BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap. tanda-tanda syok pada penderita demam berdarah dengue (DBD)

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN juta orang saat ini diseluruh dunia. Serta diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil


BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang jumlah kasusnya dilaporkan cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit DBD di Indonesia merupakan salah satu penyakit endemis dengan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkitpun semakin meluas bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Kemenkes RI, 2014). Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan. Kasus DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure) (Soedarmo, 2005). Penyakit DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2010).

Menurut WHO, DBD telah berkembang secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Incidence Rate (IR) DBD menunjukan bahwa 390 juta jiwa masyarakat dunia terinfeksi dengue setiap tahunnya. Sementara pada salah satu penelitian lain memperkirakan prevalensi DBD sebanyak 3,9 miliyar jiwa di 128 negara. Pada tahun 2010 hampir 2,4 juta kasus dilaporkan, meskipun secara global tidak semua kasus ini dilaporkan secara pasti namun terjadi peningkatan tajam jumlah kasus dalam beberapa tahun terakhir (WHO, 2010). Pada tahun 2015 jumlah penderita DBD di Indonesia dilaporkan sebanyak 126.646 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.231 orang dengan IR 49,53 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 0,97%. Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang (IR 39,8 dan CFR 0,9%) terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar < 49 per 100.000 penduduk, dengan demikianindonesia belum mencapai target Rencana Strategis (Renstra) kesehatan 2015 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Indikator lain yang digunakan untuk upaya penanggulangan penyakit DBD yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ). Sampai tahun 2014 ABJ secara nasional belum mencapai target program yang sebesar 95%. Pada tahun 2014 ABJ di Indonesia sebesar 24,06%, menurun secara signifikan dibandingkan dengan rerata capaian selama 4 tahun sebelumnya. Namun validitas data ABJ diatas belum dapat dijadikan ukuran pasti untuk menggambarkan kepadatan jentik secara nasional. Hal tersebut dikarenakan pelaporan data ABJ belum mencakup seluruh wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Sebagian besar Puskesmas tidak melaksanakan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin, disamping itu kegiatan

kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) tidak berjalan di sebagian besar wilayah dikarenakan keterbatasan alokasi dana (Profil kesehatan Indonesia, 2014). Selama tahun 2014 terdapat 7 kabupaten/kota di 5 provinsi yang melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD yaitu Kota Dumai (Provinsi Riau), Kabupaten Belitung dan Kabupaten BangkaBarat (Provinsi Bangka Belitung), Kabupaten Karimun (Provinsi Kepulauan Riau), Kabupaten Sintang dan Kabupaten Ketapang (Provinsi Kalimantan Barat) serta Kabupaten Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah) (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Berdasarkan data kasus DBD per bulan di Indonesia, angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk menurut provinsi tahun 2013 diketahui jumlah kasus DBD di Provinsi Riau adalah 22,7 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,8%. Tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah kasus DBD menjadi 38,3 per 100.000 penduduk dengan CFR 1,4% dan tahun 2015 di Provinsi Riau terjadi lonjakan kasus DBD menjadi 52,6 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,6% (Profil Kesehatan Provinsi Riau, 2015). Angka kesakitan DBD di Kota Dumai tahun 2013 adalah sebesar 58,02 per 100.000 penduduk. Tahun 2014 terjadi peningkatan menjadi 87,17 per 100.000 penduduk. Tahun 2015 terjadi peningkatan lagi menjadi 115,89 per 100.000 penduduk. Diantara 10 Puskesmas yang ada di Kota Dumai, angka kesakitan DBD tertinggi pada tahun 2015 berada di Puskesmas Purnama Kota Dumai. Angka kesakitan DBD di Puskesmas Purnama pada tahun 2013 yaitu 21,3 per 100.000 penduduk, meningkat pada tahun 2014 menjadi 156,56 per 10.000 penduduk, dan meningkat lagi menjadi 198,44 per 100.000 penduduk pada tahun 2105. Angka kesakitan DBD tahun 2015 di Puskesmas Purnama jauh diatas target

Renstra Kemenkes 2015 yaitu < 49 per 100.000 penduduk (Profil Puskesmas Purnama, 2015). Strategi untuk mengatasi kasus DBD telah diupayakan kementerian kesehatan dengan menetapkan strategi nasional yang berfokus pada program pemberantasan penyakit DBD secara dini dan terus menerus. Saat ini program yang mengatur penanggulangan DBD tertuang dalam Kepmenkes nomor 581 tahun 1992 tentang pengendalian penyakit DBD. Target program penanggulangan DBD tertuang dalam Rencana Strategi (Renstra) kementerian kesehatan 2015-2019 dan kepmenkes 1457 tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menguatkan pentingnya upaya penanggulangan penyakit DBD di Indonesia hingga ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program penanggulangan penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan kematian di Indonesia akibat penyakit menular. Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target penanggulangan DBD yang tertuang dalam Renstra 2015-2019 yaitu IR < 49 per 100.000 penduduk bisa tercapai (Kemenkes RI, 2014). Penanggulangan sebuah program dapat dilakukan pendekatan yang disebut pendekatan sistem (Subarsono, 2011). Menurut Loomba sistem adalah suatu tatanan yang terdiri dari beberapa bagian (sub sistem) yang berkaitan dan bergabung satu sama lain dalam upaya mencapai tujuan bersama (Azwar, 2007). Adapun unsur unsur dasar sistem tersebut adalah pemasukan (kebijakan, tenaga, dana, sarana prasarana dan metode), proses (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi) dan pengeluaran (pencatatan dan pelaporan). Sama halnya dalam penanggulangan DBD ini dibutuhkan pendekatan sistem yang

melibatkan pemasukan (kebijakan yang mendukung penanggulangan penyakit DBD, tenaga ahli dalam pengendalian DBD, sumber dana baik dari APBN maupun APBD, ketersediaan alat dalam pelaksanaan penanggulangan DBD dan metoda dalam kegiatan penanggulangan DBD), proses (perencanaan, pelaksanaan, peran serta masyarakat, pokjanal, monitoring dan evaluasi dalam penanggulangan DBD) dan pengeluaran (angka kesakitan DBD). Beberapa penelitian tentang DBD telah banyak dilakukan, hasil penelitian Suhardiono tentang analisis pelaksanaan program pemberantasan penyakit DBD oleh Puskesmas di kabupaten/kota endemis Sumatera Utara tahun 2002 menyatakan bahwa belum semua program terlaksana dengan baik sesuai dengan standar yang ada dan masih kurangnya partisipasi masyarakat tentang pelaksanaan pemberantasan penyakit DBD. Penelitian Tairas dkk tentang analisis pelaksanaan penanggulangan DBD di Kabupaten Minahasa Utara tahun 2014 mendapatkan hasil pelaksanaan penanggulangan demam berdarah di Minahasa Utara secara umum sudah baik tapi pada pelaksanaan monitoring dan evaluasi kurang baik, dimana pelaksanaannya hanya 50%. Menurut penelitian Sudarno tentang evaluasi penanggulangan vektor DBD di daerah endemis Puskesmas Singgani Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2006 2007 hasilnya menunjukan perencanaan program penanggulangan vektor DBD di Kota Palu telah dilakukan sesuai dengan indikator perencanaan, tetapi hanya fokus pada program tingkat sekunder dan tersier, sedangkan pengorganisasian belum memberikan hasil yang maksimal. Menurut penelitian Lende tentang analisis terhadap perencanaan program Puskesmas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD di Puskesmas

Ngaliyan Kota Semarang 2015 hasilnya menunujukan bahwa perencanaan untuk program pencegahan dan penanggulangan DBD belum terlaksana dengan baik. Penanggung jawab program DBD tidak membuat perencanaan kegiatan untuk program DBD, Puskesmas kekurangan tenaga kesehatan terutama tenaga kesehatan untuk epidemiologi, tidak mempunyai metode khusus untuk penyusunan perencanaan serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang PSN. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal dapat diketahui bahwa tingginya angka kejadian DBD di Puskesmas Purnama antara lain disebabkan oleh pelaksanaan program penanggulangan DBD belum berjalan optimal seperti yang diharapkan pemerintah pusat. Dilihat dari segi input (dana, tenaga, metode, sarana) yang ada di Puskesmas secara umum telah tersedia tetapi belum semuanya memadai sehingga pada proses pelaksanaan program penanggulangan penyakit DBD belum bisa dilaksanakan secara optimal. Program penanggulangan DBD yang telah dilakukan di Puskesmas Purnama selama tahun 2015 meliputi PSN, Penyuluhan tentang DBD, Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) hanya dua kali yang seharusnya empat kali, abatisasi, fogging focus dan fogging massal. Semua kegiatan penanggulangan tersebut dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Purnama jika terdapat kasus. Meskipun beberapa program sudah dilaksanakan tapi hasil yang didapatkan sangat jauh dari pencapaian target yang diharapkan pemerintah. Angka kesakitan DBD jumlahnya mengalami peningkatan yang sangat signifikan 198,44 per 100.000 penduduk, pencapaian angka ABJ hanya 50,97% masih jauh dari target nasional 95% (Profil Puskesmas Purnama Kota Dumai, 2015).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik meneliti tentang analisis pelaksanaan program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pelaksanaan program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016. 1.3.2 Tujuan khusus a. Mengetahui input (kebijakan, tenaga, dana, metode dan sarana) dalam pelaksanaan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016. b. Mengetahui proses (perencanaan, pelaksanaan, partisipasi masyarakat pokjanal, serta monitoring dan evaluasi) dalam pelaksanaan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016. c. Mengetahui output (keberhasilan pelaksanaan program) dalam pelaksanaan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoritis/Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2 Aspek Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Dumai, khususnya bagi Puskesmas Purnama dalam penentuan arah kebijakan program penanggulangan penyakit DBD di Kota Dumai, khususnya di Puskesmas Purnama Kota Dumai. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan menambah wawasan pengetahuan.