BAB I PENDAHULUAN. UU) dan kekuasaan yudikatif (menyelenggarakan keadilan guna menegakkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 13 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Bab I PENDAHULUAN. menyangkut 3 hal yaitu : legislasi, pengawasan dan anggaran.

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROSES PEMBUATAN PERATURAN DAERAH. Oleh : Biro Hukum SETDA Provinsi Jawa Tengah

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BADAN LEGISLASI DAERAH BAHAN CERAMAH OLEH PROF. DR. SADU WASISTIONO,MSI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

4&L Jk Am /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 09 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia


PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

BAB 11 METODE PENELITIAN. yang memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti secara sistematis.

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang 1945 kekuasaan Negara dapat dibagi ke dalam beberapa cabang kekuasaan yang dikaitkan dengan lembaga-lembaga Negara yaitu kekuasaan legislatif (membuat UU), kekuasaan eksekutif (melaksanakan UU) dan kekuasaan yudikatif (menyelenggarakan keadilan guna menegakkan hukum dan keadilan). Kekuasaan legislatif merupakan lembaga yang dipilih dan disetujui warga (choosen and appointed), berwenang membuat UU dan merupakan lembaga tertinggi dalam sebuah Negara. Melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, Pemerintah Daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan serta potensi yang dimiliki, sehingga memberikan peluang dan kesempatan bagi daerah untuk berupaya semaksimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Dengan adanya otonomi daerah tersebut berarti Pemerintah Daerah harus berusaha dan mampu mengembangkan 1

diri, menggali potensi untuk kesejahteraan warganya dan sekaligus mempertanggungjawabkan atas pelaksanaan otonomi di daerah. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah disebutkan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah. Yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota yang dilengkapi dengan perangkat daerah, yaitu Organisasi Pemerintah Daerah terdiri atas Sekretatis Daerah, Dinas, Badan dan Lembaga Teknis Daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di daerah. DPRD dibentuk untuk melaksanakan fungsi pokok yaitu, fungsi pembentukan perda, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut dilaksanakan dalam kerangka representasi atau perwakilan. Salah satu fungsi DPRD yang sangat penting dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi luas di daerah adalah fungsi legislasi. Wakil rakyat tidak dapat lepas dalam peran representasi, artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat, maka diperlukan kemampuan personal dan kelompok dalam membawa kepentingan masyarakat banyak yang lebih luas di berbagai kesempatan, karena harus melewati proses politik dengan lembaga lain seperti pemerintah Daerah (eksekutif), ormas dan pelaku bisnis. Sebab dalam pelaksanaan fungsi legislasi ini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Fungsi legislasi berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. 2

Mekanisme penyusunan, perancangan, pembahasan, pengundangan, dan penyebarluasan Peraturan Daerah lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam proses fungsi legislasi terdapat proses penyusunan Raperda yang sebelumnya ada 2 tahapan yaitu penyusunan Program Pembentuk Peraturan Daerah (Properda) dan Penyusunan Naskah Akademik. Properda (Program Pembentuk Peraturan Daerah) adalah instrument perencanaan Properda Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. 1 Sedangkan naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasaahan dan kebutuhan hukum masyarakat. 2 Eksekutif membuat Prolegda sebagai konsekuensi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diterjemahkan dalam bentuk Perda, sedangkan DPRD membuat Prolegda karena selain sebagai lembaga legislatif yang berwenang membuat Perda, juga karena DPRD melalui Perda menentukan arah pembangunan dan pemerintahan di daerah, sebagai dasar perumusan kebijakan publik di daerah, serta sebagai pendukung pembentukan perangkat daerah dan susunan organisasi perangkat daerah. Menurut Undang-Undang 1 Ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2 Ketentuan Pasal 1 angka 18 Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah 3

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan materi muatan Peraturan Daerah adalah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi Dengan adanya Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka diharapkan pelaksanaan fungsi legislasi DPRD dapat sesuai dengan dasar hukum tersebut. Dalam perkembangannya fungsi legislasi DPRD belum dapat berjalan maksimal, faktanya dalam pembentukan Peraturan Daerah baik secara nasional masih banyak menyisakan masalah 3, diantaranya: Pertama, Aspek Teknik Penyusunan. Dari segi teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, diperoleh data bahwa sebagian besar Peraturan Daerah dalam penyusunannya belum mengikuti teknik penyusunan Peraturan Perundang undangan sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Ketentuan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan pada umumnya tidak dipedomani secara taat asas dalam Pembentukan Peraturan Daerah; Kedua, Aspek Substansi terdiri dari isi dari Peraturan Daerah tersebut masih kurang memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan seringkali juga bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, seperti misalnya: menghambat/mempengaruhi investasi, belum menyatakan secara nyata kebijakan pelestarian daya dukung lingkungan hidup, belum berorientasi kepada pelayanan publik, serta belum diserapnya nilai HAM; 3 Kajian oleh Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah DIRJEN Peraturan Perundang-undangan DEPHUMKAM dalam PetaPermasalahan Dalam Pembentukan Peraturan Daerah dan Upaya Fasilitasi Percanangan Peraturan Daerah oleh Dr. Wahiduddin Adams, SH, MA 4

Ketiga, dalam pembentukan peraturan daerah masih ditemukan adanya pasal-pasal yang hilang, maksudnya adalah seringkali ditemukan adanya ketentuan norma dalam Raperda yang tidak diikuti oleh peraturan pelaksanaan lebih lanjut. Sehingga keberadaan pasal-pasal tersebut menjadi tidak atau kurang bermakna. Untuk terlaksananya Fungsi Legislasi DPRD, maka DPRD di dukung oleh suatu Badan Legislasi yang merupakan alat kelengkapan DPRD kemudian pasca berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Badan Legislasi berubah nomenklatur menjadi Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda). Badan Pembentuk Peraturan Daerah adalah alat kelengkapan DPRD yang menentukan skala prioritas bersifat tetap secara kelembagaan dan dibentuk pada saat rapat penyusunan tata tertib (tatib) tentang pembentukan alat kelengkapan DPRD yang berperan sebagai pemrakarsa pembuatan dan pembahasan Raperda. Fenomena kinerja legislasi DPRD secara umum jika dilihat dengan cermat, belum memenuhi harapan seperti yang digambarkan oleh IGI. 4 Pada tahun 2012-2014 pernah mencatat bahwa saat ini DPRD Kabupaten/Kota sangat tergantung pada input Raperda yang disampaikan oleh pemerintah daerah (eksekutif). Diagram 1.1. Kinerja legislasi Nasional (DPRD) menurut IGI Sumber Legislasi Daerah Secara Nasional Inisiatif DPRD 2.50 % (2,5%) 97.50 % Usulan Eksekutif (97,5%) Sumber: www.kemitraan.or.id/igi/ 4 Indonesia Governance Index (IGI) adalah sebagai salah satu organisasi kemitraan yang melakukan pemeringkatan terhadap kinerja legislasi DPRD di Indonensia. 5

Diagram di atas merupakan hasil studi di 10 kabupaten/kota pada lima provinsi yang menunjukan bahwa sumber Perda dari inisiatif DPRD sangat rendah atau hanya berkisar 2,5% sedangkan usulan eksekutif mendominasi hingga 97,5%. Artinya, penelitian tersebut produk legislasi daerah di 34 provinsi (yang terdiri dari Kabupaten/Kota) se-indonesia masih cukup rendah, termasuk di Kabupaten Malang. Tabel 1 Perbandingan Capaian Legislasi di Kabupaten Malang Tahun 2011-2104 No Tahun Jumlah Raperda Capaian Jumlah Inisiatif Inisiatif Eksekutif Eksekutif Capaian DPRD DPRD % 1 2011 9 12 4 6 10 47 2 2012 7 12 4 9 13 68 3 2013 6 14 3 10 13 65 4 2014 7 16 3 9 12 52 Sumber: Sekretariat DPRD Kabupaten Malang, diolah Pada tahun 2015 DPRD Kabupaten Malang memiliki 22 Program Pembentukan Peraturan Daerah. Terdiri dari 13 Raperda berasal dari eksekutif dan 9 Raperda berasal dari inisiatif DPRD. 5 Dari 13 Raperda dari eksekutif, 3 Raperda diantaranya menjadi agenda rutin yang harus ada setiap tahun yaitu Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Khusus untuk 3 Raperda tersebut dibahas oleh Badan Anggaran dan Tim Anggaran yang merupakan alat kelengkapan DPRD. Sedangkan untuk 19 Raperda yang ada, akan dibahas oleh Panitia Khusus yang anggotanya diambil dari tiap-tiap komisi dan Tim Raperda 5 http://dprd.malangkab.go.id 6

yang anggotanya dari SKPD yang berbeda terkait dengan bahasan tiap-tiap Raperda. Kelemahan pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Malang terlihat dari minimnya inovasi Perda yang dihasilkan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif, rata-rata Perda yang dihasilkan DPRD Kabupaten Malang setiap tahun hanya sekitar 9 sampai 20 Perda. Jumlah tersebut sangat sedikit jika dibandingkan dengan rata-rata Prolegda di daerah se-indonesia yang mencapai 30 sampai 50 Raperda untuk disahkan menjadi Perda setiap tahunnya. Secara kualitatif, beberapa Perda Kabupaten Malang telah dibatalkan oleh Mendagri, salah satunya Perda Pengelolaan Air Tanah yang sudah berlaku pada tahun 2009 akan tetapi pada tahun 2012 pihak Kemendagri meminta untuk merevisi karena dinilai Perda tersebut bertentangan dengan undang-undang diatasnya. 6 Selain permasalahan minimnya inovasi perda, terdapat permasalahan yang peneliti temui dilapangan yang harus mendapat evaluasi dari pihak DPRD yaitu saat uji publik/sosialisasi raperda. Permasalahannya adalah dari prosedur saat mengundang konstituen yang rentang waktunya sangat singkat yaitu hanya 2-3 hari sebelum acara uji publik dilaksanakan. Sedangkan sebanyak 22 Raperda belum disebarluaskan/dipublikasikan yang disiapkan maupun yang tengah dibahas kepada konstituen/masyarakat, sehingga berpengaruh pada subtansi dari tiap-tiap raperda yang nantinya berpengaruhnya pada kurangnya kualitas perda. 6 Wawancara dengan staf bidang perundang-undangan DPRD Kabupaten Malang pada tanggal 15 Desember 2015 7

Untuk dapat mengetahui fenomena kelemahan pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Malang seperti yang telah digambarkan sebelumnya, terkait secara logis dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, diperlukan suatu studi analisis yang komprehensif terhadap lembaga legislatif (DPRD) dalam melaksanakan fungsi pembentukan peraturan daerah, dan yang dapat mengungkapkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut guna memberikan rekomendasi pemecahan permasalahan. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal penting dalam suatu penelitian, karena dengan perumusan masalah seorang peneliti telah mengidentifikasi persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak diteliti dan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang pada tahun 2015? 2. Apa kendala dan solusi yang dilakukan DPRD Kabupaten Malang dalam melaksanakan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah pada tahun 2015? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang pada tahun 2015. 2. Untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang dalam pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah pada tahun 2015. 8

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada akademisi, mahasiswa, praktisi atau pemerhati masalah fungsi legislasi. Sehingga bermanfaat dalam pengembangan dan pengayaan ilmu sosial, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Malang. b. Manfaat Praktis Penelitian ini dipakai sebagai masukan kepada Kantor DPRD Kabupaten Malang khususnya Badan Pembentuk Peraturan Daerah untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah dalam proses pembentukan Raperda Tahun 2015. Adapun bagi masyarakat dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memiliki pemahaman mengenai pelaksanaan fungsi legislasi dan dapat berperan mengontrol jalannya fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD Kabupaten Malang. E. Definisi Konsep Definisi konsep adalah berisi gambaran umum mengenai konsep serta istilah-istilah yang memiliki kaitan dengan penelitian. Definisi konsep juga dimaksudkan memberi penegasan tentang makna arti dari kalimat yang ada di dalam permasalahan, sehingga mempermudah dalam memahami maksud dari 9

kalimat yang ada di dalam penelitian. Untuk itu ada beberapa definisi konseptual yang akan di jelaskan dengan rincian sebagai berikut: 1. Fungsi Legislasi Fungsi Legislasi adalah suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan daerah sebagai produknya. Disamping itu sebagai produk hukum daerah, maka peraturan daerah merupakan komitmen bersama para pihak pemangku kepentingan daerah yang mempunyai kekuasaan paksa (coercive). Dengan demikian fungsi pembentukan peraturan daerah mempunyai arti yang sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan (sebagai social engineering) maupun sebagai pencipta keadilan sosial bagi masyarakat. 7 Ketentuan yang mengatur mengenai penguatan fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD sudah secara tegas diatur, baik dalam UUD 1945, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Menurut Jimly Asshiddiqie, pelaksanaan fungsi legislasi dalam pembentukan UU, menyangkut 4 (empat) bentuk kegiatan, yaitu: 1. Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation); 7 Wasistiono, Sadu 2009, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Daerah, hal 58 10

2. Pembahasan rancangan undang-undang (law making process); 3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval); 4. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya (Binding decision making on international agreement and treaties or other legal binding document). 8 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat di daerah yang merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi di daerah berdasarkan Pancasila. DPRD sebagai badan legislatif daerah dan merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 9 Fungsi Dewan 10 : 1. Membentuk Undang-undang yang di bahas oleh DPR bersama Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama dan mengajukan usul Rancangan Peraturan Daerah. 2. Fungsi Anggaran, Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama-sama presiden. 3. Fungsi Pengawasan, Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan atas kebijakan pemerintah. 8 Jimly Assidqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1. Cet. 1. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006. Hal 44 9 Ibid., hal.57 10 Peraturan DPRD Kabupaten Malang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Tatib DPRD Kabupaten Malang 11

F. Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. 1. Pelaksanaan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang Tahun 2015 a. Proses penyusunan Program Legislasi Daerah (Perencanaan Pembentukan Perda); b. Penyusunan Raperda 1. Raperda Yang Berasal Dari Eksekutif 2. Raperda Yang Berasal Dari Inisiatif DPRD 2. Kendala yang dihadapi DPRD Kabupaten Malang a. Waktu Pembahasan Raperda b. Ketersediaan Anggaran 12

G. Kerangka Berpikir Pelaksanaan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah Peraturan Perundangundangan Aspirasi Masyarakat PROPEMPER DA (Badan Pembentukan Peraturan Daerah Pembentukan Perda (DPRD) Pembahasan Tingkat I Pembahasan Tingkat II Naskah Akademik + Draft Kajian Raperda Uji Publik (Raperda Eksekutif) / Sosialisasi (Raperda DPRD) Rapat Paripurna Pengesahan 13

H. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mendapatkan data dengan tujuan untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. 11 Adapun langkah-langkah metode yang digunakan dalam mendukung penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana pengertian penelitian deskriptif menurut Sugiyono adalah sebagai berikut: Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. 12 2. Sumber Data a. Data Primer 11 Sugiyono (2009), Metoda Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Penerbit Alfabeta, Bandung. Hal 15 12 Ibid., Hal 5 14

Data primer merupakan sumber data yang didapat langsung oleh peneliti dari obyek yang sedang diteliti. Data-data yang diperoleh secara langsung antara lain hasil observasi, wawancara serta dokumentasi di Kantor DPRD Kabupaten Malang selaku lembaga yang berwenang melaksanakan fungsi legislasi. Selain itu juga dari subyek lain yaitu dinas atau badan yang memiliki kaitan koordinasi guna mewujudkan pelaksanaan fungsi legislasi di Kabupaten Malang. b. Data Sekunder Definisi data sekunder menurut Jonathan Sarwono adalah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan data yang diambil dari suatu instansi yaitu DPRD Kabupaten Malang dengan permasalahan dilapangan yang terdapat pada lokasi penelitian berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian. Selain itu data sekunder lainnya dengan melakukan kajian pustaka, yang bersumber dari buku-buku, karya ilmiah, jurnal, Koran, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Definisi Observasi lapangan atau pengamatan lapangan (field observation) adalah kegiatan yang setiap saat dilakukan, dengan kelengkapan panca indra yang dimiliki. Selain dengan membaca koran, mendengarkan radio, menonton televise atau berbicara dengan orang lain, kegiatan obsevasi merupakan salah satu kegiatan untuk memahami lingkungan. b. Dokumentasi Dokumentasi dalam pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang 15

dianggap penting yang terdapat di lokasi penelitian yaitu di DPRD Kabupaten Malang. c. Wawancara Definisi dari wawancara menurut ahli adalah tehnik mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. d. Subyek Penelitian 1. Ketua Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Malang 2. 1 2 Anggota Pansus 3. 1-2 Staff Bidang Perundang-undangan 4. 1 2 Staff Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Malang e. Lokasi Penelitian Kantor DPRD Kabupaten Malang JL. Panji, No. 119, Kepanjen, JawaTimur 65163, Telepon (0341) 398400 4. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif terdiri dari empat komponen antara lain adalah : 16

a. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. b. Reduksi Data Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan. c. Display Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. d. Pengambilan Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapakan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada atau berupa gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi 17

jelas. Kesimpulan ini masih sebagai hipotesis, dan dapat menjadi teori jika didukung oleh data-data yang lain. 18