BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kelak menjadi motor penggerak bagi kehidupan bermasyarakat, dan bernegara demi

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa. Perkembangan kemajuan bangsa sedikit

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA PEMBUKAAN KONGRES ANAK KULONPROGO Wates, 23 Februari 2013

TERWUJUDNYA MASYARAKAT MADANI DAN SEJAHTERA YANG MENERAPKAN NILAI-NILAI DINUL ISLAM

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Semua pihak menyetujui bahwasannya peran anak (Role Of The. Child) Anak adalah harapan masa depan. Akan tetapi faktanya anak-anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa erat hubungannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang. tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu lembaga pendidikan

BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN HASIL PENELITIAN. kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan. sumber daya manusia. Karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Maka sangat dibutuhkan peranan yang sangat penting dalam mengatasi persoalan yang ada.

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

Pendidikan berperan menciptakan kehidupan manusia yang berkualitas dari berbagai aspek baik pendidikan formal maupun non formal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

Perilaku Kepemimpinan Transpormasional Kepala SMA di Kabupaten Karawang

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM LILO (LITTLE THING WITH LOVE) BERSENI DENGAN ANAK JALANAN BIDANG KEGIATAN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. depan dipercayakan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dirumuskan bahwa fakir miskin dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. mengelola segala komponen yang ada di dalamnya dengan baik dan tepat.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

Analisis Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003, h. 16), menjelaskan bahwa

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

Hak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB VI PENUTUP Praktek Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Matauli Pandan mampu membangun interaksi komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam sistem pemerintahan. Sebagai sumber daya manusia (human

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

BAB I PENDAHULUAN. menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menaruh harapan besar terhadap pendidikan demi perkembangan masa depan bangsa ini,

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana

BAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. masa belajar yang telah ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan (Redja

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu wadah yang sangat penting agar warga negara Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan

G U B E R N U R L A M P U N G

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EFEKTIVITAS 2.1.1. Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain suatu aktivitas disebut efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Chaster I. Bernard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:27). Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : 1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran 3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output 5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121). Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 18

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Sementara itu menurut Richard M.Steers, bahwa efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasaranya. Sedangkan menurut Sondang P. Siagian, (2002:171) efektivitas adalah menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya bahwa efektivitas berhubungan dengan dimensi waktu atau penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila tujuan atau sasaran dapat dicpai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya maka dikatakan efektif, akan tetapi apabila tujuan atau sasaran yang dihasilkan tidak tepat waktu yang telah ditentukan maka dikatakan tidak efektif. Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. Dan ada 4 hal yang menonjol dalam unsur efektivitas yaitu: 1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetentukan sebelumnya. 19

2. Ketepatan waktu, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan. 3. Manfaat, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhanya. 4. Kemampuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi, merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana seringkali berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam awal usaha mengukur efektivitas yang pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu sendiri. Efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal. 2.1.2. Efektivitas Program Pendidikan 20

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas sesuatu kegiatan dalam hal ini kegiatan dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dapat dilihat dari : a. Pencapaian tujuan, program pendidikan dikatakan efektif apabila telah tercapai hasil yang diinginkan. b. Ketepatan waktu, kegitan program pendidikan dikatakan efektif jika suatu penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan. c. Waktu yang ditetapkan untuk melesaikan suatu pekerjaan dapat terpenuhi. d. Manfaat, kegiatan program pendidikan dikatakan efektif jika pelayanan tersebut benar-benar dirasakan manfatnya oleh anak-anak yang putus sekolah. e. Kemampuan lembaga/pekerja sosial, dalam program pendidikan dikatakan efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan anak putus sekolah. Berdasarkan hal yang tersebut, maka dapat dirumuskan yang dimaksud dengan efektivitas lembaga dalam hal ini PKBM di YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah adalah tercapainya tujuan, ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam penyelenggaran program pendidikan bagi anak-anak yang putus sekolah dan memberikan manfaat nyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu meningkatkan pendidikan masyarakat. 2.2. Anak 21

2.2.1. Pengertian Anak Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan suatu strategi dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksitensi Bangsa dan Negara dimasa mendatang. Maka dari itu diperlukan suatu konstitusi yang mengatur tentang bagaimana perlindungan anak. Pengertian anak menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 pada pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa Anak adalah setiap yang berusia 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila dalam hal tersebut adalah demi kepentingannya. Undang-undang yang mengatur perlindungan anak, yaitu UU No. 23 tahun 2002, di dalam UU No. 23 tahun 2002 pada pasal 1 : 1 menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat yang di lingkungan tempat berinteraksi (Wadong, 2000 :12). Secara internasional juga diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud dalam konvensi hak anak PBB yang telah di ratifikasi dengan Kepres No.36 Tahun 1990 dimana dinyatakan anak-anak juga sepertinya orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi 22

manusia. Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Adapun hak-hak anak, antara lain sebagai berikut: 1. Hak untuk hidup yang layak, di mana setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan peralatan kesehatan. 2. Hak untuk berkembang, di mana setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, mengeluarkan pendapat, memilihi agama, mempertahankan keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya. 3. Hak untuk dilindungi, di mana setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala tindakan kekuatan ketidak pedulian dan eksploitasi. 4. Hak untuk berperan serta, di mana setiap anak berhak untuk perperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan. 5. Hak untuk memperoleh pendidikan, di mana setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivikasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak (Atika, 2004:94). 2.2.2. Anak Putus Sekolah 23

Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang berikutnya (Suyanto, 2002:197). Anak putus sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah pernah mengecap pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dikarenakan sesuatu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya. Menurut hasil kajian Sukmadinata (1994), faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena mereka membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Menurut E.M. Sweeting dan Dra. Muchlisoh, M.A, tingginya angka mengulang kelas, putus sekolah dan rendah angka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (transition rates) disebabkan oleh dua alasan: rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik dan rendahnya penghasilan keluarga (Sweeting, 1998:14). Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi dari satu mata uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu menyebabkan mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal. Akibatnya, putus sekolah menjadi pilihan. Akses untuk memperoleh kesempatan pendidikan menjadi begitu terhambat. Kemiskinan merupakan hambatan terbesar bagi anak-anak dalam mengenyam pendidikan di sekolah (http://www.kompas.com). 24

Kemiskinan menyebabakan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu orang tua mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi dianggap menambah pengeluaran ekonomi keluaraga kurang mampu. Meskipun sudah ada kemudahan bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu misalnya tidak membayar SPP, tetapi urusan biaya untuk sekolah bukan saja menyangkut hal itu. Masih banyak biaya yang masih harus dikeluarkan oang tua yang tidak mampu untuk keperluan sekolah seperti membeli seragam sekolah, buku pelajaran, atau biaya transportasi anak ke sekolah. Belum lagi biaya lain yang kadang membuat anak dari kalangan tidak mampu menjadi tersisihkan dari interaksi sosialnya di sekolah. Dampaknya, anak-anak dari keluarga miskin sering kali malas datang ke sekolah menjadi tak terelakkan (http://www.kompas.com). Upaya untuk menurunkan angka putus sekolah, apalagi dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun, kini memperoleh perhatian yang serius. Dana program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS) BBM untuk pendidikan yang disediakan pemerintah memang lebih di orientasikan agar anak tetap bersekolah. Oleh karena itu, mencegah anak putus sekolah serta memasukkan anak yang terhenti untuk dapat bersekolah kembali dengan memberikan bantuan beasiswa merupakan pilihan kebijakan yang diambil. Disamping itu, kebijakan untuk membantu sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat berkesinambungan juga tengah dilakukan pemerintah. Namun kenyataan di lapangan upaya-upaya tersebut tidak otomatis menghilangkan keluhan keluarga miskin yang akses pendidikannya terhambat sehingga angka putus sekolah tetap merupakan persoalan yang melekat dalam pengelolaan pendidikan (http://www.kompas.com). 25

Pendidikan yang murah untuk rakyat tetapi memiliki mutu atau kualitas yang dapat menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat miskin inilah yang selama ini sering terabaikan dalam pelayanan publik. Birokrasi pemerintah juga jarang berpihak kepada mereka. Kini adalah saat yang tepat bagi pemerintah, bahwa rakyat miskin adalah bagian dari bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Anak-anak dari keluarga miskin ini walaupun tidak sanggup untuk meneruskan pendidikannya, akan tetapi mereka sangat membutuhkan pendidikan. 2.3. Kerangka Pemikiran Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Begitu juga halnya dengan anak-anak yang sangat membutuhkan pendidikan. Sama hal dengan anakanak putus sekolah, mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan bebas mengembangkan bakat dan potensi dirinya sama dengan anak-anak lainnya yang mendapatkan pendidikan yang layak. YAPENSU sebagai unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan kepada anak-anak putus sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu/terlantar guna menumbuh kembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kerja sehingga mereka dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat yang terampil dan aktif berpartisipasi secara prokduktif dalam kehidupan bermsyarakat yaitu melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Di sini anak putus sekolah diarahkan kembali belajar dan mengembangkan potensi dirinya dalam berkarya. Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran YAPENSU 26

Tujuan 1. Memberikan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu 2. Memberikan keterampilan/life skill Sasaran - Paket A setara dengan SD - Paket B setara dengan SLTP - Paket C setara dengan SLTA Efektivitas 1. Tujuan 2. Ketepatan waktu 3. Manfaat 4. Kemampuan 2.4. Defenisi Konsep Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial 27

(Singarimbun, 1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi defenisi konsep dari penelitian ini adalah: 1. Efektivitas adalah keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. 2. Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah. 3. Anak Putus Sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah sempat mengecap pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dikarenakan sesautu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya. 2.5. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variable (Singarimbun, 1989:33). Untuk mengukur variable dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti. Yang menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini yaitu: 1. Tujuan a. Menurunnya masalah putus sekolah b. Meningkatnya status pendidikan dan prestasi anak putus sekolah c. Meningkatnya kesejahteraan anak 2. Waktu a. Teraturnya sistem penjadwalan belajar 28

b. Birokrasi pelayanan yang mudah dan cepat 3. Manfaat a. Terpenuhinya kebutuhan anak akan sekolah b. Hilangnya rasa malu anak, karena sudah kembali bersekolah c. Adanya kepuasan yang dirasakan anak binaan d. Menumbuhkan kesadaran bahwa pentingnya pendidikan 4. Kemampuan lembaga/pekerja sosial a. Dapat memenuhi kebutuhan anak putus sekolah b. Adanya kepuasan yang dirasakan anak terhadap pelayanan yang ada BAB III METODE PENELITIAN 29