BAB II BAHAN RUJUKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 04 TAHUN 2003 TENTANG SEWA MENYEWA/KONTRAK RUMAH DAN/ATAU BANGUNAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II KAJIAN TEORI. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ahli pada saat merumuskan. Definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebagai berikut :

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK PARKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 17 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 11 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

BAB II PAJAK KOS. Menurut Rochmat Soemitro (Zuraida dan Advianto, 2011 : 1), dalam bukunya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 48 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 26 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II BAHAN RUJUKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

LEMBAAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

Transkripsi:

6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan yang umumnya selalu ada setiap melakukan aktivitas kapan dan dimanapun kita berada. Dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai azas-azasnya, jenis atau macam-macan pajak yang berlaku pada setiap negara, tata cara pembayaran pajak serta hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan/ atau dari hasil kekayaan alam (natural resources) yang ada di dalam negara itu. Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Pungutan pajak mengurangi penghasilan/kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaranpengeluaran pembangunan yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat, baik yang membayar pajak maupun yang tidak. Terdapat beberapa pengertian atau definisi dari pajak berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan yang sama.

7 Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. (1990;5) yang dikutip oleh Mardiasmo (2001;1) pajak adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip oleh Erly Suandy (2005;10 ) pajak adalah : Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. (1991;2) dan dikutip oleh Waluyo, Drs, M.Sc., M. M., Ak. (2005;2) pajak adalah : Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya melalui peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Dari beberapa definisi di atas yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa terdapat ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu pajak merupakan iuran wajib yang dikeluarkan oleh wajib pajak berupa sejumlah uang yang dapat dipaksakan dan tidak mendapatkan timbal balik atas pembayaran pajak tersebut, apabila wajib pajak melanggar akan terkena sanksi berupa denda. Pajak dipungut oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat berdasarkan undangundang untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah itu sendiri. 2.1.1 Fungsi Pajak 1. Fungsi Budgetair/Finansial Fungsi budgetair/finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

8 Penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk tahun anggaran 2004 penerimaan dalam negeri Rp 403 triliun, terdiri dari penerimaan pajak Rp 279,2 triliun sedangkan penerimaan negara bukan pajak Rp 123,8 triliun terdiri dari peneriman sumber daya alam Rp 92,4 triliun, laba BUMN Rp 9,7 triliun, dan pendapatan lainnya Rp 22,3 triliun. 2. Fungsi Regulerend/Mengatur Fungsi regulerend/mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik masyarakat di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut : 1. Pemberian fasilitas bebas pajak terhadap pengusaha yang membuka lapangan usaha di daerah terpencil. 2. Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri. 3. Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri. 2.1.2 Pembagian Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, dan sifatnya, yang diuraikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Golongan 1) Pajak Langsung Pajak langung adalah pajak yang bebannya harus di tanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain Contoh : Pajak Penghasilan.

9 2) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Berdasarkan Wewenang Pemungut 1) Pajak Pusat/Pajak Negara Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pajak pusat/pajak negara yang berlaku saat ini adalah : a. Pajak Penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pajak Penjualan atas Barang Mewah di atur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. c. Pajak Bumi dan Bangunan di atur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. d. Bea materai diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985. e. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di atur dalam Undangundang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah dirubah dengan Undangundang Nomor 20 Tahun 2000.

10 2) Pajak Daerah Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran. 3. Berdasarkan sifatnya 1) Pajak Subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. 2) Pajak Objektif Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru di cari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. 2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak di bagi menjadi : 1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cinya : a. wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri.

11 b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan basarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak. 2.2 Pajak Daerah 2.2.1 Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Peraturan daerah dapat menetapkan jenis pajak Kabupaten/Kota lainnya dengan kriteria sebagai berikut : 1. Bersifat pajak dan bukan retribusi; 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; 4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/ atau objek pajak Pusat; 5. Potensinya memadai; 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakt; dan 8. Menjaga kelestarian lingkungan.

12 2.2.2 Dasar Hukum Pajak Daerah 1. Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang dasar 1945 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai perubahan atas Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Pajak Daerah belum dapat diberlakukan sebelum diterbitkan dan ada peraturan daerah yang disetujui Menteri Dalam Negeri. 2.2.3 Jenis Pajak Daerah Pajak Daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-undang nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri dari : 1. Pajak Daerah Tingkat I a. Pajak kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Daerah Tingkat II a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir h. Pajak Sewa Menyewa / Kontrak Rumah dan / atau Bangunan. Dibandingkan dengan reformasi pajak pusat yang sudah di mulai sejak tahun 1983 reformasi pajak daerah relatif terlambat karena baru di mulai tahun 1997 dengan disahkannya Undang-undang Pajak dan Retribusi Daerah. Namun tidak berarti pajak daerah dianggap kurang penting dibandingkan dengan pajak pusat apalagi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

13 2.3 Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan 2.3.1 Pengertian Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 04 Tahun 2003 pasal 1 huruf (o), sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan adalah keadaan dimana rumah dan/atau bangunan lainnya yang di huni atau digunakan untuk tempat tinggal oleh yang bukan pemilik berdasarkan kesepakatan antara jasa sewa/kontrak disertai pembayaran uang sewaan/kontrak dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu tertentu. 2.3.2 Pengertian Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan Menurut Peraturan Daerah Pasal 1 huruf (g), pajak sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan adalah pajak atas penerimaan uang pembayaran jasa sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan lainnya. 2.3.3 Dasar Hukum Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan 1. Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 34 tahun 2000. 2. Peraturan Daerah No. 04 tahun 2003 tentang Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan. 2.3.4 Objek dan Subjek Pajak Objek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran atas penghunian dan/atau penggunaan rumah dan/atau bangunan yang disewakan atau dikontrakan. Objek pajak sebagaimana dimaksud pada Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2003 pasal 2 ayat (1) meliputi : a. Rumah sewaan/kontrakan; b. Rumah kost/pondokan; c. Rumah susun; d. Apartemen ; e. Condominium; f. Villa;

14 g. Ruko, dll. Pada pemungutan pajak sewa menyewa/kontrak rumah ini tidak semua bangunan dikenakan tarif pajak, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 2003 pasal 3 terdapat pengecualian dari objek pajak yaitu : a. Penghunian rumah instansi yang meliputi : Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun Pemerintah Asing; b. Penghunian rumah dengan cara menumpang; c. Penghunian sementara atau rumah singgah; d. Asrama Mahasiswa; e. Pondok Pasantren; f. Asrama Panti Asuhan/Panti Jompo. Subjek pajak : subjek pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 2003 pasal 4 ayat (1) adalah orang pribadi atau badan yang menyewa/mengontrak rumah dan/atau bangunan. Wajib pajak : wajib pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 2003 pasal 4 ayat (2) adalah orang pribadi atau badan yang menjalankan kegiatan usaha sewa menyewa/kontrak rumah dan/atau bangunan. 2.3.5 Jenis, Fungsi, dan Lokasi Jenis bangunan adalah wujud suatu bangunan yang mempunyai bentuk dapat berupa bangunan tunggal, bangunan kopel/gandeng dua, bangunan gandeng banyak/deret, bangunan susun yang berfungsi dipergunakan sesuai dengan kegunaan dan aktifitasnya seperti : hunian, kantor, toko, gudang, industri, dan lain-lain. Kegunaan atau fungsi suatu bangunan yang di maksud diklasifikasikan sebagai berikut : a. Fungsi I (F.I) adalah bangunan yang berfungsi dan dipergunakan untuk bangunan rumah tinggal/hunian; b. Fungsi II (F.II) adalah bangunan yang berfungsi dan dipergunakan untuk bangunan kantor/jasa sosial;

15 c. Fungsi III (F.III) adalah bangunan yang berfungsi dan dipergunakan untuk bangunan tempat usaha seperti : perkantoran, pertokoan, dll; d. Fungsi IV (F.IV) adalah bangunan yang berfungsi dan dipergunakan untuk pergudangan; e. Fungsi V (F.V) adalah bangunan yang berfungsi dan ditempatkan untuk perindustrian. Sebagai penentuan fungsi sebagaimana di maksud di atas dipergunakan indek fungsi (IF) sebagai berikut : F.I dengan indek fungsi = 1 F.II dengan indek fungsi = 1,5 F.III dengan indek fungsi = 2.5 F.IV dengan indek fungsi = 3 F.V dengan indek fungsi = 3,5 Lokasi bangunan adalah tempat kedudukan atau letak suatu wilayah administrasi. Lokasi bangunan (indek lokasi) yang dalam hal ini dibagi menurut Daerah Manfaat Jalan (Damaja) dengan perincian sebagai berikut : a. Lokasi I (L.I) adalah letak/lokasi suatu bangunan yang berada dalam kampung dengan fasilitas jalan setapak sampai dengan Damaja 4 (empat) meter; b. Lokasi II (L.II) adalah letak/lokasi suatu bangunan yang memiliki fasilitas jalan dengan Damaja 4 (empat) sampai dengan Damaja 16 (enam belas) meter; c. Lokasi III (L.III) adalah letak/lokasi suatu bangunan yang memiliki fasilitas jalan dengan Damaja 16 (enam belas) sampai demgam Damaja 26 (dua puluh enam) meter; d. Lokasi IV (L.IV) adalah letak/lokasi suatu bangunan yang memiliki fasilitas jalan Damaja 26 (du puluh enam) sampai dengan Damaja 36 (tiga puluh enam) meter; e. Lokasi V (L.V) adalah letak/lokasi suatu bangunan yang memiliki fasilitas jalan Damaja 36 (tiga puluh enam) sampai dengan Damaja 47 (empat puluh tujuh) meter.

16 Dalam penentuan lokasi bangunan dipergunakan Multi Indek sebagai berikut : L.I dengan indek lokasi = 4.5 L.II dengan indek lokasi = 6 L.III dengan indek lokasi = 7.5 L.IV dengan indek lokasi = 9 L.V dengan indek lokasi = 10 2.4 Aturan Pelaksanaan Pemungutan Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan. 2.4.1 Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan. Dasar pengenaan Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan berdasarkan Peraturan Daerah pasal 5 yaitu menurut klasifikasi jenis, fungsi dan lokasi bangunan. Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari dasar pengenaan pajak. 2.4.2 Perhitungan Pajak Sewa Menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan. Menurut Peraturan Daerah pasal 8 pajak yang terutang di pungut di Kota Bandung besarnya pajak terutang dihitung dengan cara : Besarnya pajak = ( Indeks lokasi (IL) x Indeks fungsi (IF) x Standar biaya ) x Tarif pajak. 2.4.3 Masa Pajak, Pajak Terutang dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah. Masa pajak adalah 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Walikota. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi sejak terjadinya sewa menyewa rumah, setiap wajib pajak harus mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) diisi dengan jelas dan lengkap. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) ini harus disampaikan kepada Walikota sesuai jangka waktu yang ditetapkan oleh Walikota, bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota.

17 2.4.4 Tata Cara Penetapan Pajak Sewa Menyewa / Kontrak Rumah dan / atau Bangunan. Tata cara penetapan pajak menurut Peraturan Daerah pasal 13 dan 14 adalah sebagai berikut : 1. Walikota menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). 2. Bentuk, isi, kualitas dan ukuran Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) sebagaimana di maksud di atas ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota. 3. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau Pejabat yang di tunjuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. 4. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau Pejabat yang di tunjuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Terutang (SKPDKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula yang belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 5. Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau pejabat yang di tunjuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak daerah Nihil (SKPDN) apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 2.4.5 Tata Cara Pembayaran Pajak Sewa Menyewa / Kontrak Rumah dan/ atau Bangunan. Tata cara pembayaran pajak daerah berdasarkan Peraturan Daerah pasal 15 adalah sebagai berikut : 1. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). 2. Pajak yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar

18 Terutang (SKPDKBT), Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD), Surat Keputusan Keberatan dan Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus di bayar bertambah. 3. Walikota atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan. 4. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak di atur lebih lanjut oleh Walikota.