Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengungkapan suatu kasus pidana mulai dari tahap penyidikan sampai

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II LANDASAN TEORI

pihak. Lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatasi kekuasaan para penegak hukum dan melindungi terdakwa dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pembuktian Secara umum tujuan acara pidana untuk mendapatkan kebenaran tentang terjadinya suatu tindak pidana. Disamping itu acara pidana juga bertujuan untuk mengatasi kekuasaan para penegak hukum dan melindungi terdakwa dari tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan oleh hukum. Namun suatu permasalahan yang amat penting tetapi juga amat sukar ialah bagaimana hakim dapat menetapkan hal adanya kebenaran itu. Permasalahan ini adalah pembuktian dari hal sesuatu peristiwa. 17 Komposisi dalam hukum acara pidana yang berkewajiban membuktikan bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwa pelakunya adalah Jaksa Penuntut Umum dengan mengemukakan alat bukti yang sah yang telah diakui oleh Undang- Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah hakim diperbolehkan untuk memberikan penilaian dalam rangka mendapatkan keyakinan untuk memutuskan suaru perkara pidana. Sehubungan dengan hal itu, untuk lebih memperjelas hal di atas ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP menjelaskan bahwa: 17 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hlm. 80.

12 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 183 di atas, KUHAP hanya menentukan minimal batas alat bukti yang berarti hakim baru dibolehkan memberikan penilaian untuk mendapatkan keyakinan apabila minimal ada dua alat bukti yang sah. Sedangkan batas maksimal tidak ada, yang berarti tidak ada keterikatan bagi hakim untuk memberikan keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya walaupun penuntut umum mengemukakan lebih dari dua lat bukti yang sah menurut Undang-Undang, namun demikian ketidak keterkaitan ini tidak berarti KUHAP memberikan kebebasan tanpa batas kepada hakim untuk tidak memberikan keyakinan, hal ini karena di dalam Pasal 182 Ayat (5) KUHAP djelaskan bahwa: Dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya. Selanjutnya Pasal 199 huruf b KUHAP menjelaskan bahwa: Pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala ketentuan hukum, dengan menyebutkan alasan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan. Menelaah kedua Pasal di atas serta menghubungkannya dengan sistem pembuktian yang negatif sebagaimana dianut oleh KUHAP, maka dapat diketahui bahwa dalam hal pembuktian hakim dibolehkan untuk tidak meyakini alat-alat bukti yang dikemukakan oleh jaksa penuntut umum, dengan ketentuan hakim

13 harus menyebutkan alasan ketidak yakinannya itu serta pasal peraturan perundang-undang yang menjadi dasar putusan. Apapun yang telah ditentukan oleh Pasal 183 KUHAP dan Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman serta sistem pembuktian yang negatif dalam KUHAP, tidak lain tujuan nya agar keputusan hakim yang mengandung pemidanaan betul-betul sesuai dengan kenyataan, dalam arti betul-betul telah terjadi tindak pidana dan terdakwa pelakunya, dengan kata lain tidak terjadi penghukuman terhadap orang terhadap orang yang tidak bersalah dalam hal ini hokum acara pidana mengakui pendapat yang menyatakan bahwa lebih baik melepaskan seratus orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Sehubungan dengan hal tersebut, acara pidana sebetulnya hanya merupakan jalan untuk mendapatkan kebenaran yang sejati yang intinya adalah pembuktian, maka dalam acara pidana dikenal tiga bagian hukum pembuktian, yaitu: a. Penyebutan alat bukti yang dapat dipakai oleh hakim untuk mendapatkan gambaran dari peristiwa pidana yang sudah lampau. b. Penguraian cara bagaimana alat-alat bukti dipergunakan. c. Kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti. Ketiga macam hukum pembuktian di atas akan dibahas dalam uraian tentang petunjuk sebagai alat bukti yang sah dalam dalam perkara pidana sebagai pencapaian proses peradilan pidana Indonesia secara terpadu.

14 B. Pengertian Alat Bukti Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana alat-alat tersebut, dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menjelaskan tentang apa saja kah yang menjadi bukti yang sah menurut Hukum Formil ini. Ditegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah : 1. keterangan saksi; 2. keterangan ahli; 3. surat, 4. petunjuk; 5. keterangan terdakwa. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan satu persatu berdasarkan teori hukum yang Penulis pelajari. a. Keterangan saksi Saksi adalah setiap orang yang mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri tentang suatu tindak pidana. Agar suatu keterangan saksi atau kesaksian dapat dianggap sah dan memilki kekuatan pembuktian, maka harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Merupakan keterangan atas suatu peristiwa pidana yang telah saksi lihat, dengar atau alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut (pengertian keterangan saksi berdasarkan Pasal 1 butir 27 KUHAP).

15 2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup tanpa disertai oleh alat bukti yang sah lainnya. 3) Bukan merupakan pendapat atau rekaan yang diperoleh sebagai hasil dari pemikiran. 4) Harus diberikan oleh saksi yang telah mengucapkan sumpah. 5) Harus diberikan di muka sidang pengadilan. 6) Keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti bila keterangan tersebut bersesuaian satu sama lain sehingga dapat menggambarkan suatu kejadian tertentu. Untuk menilai kebenaran atas keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti, maka hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut (Pasal 185 ayat (6) KUHAP): 1) Kesesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya. 2) Kesesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain. 3) Alasan saksi dalam memberikan keterangan tertentu. 4) Cara hidup dan kesusilaan serta hal-hal lain yang pada umumnya mempengaruhi dapat tidaknya keterangan tersebut dipercaya. b. Keterangan ahli Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memilki keahlian khusus mengenai suatu hal yang diperlukan guna membuat terang suatu perkara pidana demi kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli harus dinyatakan dalam sidang pengadilan dan diberikan dibawah sumpah (Pasal 186 KUHAP). Selain itu, keterangan ahli dapat juga diberikan pada waktu

16 pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum dan dituangkan dalam suatu bentuk laporan (Pasal 133 jo penjelasan Pasal 186 KUHAP). Visum et repertum merupakan alat bukti yang dikatakan memiliki dualisme sebagai alat bukti dimana visum menyentuh dua sisi alat bukti yang sah menurut undang-undang; yaitu keterangan ahli dan surat. Visum sebagai alat bukti keterangan ahli merupakan bentuk dari keterangan ahli yang diberikan pada waktu penyidikan dan dituangkan dalam bentuk laporan (sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 186 KUHAP). c. Surat Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah jabatan dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam Pasal 187 KUHAP disebutkan secara luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat bukti yaitu: 1) Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu kejadian yang didengar/dilihat/dialami sendiri disertai alasan yang jelas mengenai keterangan tersebut. 2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya. 3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat keterangan berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal yang dimintakan secara resmi kepadanya. 4) Surat lain yang berhubungan dengan alat bukti yang lain.

17 Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan memiliki kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende bewijskracht). Namun demikian, kesempurnaan dan kekuatan mengikat tersebut hanyalah secara formal. Pada akhirnya, keyakinan hakimlah yang menentukan kekuatan pembuktiannya. Berdasarkan keterangan tersebut, visum et repertum juga dapat digolongkan sebagai alat bukti surat yaitu surat keterangan seorang ahli atas suatu hal yang dibuat berdasarkan keahliannya, dan dimintakan secara resmi kepadanya oleh penyidik. d. Petunjuk Petunjuk adalah suatu isyarat yang dapat ditarik atas suatu perbuatan atau kejadian atau keadaan yang bersesuaian, sehingga menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh secara terbatas dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Pada umumnya, alat bukti petunjuk baru diperlukan bila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan Terdakwa. e. Keterangan Terdakwa Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar sidang. Yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang. Keterangan yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang; selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya.

18 Adapun keterangan Terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alat bukti lainnya, tidak cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang. C. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti Digital / Elektronik. Alat Bukti digital didefinisikan sebagai fisik atau informasi elektronik yang dikumpulkan selama investigasi komputer yang dapat digunakan untuk bukti dalam persidangan, namun tidak terbatas pada komputer file (seperti file log atau dihasilkan laporan) dan file yang dihasilkan manusia (seperti spreadsheet, dokumen, atau pesan email). 18 Macam Macam Alat bukti Digital diantaranya : 1. E-mail. Adalah singkatan dari Electronic Mail, yaitu surat yang baik berupa teks maupun gabungan dengan gambar, yang dikirimkan dari satu alamat email ke alamat lain di jaringan internet. 2. SMS (Short Message Service) Short Message Service (SMS) adalah suatu fasilitas untuk mengirim dan menerima suatu pesan singkat berupa teks melalui perangkat nirkabel, yaitu perangkat komunikasi teleon selular, dalam hal ini perangkat nirkabel yang digunakan adalah telepon selular 3. File berbentuk (J.PG, T.IF, G.IF dll) File dengan Extension J.PG, T.IF, G.IF, yang biasanya berupa gambar. 18 http://yogapw.wordpress.com, diakses 18 Oktober 2012

19 4. Rekaman penyadapan. Yaitu rekaman yang didapat dari penyadapan pembicaraan seseorang dengan orang lain yang diduga kuat berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan tindak pidana korupsi. 5. CCTV (Closed Circuit Television) Yaitu perangkat kamera video digital yang digunakan untuk mengirim sinyal ke layar monitor di suatu ruang atau tempat tertentu. Hal tersebut memiliki tujuan untuk dapat memantau situasi dan kondisi tempat tertentu, sehingga dapat mencegah terjadinya kejahatan atau dapat dijadikan sebagai bukti tindak kejahatan yang telah terjadi. 6. Teleconference, Televideoconference. Yaitu hubungan jarak jauh antara orang satu dengan yang lain, dimana kita dapat mendengar suara dan gambar lawan bicara kita secara real time Penggunaan alat bukti elektronik di negara negara maju sudah diakui sebagai alat bukti yang sah serta dipertimbangkan hakim dalam memutus perkara baik pidana atau perdata. Di Negara negara lain terdapat peraturan yang mengatur alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Sebagai contoh Negara Malaysia, di Malaysia alat bukti diatur dalam Evidence Act 1950 atau UU tentang Alat Bukti 1950. Dalam UU tersebut alat bukti dibagi atas dua macam, yaitu alat bukti primer dan alat bukti sekunder. Yang dimaksud alat bukti primer berdasarkan Pasal 62 evidence act adalah alat bukti berupa dokumen yang original yang dihadirkan dipengadilan. Dalam evidence act 1950 yang dimaknai sebagai dokumen adalah seluruh dokumen yang dibuat secara tertulis, maupun terekam pada pita foto, baik berupa surat, buku, jurnal, film, video dan lain sebagainya.

20 Bagian-bagian dari dokumen tersebut sepanjang itu original dianggap sebagai alat bukti primer. Alat bukti sekunder ialah alat bukti yang tidak original. Ketidak originalan alat bukti tersebut bisa dikarenakan ia merupakan copy-an, rekaman yang merupakan duplikasi dari alat bukti primer. Masuknya alat bukti elektronik dalam evidence act 1950 yaitu adanya perubahan atau lebih tepatnya penambahan pada Pasal 62 tentang alat bukti primer. Dalam klausul terakhir pasal tersebut dinyatakan bahwa dokumen yang dikeluarkan dari komputer merupakan alat bukti primer. Dalam Undang Undang tersebut memberikan definisi komputer tidak tersekat oleh penamaan benda, tetapi lebih kepada prosesnya, apapun nama benda tersebut. 19 Alat bukti elektronik di Indonesia sesungguhnya juga diperkenankan dalam rumusan beberapa undang undang, diantaranya : a. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan. Dikeluarkannya Undang-undang No.8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan). Pengaturan tersebut diatur dalam Pasal 12 Undang-undang tentang Dokumen Perusahaan tersebut sebagai alat bukti yang sah. 19 http://rifq1.wordpress.com, diakses 18 November 2012

21 b. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adanya perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk. Tetapi, menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, bukti petunjuk juga dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (email), telegram, teleks, faksimili, dan dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. c. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang. Kejahatan pencucuian uang/money laundering merupakan kejahatan yang biasanya melibatkan antar negara, untuk menyamarkan tindak pidana pencucian uang biasanya uang hasil kejahatan disimpan di luar negeri. Pasal 2 angka (1q) Undang-undang pencucian uang mengatur juga mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf (b), yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

22 d. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak pidana perdagangan orang Pasal 29 Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Orang ini mengatur mengenai alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana, dapat pula berupa : 1) Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan 2) Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada : a) tulisan, suara atau gambar; b) peta, rancangan, foto atau sejenisnya; Kendati telah diatur dalam beberapa UU, namun alat bukti elektronik sifatnya masih parsial dan limitatif, sebab ia hanya dapat dipergunakan terbatas dalam tindakan hukum serta kasus kasus tertentu. KUHAP sebagai sumber hukum acara pidana sendiri tidak mengatur mengenai alat bukti digital. D. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Korupsi Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar larangan tersebut. 20 Adapun beberapa tokoh yang memiliki perbedaan pendapat tentang peristilahan 20 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2002, hlm. 71.

23 strafbaarfeit atau tindak pidana, menurut Simons tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 21 Menurut Wirjono Prodjodikoro tindak pidana merupakan pelanggaran norma-norma dalam 3 (tiga) bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk undangundang ditanggapi dengan suatu hukum pidana. 22 Beberapa peristilahan dan definisi diatas, menurut pendapat penulis yang dirasa paling tepat digunakan adalah Tindak Pidana dan Perbuatan Pidana, dengan alasan selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas, sebagai istilah hukum juga sangat praktis diucapkan dan sudah dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Moeljatno, Perbuatan Pidana didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 23 Menurut Moeljatno, yang dikutib oleh Adam Chazawi perbuatan pidana lebih tepat digunakan dengan alasan sebagai berikut : 1) Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya. Sementara itu, ancaman pidananya itu ditujukan pada orangnya. 21 PAF Lamintang, Delik-delik khusus, Sinar Baru, Bandung,1984, hlm 185. 22 Wiryono Prodjodikoro, Op, Cit, hlm. 01 23 Moeljatno, Op, Cit, hlm. 54

24 2) Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana (yang ditujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Oleh karena itu, perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan) dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula. 3) Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkret yaitu pertama, adanya kejadian tertentu (perbuatan), dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu. 24 Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana didefinisikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum. 25 Beliau membedakan istilah perbuatan pidana dengan strafbaarfeit. Ini dikarenakan perbuatan pidana hanya menunjuk pada sifat perbuatan yang terlarang oleh peraturan perundang-undangan. Soedarto memakai istiah tindak pidana sebagai pengganti dari pada strafbaarfeit, adapaun alasan beliau karena tindak pidana sudah dapat diterima oleh masyarakat. Terdapat kelompok sarjana yang berpandangan monistis dan dualistis dalam kaitannya dengan tindak pidana. Pandangan monistis berpendapat bahwa semua unsur dari suatu tindak pidana yaitu unsure perbuatan, unsur memenuhi ketentuan undang-undang, unsur sifat melawan hukum, unsur kesalahan dan unsur bertanggungjawab digunakan sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga memungkinkan untuk dijatuhkan pidana kepada pelakunya. Mereka yang 24 Adam Chazawi, Op, Cit, hlm. 71 25 Roeslan Saleh, Op, Cit, hlm. 9

25 berpandangan dualistis, memisahkan perbuatan dengan pertanggungajawaban pidana dalam pengertian jika perbuatan tersebut telah memenuhi unsur yang terdapat dalam rumusan undang-undang, maka perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Mengenai pelaku tersebut, dalam hal pertanggungjawaban pidana, masih harus ditinjau secara tersendiri, apakah pelaku tersebut mempunyai kualifikasi tertentu sehingga ia dapat dijatuhi pidana. Sebagai contoh apabila pelaku mengalami gangguan jiwa maka ia tidak dapat dipidana. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara dihadapkan pada masalah korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin Corruptie atau Corruptus. Selanjutnya, disebutkan bahwa Corruptio itu berasal dari kata Corrumpore, suatu kata latin kuno. Dari bahasa latin inilah, istilah Corruptio turun kebanyak bahasa Eropa, seperti inggris: Corruption, Corrupt; Prancis: Corruption; dan Belanda: Corruptie. 26 Arti harfiah dari kata Corrupt ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah, 27 sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. 28 26 Lilik Mulyadi, Tindak pidana korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 16 27 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1984, hlm. 9 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, hlm. 462.

26 Andi Hamzah menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan tumbuh suburnya korupsi: 1) Kurangnya gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika dibandingkan dengan kebutuhan sehari hari yang semakin meningkat. 2) Kultur kebudayaan Indonesia yang merupakan sumber meluasnya korupsi. 3) Manajemen yang kurang baik serta komunikasi yang tidak efektif dan efisien. 4) Modernisasi. 29 Tindak pidana Korupsi merupakan salah satu satu bagian dari hukum pidana khusus disamping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum, seperti adanya penyimpangan pada hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur maka secara langsung atau tidak langsung dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin kebocoran dan penyimpangan keuangan dan perekonomian negara. Dengan diantisipasi sedini mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga lambat laun akan membawa dampak adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Secara Yuridis Formal pengertian Tindak Pidana Korupsi terdapat dalam Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 serta Bab III tentang Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi Pasal 21 sampai dengan 24 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Suatu perbuatan atau tindakan untuk 29 Andi Hamzah, Op., Cit., hlm 13

27 dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana mempunyai unsur-unsur tindak pidana yang harus dipenuhi. Demikian halnya suatu tindak pidana untuk dikatakan sebagai suatu tindak pidana korupsi terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah: 1) Pasal 2 ayat (1) : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara. 2) Pasal 3 : Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Mengacu kepada definisi dari masing-masing Pasal maka dapat diuraikan unsurunsur dari Tindak Pidana Korupsi, yaitu: 1) Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Selain pengertian sebagaimana tersebut di atas termasuk setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.

28 2) Secara melawan hukum adalah melawan hukum atau tidak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan baik secara formal maupun material, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan. Selain dari itu juga termasuk tindakan-tindakan yang melawan prosedur dan ketentuan dalam sebuah instansi, perusahaan yang telah ditetapkan oleh yang berkompeten dalam organisasi tersebut. 3) Melakukan perbuatan adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Undang-undang No. 31 tahun 1999, yaitu berupa upaya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadi walaupun belum terbukti telah melakukan suatu tindakan pidana korupsi, namun jika dapat dibuktikan telah ada upaya percobaan, maka juga telah memenuhi unsur dari melakukan perbuatan. 4) Memperkaya diri, atau orang lain atau suatu korporasi adalah memberikan manfaat kepada pelaku tindak pidana korupsi, baik berupa pribadi, atau orang lain atau suatu korporasi. Bentuk manfaat yang diperoleh karena meperkaya diri adalah, terutama berupa uang atau bentuk-bentuk harta lainnya seperti surat-surat berharga atau bentuk-bentuk asset berharga lainnya, termasuk di dalamnya memberikan keuntungan kepada suatu korporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Dalam hal yang berkaitan dengan korporasi, juga termasuk memperkaya diri dari pengurus-pengurus atau orang-orang yang memiliki hubungan kerja atau hubungan-hubungan lainnya. 5) Dapat merugikan keuangan negara adalah sesuai dengan peletakan kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu

29 adanya tindak pidana korupsi adalah cukup dengan adanya unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat dari sebuah perbuatan, dalam hal ini adalah kerugian negara.