BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah:

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

BAB II BAHAN RUJUKAN

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II KETENTUAN UMUM dan TATA CARA PERPAJAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

MAKALAH KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

Surat Ketetapan Pajak. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PERTEMUAN 4 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

PELATIHAN PERPAJAKAN. Modul 1

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Pemungutan Pajak Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib pajak yang dapat mengalir ke kas negara. 1. Jenis-jenis Sistem Pemungutan Pajak Dalam perpajakan di Indonesia dikenal tiga jenis sistem pemungutan pajak: a. Official Assessment System (OAS) Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. 2) Wajib pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus. b. Self Assessment System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 5

6 Ciri-ciri Self Assessment System : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2) Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutangnya. 3) Fiskus atau pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. Withholding System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri Withholding System : Wewenang yang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga yaitu pihak selain fiskus dan wajib Pajak. 2. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia Undang-undang perpajakan Indonesia sejak tahun 1984 menganut sistem Self Assessment dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Dalam pemberlakuan sistem Self Assesment ini, kepatuhan Wajib Pajak diharapkan dapat meningkat yang ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak secara sukarela. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berusaha menjadikan

7 kepatuhan tersebut sebagai hal yang mudah dan murah tetapi di lain pihak bersikap adil dan tegas kepada Wajib Pajak yang tidak patuh. Peran serta masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan pemerintah namun kenyataannya masih dijumpai masyarakat yang seharusnya telah ber-nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), namun mereka belum mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. B. Pajak Penghasilan Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi maupun badan. Undangundang ini juga mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak terutang. Undang-undang PPh juga memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang-undang PPh menganut asas materiil yang artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung pada Surat Ketetapan Pajak (SKP). 1. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang-undang Perpajakan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya. Ditinjau dari pengelompokkannya, pajak penghasilan ini dikategorikan sebagai pajak pusat,

8 namun ditinjau dari sifatnya, pajak penghasilan ini dikategorikan sebagai pajak subjektif. 2. Subjek Pajak Penghasilan Pajak penghasilan termasuk dalam kategori pajak subjektif. Artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya. Dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan secara jelas siapa saja yang menjadi subjek pajak, mereka adalah : a. Orang pribadi Orang pribadi adalah mereka yang bertempat tinggal (Domisili) atau berada di Indonesia (Residensi) ataupun di luar Indonesia. b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Warisan merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Selain menggantikan yang berhak sampai dengan adanya kejelasan (kepastian) hukum, subjek pajak warisan juga dapat menggantikan pemenuhan kewajiban dan penunjukkan yang mewariskan (almarhum). c. Badan Pengertian Badan menurut penjelasan UU PPh 2000 yang menyitir pengertian badan dalam pasal 1 ayat (2) UU KUP adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah (BUMN/BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi

9 Massa (OrMas), Organisasi Sosial Politik (OrSosPol), atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, dan Bentuk Badan Lainnya termasuk Reksadana. d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan untuk pengenaan pajak penghasilan, namun bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan. 3. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Yang tidak termasuk subjek pajak menurut Tony Marsyahrul, adalah : a. Badan Perwakilan negara asing b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. c. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

10 d. Pejabat-pejabat perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 4. Objek Pajak Penghasilan Dalam pasal 4 ayat 1, yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi dan untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Dividen h. Royalti i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

11 j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penerimaan kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh dari perkumpulan dan anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Sedangkan untuk objek pajak yang dikenakan pajak final dalam pasal 4 ayat 2, adalah : a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya. b. Penghasilan berupa hadiah undian c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). d. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan e. Penghasilan tertentu lainnya yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

12 5. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Yang tidak termasuk objek pajak penghasilan dalam pasal 4 ayat 3 adalah : a. 1). Bantuan sumbangan 2). Harta Hibaan b. Warisan c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi. f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam Negeri, Koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat tinggal di Indonesia. g. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja atau pegawai. h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.

13 i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan firma dan kongsi. j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama lima tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha. k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. m. Sisa atau lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba. n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kepada Wajib Pajak tertentu. C. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. 1. Kewajiban Wajib Pajak Berikut ini merupakan kewajiban wajib pajak menurut Mardiasmo, yaitu : a. Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam hal ini Wajib Pajak Orang pribadi maupun badan

14 diharuskan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk kegiatan perpajakannnya. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. b. Wajib Pajak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam hal ini yang wajib melaporkan usahanya kepada KPP untuk dikukuhkannya PKP adalah Pengusaha yang dikenakan PPN, Pengusaha orang pribadi atau badan yang kegiatan usahanya tersebar di beberapa tempat dan pengusaha kecil. Adapun Fungsi dari pengukuhan PKP adalah: 1) Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn BM. 2) Sebagai identitas PKP yang bersangkutan. c. Wajib Pajak Menghitung dan membayar sendiri pajaknya dengan benar. d. Wajib Pajak mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri) dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan. e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. Pembukuan/pencatatan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,

15 serta jumlah harta perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Pelaksanaan pembukuan/pencatatan oleh wajib pajak diharuskan : 1) Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha sebenarnya. 2) Diselenggarakan di Indonesia. 3) Menggunakan huruf latin dan angka arab. 4) Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 5) Dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 6) Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan accrual basis atau cash basis. Perubahan atas metode pembukuan atau pencatatan harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pembukuan maka akan dikenakan sanksi sebagai berikut : 1) Pajak yang terutang ditetapkan dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dan khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan 50%.

16 2) Apabila dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan serta tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya, maka akan di pidana dengan penjara selamalamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar. f. Jika diperiksa wajib pajak harus : 1). Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang terutang pajak. 2). Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. g. Apabila dalam waktu pengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

17 2. Hak-hak Wajib Pajak Berikut ini merupakan hak-hak Wajib Pajak menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan : a. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan dan menerima tanda bukti pemasukan SPT. b. Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan SPT. c. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. d. Melakukan kompensasi kerugian setelah tahun di deritanya kerugian. e. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. f. Mengajukan Permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. g. Memperpanjang penyampaian permohonan keberatan. h. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar. i. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk keperluan pengajuan keberatan. j. Keputusan keberatan diterima apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak diajukan keberatan ke KPP telah lewat dan belum diberikan keputusan. k. Mendapat bunga dari negara jika negara terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. l. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

18 m. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya seperti mengisi dan menandatangani SPT. n. Mendapat jaminan kerahasiaan atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepada petugas pajak o. Menolak petugas pemeriksa pajak yang tidak dilengkapi dengan surat pemerintah pemeriksaan. 3. Kriteria Wajib Pajak Patuh Berikut ini merupakan kriteria Wajib Pajak patuh menurut KMK no.235/kmk.03/2003, KEP-550/PJ./2000 dan Peraturan Menteri Keuangan 192/PMK.03/2007 : a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir. b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya. d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak, dalam hal ini tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.

19 e. Tidak pernah dijatuhi sanksi karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laporan laba rugi fiskal. Kemudian laporan audit disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan laba rugi komersil dan fiskal. D. Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 tahun 2000. 1. Surat Pemberitahuan (SPT) a. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Undang-undang no. 16 tahun 2000, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Terdapat dua macam SPT yaitu: 1) SPT Masa adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.

20 2) SPT Tahunan adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak. b. Tata Cara Pengisian dan Penyampaian SPT Tata cara pengisian SPT menurut Waluyo adalah sebagai berikut : 1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan-nya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. 2) Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan. c. Fungsi SPT Fungsi SPT bagi Wajib Pajak menurut Mohamad Mansur adalah: 1) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. 2) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

21 3) Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak yang ditentukan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. d. Ketentuan tentang Pengisian dan Penyampaian SPT 1) SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP atau KP4 setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. 2) Batas waktu penyampaian SPT: a). SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. b). SPT Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 3) SPT yang disampaikan langsung ke KPP/KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan. e. Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan menurut Mardiasmo, yaitu : Apabila Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan diajukan secara tertulis sebelum batas waktu

22 penyampaian SPT Tahunan berakhir, disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. f. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT 1) Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT Masa Rp. 50.000,00 dan untuk SPT Tahunan Rp. 100.000,00. 2) Tidak menyampaiakan SPT atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Namun bila penyampaiannya tidak benar karena sengaja, maka akan di pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. g. Pembetulan SPT WP dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun atau sekalipun jangka waktu tersebut telah lewat, dengan syarat memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

23 2. Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak a. Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak menurut Mardiasmo adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos atau Bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. b. Fungsi SSP Sebagai sarana untuk membayar pajak dan sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak. c. Tempat Pembayaran dan Penyetoran SSP 1) Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Anggaran. 2) Kantor pos. d. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak 1). Pembayaran Masa Tabel 2.1 Untuk Pembayaran Masa Jenis Pajak PPh pasal 21 PPh pasal 22 Impor, PPN dan PPnBM atas impor PPh pasal 22 impor, PPN, PPnBM atas impor (Ditjen Bea dan Cukai) PPh pasal 22 Bendaharawan PPh pasal 22 Pertamina PPh pasal 22 Pemungutan oleh badan tertentu PPh pasal 23 PPh pasal 25 PPh pasal 26 PPN dan PPnBM PPN dan PPnBM Pemungut (Bendaharawan Pemerintah) Sumber tabel : Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak. Batas waktu Penyetoran Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Bersamaan dengan pembayaran bea masuk. 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran Sebelum surat perintah pengeluaran barang ditebus Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah saat terutangnya pajak Tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 7 hari setelah bulan dilakukannya pembayaran tagihan

24 2). STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan surat-surat tersebut. 3). Pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT tahunan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir sebelum SPT itu disampaikan. Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran jatuh tempo pada hari libur maka pembayaran atau penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya. Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung sejak saat jatuh tempo. 3. Surat Ketetapan Pajak (SKP) a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar menurut Waluyo adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. Fungsi SKPKB : 1) Sebagai koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya. 2) Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi. 3) Sebagai alat untuk menagih pajak.

25 SKPKB diterbitkan apabila: 1) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. 2) SPT tidak disampaikan dalam waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut surat teguran. 3) Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak harus dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%. 4) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Sanksi Administrasi : 1) Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (maksimum 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. 2) Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada SPT tidak disampaikan dalam waktunya dan kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi serta pemeriksaan terhadap PPN dan PPnBM ternyata tidak harus dikompensasikan selisih lebih pajak, maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : a) 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.

26 b) 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, dipungut, disetor dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan. c) 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan menurut Mohamad Mansur adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Fungsi SKPKBT adalah : 1) Sebagai koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya. 2) Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi. 3) Sebagai alat menagih pajak. SKPKBT diterbitkan apabila : 1) Berdasarkan data baru atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan penambahan pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya. 2) Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT, dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali. Sanksi Administrasi SKPKBT : Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

27 Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar menurut Shophar Lumbantoruan adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Fungsi SKPLB adalah sebagai sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. Berikut ini penerbitan SKPLB menurut Ketetentuan pasal 17 (KUP) : SKPLB diterbitkan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih bear daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Tata Cara Menerbitkan SKPLB, Perhitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak : 1) Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak. 2) KPP atas nama Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB selambatnya 12 bulan sejak permohonan diterima. 3) Jika tidak diterbitkan dalam waktu 12 bulan, maka wajib pajak memberitahukan kepada Dirjen Pajak bahwa pemohonannya tidak dikabulkan.

28 4) Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak pemberitahuan diterima, Ditjen Pajak menerbitkan SKPLB sesuai dengan permohonan Wajib Pajak. SKPLB ini dikirim ke wajib pajak dengan tembusan KPP yang bersangkutan. 5) KPP menerbitkan surat Perintah Membayar Kembali Pajak (SPMKP) dalam waktu satu bulan setelah menerbitkan SKPLB. 6) Apabila wajib pajak memiliki utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran itu diperhitungkan lebih dahulu untuk melunasi pajak yang terutang. 7) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah waktu 1 (satu) bulan sejak SKKPP diterbitkan, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak tersebut. d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Surat Ketetapan Pajak Nihil menurut Teguh Hadi Wardoyo adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan apabila berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak dan pembayaran pajak.

29 4. Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Tagihan Pajak menurut Mardiasmo adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. STP dikeluarkan atau diterbitkan apabila : 1) Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar. 2) Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. 3) Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. 4) Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 5) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi telah membuat faktur pajak atau pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkap-lengkapnya faktur pajak. Fungsi STP menurut Teguh Hadi Wardoyo adalah sebagai berikut : 1) Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib Pajak. 2) Sebagai sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. 3) Sebagai alat untuk menagih pajak. Sanksi Administrasi STP : 1) Jumlah kekurangan pajak yang terutang pada Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar sebagai akibat salah tulis atau salah hitung, dalam STP ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan (maksimal

30 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian Tahun Pajak sampai diterbitkannya STP. 2) Terhadap PKP yang tidak melaporkan kegiatan usahanya dikenakan sanksi administrasi berupa 2% dari dasar pengenaan pajak. 3) Dalam STP yang dikeluarkan kepada WP yang dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga tidak dikenakan sanksi karena dalam Undangundang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak diatur bunga atas denda. 5. Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan menurut Erly Suendy, merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati atau dipatuhi. Dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam undangundang perpajakan dikenal dua macam sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. a. Sanksi Administrasi Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan terdapat tiga macam sanksi administrasi yaitu bunga, denda dan kenaikan, yaitu :

31 1) Bunga 2% per Bulan Tabel 2.2 No Masalah 1. Pembentukan sendiri SPT (SPT Tahunan atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa. 2. Dari penelitian rutin : a. PPh Pasal 25 tidak/kurang dibayar. b. PPh Pasal 21, 23, 25 dan 26 serta PPh yang terlambat dibayar. c. SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang atau terlambat dibayar. d. SPT salah tulis/salah hitung. 3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan). 4. Pajak diangsur/ditunda : SKPKB, SKKP, STP. 5. SPT Tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar. Sumber tabel : Http : www.google.com Catatan : a) Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan. b) Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP meliputi : (1). Bunga karena pembetulan SPT (2). Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran. (3). Bunga karena terlambat membayar. (4). Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak sementara. c) Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT tidak dilakukan

32 dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP. d) Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak sebagai tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB. 2) Denda Administrasi Tabel 2.3 No Masalah Besarnya Denda 1 Tidak/terlambat memasukkan/ menyampaikan SPT 2 3 4 Pembetulan sendiri, SPT Tahunan atau SPT Masa tetapi belum disidik. Khusus PPN : a.tidak melaporkan usahanya. b.tidak membuat/ mengisi faktur c.melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan). Khusus PBB : a.spt, SKPKB tidak/kurang atau terlambat dibayar. b.dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar. Sumber tabel : Http : www.google.com Rp. 500.000,00 untuk SPT Masa PPN Rp. 100.000,00 untuk SPT Masa Rp. 1.000.000,00 untuk SPT Tahunan Badan Rp. 100.000,00 untuk SPT Tahunan OP Ditambah 150% Ditambah 2% denda dari dasar pengenaan pajak (DPP). (Maksimum 24 bulan) SKPKB + denda administrasi dari selisih pajak yang terutang. 3) Kenaikan 50% dan 100% Tabel 2.4 No Masalah Besarnya Denda 1 2 3 Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan : a. Tidak memasukkan -SPT Tahunan (PPh pasal 29) -SPT Tahunan (PPh pasal 21, 23, 26 dan PPN) b. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pasal 28. c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen, tidak memberi keterangan dan bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29. Dikeluarkannya SKPKBT, karena ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB. Khusus PPN : Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan dimana PKP tidak seharusnya mengompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0%, diberi restitusi pajak. Ditambah kenaikan 50% Ditambah kenaikan 100% 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23, 26 dan 50% PPN 50% PPh pasal 29, 100% PPh pasal 21, 23,26 dan PPN 100% untuk semua pajak 100% dari jumlah pajak Sumber tabel : Http : www.google.com

33 b. Sanksi Pidana Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini ketentuannya : Tabel 2.5 Yang Dikenakan Norma Sanksi Pidana 1. Wajib Pajak 1. Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi tidak benar/lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar. 2. Sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen lain dan hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 KUP. 3. Sengaja tidak menyampaikan SPOP atau menyampaikan SPOP tetapi tidak benar sebagaimana dimaksud-kan dalam pasal 24 UU PBB. 4. Dengan sengaja tidak menyampaikan SPOP, memperlihatkan/meminjamkan surat/dokumen palsu dan hal-hal lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 (1) UU PBB. 2. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 KUP (tindak pelanggaran). Sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 34 UU KUP (tindak kejahatan). 3. Pihak Ketiga Sengaja tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB. Sumber tabel : Http : www.google.com Sanksi Pidana Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) dan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. a. Pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar. b. Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada huruf a dilipatduakan apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. Pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak terutang. a. Pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali jumlah pajak yang terutang. b. Sanksi (a) dilipat duakan jika sebelum lewat satu tahun terhitung sejak selesainta menjalani sebagian/seluruh pidana yang dijatuhkan melakukan tindak pidana lagi. Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.4.000.000,00. Pidana penjara selama-lamnya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.10.000.000,00. Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.2.000.000,00.

34 Catatan : 1. Pidana penjara dan atau denda pidana (karena melakukan tindak kejahatan terhadap perpajakan) dapat dilipatduakan apabila melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan. 2. Pemungutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari orang yang kerahasiaannya dilanggar. Jadi pidana terhadap pejabat merupakan delik aduan. 3. Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau 10 tahun.