BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan situasi atau tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. matematika sebagai pelajaran wajib dikuasai dan dipahami dengan baik oleh

PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING(BBL) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP ISLAM RAUDHATUL JANNAH PAYAKUMBUH

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu proses pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang paling sentral. Hal ini mengandung arti bahwa keberhasilan proses pendidikan ditentukan oleh berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan proses interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk memperoleh sesuatu yang mengakibatkan terbentuknya pola-pola perilaku baru yang menyeluruh menuju ke arah yang lebih baik pada pribadi yang belajar. Proses pembelajaran saat ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, upaya guru yang mengarah pada peningkatan proses belajarmengajar belum optimal dan metode serta pendekatan yang digunakan guru belum beranjak dari pola-pola tradisional, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai ( Lestari, 2009). Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya agar pembelajarannya lebih bermakna. Agar hal tersebut dapat terwujud, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan lima keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yang tercakup dalam standar proses, yaitu: (1) Komunikasi matematis (mathematical communication); (2) Penalaran dan pembuktian matematis (mathematical reasoning and proof); (3) Pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (4) Koneksi matematis

2 (mathematical connections); (5) Representasi matematis (mathematical representation). Sejalan dengan itu, tujuan pembelajaran matematika yang termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, yaitu: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan pembelajaran tersebut merupakan landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama yang juga menjadi salah satu standar kompetensi lulusan mata pelajaran matematika SMP (Depdikanas, 2006:346). Kemampuan koneksi matematis diantaranya merupakan kemampuan menginterpretasi dan menjelaskan dalam menghubungkan setiap konsep yang berkaitan satu sama lain dengan konsep lainnya. Bruner (1977) menyatakan bahwa anak perlu menyadari bagaimana hubungan antar konsep, karena antara sebuah bahasan dengan bahasan matematika lainnya saling berkaitan. Melalui koneksi matematis siswa dapat mengetahui pemahamannya dalam memahami konsep baik konsep yang sudah dipelajari sebelumnya maupun konsep yang sedang dipelajarinya saat itu. Namun hal tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana, karena masih banyak siswa yang kemampuan koneksi matematisnya tergolong rendah. Hal ini diantaranya terlihat dalam penelitian Lestari (2009) dan Yusmanita (2012) yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan koneksi

3 matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Tinggi rendahnya kemampuan koneksi matematis tergantung pada kemampuan siswa dalam memahami setiap konsep, karena antara sebuah bahasan dengan bahasan matematika lainnya saling berkaitan. Kemampuan siswa dalam mengkoneksikan konsep matematisnya ketika memecahkan masalah dengan ide-ide ataupun pendapatnya, hal ini akan menumbuhkan sikap komunikasi pada siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan KTSP bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir yang dibutuhkan siswa dalam mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat dalam belajar matematika. Proses pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis dapat mengembangkan potensi berpikir siswa secara maksimal. Hadi (2012:1) menyatakan bahwa salah satu alasan perlunya para siswa belajar matematika adalah bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi matematis perlu dikembangkan melalui pembelajaran agar siswa mampu mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat dalam belajar matematika. Sehingga dengan kata lain, tujuan pembelajaran matematika diawali dengan harapan agar siswa memiliki kemampuan koneksi dan komunikasi matematis yang baik. Kemampuan komunikasi dalam matematika diantaranya merupakan kemampuan menginterpretasi dan menjelaskan istilah-istilah dan notasi-notasi matematis baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis, menyampaikan pemikiran matematika secara koheren, menganalisis dan mengevaluasi strategi dan berpikir matematis yang lain, dan dapat mengeksplorasi ide-ide matematis (NCTM, 2000). Komunikasi matematis merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan mengklarifikasi koneksi matematis siswa. Melalui komunikasi matematis, ide-ide

4 menjadi objek-objek yang direfleksikan untuk didiskusikan sehingga mendapatkan hasil. Proses komunikasi membantu membangun makna dan ketepatan ide-ide dan membuatnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam mengeksplor kemampuan komunikasi matematis siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada. Schoen, dkk (1996:170) mengemukakan bahwa komunikasi matematis tidak hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih jauh lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal berbicara, membaca, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, dan bekerjasama. Komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu situasi atau masalah melalui grafik, kalimat, persamaan, tabel, dan gambar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan kemampuan komunikasi matematis yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadi kesulitan dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi matematis siswa dapat mengekspresikan pemahamannya baik secara lisan maupun tulisan. Namun hal tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana, karena masih banyak siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya tergolong rendah. Hal ini diantaranya terlihat dalam penelitian Hidayat (2009), Sulaeman (2010), dan Tasdikin (2012) yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Hasil penelitian Setiawan (Herlina, 2012:5) tentang kemampuan komunikasi matematis siswa SMP juga menunjukkan bahwa perbedaan rerata antara kelompok kontrol dan eksperimen mencapai 20%. Dengan patokan ketuntasan 60% untuk kualifikasi sekolah baik pada kelas eksperimen, hanya 30% siswa yang dinyatakan tuntas dan sisanya 70% tidak tuntas, sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas. Untuk kualifikasi sekolah sedang pada kelas eksperimen, 10% siswa dinyatakan tuntas dan sisanya 90% tidak tuntas, sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas. Rendahnya hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa belum mampu

5 menggunakan komunikasi matematis dalam memecahkan masalah ataupun dalam menjelaskan proses pemecahan masalah yang telah dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk menyikapi permasalahan dalam realita kehidupan yang tak bisa dihindari. Dengan komunikasi matematis, seseorang dapat menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, terciptanya kegiatan sosial sebagai interaksi antar siswa dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Komunikasi matematis merupakan suatu cara untuk bertukar pendapat atau ide-ide dan mengklarifikasi dalam koneksi matematis siswa. Melalui komunikasi matematis, ide-ide menjadi objek yang direfleksikan untuk didiskusikan. Proses komunikasi membantu membangun makna dan ketepatan ide-ide serta membuatnnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam mengeksplor kemampuan komunikasi matematis siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan ide-idenya untuk memecahkan permasalahan yang ada. Selanjutnya, agar siswa mampu menyelesaikan masalah, siswa harus memahami masalah yang dihadapinya. Untuk memahami suatu masalah, biasanya digunakan suatu gambar atau model yang merepresentasikan masalah tersebut sehingga siswa dapat lebih menyederhanakan masalah tersebut. Kendala tersebut di atas merupakan tantangan bagi para guru matematika untuk menemukan suatu metode pengajaran yang membuat minat siswa terhadap pelajaran matematika meningkat. Lebih dari itu diharapkan, metode pembelajaran tersebut akan membuat siswa merasa senang dan menikmati belajar matematika sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam menyelesaikan tugas/soal matematika. Selain kemampuan koneksi dan komunikasi, terdapat aspek non kognitif yang juga memberikan pengaruh yang signifikan yaitu aspek psikologis. Aspek psikologis ini turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam

6 menyelesaikan tugas/soal dengan baik. Aspek psikologis tersebut adalah motivasi belajar. Motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian-kejadian yang diamati oleh individu sehingga mendorong mengaktifkan perilaku menjadi suatu tindakan nyata (Arends, 2008). Motivasi belajar perlu ditanamkan selama pembelajaran diantaranya dengan menumbuhkan dorongan yang kuat dan kebutuhan belajar, menumbuhkan perhatian dan minat terhadap matematika, melatih ketekunan dan keuletan dalam menghadapi kesulitan, serta menumbuhkan hasrat dan keinginan untuk berhasil. Dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar maka kemampuan koneksi dan komunikasi matematis akan berkembang dengan optimal. Motivasi sebagai proses pembangkitan gerak dalam diri individu untuk melakukan atau berbuat sesuatu guna mencapai suatu tujuan yang mempunyai tiga fungsi, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan menyeleksi perbuatan individu. Motivasi adalah prasyarat dalam pembelajaran, tanpa motivasi hasil belajar yang dicapai tidak akan optimal dan motivasi sendiri merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri sendiri atau ditimbulkan oleh lingkungan sekitar. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran. Keberhasilan belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang yang bersangkutan, oleh karena itu pada dasarnya motivasi belajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Peningkatan motivasi belajar siswa sangat diperlukan mengingat bahwa prestasi belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Motivasi dalam pembelajaran matematika pada umumnya masih rendah. Hal ini dinyatakan oleh Sudrajat (2011) bahwa salah satu penyebab rendahnya motivasi belajar siswa adalah kurangnya faktor pendorong dalam diri atau faktor luar yang mendukung motivasi. Kuat lemahnya motivasi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan belajar, maka motivasi perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri maupun dorongan dari luar dengan cara memberi

7 hadiah, penghargaan, pujian dan lain-lain. Dalam hal ini motivasi matematika penting karena akan menentukan strategi berfikir siswa yang tepat untuk memahami suatu materi. Dengan motivasi belajar yang tinggi, maka kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa akan tercapai. Koneksi dan komunikasi matematis juga menuntut adanya berbagai kemampuan matematis lain. Siswa yang baik dalam konsep matematisnya tentu tidak akan kesulitan dalam menyelesaikan persoalan koneksi dan komunikasi matematis. Dari pemaparan di atas, motivasi belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan prestasi matematika seseorang. Motivasi belajar berkaitan dengan dorongan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Dorongan kemampuan diri yang akurat merupakan hal yang sangat penting, karena perasaan positif yang tepat tentang motivasi dapat mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi internal, dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan yang menantang (Bandura, 2006: 308). Sebaliknya, perasaan negatif tentang motivasi dapat menyebabkan siswa menghindari tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah, fokus pada defisiensi dan hambatan, dan mempersiapkan diri untuk outcomes yang kurang baik. Seseorang yang salah menilai kemampuannya akan bertindak dalam suatu cara tertentu yang akan merugikan dirinya. Seseorang yang mendorong tinggi kemampuannya akan melakukan kegiatan yang dapat diraihnya, sehingga ia tidak mengalami kesulitan dan kegagalan. Sebaliknya individu yang mendorong rendah kemampuannya akan membatasi diri dari pengalaman yang menguntungkan. Motivasi memiliki pengaruh dalam pemilihan perilaku, besar usaha dan ketekunan, serta pola berpikir dan reaksi emosional. Motivasi mendorong individu untuk menyelesaikan permasalahan diantaranya dalam menyelesaikan soal-soal koneksi dan komunikasi. Dalam mengkoneksikan dan mengkomunikasikan masalah yang sulit, individu yang mempunyai motivasi rendah pada kemampuannya akan mengurangi usahanya bahkan cenderung akan menyerah. Individu yang mempunyai motivasi tinggi menganggap kegagalan sebagai

8 kurangnya usaha, sedangkan individu yang memiliki motivasi rendah menganggap kegagalan berasal dari kurangnya dorongan dari dalam dirinya. Siswa yang memiliki motivasi rendah akan cenderung ragu-ragu dan kurang peduli dalam penyelesaian masalah matematika. Sebaliknya siswa yang memiliki motivasi tinggi akan sangat yakin dan bersemangat dengan yang akan dikerjakannya. Dalam mengatasi permasalahan inilah, para guru dan pendidik selalu memerlukan metode pengajaran yang inovatif. Learning is most effective when it s fun. Kalimat tersebut dicetuskan oleh Kline (Hernowo, 2008: 15), seorang penulis buku yang berjudul Everyday Genius. Untuk menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, hendaknya guru memperhatikan satu hal penting dalam tubuh manusia yang selama ini kemampuannya masih kurang dioptimalkan, yaitu otak. Secara keseluruhan, tingkah laku manusia dikendalikan oleh otak. Struktur komposisi otak sangat berpengaruh terhadap sifat setiap orang. Pandanganpandangan negatif siswa terhadap matematika sering membuat mereka malas dan kesulitan dalam memahami konsep, hal tersebut muncul karena komposisi otak yang dibangun kurang optimal sehingga memunculkan karakter yang negatif (Jensen, 2007:45). Hal penting lainnya proses pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah guru dapat melaksanakan pembelajaran. Untuk itu, dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu. Dimyati dan Mudjiono (1994) mengemukakan ada tujuh prinsip pembelajaran, yaitu: perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, dan perbedaan individual. Prinsip prinsip pembelajaran tersebut dituangkan dalam suatu pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi lebih bermakna dan kemampuan siswa yang diharapkan dapat tercapai. Salah satu strategi pembelajaran yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang dapat memaksimalkan fungsi otak

9 sehingga kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa bisa tercapai serta motivasi siswa untuk belajar matematika pun bisa muncul. Berdasarkan pemaparan di atas, berarti dibutuhkan sebuah pendekatan pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa, yaitu dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL). Pendekatan Brain Based Learning (Jensen, 2007: 12) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Tahap-tahap perencanaan pembelajaran Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu tahap pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan yang terakhir adalah perayaan dan integrasi. Sedangkan tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Sapa at, 2009) yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis, termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Surakhmad (Mulyana, 2008: 2), bahwa pembelajaran matematika memang harus memberikan peluang untuk belajar berpikir matematis. Lebih lanjut, Romberg menyatakan (Rohendi, 2009: 30) bahwa beberapa aspek berpikir tinggi, yaitu pemecahan masalah matematika, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan koneksi matematis. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemam puan koneksi dan komunikasi matematis. Selain itu, lingkungan pembelajaran yang menantang dan menyenangkan juga akan

10 memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dan beraktifitas secara optimal dalam pembelajaran. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pendekatan Brain Based Learning dengan judul Brain Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis serta Motivasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama B. Rumusan Masalah Mengacu kepada latar belakang masalah, maka dalam rencana penelitian ini permasalahan hanya dibatasi pada kajian aspek kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa serta motivasi belajar siswa yaitu apakah pendekatan Brain Based Learning dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa serta motivasi belajar siswa Sekolah Menengan Pertama. Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 3. Apakah peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 4. Apakah terdapat korelasi positif antara kemampuan koneksi dan komunikasi matematis yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning? 5. Apakah terdapat korelasi positif antara peningkatan kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning?

11 6. Apakah terdapat korelasi positif antara peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui apakah motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 4. Mengetahui terdapat korelasi positif atau tidak antara kemampuan koneksi matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning. 5. Mengetahui terdapat korelasi atau tidak antara kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning. 6. Mengetahui terdapat korelasi atau tidak antara kemampuan komunikasi matematis dan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, peneliti, dan lembaga terkait.

12 1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL) dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa serta motivasi belajar siswa. 2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi strategi pembelajaran matematika agar dapat diaplikasikan dan dikembangkan menjadi lebih baik sehingga meningkatkan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa serta motivasi belajar siswa. 3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam rangka mengembangkan kemampuan lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dapat tidaknya pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain Based Learning (BBL) meningkatkan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa serta motivasi belajar siswa. E. DEFINISI OPERASIONAL Berikut ini didefinisikan secara variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan Brain Based Learning (BBL), koneksi matematis, komunikasi matematis, dan motivasi belajar siswa. 1. Pendekatan Brain Based Learning (BBL) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Pembelajaran ini mempertimbangkan apa yang sifatnya alami bagi otak dan bagaimna otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman, serta tidak terfokus pada keterurutan, tetapi lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan siswa akan belajar. Fase pembelajaran Brain Based Learning (BBL) yaitu : (1) pra-pemaparan; (2) persiapan; (3) inisiasi dan akusisi; (4) elaborasi; (5) inkubasi dan memasukan memori; (6) verifikasi dan pengecekan keyakinan; serta (7) perayaan dan integrasi. Adapun dalam pembelajaran ini siswa ditekankan pada pemecahan masalah. 2. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan dalam mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri maupun

13 mengaitkan konsep matematika dengan bidang lain. Indikator kemampuan koneksi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) mencari dan memahami hubungan antar konsep atau aturan matematika; (2) antara konsep atau aturan matematika dengan bidang studi lain; dan (3) antara konsep atau aturan matematika dengan aplikasi pada kehidupan nyata. 3. Kemampuan komunikasi siswa adalah kemampuan yang menyatakan situasi atau ide matematis kedalam bentuk gambar atau ekspresi matematis lainnya, dan menjelaskan ide atau situasi dari bentuk gambar yang diberikan kedalam bentuk tulisan. Indikator kemampuan komunikasi matematis meliputi: (1) mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik, atau model matematika lainnya; (2) menganalisis, mengevaluasi dan mengajukan pertanyaan terhadap suatu informasi yang diberikan; (3) menyatakan gambar atau diagram ke dalam ideide matematika. 4. Motivasi belajar siswa adalah suatu daya, dorongan atau kekuatan, baik yang datang dari diri sendiri maupun dari luar yang mendorong siswa untuk belajar. indikator motivasi belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah (1) adanya dorongan dan kebutuhan belajar; (2) menunjukkan perhatian dan minat terhadap tugas; (3) tekun menghadapi tugas; (4) ulet menghadapi kesulitan; (5) adanya hasrat dan keinginan berhasil.