BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KETERTIBAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG KEBERSIHAN, KEINDAHAN, KETERTIBAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI BENGKULU UTARA PROVINSI BENGKULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENERTIBAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

RAMBU LALU LINTAS JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN REKLAME

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 1999 T E N T A N G KETERTIBAN DAN KEBERSIHAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri: B

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN

P E R A T U R A N D A E R A H

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 18 TAHUN 2007 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DAN DITEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG KETERTIBAN DAN KETENTERAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

a. bahwa Pemerintah Kota memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakat serta memelihara ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN PERTOKOAN BULIAN BISNIS CENTER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PARKIR KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

Transkripsi:

1 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan di Daerah yang tertib, bersih, indah, nyaman dan tentram, Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan ketertiban umum; b. bahwa upaya menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur perlu dilakukan sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman dan nyaman; c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 6 Tahun 1990 tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan Daerah Tingkat II Blora sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

2 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247); 8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444); 9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58); 10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4275); 11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93); 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 13. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96);

3 14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5054); 15. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144); 16. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 17. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 18. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3177); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembinaan Ketenteraman dan Ketertiban di Wilayah; 21. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

4 23. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4838); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9); 28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA Dan BUPATI BlORA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KETERTIBAN UMUM.

5 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Blora. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Blora. 3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Blora. 4. Ketertiban umum adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. 5. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada pada permukaan tanah dan/atau air, diats permukaan tanah, dibawah permukaan tanah atau air, serta diatas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori dan jalan kabel. 6. Taman adalah ruang terbuka dengan segala kelengkapannya yang dipergunakan dan dikelola untuk keindahan dan antara lain berfungsi sebagai paru-paru kota. 7. Jalur Hijau adalah salah satu jenis ruang terbuka hijau fungsi tertentu. 8. Fasilitas umum adalah tempat umum yang menjadi milik, dikuasai dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah guna kepentingan umum. 9. Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. 10. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-meminta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

6 11. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. 12. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dana ketenteraman masyarakat. 13. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat yang memiliki kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan atas pelanggaran Peraturan daerah. BAB II TERTIB JALAN DAN ANGKUTAN JALAN Pasal 2 (1) Setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan, berlalu lintas dan mendapat perlindungan dari Pemerintah Daerah. (2) Untuk memberikan hak setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah berwenang menyelenggarakan kebijakan ketertiban di jalan dan angkutan jalan. Pasal 3 (1) Setiap pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki (trotoar) atau jalan paling tepi apabila tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. (2) Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan yang telah dilengkapi dengan sarana jembatan penyeberangan atau rambu penyeberangan (Zebra Cross) wajib menggunakan sarana tersebut. (3) Setiap penumpang angkutan umum wajib naik atau turun kendaraan ditempat pemberhentian yang telah ditetapkan. (4) Setiap pengemudi angkutan umum wajib berjalan pada ruas jalan yang telah ditetapkan.

7 (5) Setiap pengemudi angkutan umum wajib menaikan dan menurunkan penumpang pada tempat pemberhentian yang telah ditetapkan. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) hanya berlaku pada kawasan zona tertib lalu lintas. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan zona tertib lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 4 (1) Setiap orang atau badan dilarang : a. memarkir kendaraan bermotor diatas trotoar; b. membuat pos keamanan di jalan atau trotoar; c. membuat atau memasang pintu penutup jalan; d. menggunakan bahu jalan atau trotoar dan badan jalan selain untuk peruntukannya; e. mengangkut barang dengan kendaraan yang melebihi batas daya angkut dan kelas jalan yang sudah ditetapkan; f. melakukan perbuatan yang dapat berakibat merusak sebagian atau seluruh badan jalan dan membahayakan keselamatan lalu lintas; g. membuang sampah sembarangan di jalan; h. membakar sampah atau kotoran di jalan; i. mengangkut muatan dengan kendaraan terbuka yang dapat mengotori jalan; j. menggembalakan atau membiarkan hewan peliharaan berkeliaran di jalan yang dapat mengganggu pengguna jalan; k. memasang spanduk, baliho, kain bendera atau bendera bergambar dan sejenisnya disekitar jalan tanpa ijin; l. menerobos pagar pemisah jalan; dan/atau m. bertempat tinggal baik permanen maupun semi permanen di bahu jalan, bawah jembatan atau dijembatan penyeberangan. (2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d tidak berlaku apabila yang bersangkutan telah mendapatkan ijin dari pihak yang berwenang.

8 BAB III TERTIB JALUR HIJAU, TAMAN DAN FASILITAS UMUM Pasal 5 (1) Setiap orang berhak menikmati kenyamanan di Jalur hijau, Taman dan Fasilitas umum lainnya. (2) Untuk memberikan hak setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah berwenang menyelenggarakan kebijakan ketertiban di Jalur hijau, Taman dan Fasilitas umum lainnya. Pasal 6 Setiap orang atau badan dilarang : a. memasuki atau berada di jalur hijau atau taman yang bukan diperuntukkan untuk umum ; b. melakukan perbuatan dengan alasan apapun yang dapat merusak jalur hijau, taman dan/atau fasilitas umum lainnya beserta kelengkapannya; c. bertempat tinggal di jalur hijau, taman dan/atau fasilitas umum lainnya; d. membuang air besar dan/atau buang air kecil sembarangan di kawasan jalur hijau,taman dan/atau fasilitas umum lainnya; e. melakukan kegiatan mencorat-coret, menulis, melukis, menempelkan iklan dan sejenisnya di pohon, bangku taman, tembok dan fasilitas umum lainnya dikawasan jalur hijau, taman dan fasilitas umum lainnya; f. bertempat tinggal baik permanen maupun semi permanen di kawasan jalur hijau, taman dan fasilitas umum lainnya; g. membuang sampah sembarangan di kawasan jalur hijau, taman dan/atau fasilitas umum lainnya; h. menggembalakan hewan peliharaan di jalur hijau, taman dan/atau fasilitas umum lainnya yang telah diberi tanda larangan; i. melompati atau menerobos pagar pembatas dijalur hijau, taman dan fasilitas umum lainnya;dan/atau

9 j. menebang atau merusak pohon dan tanaman yang tumbuh di sepanjang jalur hijau, taman dan fasilitas umum lainnya,kecuali dilakukan oleh petugas yang berwenang. k. Berburu atau menembak ditempat umum. BAB IV TERTIB SUNGAI, SALURAN AIR, DAN SUMBER AIR Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas keberlangsungan pemanfaatan sungai, saluran air, dan pelestarian sumber air. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk memelihara, menanam dan melestarikan pohon lindung di daerah sepadan sungai, saluran air, dan sumber air. Pasal 8 (1) Setiap orang dan/atau badan dilarang : a. Membuang sampah ke sungai, saluran air, dan sumber air; b. Membuang kotoran pada sumber mata air, kolam air minum dan sumber air bersih lainnya; c. Mengambil dan memindahkan penutup got, selokan atau saluran air lainnya kecuali dilakukan oleh petugas yang berwenang; d. Memelihara atau menempatkan keramba ikan di saluran air dan/atau sungai kecuali atas ijin yang berwenang; e. Menangkap ikan disungai dengan menggunakan peralatan/zat yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem di sungai; dan/atau f. mendirikan bangunan di atas sungai, bantaran sungai dan/atau diatas saluran air.

10 (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh koorporasi atau perusahaan maka dapat dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa teguran lisan, teguran tertulis dan/atau pencabutan izin oleh pihak yang berwenang. BAB V TERTIB USAHA Pasal 9 (1) Setiap orang dan/atau badan berhak melakukan kegiatan usaha guna memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraannya. (2) Pemerintah Daerah berhak melakukan pembinaan, penertiban dan pengawasan terhadap kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kewenangannya. Pasal 10 Setiap orang dan/atau badan dilarang : a. menjalankan suatu kegiatan usaha di jalan, jalur hijau, taman dan/atau tempat umum lainnya; b. melakukan kegiatan usaha penjagaan kendaraan yang diparkir ditempat umum dengan maksud untuk memungut bayaran; c. membagikan selebaran, pamflet, brosur dan sejenisnya untuk usaha tertentu dengan mengharapkan imbalan di jalan, jalur hijau, angkutan umum dan atau taman yang dapat menimbulkan gangguan ketertiban umum, kebersihan dan kenyamanan masyarakat; Pasal 11 Setiap pedagang dilarang menjual barang dagangan berupa rokok kepada pelajar atau anak dibawah umur.

11 BAB VI TERTIB LINGKUNGAN Bagian kesatu Umum Pasal 12 (1) Setiap orang berhak menikmati kenyamanan dan ketentraman lingkungan. (2) Untuk memberikan hak setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah berwenang menyelenggarakan ketertiban dilingkungan. Bagian Kedua Tertib Penghuni Tempat Tinggal Pasal 13 Setiap orang dan/atau badan dilarang : a. Membuang benda yang menimbulkan bau ditempat umum yang dapat mengganggu penghuni sekitarnya; b. Menelantarkan persil, kapling atau pekarangan yang dimiliki atau dikuasainya; dan/atau c. Mencorat-coret, menulis atau menempelkan iklan di tembok, pagar, pohon, tiang listrik disekitar lingkungan tempat tinggal. Pasal 14 Setiap orang yang berkunjung atau bertamu lebih dari 48 ( empat puluh delapan ) jam wajib melaporkan diri kepada Rukun Tetangga atau Rukun Warga setempat. Pasal 15 (1) Setiap pemilik atau pengelola rumah kost wajib melaporkan data penghuni kost kepada Kepala Desa atau Lurah melalui ketua Rukun Tetangga setempat.

12 (2) Dalam hal terjadi perubahan data penghuni kost sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau pengelola kost wajib melaporkan perubahan data tersebut. Bagian Ketiga Tertib Hunian Pasal 16 (1) Dalam rangka mendukung program Tertib Hunian tempat tinggal, setiap pemilik dan pengguna bangunan wajib : a. membuat sumur resapan air hujan pada setiap bangunan baik bangunan yang ada atau yang akan dibangun, disesuaikan dengan luasan lahan yang ada serta pada sarana jalan/gang sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku; b. menyediakan tempat sampah di dalam pekarangan ; (2) Pemeliharaan bangunan pekarangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara rutin. BAB VII TERTIB TEMPAT HIBURAN DAN KERAMAIAN Pasal 17 (1) Setiap orang/badan yang menyelenggarakan kegiatan hiburan wajib mendapat ijin dari pihak yang berwenang. (2) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.kegiatan usaha jasa gelanggang permainan; b.jasa taman satwa dan pentas satwa; c. Jasa gelanggang permainan dan ketangkasan; dan/atau d.jasa Hiburan Umum.Pasal 11 jadi 17 hibiran dibuat diketentuan umum Pasal 18 (1) Setiap pemilik atau penyelenggara usaha tempat hiburan dilarang:

13 a.menerima tamu pelajar pada jam sekolah sedang berlangsung;dan/atau b.menerima tamu anak dibawah umur untuk tempat hiburan malam seperti diskotik, panti pijat dan tempat hiburan khusus dewasa sejenisnya.perlu dibuat persyarata pendirian tempat hiburan umum (2) Setiap pemilik atau penyelenggara usaha tempat hiburan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa teguran lisan, teguran tertulis dan/atau pencabutan izin oleh pihak yang berwenang. BAB VIII TERTIB SOSIAL Pasal 19 Setiap orang dan/atau badan dilarang meminta bantuan dan/atau sumbangan yang dilakukan sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama dijalan, pasar, kendaraan umum, lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah, dan kantor. Pasal 20 Setiap orang atau badan dilarang: a. Beraktifitas sebagai pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan/atau pengelap mobil di jalanan dan traffic light; b. Mengkoordinir untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil di jalan dan/atau tempat-tempat umum lainnya; c. Mengekspolitasi anak dan/atau bayi untuk mengemis. BAB IX TERTIB SUSILA Pasal 21 (1) Setiap orang dilarang bertingkah laku dan/atau berbuat asusila di jalan, jalur hijau, taman atau tempat-tempat umum lainnya.

14 (2) Setiap orang dilarang: a. menjadi penjaja seks komersial di jalan dan/atau tempattempat umum; b. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial; c. memakai jasa penjaja seks komersial di jalan dan/atau tempat-tempat umum. BAB IX PEMBINAAN, PENGENDALIAN, DAN PENGAWASAN Pasal 22 Bupati berwenang melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan ketertiban umum di Daerah. Pasal 23 Bupati melaksanakan pembinaan penyelenggaraan ketertiban umum di Daerah melalui kegiatan : a. Sosialisasi produk hukum daerah; b. Bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat dan aparat; c. Pendidikan ketrampilan bagi masyarakat; dan d. Bimbingan teknis kepada aparat dan pejabat perangkat daerah. Pasal 24 Bupati melaksanakan pengendalian penyelenggaraan ketertiban melalui kegiatan perizinan, pengawasan dan penertiban di Daerah. Pasal 25 Bupati melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ketertiban umum yang dilakukan melalui kegiatan pemantauan, pelaporan dan evaluasi rutin.

15 Pasal 26 Dalam melaksanakan tugas pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bupati dapat menunjuk pejabat atau instansi yang terkait berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. BAB XI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PENGHARGAAN Pasal 27 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya penyelenggaraan ketertiban umum. (2) Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketertiban umum. (3) Pemerintah daerah memberikan jaminan keamanan dan perlindungan identitas pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan terhadap anggota masyarakat yang telah berjasa dalam membantu upaya penyelenggaraan ketertiban umum. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pemberian penghargaaan diatur dengan peraturan Bupati. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah berwenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

16 b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri yang berkaitan dengan tindak pidana; d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi; g. Mendatangkan seorang Ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan sesuai dengan peraturan yang berlaku atau Peraturan Daerah ini; dan i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 31 (1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaiman a dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9 Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

17 BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Pada saat Peraturan Daerah ini diundangkan, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah II Blora Nomor 6 Tahun 1990 tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan Blora (Lembaran Daerah Kabupaten daerah Tingkat II Blora Nomor Seri... Nomor:.,... ), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 33 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Blora. Ditetapkan di Blora pada tanggal BUPATI BLORA Diundangkan di Blora pada tanggal Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLORA KEPALA DINAS KEHUTANAN, DJOKO NUGROHO SUTIKNO SLAMET LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN 2016 NOMOR

18 PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KETERTIBAN UMUM I. UMUM Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 disebutkan bahwa salah satu kewajiban pemerintah adalah memelihara ketertiban umum. Ketertiban umum merupakan kebutuhan mutlak bagi masyarakat dalam rangka menyelenggarakan kehidupan sehari-hari. Hal ini juga akan terkait dengan hak bagi warga negara untuk mendapatkan rasa nyaman, aman, dan tenteram. Ketertiban Umum adalah suatu ukuran dalam suatu lingkungan kehidupan yang terwujud oleh adanya perilaku manusia baik pribadi maupun sebagai anggota masyarakat yang mematuhi kaidah hukum, norma agama, sosial, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Penyelenggaraan Ketertiban Umum merupakan kewajiban pemerintah sebagaimana dimanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Ketertiban Umum merupakan manifestasi dari Hak Asasi Manusia dalam tertib kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 bahwa kewajiban setiap orang untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menjalankan hak dan kebebasannya. Tujuan dari pembatasan ini untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Terkait dengan Otonomi daerah, maka kewajiban penyelenggaraan ketertiban umum menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam rangka melindungi keamanan dan kenyamanan masyarakatnya. Kewenangan ini selanjutnya akan terkait dengan kewenangan Satuan Polisi pamong Praja sebagai perangkat daerah dalam rangka penegakan perda dan penyelenggaran ketertiban umum di daerah. Penyelenggaraan pemerintah umum dan pembangunan di daerah dapat berjalan baik dan lancar apabila terjaga ketentraman dan ketertiban, yaitu suatu kondisi masyarakat dan pemerintah yang dinamis sehingga dapat melaksanakan kegiatan dengan aman, tentram, tertib dan teratur. Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah mempunyai peran yang strategis dalam membantu Kepala Daerah di bidang penyelenggaraan pemerintahan umum, khususnya dalam rangka membina ketentraman dan ketertiban di wilayah serta penegakkan atas pelaksanaan Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah.

19 Upaya untuk mencapai kondisi yang tentram dan tertib bukan semata-mata menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah saja tetapi justru diharapkan peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menumbuhkan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Upaya untuk mencapai kondisi yang tentram dan tertib bukan semata-mata untuk menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah saja tetapi justru diharapkan peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menumbuhkan dan memelihara ketentreman dan ketertiban. Pengaturan ketertiban umum di Kabupaten Blora selama ini diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 6 Tahun 1990 Tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan dalam Daerah Tingkat II Blora Peraturan sebagaimana dimaksud diatas saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dan perkembangan peraturan perundang-undangan, sehingga seringkali terdapat ketidakpastian dalam penegakan hukum terkait dengan ketertiban umum. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8

20 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Yang dimaksud dengan Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai negeri yang ditunjuk dan diberi tugas tertentu di bidang perijinan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pasal 21 Huruf a Huruf b

21 Huruf c Yang dimaksud Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan hidup mengembara di tempat umum. Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 31 TAMBAHAN LEMBAR AN DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN 2016 NOMOR