BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

Nurul Arfina, Rachmanida Nuzrina, M.Gizi, Mury Kuswari

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Dewasa ini tingkat kesibukan masyarakat membuat masyarakat menyukai segala sesuatu yang instan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan kelompok peralihan dari masa anak-anak. menuju dewasa dan kelompok yang rentan terhadap perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Perubahan fisik pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan anak yang berada pada usia sekolah yaitu. antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010).

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. belakangi penelitian. Bab pendahuluan ini dibagi ke dalam beberapa subbab: (a)

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). FAO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

ARTIKEL IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA MINUMAN KEMASAN YANG DIJUAL DI WILAYAH SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Periode usia bulan (toddler and preschooler) merupakan periode

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah pangan yang perlu disediakan untuk dikonsumsi. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

Mengungkap Fakta Unik Pola Konsumsi Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan lain-lain (Amelia, 2008). Faktor gizi memegang peranan penting, dimana gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi, anak balita, prasekolah, anak SD, remaja, dan dewasa hingga usia lanjut (Nasution, 2009). Keadaan gizi yang baik sangat ditentukan oleh apa yang dikonsumsi seseorang. Dalam mengonsumsi makanan dan minuman atau biasa disebut pangan, aspek yang diperhatikan tidak hanya masalah kuantitas tetapi juga aspek kualitas pangan (Ariani, 2010). Pangan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah, jenis, maupun mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang mengonsumsinya (Fitri, 2007). Pangan yang bermutu akan memenuhi kebutuhan manusia jika daya terima terhadap pangan tersebut baik. Guna meningkatkan daya terima terhadap suatu pangan, maka dibutuhkan proses agar pangan tersebut memiliki citarasa yang baik yaitu dengan cara mengolahnya; Pangan olahan adalah makanan atau 1

2 minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan (BPOM, 2011a). Kebutuhan masyarakat yang semakin banyak mengakibatkan produk makanan olahan menjadi lebih berkembang (Daulay, 2014). Perubahan gaya hidup, kebiasaan makanan, pasar yang menyediakan makanan dan urbanisasi merupakan faktor penting yang menyebabkan peningkatan pangan olahan/pangan kemasan. Semakin meningkatnya konsumsi pangan olahan, asupan Bahan Tambahan Pangan juga meningkat (Jain & Mathur, 2014). Secara umum makanan dan minuman yang disukai adalah makanan dan minuman yang memenuhi selera atau citarasa, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu dan tekstur (Almatsier, 2001). Agar makanan dan minuman tampak lebih menarik, citarasa yang baik dan tahan lama biasanya diberi Bahan Tambahan Pangan (Praja, 2015). Banyaknya Bahan Tambahan Pangan yang tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian Bahan Tambahan Pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008 dalam Sinaga, 2009). Dalam kehidupan sehari-hari Bahan Tambahan Pangan sudah umum digunakan namun sering terjadi kontroversi karena banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan serta melebihi dosis yang diizinkan dalam industri (Praja, 2015). Pada zaman modern ini pilihan makanan sudah beragam dan mengalami perubahan. Perubahan perilaku kehidupan modern antara lain konsumsi makanan tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, rendah

3 serat, atau mengonsumsi makanan cepat saji yang saat sekarang ini banyak sekali ditawarkan kepada masyarakat, terutama kalangan remaja yang lebih mengikuti budaya barat (Putri, 2014). Masa remaja adalah dimana mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan dan teman terdekat, mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend yang sedang berkembang di masyarakat khususnya dalam hal makanan modern (Hasibuan, Etti, & Nasution, 2014). Remaja rentan terhadap perubahanperubahan yang ada di lingkungan sekitarnya, khususnya pengaruh pada masalah konsumsi makanan. Adapun kebiasaan remaja terhadap makanan sangat beragam seperti bersifat acuh terhadap makanan, lupa waktu makan karena padatnya aktivitas, makan berlebih, mengikuti trend dengan makan fast food, mengonsumsi pangan olahan yang cenderung mengandung Bahan Tambahan Pangan dan sebagainya, tanpa memperhatikan kecukupan gizi yang mereka butuhkan (Moehji, 2003 dalam Hendrayati, Salmiah, & Rauf, 2010). Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, sebesar 84,5% dari remaja mengonsumsi makanan olahan junk food yang murah dan tersedia di dekat lingkungan sekolah (Arya & Mishra, 2013). Di dalam makanan tersebut terkandung karbohidrat, protein, lemak serta Bahan Tambahan Pangan, jika setiap hari kita konsumsi dapat menimbulkan efek bagi kesehatan seperti obesitas, kolesterol dan efek lainnya (Stender, Dyerberg, & Astrup, 2007). Penelitian dilakukan di Delhi, India mengenai penilaian asupan makanan tambahan terhadap 311 remaja (13-19 tahun), menunjukkan bahwa remaja pada usia tersebut banyak mengonsumsi makanan olahan yang mengandung zat aditif. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa usia 13-

4 15 tahun secara signifikan lebih banyak mengonsumsi makanan olahan yang mengandung zat aditif dibandingkan usia 16-19 tahun (Jain & Mathur, 2014). Menurut Riskesdas 2013, hampir empat dari lima penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap 1 kali dalam sehari (77,3%). Proporsi penduduk Jakarta Barat umur 10 tahun ke atas yang mengonsumsi bumbu penyedap sebanyak 1-6 kali perminggu sebesar 24,0% dan menempati peringkat teratas dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Jakarta. Pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan seperti penyedap dan pengawet yang saat ini digemari yaitu mie. Golongan usia yang paling banyak mengonsumsi mie yaitu usia 5-12 tahun sebesar 36,6% dan diikuti oleh golongan usia 13-18 tahun sebesar 35,2% (SDT, 2014). Perilaku mengonsumsi makanan jadi dari olahan tepung juga dikumpulkan pada Riskesdas (2013). Makanan olahan dari tepung dicurigai mengandung bahan atau lapisan lilin, dan bahan pengawet. Contoh makanan jadi olahan dari tepung adalah mie instan, mie basah, roti dan biskuit. Proporsi penduduk yang mengonsumsi mie instan 1 kali per hari menurut golongan umur responden Provinsi DKI Jakarta yang tertinggi yaitu pada usia15-19 tahun (18,8%) dan diikuti oleh golongan umur 10-14 tahun (18,0%). Sebanyak 13,4% penduduk Indonesia mengonsumsi biskuit 1 kali perhari. Proporsi penduduk yang mengonsumsi biskuit berada di atas rerata salah satunya yaitu DKI Jakarta (19,6%) (Riskesdas, 2013). Sedangkan responden dari Provinsi DKI Jakarta yang mengonsumsi roti tertinggi pada golongan umur 10-14 tahun (28,0%). Proporsi penduduk yang mengkonsusmsi biskuit didominasi oleh golongan usia 10-14 tahun (26,6%) (Riskesdas, 2013).

5 Dari data tersebut menunjukkan bawah konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan masih tergolong tinggi terutama pada remaja usia 10-14 tahun. Menurut Deputi III Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), saat ini ditemukan jajanan anak-anak yang mengandung zat aditif atau berbahaya. Tingkat penyalahgunaan zat berbahaya pada jajanan anak bervariasi dan menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun 2012, BPOM menemukan 9% penyalahgunaan zat berbahaya pada jajanan anak. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah ini adalah 2%. Pemakaian zat tambahan seringkali melebihi batas yang sudah ditetapkan pemerintah (Rachmaningtyas, 2013). Penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan fungsi yang seharusnya dapat menyebabkan keracunan, gangguan fungsi hati, gangguan saluran pernafasan, sakit ginjal, gangguan paru-paru, gangguan pencernaan, kanker atau bahkan kematian (Suswanti, 2013). Guna mengetahui keamanan pangan terutama pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), BPOM melakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di beberapa sekolah dasar yang tersebar di Indonesia. Dari uji yang dilakukan diperoleh hasil, pada tahun 2011 sebesar 35% sampel tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu pangan (BPOM, 2013a). Sedangkang pada tahun 2012 dan 2013 menurun berturutturut menjadi 24% dan 19,21% (BPOM, 2013b). Meskipun telah terjadi penurunan prevalensi sampel yang tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu pangan, perlu dilakukan pengawasan dan pemahaman atau pengetahuan akan pentingnya keamanan pangan bagi remaja.

6 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan merupakan hal penting yang harus dimiliki remaja, dan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih pangan yang akan ia konsumsi (Dewi, 2013). Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting di dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang (Suhardjo, 2000). Selain pengetahuan, komponen penting yang mempengaruhi perilaku remaja dalam pemilihan makanan adalah sikap seorang remaja. Sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan perilaku secara langsung (Efendy & Makhfudli, 2009). Anak memerlukan media yang sesuai dan memadai untuk menambah pengetahuan serta pengembangan sikap dan norma tentang kesehatan. Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien (Susilana & Riyana, 2007). Berbagai metode yang mendorong peran serta dan keterlibatan anak dalam kegiatan pembelajaran meliputi permainan, diskusi kelompok dan peragaan (Sartika, 2012). Permainan mampu menghadirkan sesuatu kegembiraan dalam belajar bagi siswa dan tanpa sadar menstimulus otak, dan dapat meningkatkan IQ, serta meningkatkan rasa percaya diri. Suasana yang tercipta dapat mengakrabkan hubungan antara peneliti dan siswa. Nilai penting dari setiap permainan, apa yang diperlukan untuk mempersiapkannya (alat, bahan, dan bentuk peran serta peneliti) serta bagaimana permainan itu dilakukan yang kemudian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk pemecahan suatu

7 masalah, dan akhirnya peserta memberikan penilaian terhadap apa yang disampaikan dan dilihatnya (Khoirani, Siagian, & Ardiani, 2012). Pemberian materi atau informasi yang interaktif adalah dengan memberikan suatu simulasi yang secara langsung menggerakkan para remaja dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang berupa permainan seperti permainan monopoli. Permainan ini merupakan salah satu permainan yang dikenal dan disukai anak-anak dan remaja (Astuti, 2014). Simulasi monopoli merupakan gabungan antara role play (bermain peran) dengan diskusi kelompok yang disajikan dalam bentuk permainan papan dengan tujuan untuk menguasai semua petak yang ada pada papan (Hartati, 2010). Studi pendahuluan dilakukan dengan wawancara terhadap beberapa siswa dan observasi pada kantin SMPN 220 Jakarta, diketahui bahwa siswa sering mengonsumsi pangan olahan baik di sekolah maupun luar sekolah. Makanan yang sering dikonsumsi di sekolah yaitu mie instan, gorengan, minuman bersoda, dan beberapa makanan serta minuman olahan lainnya. Berdasarkan hasil observasi terhadap kantin sekolah, seluruh makanan yang dijual adalah pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan dimana sebagian besar makanan dan minuman tersebut merupakan pangan olahan pabrik. Selain itu, pada saat siswa pulang sekolah kebanyakan dari mereka membeli makanan dan minumanan di luar sekolah. Pangan olahan yang sering dibeli pada saat pulang sekolah yaitu cilor, pempek, telor dadar gulung, liang teh dan es kelapa. Oleh karena itu, tidak adanya penyuluhan terkait pangan olahan yang diberikan pada para siswa serta adanya pemilihan makanan dan minuman yang kurang

8 tepat pada siswa SMPN 220 Jakarta tersebut mendasari peneliti untuk memilih sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian. B. Identifikasi Masalah Masalah makanan atau biasa disebut pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting, selain papan, sandang, pendidikan, dan kesehatan (Andrianto, 2008 dalam Savitri, 2009). Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan oleh gizi dan kesehatan pada masa remaja. Keadaan gizi remaja umumnya dipengaruhi oleh perilaku konsumsi pangan yang berakibat pada tingkat konsumsi zat gizi (Suswanti, 2013). Dalam mengonsumsi pangan, aspek yang diperhatikan tidak hanya masalah kuantitas tetapi juga aspek kualitas pangan (Ariani, 2010). Remaja meyakini bahwa mereka tidak terlalu memerhatikan faktor kesehatan dalam menjatuhkan pilihan makannya, melainkan lebih memperhatikan faktor lain seperti orang dewasa disekitarnya, budaya hedonistik, lingkungan sosial, dan faktor lain yang sangat mempengaruhinya (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Pemilihan makan kalangan remaja kini lebih mengikuti budaya barat dimana makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang tinggi karbohidrat, protein, lemak dan Bahan Tambahan Pangan (Putri, 2014). Praktek seseorang dalam kesehatan terutama dalam pemilihan pangan yang dikonsumsi akan baik apabila sikapnya juga positif, sedangkan sikap positif akan tumbuh apabila pengetahuannya memadai (BPOM, 2011b). Pengetahuan gizi memberikan bekal pada remaja bagaimana memilih makanan yang sehat dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan

9 kesehatan (Emilia, 2009). Dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang memadai, diharapkan siswa akan memilih pangan yang aman dan bergizi sehingga mampu melindungi dirinya dari pangan yang membahayakan kesehatan (BPOM, 2011b). Anak memerlukan media yang sesuai dan memadai untuk menambah pengetahuan serta pengembangan sikap dan norma tentang kesehatan. Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien (Susilana, 2007). Pemberian materi atau informasi yang interaktif adalah dengan memberikan suatu simulasi yang secara langsung menggerakkan para remaja dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang berupa permainan seperti permainan monopoli. Permainan ini merupakan salah satu permainan yang dikenal dan disukai anak-anak dan remaja (Astuti, 2014). C. Pembatasan Masalah Adanya keterbatasan waktu dan tenaga maka peneliti membatasi masalah penelitian ini dengan hanya mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap konsumsi makanan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan sebelum dan sesudah mendapatkan penyuluhan dengan menggunakan media permainan monopoli di SMPN 220 Jakarta. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh media permainan monopoli terhadap perubahan pengetahuan dan sikap konsumsi pangan olahan yang

10 mengandung Bahan Tambahan Pangan pada siswa kelas VII di SMPN 220 Jakarta? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui adanya pengaruh media permainan monopoli terhadap perubahan pengetahuan dan sikap konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan pada siswa kelas VII di SMPN 220 Jakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik sampel berdasarkan umur dan jenis kelamin. b. Mengidentifikasi pengetahuan tentang konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan sebelum dan sesudah intervensi media permainan monopoli pada siswa kelas VII di SMPN 220 Jakarta. c. Mengidentifikasi sikap terhadap konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan sebelum dan sesudah intervensi media permainan monopoli pada siswa kelas VII di SMPN 220 Jakarta. d. Menganalisis perbedaan pengetahuan awal dan pengetahuan akhir tentang konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan pada siswa kelas VII di SMPN 220 Jakarta.

11 e. Menganalisis perbedaan sikap awal dan sikap akhir terhadap konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan pada siswa kelas VII di SMPN 220 Jakarta. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran dan menjadi masukan serta informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan ke arah yang lebih sehat, selain itu dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak-pihak yang menggeluti dunia pendidikan untuk terus mengembangkan dan mencari media belajar lainnya yang sesuai dengan minat dan karakteristik anak. 2. Bagi Siswa Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan merubah sikap konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan ke arah yang lebih sehat. 3. Bagi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan kepustakaan mengenai pengaruh pemberian permainan monopoli sebagai media terhadap pengetahuan dan sikap konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan.

12 4. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sarana untuk menerapkan maupun mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan serta diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman serta informasi kepada masyarakat khususnya terkait konsumsi pangan olahan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan.