Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA)

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA SAMARINDA DALAM MENANGGULANGI PENGGUNAAN NARKOBA DI KELURAHAN SUNGAI PINANG DALAM KOTA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan korban tindak pidana dalam sistem hukum nasional

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

MENGENAL NAPZA KONSEP DASAR KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN & KETERGANTUNGAN NAPZA 05/02/2016 JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN. MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan Soal 4.2

BAB I PENDAHULUAN. Telah menjadi life style dalam masyarakat ketika individu mengalami

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

LANGKAH-LANGKAH APARAT KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PENYELUNDUPAN SABU-SABU DI SEBATIK KABUPATEN NUNUKAN

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

KATA PENGANTAR. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEGIATAN PPM DOSEN

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

APLIKASI ANDROID SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM DUNIA PSIKOTROPIKA

NAPZA. Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito

Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika

MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

OVERVIEW DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG P S I K O T R O P I K A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

TESIS PENGATURAN DAN PENERAPAN SANKSI PIDANA PADA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

BAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

Zat Adiktif dan Psikotropika

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

1. Undang-Undang Verdoovende Middelen Ordonantie yang Berlaku Pada Masa Belanda di Indonesia Tahun 1927

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

BAB II TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN NARKOTIKA. yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA) GOLONGAN NARKOTIKA 1. Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja). 2. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin). 3. Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein). 24 Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I, yaitu ; - Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain - Ganja atau kanabis, marihuana, hashis - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka. 24 GOLONGAN PSIKOTROPIKA Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sidroma ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan yaitu : 1. Psikotropika Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD) 2. Psikotropika Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin). 3. Psikotropika Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam). 4. Psikotropika Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG). 24 Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain : - Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu. - Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain. - Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom. Pemakai psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian. Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 disebutkan, yang dimaksud dengan Psikotropika adalah : " zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melaui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 25 Dalam Pasal 2 disebutkan : Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi sindroma ketergantungan. Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantun sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digolongkan menjadi : psikotropika golongan I psilkotropika golongan II psikotropika golongan III psikotropika golongan IV Jenis jenis psikotropika tersebut dilampirkan dalam undang-undang ini yang

merupakan bagian tak terpisahkan. 25 Adapun yang menjadi tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 yaitu : - Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. - Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. - Memberantas peredaran gelap psikotropika. Didalam Pasal 4 disebutkan : - Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentinga.n pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. - Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan. - Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, psikotropika dinyatakan sebagai barang terlarang. 25 Ketentuan Pidana. Para pelaku yang melibatkan diri dalam penyalahgunaan Narkotika,Psikotropika baik dari pihak pengguna sampai dengan tingkat yang lebih tinggi,di samping dirinya sebagai korban namun juga menjadiobjek dari hukum,bahwa walaupun pelaku yang menderita dari akibat akibat buruk penggunaan Narkoba maka yang bersangkutan juga di ancam oleh hukuman sebagaimana ketentuan Per Undang Undangan.Dalam memerangi kejahatan penyalahgunaan Narkoba Pemerintah telah menetapkan Undang Undang yang mengatur terhadap kejahatan Narkoba. 1) Tindak Pidana Narkotika Mengingat betapa besarnya bahaya penyalahgunaan Narkotika ini,maka perlu di ingatkan dasar dasar hukum yang diterapkan Sbb: a) Undang Undang R.I. No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. b) Undang Undang R.I. No.7 tahun 1997 tentang pengesahan United Nation Convention Against lllicit Traffic In Narcotic Drug and Pssychotropic Substances,1988.

c) Undang Undang R.I. No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika sebagai Pengganti UU R.I. No. 9tahun 1976. Untuk point yang c dapat di kalsifikasikan Sbb: (1) Sebagai pengguna Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 78 dan 79 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika,Dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun. (2) Sebagai pengedar Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika,Dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun/seumur hidup/mati+denda. (3) Sebagai produsen Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 80 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika,Dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun / seumur hidup/ mati + denda. 2) Tindak Pidana Psikotropika Mengingat betapa besarnya peredaran Psikotropika ini,maka perlu di ingatkan dasar dasar hukum yang diterapkan Sbb: a) UU R.I No.8 tahun 1996 tentang pengesahan Konvensi Psikotropika 1971. b) UU R.I No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika c) UU R.I No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan d) Peraturan Menteri Kesehatan No. 124 /Menkes /II/ 1993 tanggal 8 Febuari tentang obat keras tertentu. e) Odinasi Obat Keras Stbl Nomor.419 tahun 1949. f) Skep Menteri Kesehatan No. 43 /Menkes/Sk /II/ 1988 tanggal 9

Febuari tentang cara pembuatan obat.( hubungannya dengan kasus Pemalsuan ). g) Pasal 204,205,53,386,480 KUHAP. h) Instruksi Bersama manteri kesehatan R.I. dengan Kapolri tgl 7 Maret 1984 No: 75/ Menkes.Ins.B/II 1984 Dan No.Pol.: Ins/03/III 1984 Untuk penyalahgunaan Psikotropika dapat di kenakan UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika hal ini dapat di klasifikasikan Sbb: a) Sebagai pengguna Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 62 UU No. 5 tahun 1997 tentang, Psikotropika Dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan paling lama 15 tahun +denda. b) Sebagai pengedar Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 60 UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,Dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun +denda. c) Sebagai Produsen Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 80 UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika Dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun +denda. 3) Bahan Bahan Berbahaya demikian pula terhadap bahan berbahaya ada beberapa ketentuan / peraturan yang perlu di ingatkan Sbb: a. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 453/Menkes /Pen /XI/1983 tanggal 16 September 1983, tentang bahan bahan berbahaya. b. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 86/Menkes /Pen /IV/1977, tentang minuman Keras.

c. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 329/Menkes /Pen /IV/1976, tentang makanan. d. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. 220/Menkes /Pen /IX/1976, tentang kosmetika. e. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 239/Menkes /Pen /V/1985, tentang zat zat warna tertentu yang di nyatakan sebagai bahan berbahaya. f. Pasal 204, 205, 300, 538, 382bis, 386, 501, 522 KUHP Dalam Undang-undang Psikotropika, diatur secara khusus ketentuanketentuan pidana sebagaimana disebutkan dalam BAB XIV dari Pasal 59 sampai Pasal 72. Tindak pidana di bidang psikotropika antara lain berupa perbuatan perbuatan seperti memproduksi, atau mengedarkan secara gelap maupun penyalahgunaan psikotropika yang merugikan masyarakat dan negara. Memproduksi dan mengedarkan secara liar yang pada akhirnya akan dikonsumsi oleh orang lain dan orang yang mengkonsumsi nya dengan bebas akan menjadi sakit. Pemakaian psikotropika yang demikian ini bilamana jumlahnya banyak, maka masyarakat akan menjadi lemah. 26 Dilihat dari akibat kejahatan tersebut, pengaruhnya sangat merugikan bagi bangsa dan negara yang dapat menggoyahkan ketahan nasional. Karena itu terhadap pelakunya diancam dengan pidana yang tinggi dan berat yang bertujuan agar orang yang akan melakukan perbuatan pidana di bidang psikotropika agar berpikir dua kali untuk melakukannya. 25,26 Apabila diteliti lebih lanjut maka terhadap psikotropika golongan I diancam dengan ketentuan Pasal 59 yaitu : 1. Barang siapa : a. menggunakan psitropika golongan I selain yang dimaksud alam pasal 4 ayat 2 b. memproduksi dan / atau menggunakan dalam proses produksi psikotropikka golongan I sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, atau

c. mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 12 ayat 3 atau d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau e. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/ atau membawa psikotropika golongan I. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 ( empat )tahun, paling lama 15 (lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 dan paling banyak Rp.750.000.000. 2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada yaitu 1 dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana matt atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun dan pidana denda sebesar Rp.750.000.000. 3. Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, maka kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp.5.000.000.000. Dari ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 59, dapat dijatuhkan ketentuan pidana maksimal, dan dibatasi dengan ketentuan pidana minimal. Ketentuan pidana minimal tersebut hanya terdapat dalam ayat 1 Pasal 59 dan hanya dikhususkan terhadap perbuatan yang dilakukan terhadap psikotropika golongan I. Sedangkan terhadap psikotropika golongan lainnya tidak ditemui ancaman pidana minimal. 26