuk tanpa harus diberi peringatan terlebih dahulu, karena perusahaan perindustrian tersebut telah melakukan Tindak Pidana yang membahayakan masyarakat disekitar penambangan. Pada pasal 18 disini juga telah disebutkan bahwa jikalau ada yang melanggar peraturan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah, maka Pemerintah tidak segan-segan untuk memberi sansi yang telah di tentukan, dalam Peraturan Daerah pada pasal 18 ini bahwa dikatakan akan dikenakan hukuman pidana selama 6 bulan atau denda sebesar Rp 50.000.000. bagi penambang yang melanggar peraturan yang telah telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 1 Tahun 2008 Tentang, Usaha Pertambangan. Dalam rangka mendorong dan mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah melalui peningkatan pemberdayaan Daerah dalam melakukan pengelolaan usaha dibidang pertambangan yang berwawasan lingkungan agar dapat berdaya guna, berhasil guna, bertanggungjawab, berkelanjutan dan terjaga kelestariannya serta pemanfaatannya secara optimal ditunjukan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat perlu mengatur penyelenggaraan usaha pertambangan.

Bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 23 Tahun 2001 tentang Izin Usaha Pertambangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan sehingga perlu dilakukan perubahan. Untuk mengingat kembali telah dikatakan bahwa dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah seperti yang dibawah ini: Undang-Undang No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan-Bahan Galian. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan, Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 21 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang. Pada Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 1 Tahun 2008 Tentang Usaha Pertambangan ini telah disebutkan dengan jelas pada pasal-pasal tentang tata cara melakukan penambangan, dan tata cara melakukan izin penambangan adapun pasal-pasalnya: Pasal 1 Pada pasal 1 ini dapat kita ketahui bahwa telah dikatakan bahwa beberapa syaratsyarat pertambangan golongan C adalah:

1. Surat Izin Pertambangan Daerah yang selanjutnya disebut SIPD adalah wewenang yang diberikan kepada Badan/Perseorangan untuk melaksanakan semua atau sebagian tahap usaha pertambangan bahan galian golongan C. 2. Surat Izin Pertambangan Rakyat adalah izin yang diberikan kepada rakyat setempat untuk melaksanakan usaha pertambangan secara kecil-kecilan dan dengan luas wilayah sangat terbatas yang diusahakan secara sederhana atau tradisional meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan. 3. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. 4. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pengusaha pertambangan sebagai sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi lahan bekas tambang di wilayah pertambangannya. 5. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 6. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Azaz, Tujuan Dan Ruang Lingkup Pasal 2 Usaha pertambangan diselenggarakan berdasarkan azas keadilan, demokratis, transparan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial, lingkungan, teknis dan ekonomis. Pasal 3 Pengaturan terhadap usaha pertambangan bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan potensi pertambangan yang berkelanjutan dan berkesinambungan dengan mencegah dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat usaha pertambangan. Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan terhadap usaha pertambangan mencakup wewenang dan tanggung jawab meliputi: a. Penetapan Wilayah Pertambangan. b. Pemberian Izin Usaha Pertambangan. c. Pengevaluasian dan Pelaporan Kegiatan. d. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. Usaha Pertambangan Pasal 5 1. Jenis-jenis bahan tambang yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah dan dapat diusahakan meliputi bahan mineral, batubara, dan jenis bahan lain kecuali mineral radio aktif, minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi. 2. Bahan tambang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: A. Golongan Bahan Galian Strategis (Golongan A) adalah: 1. Batubara cair, lilin bumi.

2. Bitumen padat, aspal. 3. Antrasit, batubara, batubara muda. 4. Nikel, kobalt. 5. Timah. B. Golongan Bahan Galian Vital (Golongan B) adalah: 1. Besi, pasir besi, mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan. 2. Bauksit, tembaga, timbal, seng. 3. Emas, platina, perak, air raksa, intan. 4. Arsin, antimon, bismuth. 5. Ytrim, rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya. 6. Berilium, korundum, zirkon, kristal kwarsa. 7. Kriolit, fluorspar, barit. 8. Yodium, brom, khlor, belerang. C. Golongan Bahan Galian yang tidak termasuk golongan A atau B (Golongan C) adalah: 1. Nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite). 2. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit. 3. Yarosit, leusit, tawas (alum), oker. 4. Batu permata, batu setengah permata. 5. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gibs, bentonit. 6. Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth).

7. Marmer, batu tulis. 8. Batu kapur, dolomit, kalsit. 9. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir. Sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Pasal 6 1. Wilayah Pertambangan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. 2. Penetapan wilayah pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Pencadangan wilayah. b. Kelestarian lingkungan. c. Kelestarian sumber air. d. Nilai sosial budaya. e. Teknis. f. Ekonomis. 3. Wilayah pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah melalui konsultasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 Penutupan sebagian atau seluruh wilayah pertambangan yang diusahakan dapat dilakukan dengan Keputusan Bupati berdasarkan pertimbangan teknis dan kondisi kewilayahan. Pasal 8 1. Usaha Pertambangan dapat dilakukan oleh orang pribadi, kelompok atau badan.

2. Setiap usaha pertambangan harus memperoleh izin dari Bupati. 3. Izin Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi: 1. KP dapat diberikan untuk kegiatan: a. Penyelidikan umum b. Eksplorasi c. Eksploitasi d. Pengolahan dan/atau pemurnian e. Pengangkutan f. Penjualan 2. SIPD dapat diberikan untuk kegiatan. a. Eksplorasi b. Eksploitasi c. Pengolahan dan/atau pemurnian d. Pengangkutan. e. Penjualan. 3. SIPR diberikan meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan. 4. SIPT diberikan untuk penggalian tanah atau yang sejenisnya untuk pengurugan. Pasal 13 1. Sebelum melakukan usaha pertambangan, setiap pemegang izin usaha pertambangan berkewajiban: a. Menyusun rencana teknis penambangan, sesuai dengan izin yang dimohonkan. b. Menyusun dokumen AMDAL, UKL-UPL atau SPPL. c. Menyusun rencana reklamasi sesuai dengan kondisi lokasi pertambangan.

d. Membuat pernyataan kesungguhan bagi pemohon izin usaha pertambangan dalam bentuk KP. 2. Selama melakukan usaha pertambangan, setiap pemegang izin usaha pertambangan berkewajiban: a. Melaksanakan pematokan batas wilayah pertambangan dan batas penambangan sesuai dengan Izin yang diberikan. b. Melaksanakan usaha pertambangan bahan galian berdasarkan izin yang diberikan serta menaati terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Menyampaikan laporan mengenai hasil penyelidikan umum, eksplorasi dan atau perkembangan kegiatan yang telah dilakukan, kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali. d. Menyampaikan laporan kegiatan eksploitasi/produksi dan penjualan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk setiap 1 (satu) bulan sekali paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya, yang dilengkapi buku catatan produksi yang meliputi: 1. Bukucatatan produksi, pengangkutan, pengolahan/pemurnian dan penjualan harian. 2. Buku catatan produksi, pengangkutan, pengolahan pemurnian dan penjualan bulanan. 3. Buku catatan produksi, pengangkutan, pengolahan/pemurnian dan penjualan tahunan. Serta setiap 3 (tiga) bulan sekali dilengkapi dengan peta kemajuan tambang. e. Melaksanakan program pengembangan masyarakat dan pengembangan wilayah kecuali bagi pemegang SIPT.

f. Mematuhi dan melaksanakan ketentuan teknis yang tercantum dalam izin yang diberikan. g. Memelihara keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang- Undangan yang berlaku. h. Melaksanakan pemeliharaan lingkungan dengan mematuhi petunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku. i. Melaksanakan dan melaporkan ketentuan-ketentuan dokumen AMDAL, UKL-UPL atau SPPL yang ditetapkan. j. Melaporkan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila menemukan barang berharga saat melaksanakan kegiatan penambangan. k. Melaksanakan pembayaran pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. l. Membayar Retribusi Izin Usaha Pertambangan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. m. Membayar Pajak Produksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Sesudah melakukan usaha pertambangan, setiap pemegang izin usaha pertambangan berkewajiban untuk melaksanakan reklamasi lahan bekas tambang sesuai rencana reklamasi yang ditetapkan. Pasal 16 1. Pemegang izin usaha pertambangan eksploitasi harus melaksanakan kegiatan reklamasi tanah bekas penambangan secara bertahap sesuai dengan rencana kegiatan penambangannya. 2. Tata cara pelaksanaan reklamasi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 17 Pemegang izin usaha pertambangan eksploitasi harus menyediakan uang jaminan reklamasi. 1. Besarnya jaminan reklamasi ditetapkan berdasarkan biaya reklamasi atas kegiatan usaha yang dilakukan. 2. Uang jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan reklamasi lahan bekas wilayah izin penambangan. 3. Uang jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disimpan pada Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten dengan rekening atas nama bersama antara Bupati atau pejabat yang ditunjuk dengan nama pemohon atau yang diberi kuasa. 4. Tata cara pencairan atau pelepasan jaminan reklamasi ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pada Peraturan Daerah No 1 Tahun 2008 Tentang Usaha Pertambangan di Kabupaten Magelang telah dikatakan dengan jelas pada peraturan nomer 7 telah di katakan Undang-undang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimana setiap adanya penggalian industri harus adanya upaya pengelolaan lingkungan hidup dan tidak merusak lingkungan hidup disekitar, karena apabila tidak adanya pengelolaan lingkungan hidup maka dampak yang ditimbulkan dapat membahayakan masyarakat disekitar perindustrian tersebut, dan pada tahun 2001 pemerintah mengeluarkan kembali Peraturan Daerah Kabupaten Magelang nomor 21 Tahun 2001 tentang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten Magelang. Dan dari peraturan nomer 17 juga telah di katakan bahwa, Peraturan Perintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan bahan-bahan galian, pada pasal 5 telah di katakan bahwa ada 3 golongan penggalian perindustrian yang dimana penggalian A, B dan C, perusahaan yang

terkait menggunakan penggalian golongan C yang dimana golongan C tidak sama seperti golongan A dan B adapun contoh penggalian golongan C. Golongan Bahan Galian yang tidak termasuk golongan A atau B (Golongan C) adalah: 1. Nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite); 2. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit; 3. Yarosit, leusit, tawas (alum), oker; 4. Batu permata, batu setengah permata. 5. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gibs, bentonit; 6. Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullersearth). 7. Marmer, batu tulis; 8. Batu kapur, dolomit, kalsit. 9. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir. Sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Dari Peraturan Pemerintah nomer 19 ini telah dikatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, tentang perlindungan hutan yang dimana hutan harus dilindungi, karena apabila hutan durusak dapat membahayakan bagi masyarakat disekitar hutan, dan juga hutan di pinggiran sungai harus dilindungi, karena apabila dirusak membahyakan bagi masyarakat ketika musim hujan datang, dan apabila tidak ada pepohonan untuk penahanan air dan penyerapan air itu sangat membahayakan masyarakat. Dari peraturan nomer 20 telah dikatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, yang dimana dalam melakukan perindustrian atau pengoprasian batu di pingir

sungai tidak mengambil yang berlebihan, karena dapat merusak di lingkungan sekitar sungai karena apabila perusahaan terkait mengambil yang berlebihan maka dampak yang ditimbulkan dapat membahayakan bagi masyarakat setempat. Dari nomer 21 ini telah dikatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan, yang dimana dalam peraturan ini telah di tegaskan bahwa dalam melakukan penggalian batu, kita harus terlebih dahulu melihat apabila kita melakukan penggalian, dampak seperti apa yang ditimbulkan dan apabila pengambilan batu secara yang berlebihan dampak seperti apa yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar penggalian tersebut. Usaha Pertambangan adalah usaha di bidang pertambangan terdiri dari usaha penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan bahan galian golongan A, B dan/atau C serta tanah urug, terkait dengan judul yang saya ajukan adalah disini saya melihat bahwa adanya dalam melakukan perindustrian atau pengolahan batu dan pasir di magelang perusahaan tersebut melanggar Perda Nomor 7 Tahun 2005 tentang izin usaha industri, serta Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian No 148/M/1995 tentang penetapan jenis industri yang pada intinya mengatur industri yang tidak merusak atau pun membahayakan masyarakat. Perusahaan yang terkait telah melakukan pelanggaran yang dapat membahayakan masyarakat di sekitar, meraka malakukan perusakan lingkungan dan tidak adanya tindakan atau kebijakan tegas dari pemerintah untuk menghentikan perusaan tersebut, dari paparan masyarakat banyak yang mengatakan bahwa adanya pabrik pemecah batu tersebut berdampak sangat buruk bagi masyarakat di sekitar, sungai air menjadi kering tanah menjadi retak-retak dan juga membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar prabrik pemecah batu, dan juga selama dalam

10 tahun terjadi perampasan hak-hak dasar masyarakat di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.