BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah


Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. pasien penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat adalah orang.

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara normal (Soematri, 2012).Secara global lebih dari 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Kesehatan N0.36 Tahun 2009 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit menurut World Health Organization (1957) adalah suatu bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu lebih dari tiga bulan. Menurut Brunner dan Suddarth, gagal ginjal kronik. sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta orang mengalami gagal ginjal. Data dari The United State Renal Data System

BAB 1 PENDAHULUAN. secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

BAB I PENDAHULUAN. abnormal yang melibatkan kerusakan pada sel-sel DNA (Deoxyribonucleic Acid).

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. angka ini meningkat menjadi 219 pasien dan tahun 2013 menjadi 418 pasien. Bila

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan cukup lanjut. Penyakit gagal ginjal kronis mengakibatkan laju filtrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan nomor satu. maka pengobatan yang diberikan adalah kemoterapi (Baradero,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. atau hipertensi merupakan masalah kesehatan yang serius dan masalah ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pada usia 6-12 tahun. Dimana anak ketika dalam keadaan sakit akan. masalah maupun kejadian yang bersifat menekan.

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya. penyakit tidak menular. Menurut WHO ( World Health

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi dapat

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS SEBELUM DAN SETELAH MENJALANI TINDAKAN HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RSUD

BAB I PENDAHULUAN. kronik atau disebut chronic kidney disease(ckd). Chronic kidney disease

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA

PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ. Abstrak

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa. Secara umum upaya kesehatan terdiri dari dua unsur utama yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Salah satu upaya kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular (Depkes, 2011). Menurut Noor (2006), berbagai jenis penyakit menular tertentu telah dapat diatasi, akan tetapi di lain pihak timbul pula masalah baru yaitu meningkatnya penyakit tidak menular. Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena semakin tinggi frekuensi kejadiannya pada masyarakat, keadaan ini terjadi di negara maju maupun negara ekonomi rendah-menengah (Bustan, 2007). Menurut WHO (World Health Organization ), pada tahun 2008 terdapat 57 juta kematian di dunia, dimana Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di dunia adalah sebesar 36 juta (63%) (WHO, 2011). Balitbangkes (2008) melaporkan bahwa Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 59,5%. Salah satu penyakit tidak menular yang menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat adalah Gagal ginjal kronik (GGK). Gagal ginjal kronik (GGK) 1

merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1.73 m 2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari oleh banyak faktor. Penyakit ginjal ini memiliki beberapa tahapan seperti ringan, sedang atau berat (Suhardjono, 2003). Gangguan ginjal yang telah berada pada tahap berat ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa zat metabolisme dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh dipenuhi dengan air dan racun sehingga timbul gejala seperti mual, muntah dan sesak napas (Pace, 2007). Proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya disebut dialisis (Brunner & Suddarth, 2002). Metode dialisis yang menjadi pilihan utama dan merupakan perawatan umum adalah hemodialisa (Noor, 2006). Di dunia, sekitar 2.622.000 orang telah menjalani pengobatan End-Stage Renal Disease pada akhir tahun 2010. Dimana 2.029.000 orang (77%) diantaranya menjalani pengobatan dialisis dan 593.000 orang (23%) menjalani transplantasi ginjal (Fresenius Medical Care, 2011). Kenaikan populasi pasien hemodialisa di Indonesia terutama pasien PNS juga disebabkan karena adanya dukungan biaya dari PT ASKES (Sukandar, 2006). Menurut Roesli (2008) tindakan dialisis meningkat dari 389 kali pada tahun 1980 menjadi 4487 pada tahun 1986. Sedangkan jumlah kasus dialisis yang dibiayai oleh PT ASKES terjadi peningkatan dari 481 kasus pada tahun 1989 menjadi 10.452 kasus pada tahun 2005.

Proses hemodialisa merupakan upaya untuk mencegah kematian atau memperpanjang usia. Namun demikian, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal. Hemodialisa juga tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal. Pasien harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui pencangkokan. Biasanya hemodialisa dilakukan dua kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam (Smeltzer, 2008). Pada pasien yang menjalani hemodialisa dapat mengakibatkan perubahanperubahan baik perubahan biologis maupun psikologis. Umumnya hemodialisa akan menimbulkan stres fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun dan juga mempengaruhi keadaan psikologis penderita, diantaranya tidak dapat tidur, cemas, khawatir memikirkan penyakitnya, bosan dengan tindakan hemodialisa yang terus-menerus dan akan mengalami gangguan dalam proses berfikir serta gangguan dalam hubungan sosial. Pasien juga dapat mengalami kecemasan, ketidakberdayaan, keputusasaan, bosan dan harga diri rendah serta gangguan citra tubuh (Black, 2005). Selain itu, banyak pasien menganggap hidupnya tinggal dihitung jari dan melampiaskan keputusasaannya dengan tidak mengindahkan petunjukkan tim medis serta makan dan minum sembarangan dan juga percaya bahwa akibat dari penyakit yang diderita mereka tak mungkin lagi dapat berolahraga (Suhud, 2009). Menurut Lubis (2006) perubahan-perubahan akibat ketergantungan terhadap tindakan hemodialisa antara lain perubahan bio-psiko-sosial-spiritual. Perubahan bio

diantaranya mengatur pola hidup yaitu diantaranya mengatur pola hidup yaitu makan, pembatasan cairan, pola aktivitas istrahat yang seimbang. Perubahan fisik tersebut dapat mengakibatkan perubahan psikologis pasien akibat dari mengalami kelemahan, tidak mampu melakukan kegiatan dan tidak berdaya. Hal tersebut dapat mengakibatkan pasien merasa tidak mampu dan tidak berdaya karena keterbatasan fisiknya, sehingga pasien menjadi malu/minder, tidak mau bertemu dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sosial atau mengalami perubahan sosial. Perubahan-perubahan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa mengakibatkan pasien mengalami penurunan motivasi untuk patuh menjalani hemodialisa yang seharusnya sudah dijadwalkan, tidak mau melakukan diet untuk membatasi cairan, tidak mempunyai gairah hidup, pesimis dan mempunyai perasaan negatif terhadap diri sendiri sampai merasa kehilangan (Black, 2005). Kepatuhan pasien dalam melakukan hemodialisa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor yang mendukung kepatuhan pasien adalah dukungan petugas kesehatan dengan pasien. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Komunikasi yang baik antara petugas kesehatan dan pasien sangat diperlukan. Dengan komunikasi, seorang tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pengetahuan pasien dalam setiap instruksi yang diberikan kepadanya, sehingga diharapkan lebih dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisa (Niven, 2002). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wang (2006) yang dilakukan kepada 45 orang yang

menjalani hemodialisa di empat pusat kesehatan Taiwan didapatkan bahwa perilaku perawat medis dalam memahami keadaan pasien berpengaruh signifikan pada kepatuhan pasien menjalani hemodialisa. Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru internalisasi. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (Sarwono, 2007). Selain dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga sangat diperlukan dalam proses hemodialisa yang dijalani pasien. Pasien hemodialisa yang mengalami kelemahan fisik tidak mampu mengunjungi fasilitas kesehatan sendiri, sehingga diperlukan bantuan orang lain. Jarang sekali pasien datang sendiri ke tempat pelayanan kesehatan tanpa pendamping atau dukungan dari keluarga dalam melakukan hemodialisa (Smeltzer, 2008). Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami ketergantungan yang terus menerus sampai keluarga tersebut mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam meningkatkan motivasi pasien dalam melakukan perawatan hemodialisa. Tanpa adanya dukungan keluarga mustahil program hemodialisa bisa dilakukan sesuai jadwal. Keterlibatan keluarga serupa dengan pemberdayaan sistem yang berupaya untuk membantu individu (anggota keluarga) untuk mengontrol diri dan

mempengaruhi komunitas dalam pemberdayaan individu dan keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kapasitas keluarga agar dapat menjadi pelindung yang handal untuk keluarganya sendiri (Keliat, 2005). Keluarga merupakan bagian yang paling dekat dan menetap bersama pasien sehingga anggota keluarga harus mampu merawat anggota keluarganya yang sakit. Selain dukungan sosial dari keluarga dan petugas kesehatan, faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisa adalah kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa itu sendiri. Kecemasan merupakan respon umum yang sering muncul pada individu yang mengalami sakit dan takut yang terusmenerus timbul. Perasaan ini timbul akibat ancaman terhadap diri sendiri, identitas diri dan harga diri. Ancaman yang dirasakan pasien yang menderita sakit antara lain karena anggota tubuhnya mengalami kerusakan akibat sakit, penurunan fungsi tubuh akibat sakit (Tamsuri, 2006). Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit di Sumatera Utara yang berada di Kota Medan. Rumah sakit ini menjadi rujukan terakhir dari rumah sakit yang berada di kabupaten/kota. Sebagai rumah sakit yang rujukan terakhir, rumah sakit ini memberikan beberapa pelayanan, antara lain hemodialisa. Pelayanan hemodialisa di rumah sakit ini dilakukan setiap hari dan setiap pasien biasanya melakukan hemodialisa pada jadwal yang telah ditentukan. Jadwal pelayanan hemodialisa setiap pasien berbeda-beda, namun pada umumnya pasien menjalani hemodialisa dua kali dalam seminggu dengan jadwal senin dan kamis, selasa dan jumat, serta rabu dan sabtu. Berdasarkan hasil wawancara dengan

beberapa pasien di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik didapatkan bahwa sebagian pasien tidak patuh dalam melakukan hemodialisa. Hasil wawancara tersebut didukung dengan data dari rekam medik tentang jumlah pasien yang melakukan hemodialisa. Jumlah pasien yang melakukan hemodialisa bervariasi dari bulan ke bulan. Data yang didapat dari rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien yang menjalani hemodialisa dari bulan Juli Desember 2012 sebanyak 5056 kunjungan, dan tahun 2013 sebanyak 13200 kunjungan dan kunjungan tertinggi pada Agustus 2012 sebanyak 986, sedangkan kunjungan terendah pada bulan Juli 2013 sebanyak 540 kunjungan. Dari data tersebut peneliti berasumsi bahwa banyak pasien yang tidak patuh melakukan hemodialisa. Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti ingin meneliti tentang pengaruh perilaku dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah semakin meningkatnya jumlah pasien yang tidak patuh menjalankan hemodialisa. Untuk itu peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. 1.4. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Rumah Sakit Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk mempromosikan pengaruh kecemasan dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa. 2. Bagi Pasien dan Keluarga Memberikan gambaran kecemasan dan dukungan sosial pada pasien yang menjalani hemodialisa untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan kepada pasien pasien. 3. Bagi Peneliti Mendapat pengalaman dan wawasan tentang pengaruh perilaku dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.