PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

2 Pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dima

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

muhafh KH.JEILE KAffime$ffiGAEArq

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

2016, No Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.73/Menlhk-Setjen/2015

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN KUTAI NOMOR /HK-110/2002 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN DAN PEMANFAATAN KAYU RAKYAT BUPATI KUTAI,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN

Menimbang : Mengingat :

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SINTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

G U B E R N U R J A M B I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar.

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU, NON KAYU PADA TANAH MILIK/HUTAN RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.54/MENHUT-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) ATAU KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, bahwa berdasarkan Pasal 3 jo Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2004 tentang Izin Pemanfaatan Kayu, maka Izin Pemanfaatan Kayu pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) yang tidak dibebani hak/izin dibidang kehutanan dapat diberikan oleh Bupati/Walikota; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir a diatas, maka perlu ditetapkan Pemberian Izin Pemanfaatan Kayu pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 29; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374); 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ); 12. Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Kutai (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2000 Nomor 24); 2

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Dan BUPATI KUTAI KARTANEGARA MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) ATAU KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN (KBNK) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Gubernur adalah Gubernur Propinsi Kalimantan Timur. 2. Bupati adalah Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara. 3. Dinas Kehutanan Propinsi selanjutnya disingkat Dishut Propinsi adalah Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur 4. Dinas Kehutanan Kabupaten yang selanjutnya disingkat Dishut Kabupaten adalah Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara, 5. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi selanjutnya disingkat Kepala Dishut Propinsi adalah Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur 6. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten yang selanjutnya disingkat Kepala Dishut Kabupaten adalah Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara, 7. Areal Penggunaan Lain selanjutnya disingkat APL atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan selanjutnya disingkat KBNK adalah areal hutan negara yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi menjadi bukan kawasan hutan. 8. Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disingkat IPK adalah Izin untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dikonversi, penggunaan kawasan hutan dengan status pinjam pakai, tukar menukar, dari Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). 9. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 10. Penggunaan Kawasan Hutan adalah penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan diluar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 3

11. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. 12. Dana Reboisasi selanjutnya disingkat DR adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu, digunakan dalam rangka reboisasi, rehabilitasi hasil hutan serta kegiatan pendukungnya. 13. Timber Cruising adalah kegiatan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon yang direncanakan akan ditebang yang dilaksanakan dengan intensitas 5% (lima persen). BAB II AREAL IPK Pasal 2 (1) Areal yang dapat dimohon untuk Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) adalah Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) yang tidak dibebani hak/izin dibidang kehutanan. (2) Areal IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dimohon oleh a. Perorangan; b. Koperasi; c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan e. Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMSI). Pasal 3 (1) Pemohonan IPK pada areal sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, diajukan kepada Bupati, dengan tembusan disampaikan kepada : a. Direktur Jenderal Departemen Kehutanan ; b. Kepala Badan Planologi Kehutanan ; c. Gubernur; d. Kepala Dishut Propinsi ; e. Kepala Dishut Kabupaten. (2) Permohonan IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi persyaratan : a. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pemohon perorangan atau Akte Pendirian beserta perubahannya untuk pemohon Koperasi, BUMD, atau BUMSI; 4

b. copy Izin Peruntukan Penggunaan Lahan seperti Izin lokasi bidang pertanian, perkebunan, perikanan, pembangunan hutan hak/rakyat, dan/atau pemukiman yang ditertibkan oleh Gubernur atau Bupati; c. peta lokasi yang dimohon skala 1 : 100.000; d. surat Keterangan dari Kepala Dishut Kabupaten yang menerangkan bahwa lokasi IPK yang dimohon benar-benar statusnya APL atau KBNK berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan propinsi kalimantan Timur atau Peta Penunjukan Kawasan Hutan berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK); dan e. proposal penggunaan lahan sesuai izin peruntukan lahan sebagaimana dimaksud pada huruf b. (3) Tata cara permohonan IPK akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 4 (1) Dalam hal permohonan IPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), diajukan oleh pemegang izin selain sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf b, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari pemegang izin untuk peruntukan penggunaan lahan. (2) Dalam hal pemegang hak/izin peruntukan penggunaan lahan tidak berminat untuk memanfaatkan kayu-kayunya, maka pemberian IPK dapat ditentukan oleh Bupati. BAB III PENYELESAIAN PERMOHONAN Pasal 5 (1) Dalam hal permohonan IPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, tidak memenuhi atau tidak dilengkapi salah satu dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2), Bupati dapat menolak permohonan tersebut dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sajak tanggal diterimanya surat permohonan. (2) Dishut Kabupaten berdasarkan tembusan surat permohonan IPK dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima tembusan surat permohonan dapat memberikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf d, kepada Bupati. 5

(3) Dalam hal permohonan IPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, pemohon telah memenuhi atau melengkapi semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2), Bupati dapat menerima permohonan dan memerintahkan kepada pemohon untuk mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada Gubernur. (4) Gubernur setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberikan persetujuan prinsip kepada pemohon selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterima permohonan, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut Gubernur tidak memberikan persetujuan prinsif maka dapat dianggap Gubernur telah menyetujui permohonan dimaksud untuk diberikan IPK kepada pemohon. Pasal 6 (1) Berdasarkan surat persetujuan prinsif sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (4), Bupati melalui Dishut Kabupaten memerintahkan kepada pemohon untuk : a. melaksanakan timber cruising dan diselesaikan dalam tenggang waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya surat perintah ; b. membuat Bagan Kerja Tahunan (BKT) Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak diterima surat perintah; c. menyetorkan Jaminan Bank (Bank Garansi) Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) kayu sebesar 100 (seratus) persen dari target produksi yang ditetapkan, dan jaminan bank berlaku 1 (satu) tahun; d. melaksanakan penataan batas blok tebangan IPK, dan diselesaikan paling lama 2 (dua) bulan sejak diterimanya surat perintah. (2) Jaminan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diterbitkan oleh Bank Pemerintah yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya surat perintah, dan dapat diambil/dicairkan secara sepihak oleh Bupati apabila pemegang IPK tidak melunasi DR dan PSDH pada waktu yang telah ditentukan. (3) Hasil Timber Cruising dan penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf d, dilakukan pemeriksaan oleh petugas Dishut Kabupaten, hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan kepada Bupati sebagai bahan pertimbangan teknis penentuan target produksi IPK. (4) Apabila pemohon tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemohon dianggap membatalkan permohonan IPK. 6

Pasal 7 Apabila pemohon telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3), maka Bupati dapat menerbitkan Keputusan tentang Pemberian IPK kepada pemohon dengan tembusan kepada : a. Direktur Jenderal Departemen Kehutanan. b. Gubernur; c. Kepala Dishut Propinsi; d. Kepala Dishut Kabupaten;. e. Pemohon yang bersangkutan. Hak pemegang IPK adalah : BAB IV HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 8 a. melaksanakan kegiatan penebangan kayu sesuai dengan izin yang diberikan; dan b. melaksanakan kegiatan pengangkutan, pengolahan dan atau pemasaran atas hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada huruf a, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB VIII BIAYA PEMUNGUTAN Pasal 9 Kewajiban pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), adalah : a. membayar PSDH dan DR atas hasil hutan yang diproduksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. memperhatikan azas-azas konservasi sesuai ketentuan yang berlaku c. membuat dan menyampaikan Laporan Bulanan atas pelaksanaan kegiatan IPK sesuai ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku; d. melaksanakan kegiatan nyata dilapangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterbitkan Surat Keputusan tentang IPK; e. melaksanakan kegiatan IPK berdasarkan Bagan Kerja; f. melaksanakan penataan usahaan hasil hutan dari areal IPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. mengamankan areal hutan diwilayah kerjanya dari berbagai macam gangguan dan kebakaran hutan; h. melakukan tata batas areal kerja IPK; i. mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan; dan j. mentaati segala ketentuan yang berlaku dibidang kehutanan. 7

Pasal 10 (1) Pemegang IPK dilarang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan dan melakukan penebangan pohon dalam areal IPK dengan radius : a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan atau kiri kanan sungai daerah rawa; c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; d. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai dan dari tepi jurang; f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. (2) Selain larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IPK dilarang : a. melakukan pembakaran hutan dan lahan. b. merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. c. memasukan dan menggunakan peralatan kedalam areal kerjanya tanpa izin dari pejabat yang berwenang; dan d. melakukan penebangan diluar areal/blok kerja yang telah ditetapkan dalam izin. Pasal 11 Areal yang telah diterbitkan IPK harus segera dilaksanakan kegiatan sesuai dengan proposal penggunaan lahan, dan tidak boleh ditelantarkan. BAB V HAPUSNYA IZIN PEMANFAATAN KAYU Pasal 12 (1) IPK hapus/tidak berlaku lagi karena : a. jangka waktu izin yang diberikan telah berakhir ; b. dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang IPK; dan c. diserahkan kembali kepada pemberi izin sebelum jangka waktu berakhirnya IPK. 8

(2) Dengan hapusnya dan berakhirnya IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak meniadakan kewajiban bagi pemegang izin untuk : a. melunasi Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR); dan b. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam rangka berakhirnya IPK. Pasal 13 (1) IPK diberikan paling lama untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan pembangunan lahan; b. laporan Realisasi produksi penebangan kaqyu dari areal IPK; c. bukti lunas pembayaran PSDH dan DR sampai jangka waktu berakhirnya IPK. d. pertimbangan teknis Dishut Kabupaten BAB VI PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 14 (1) Bupati melakukan pembinaan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan IPK. (2) Kepala Dishut Kabupaten melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan IPK. (3) Kepala Dishut Kabupaten wajib membuat dan menyampaikan rekapitulasi laporan bulanan IPK kepada Direktur Jenderal Departemen Kehutanan, dengan tembusan : a. Gubernur ; b. Bupati ; c. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. 9

BAB VII SANKSI Pasal 15 (1) Pemohon IPK dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, Jo. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan : a. apabila melakukan penebangan pohon pada areal yang dimohon sebelum IPK diterbitkan. b. apabila melakukan penebangan pohon diluar areal atau blok tebangan yang telah ditetapkan dalam surat izin. (2) IPK dapat dicabut apabila : a. tidak melaksanakan usahanya secara nyata dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan IPK ; b. tidak membayar/melunasi pungutan PSDH dan DR terhadap hasil hutan kayu yang telah dikeluarkan dari areal kerjanya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut ; c. meninggalkan areal IPK selama 45 (empat puluh lima) hari berturut-turut sebelum jangka waktu IPK berakhir ; atau d. melakukan tindak pidana dibidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1990 Jo Nomor 41 tahun 1999. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 Izin Pemanfaatan Kayu pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) yang telah diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini sampai pada batas waktu berakhirnya izin. 10

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Peraturan Daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. ditetapkan di Tenggarong pada tanggal Pj. BUPATI KUTAI KARTANEGARA, ttd diundangkan di Tenggarong pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, ttd H. SJACHRUDDIN. MS DR. IR. HM. ASWIN, MM NIP. 080 096 380 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11