I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soekanto (1982: 243) berpendapat bahwa peranan adalah. seseorang dalam suatu masyarakat.

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI

Dr. Alamsyah, M.Hum. Drs. Sugiyarto, M.Hum

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada

LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 101

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

INDIKATOR KINERJA UTAMA

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BIDANG SOSIAL BUDAYA. Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 17,800, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 45,668,879, BELANJA LANGSUNG 53,024,950,000.00

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun terbagi kepulauan-kepulauan, dan suku bangsa tanpa perbedaan. 1 Hal ini merupakan

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

PRESIDEN REPUBLIK IND()NESIA BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL

I. PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak semua manusia, baik kaya, msikin, tua, maupun muda.

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 23 TAHUN 2001 TENTANG

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA DINAS UPTD SEKRETARIAT BIDANG PARTISIPASI SOSIAL DAN MASYARAKAT BIDANG REHABILITASI SOSIAL BIDANG PELAYANAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

KATA PENGANTAR. Banjarmasin, 10 Januari 2015 KEPALA DINAS SOSIAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

halnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar.

2. Kelompok Masyarakat adalah kelompok sasaran penerima bantuan warga binaan sosial Dinas Sosial Kabupaten Karawang;

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 1994

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015

KERTAS KEBIJAKAN. Evaluasi Rancangan Perda Mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Utara. Permasalahan Mendasar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

DENGAN RATIMAT TUHAN YANG MATIA ESA BUPATI MOJOKERTO,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERENCANAAN KINERJA

DINAS SOSIAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa

PROFILE DINAS SOSIAL DAN PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENANGANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Pasal 152. Bagian Kedua. Bagian Tata Usaha. Pasal 153

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan peluang berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan hubungan antar daerah. Setiap pembangunan yang dilaksanakan pada akhirnya akan bermuara pada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan sumber daya pembangunan yang harus terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk mengangkat harkat dan martabatnya. Namun pada kenyataannya seluruh konsep pembangunan itu hanya seperti mengkayakan yang kaya dan semakin memiskinkan yang miskin. Menurut Menno (1992: 59) salah satu masalah yang terus menerus mendapat sorotan utama ialah masalah kemiskinan yang dialami oleh golongan tertentu dalam kota-kota besar. Meskipun kota mempunyai hampir semua fasilitas untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidup penghuninya, masih saja terdapat kelompok dan segmen masyarakat yang hidup dalam keadaan menyedihkan atau tidak sesuai dengan standar hidup yang layak. Menurut Suparlan (1984:

2 34) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar hidup rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang yang dibandingkan dengan standar kehidupan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi manusia. Masalah kemiskinan sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Menurut Oscar Lewis ( Menno 1992: 60) mengemukakan bahwa kebudayaan kemiskinan itu (culture of poverty) mempunyai ciri-ciri: a. Tingkat mortalitas yang tinggi dan harapan hidup yang rendah. b. Tingkat pendidikan yang rendah. c. Partisipasi yang rendah dalam organisasi-organisasi sosial, seperti organisasi buruh, politik dan lain-lain. d. Tidak atau jarang ambil bagian dalam perawatan medis dan programprogram kesejahteraan lainnya. e. Sedikit saja memanfaatkan fasilitas-fasilitas kota, seperti toko-toko, museum atau bank. f. Upah yang rendah dan keamanan kerja yang rendah. g. Tingkat keterampilan kerja yang rendah. h. Tidak memiliki tabungan atau kredit. i. Tidak memiliki persediaan makanan dalam rumah untuk hari esok. j. Kehidupan mereka tanpa kerahasiaan pribadi. k. Sering terjadi tindak kekerasan, termasuk pemukulan anak-anak. l. Perkawinan sering berdasarkan konsensus, sehingga sering terjadi perceraian dan pembuangan anak. m. Keluarga bertumpu pada ibu.

3 n. Kehidupan keluarga yang otoriter. o. Penyerahan diri pada nasib atau fatalisme. p. Besarnya hypermasculinity complex dikalangan pria dan martyr complex dikalangan wanita. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang ada dalam setiap masyarakat di negara manapun. Kemiskinan umumnya ditandai dengan ketimpangan suatu kesenjangan, antara lain kepemilikan sumber daya, kesempatan berusaha, keterampilan dan faktor lain yang menyebabkan perolehan pendapatan tidak seimbang dan mengakibatkan struktur sosial yang timpang. Hal inilah yang menjadikan kemiskinan sebagai fenomena sosial atau masalah sosial yang cukup menjadi perhatian dan disinilah peran pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan sangat dibutuhkan dalam penyandang masalah kesejahteraan sosial. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani, dan sosial) secara memadai dan wajar. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ini dapat dibagi sebagai berikut: 1. Anak Anak balita terlantar, anak terlantar. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah, anak nakal, anak putus sekolah dan anak cacat.

4 2. Wanita Wanita rawan sosial ekonomi, wanita yang menjadi korban kekerasan atau diperlakukan salah. 3. Lanjut usia Lanjut usia terlantar, lanjut usia yang menjadi korban kekerasan atau diperlakukan salah. 4. Penyandang cacat Penyandang cacat, penyandang cacat bekas penderita kronis. 5. Tuna susila Pengemis, gelandangan dan bekas napi 6. Keluarga Keluarga fakir miskin, keluarga berumah tidak layak huni, keluarga bermasalah sosial psikologi. 7. Masyarakat Masyarakat terasing atau komunitas adat terpencil, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Sumber: http://www.lampost.com/ Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara, akibatnya masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Pasal 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, mendefinisikan kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan

5 fungsi sosialnya. Selanjutnya pasal 4 menyebutkan Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 5 menyebutkan: 1) Penyelenggaran kesejahteraan sosial ditujukan kepada: a. Perseorangan. b. Keluarga. c. Kelompok. d. Masyarakat. 2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial: a. Kemiskinan. b. Ketelantaran. c. Kecacatan. d. Keterpencilan. e. Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku. f. Korban bencana. g. Korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Sumber: http://renstra.depsos.go.id/ Berikut adalah data penyandang masalah kesejahteraan sosial di kota Bandar Lampung:

6 Tabel 1. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Kota Bandar Lampung Tahun 2012 No Jenis PMKS Bandar Lampung 1 Anak balita terlantar 483 2 Anak terlantar 614 3 Anak korban tindak kekerasan 19 4 Anak nakal 130 5 Anak jalanan 57 6 Anak cacat 559 7 Wanita rawan sosial ekonomi 1.991 8 Wanita korban tindak kekerasan 23 9 Lanjut usia terlantar 1.179 10 Lansia korban tindak kekerasan 3 11 Penyandang cacat 1.211 12 Penyandang cacat ex kronis 382 13 Tuna sosial 272 14 Gelandangan 15 15 Pengemis 103 16 Ex napi 440 17 Korban NAPZA 163 18 Fakir miskin 21.882 19 Rumah tidak layak huni 4.573 20 Keluarga masalah sosial psikologis 67 21 Keluarga rentan 224 22 Komunitas adat terpencil - 23 Masyarakat daerah rawan bencana 1.280 24 Korban bencana alam 403 25 Korban bencana sosial 28 26 Pekerja migran terlantar 19 27 Penyandang HIV/AIDS 34 Jumlah 36.154 Sumber: http://dinsoslampung.web.id/ Dalam strategi pembangunan kesejahteraan sosial, pemerintah seharusnya memberi peran lebih besar dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial secara terencana, melembaga dan berkesinambungan. Lanjut usia terlantar sebagai masalah gejala sosial yang sudah lama hadir ditengah kita mengharuskan pemerintah secara formal mengambil sikap yang jelas terhadap masalah ini. Adanya jaminan perlindungan dari pemerintah seperti lembaga

7 kesejahteraan sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum terhadap masyarakat harus berlaku secara meluas, sebagai konkritisasi dari tanggung jawab pemerintah untuk memberikan kesejahteraan sosial terlebih bagi para lanjut usia terlantar. Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1998 Pasal 7 menegaskan bahwa Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia, dalam hal mewujudkan tugas pemerintah tersebut diperlukan sumber daya manusia yang mampu memahami bagaimana menciptakan metode pelayanan yang maksimal serta memiliki kualitas dan kapabilitas yang ditugaskan sebagai abdi masyarakat yang bekerja sebagai pemberi asuhan atau pengasuh dan sebagai pemberi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, bersih, berwibawa, berdaya guna, bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada lansia mulai tahap penerimaan, pemberian program pelayanan, sampai pada tahap meninggal dunia agar tercapainya pelayanan prima bagi para lanjut usia. Pasal 3 Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, menyebutkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan,

8 keahlian, keterampilan, pengalaman, usia dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia. Berdasarkan data penyandang masalah kesejahteraan sosial diatas, sebanyak 1.179 warga masyarakat merupakan para lanjut usia yang terlantar pada usia senja mereka, hal ini dapat disebabkan karena faktor ekonomi sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak. Selain itu, para lansia terlantar ini memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas umum dan rendah dalam berinteraksi sosial. Salah satu faktor yang menyebabkan munculnya para lanjut usia yang terlantar ini merupakan adanya budaya kemiskinan yang terjadi ditengah masyarakat. Dengan adanya kemiskinan yang mereka alami inilah yang membuat mereka mengalami kesulitan dalam menciptakan kesejahteraan bagi diri mereka sendiri bahkan keluarga mereka, hal ini yang dapat memicu terjadinya penelantaran terhadap anggota keluarga yang lain bahkan pada orang tua sendiri. Seorang anak yang seharusnya memberikan perlindungan dan kasih sayang pada orang tuanya di masa tua justru beranggapan orang tua sebagai beban yang turut pula harus ditanggung oleh anak terlebih jika anak tersebut sudah berumah tangga dan hidup dalam jerat kemiskinan. Faktor-faktor lain yang mengakibatkan para lansia terlantar adalah adanya kemajuan dalam bidang teknologi dan jasa yang mengakibatkan pula pergeseran struktur sosial dalam masyarakat. Sejalan dengan kemajuan pembangunan itu terjadi penurunan nilai-nilai kekerabatan dalam keluarga semakin melemah sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang

9 merasa diperhatikan, dihormati dan dihargai yang mengakibatkan mereka pun merasa terasingkan dirumah sendiri dengan tidak adanya perhatian dari sanak keluarga yang lainnya sehingga mereka memutuskan untuk mencari penghidupannya sendiri yang tidak jarang membuat mereka terlantar dan hidup di jalan-jalan raya akibat dari tidak dapat terpenuhinya kebutuhan hidup secara memadai. Hal inilah yang membuat kebanyakan dari mereka tidak jarang memutuskan untuk hidup menjadi gelandangan dan meminta-minta uang dari orang lain. Para lansia bukanlah kelompok yang tersisih dan terbuang ataupun diperlakukan tidak manusiawi meskipun mereka sudah tidak produktif lagi, hal ini dikarenakan bagaimanapun juga lansia semasa mudanya pernah berjasa pada kita, oleh karena itu lansia layak untuk mendapat kesejahteraan di hari tuanya. Seperti yang tertcantum dalam Pasal 3 undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, menyebutkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia. Atas dasar permasalahan tersebut maka pemerintah perlu mengambil tindakan nyata untuk mengatasinya agar tidak semakin menimbulkan kesenjangan didalam masyarakat. Ketika fenomena ini semakin menguat dan mengarah yang lebih ekstrim, maka seyogyanya diperlukan sebuah institusi yang akan

10 menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi yang telah ditinggalkan/diabaikan oleh keluarga. Dalam permasalahan kesejateraan sosial diatas tentunya sangat membutuhkan adanya penanganan dan pelayanan yang terutama dibutuhkan bagi para lanjut usia terlantar yang mengalami gangguan fungsi-fungsi sosial akibat ketidakmampuannya lagi dalam melakukan penyesuaian sosial terhadap lingkungannya. Dinas sosial provinsi lampung terkait peranannya sebagai penyelenggara/pelaksana pembangunan kesejahteraan sosial memberikan kontribusi nyata dalam penanganan para lanjut usia terlantar dengan mendirikan Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Yuswa Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Namun upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar dirasakan masih kurang, karena berdasarkan data jumlah lansia yang hidup terlantar berjumlah 1.179 jiwa sedangkan pemerintah hanya mendirikan satu panti sosial yang sudah jelas tidak dapat menampung seluruh para lansia terlantar tersebut. Anggaran Bantuan Sosial untuk lansia terlantar juga sangat kecil karena harus dibagi dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial lainnya ini juga menjadi hambatan mengapa pelaksanaan jaminan sosial bagi lansia terlantar tidak maksimal dilakukan. Didalam pelaksanaannya pun dirasakan masih minimnya tenaga operasional yang bertugas melayani lansia yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya, serta masih kurangnya sarana dan prasarana yang ada di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Yuswa Natar, Kabupaten Lampung Selatan jika dilihat dari banyaknya para lansia terlantar yang memerlukan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia agar mereka

11 dapat melaksanakan peranan sosialnya secara baik yang diharapkan dapat terciptanya kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia terlantar melalui program-program kerja yang menunjang meskipun dengan segala keterbatasan fasilitas yang ada. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana peranan Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Yuswa dalam memberikan penanganan bagi para lanjut usia terlantar? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Yuswa dalam penanganan lanjut usia terlantar tersebut. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara akademis maupun praktis: a. Secara akademis, sebagai salah satu upaya untuk memperkaya kajian ilmu sosiologi terutama mengenai Sosiologi Perkotaan, Sosiologi Budaya dan Sosiologi Pembangunan yang membahas tentang peranan Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Yuswa dalam penanganan lanjut usia terlantar di Kota Bandar Lampung.

12 b. Secara Praktis, sebagai bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan Perusahaan. Bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung khususnya Dinas Sosial dalam mengambil kebijakan yang bersangkutan dengan lanjut usia terlantar di Kota Bandar Lampung agar dapat lebih diperhatikan.