PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM HUKUM PIDANA

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana.

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

TINJAUAN TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK (REVERSAL BURDEN OF PROOF) DALAM PEMERIKSAAN PERKARA GRATIFIKASI

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 8-16

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA HASNAWATI / D ABSTRAK

JURNAL PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap individuindividu

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

Presiden, DPR, dan BPK.

Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia di Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK EKSKLUSIF PEMILIK MEREK DI INDONESIA TERHADAP PELANGGARAN MEREK DALAM BENTUK PERJANJIAN LISENSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Oleh : I Putu Sabda Wibawa I Dewa Gede Palguna Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

MENGGAGAS SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK YANG TEPAT DAN APLIKABEL DALAM MENUNJANG EFEKTIFITAS PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA

SISTEM PEMBEBANAN PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA KORUPSI

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

JURNAL IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERAMPASAN ILLICIT ENRICHMENT KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA 1

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN MEREK YANG TELAH TERDAFTAR OLEH PEMEGANG MEREK MENURUT UNDANG UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK ABSTRACT

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

DASAR KUALIFIKASI CURI PATOLOGIS (KLEPTOMANIA) DI DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SEBAGAI ALASAN PEMBERHENTIAN PRESIDEN DARI JABATANNYA (PEMAKZULAN)

DAFTAR PUSTAKA. Adji, Indriyanto Seno. Korupsi dan Hukum Pidana. Jakarta : Kantor Pengacara & Konsultasi Hukum Prof. Oemar Seno Adji, SH&Rekan, 2001.

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I. Korupsi dalam konteks yang komprehensif merupakan white collar crime. segala sisi sehingga dikatakan sebagai invisible crime yang sering kali

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

PERANAN KEJAKSAAN DALAM PENYELESAIAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

KONTROVERSI LANDASAN PENGHAPUSAN PIDANA MATI DALAM RUU KUHP NASIONAL. oleh

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

OPTIMALISASI PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

Transkripsi:

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Ayu Komang Sari Merta Dewi I Gusti Ayu Puspawati Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Corruption is an extraordinary crime that require exceptional legal instrument to combat its existence anyway. Of proof systems are specific rules established by the government through the issuance of the provisions of Act No. 31 of 1999 which, as amended in Act No. 20 of 2001 on Eradication of Corruption. Because of the system of proof applied in criminal acts of corruption is different from the one employed in the procedural law in general, this paper will explain how the application system in the process of evidence of proof at court. In addition, this paper also explains how systematically the role of proof against the imposition of the ruling by Judge. Key words: Reversal Burden Of Proof, Corruption, Eradication ABSTRAK Tindak pidana korupsi adalah suatu kejahatan luar biasa yang memerlukan instrument hukum yang luar biasa pula untuk memberantas keberadaannya. Sistem pembuktian terbalik adalah aturan khusus yang dibentuk pemerintah melalui dikeluarkannya ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 yang sebagaimana dirubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena sistem pembuktian yang diberlakukan dalam tindak pidana korupsi ini berbeda dengan yang diberlakukan pada hukum acara pada umumnya, tulisan ini akan menjelaskan bagaimana penerapan sistem pembuktian terbalik dalam proses pembuktian di pengadilan. selain itu tulisan ini juga menjelaskan mengenai bagaimana peranan sistem pembuktian terbalik terhadap penjatuhan putusan oleh Hakim. Kata Kunci: Sistem Pembuktian Terbalik, Korupsi, Pemberantasan I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem berasal dari bahasa Yunani yakni systema yang berarti sesuatu yang terorganisasi, suatu keseluruhan kompleks. 1 Apabila KUHAP yang dipergunakan 1 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999),Cetakan Pertama, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001, h. 98 1

sebagai hukum acara pidana dalam pemeriksaan perkara delik korupsi sebagai suatu sistem, maka pembuktian adalah bagian dari sistem tersebut. Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 yang dianggap sudah tidak relevan lagi, Martiman Prodjohamidjojo, S.H.M.H. menyatakan UU No. 31 Tahun 1999 terdapat beberapa hal baru yang ditambahkan atau diperluas pengertiannya, 2 salah satunya mengenai penerangan sistem pembuktian terbalik dalam pembuktian di persidangan. Pemberlakuan sistem pembuktian terbalik, adalah sangat penting mengingat pemberlakuannya dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini berbeda dengan sistem pembuktian di dalam hukum acara pidana di Indonesia. 1.2 TUJUAN Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk memenuhi kewajiban sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) serta untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi, juga untuk mengetahui peranan sistem pembuktian terbalik dalam penjatuhan putusan oleh hakim dalam tindak pidana korupsi. II ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk membahas masalah dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menguaraikan terhadap permasalahanpermasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum. 3 Karena menggunakan penelitian normatif maka sumber datanya adalah sumber data sekunder yang berupa bahan hukum baik bahan hukum primer maupun sekunder. 4 2 ibid, h 5-6 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Huum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,edisi I Cetakan V, PT Raja Grafindo Persada Jakarta,, h 13-14. 4 Amirudin dan H Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta, h 118 2

Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah, pendekatan perundangundangan dan pendekatan konsep. Analisis terhadap bahan hukum yang diperoleh adalah secara deskriptif, analisis dan argumentatif. 5 2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1 Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio atau corruptus, yang berarti kerusakan atau kebobrokan. 6 Mengingat korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) yang dilakukan oleh kejahatan kerah putih (white coral crime)sehingga untuk memberantasnya diperlukan instrument-instrumen hukum yang luar biasa pula (extraordinary legal instruments). 7 Sistem pembuktian terbalik adalah salah satu bentuk extraordinary legal instrument yang dibentuk unutk menangani masalah korupsi yang merajalela di Indonesia. Dalam penjelasan UU No. 31 Tahun 1999 menjelaskan bahwa sistem pembuktian terbalik yang digunakan adalah bersifat terbatas dan berimbang yakni, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentan seluruh harta bendanya, harta benda istrinya, atau suami, anak, dan harta benda setipa orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan. Martiman Prodjohamidjojo menyatakan Perkara berimbang dikatakan lebih tepat sebagai sebanding, dilukiskan sebagai/berupa penghasilan terdakwa ataupun sumber penambahan harta benda terdakwa, sebagai income terdakwa dan perolehan harat benda sebagai output. 8 Dengan demikian berimbang dapat diartikan kesebandingan antara penghasilan dengan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Kata berimbang juga dapat diartikan sebagai pembagian beban pembuktian antara Jaksa Penuntut Umum dengan pembuktian oleh terdakwa. Kata 5 Ibid h. 131 6 Martiman Prodjohamidjojo, op. cit. h.7 7 Muladi, 2001, Sistem Pembuktian Terbalik, Varia Peradlian Jakarta, h. 121 8 Martiman Prodjohamidjojo, op. cit. h.108 3

terbatas berarti apabila terdakwa dapat membuktikn dalilnya bahwa ia tidak melakukan tindak tindak pidana korupsi, maka penuntut umum tetap mempunyai kewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang disempurnakan dengan dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999. Dalam UU ini ketentuan Pasal 37 UU No 31 Tahun 1999 dirubah rumusannya menjadi dua pasal yakni Pasal 37 dan Pasal 37 A UU No. 21 Tahun 2001. Tidak terdapat banyak perubahan dalam perubahan Pasal 37 ini. Dalam penjelasan pasal 37 dikatakan bahwa pasal ini sebagai konsekuensi berimbang diterapkannya pembuktian terbalik terhadap terdakwa.terdakwa tetap memerlukan perlindungan hukum yang berimbang atas pelanggaran hak-hak yang mendasar yang berkaitan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) dan menyalahkan diri sendiri ( non self incrimination). Berdasarkan isi pasal 37 dan pasal 37 A serta penjelasannya maka sistem pembuktian terbalik secara murni dapat diterapkan. Namun menurut Pasal 37 A ayat (2), apabila terdakwa tidak mampu membuktikan asal kekayaannya maka Jaksa Penuntut Umum tetap memiliki kewajiban untuk membuktikan dakwaannya.sehingga disini sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbanglah yang kembali digunakan. 2.2 Peranan Sistem Pembuktian Terbalik dalam Pejatuhan Putusan oleh Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi Dalam sistem pembuktian terbalik yang terbatas dan berimbang, keterangan yang diberikan terdakwa untuk membuktikan dirinya tidak bersalah tidak dapat dijadikan bukti keterangan terdakwa, sedangkan dalam pembuktian terbalik murni dalam pasal 37 UU No. 21 Tahun 2001, keterangan terdakwa dapat dijadikan dasar pengambilan putusan oleh Hakim. Akan tetapi mengingat ketentuan pasal 189 ayat (1) KUHAP, maka keterangan yang diberikan dimuka persidangan tersebut adalah sebagai alat bukti keterangan terdakwa. Walaupun dalam ketentuan pasal 189 ayat (4) menyatakan bahwa keterangan terdakwa saja tidak cukup. 4

Dalam menjatuhkan putusannya Hakim selain menggunakan dasar-dasar hukum, dan landasan filosofis, maka nilai-nilai yang ada di masyarakat juga dapat dijadikan dasar hukum. Mengingat dalam ketentuan pasal 27 UU No. 4 Tahun 1970 jo UU No. 4 Tahun 2004 yang menyatakan Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengali, mengikuti dan memahami nilai hukum yang berlaku di masyrakat. Peranan sistem pembuktian terbalik dalam penjatuhan putusan hakim dalam tindak pidana korupsi akan semakin berpengaruh karena sesuai dengan pendapat Evi Hartati SH yang mengatakan dalam pemeriksaan tindak pidana khusus korupsi digunakan aturan khusus dan serta lembaga yang khusus pula. 9 III KESIMPULAN 1. Berdasarkan ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang disempurnakan dalam UU No. 20 Tahun 2001 maka sistem pembuktian terbalik yang diterapkan di Indonesia adalah bersifat terbatas dan berimbang. 2. Dalam sistem pembuktian terbalik yang terbatas dan berimbang pembuktian terdakwa tidak dapat dijadikan dasar penghukuman, karena JPU masih wajib membuktikan dakwaannya, namun sistem pembuktian terbalik sebagai suatu aturan khusus akan semakin berpengaruh dalam penjatuhan putusan oleh hakim. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, dan H Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,PT Radja Grafindo Persada Jakarta Hartanti, Evi, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Cetakan: Pertama, Edisi: Kedua, Sinar Grafika, Jakarta Prodjohamidjojo, Martiman, 2001, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999) Cetakan Pertama, CV Mandar Maju, Bandung. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat, Edisi I, Cetakan V, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta. Suatu 9 Evi Hartanti, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, Edisi Keda, Sinar Grafika, Jakarta, h. 70. 5