BAB I PENDAHULUAN. produk dengan kualitas-kualitas yang lebih baik. Untuk memenuhi. sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat, khususnya kasus-kasus

BAB I PENDAHULUAN. dampak bagi gaya hidup manusia baik positif maupun negatif. Di sisi lain kita

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dilahirkan manusia-manusia yang berkualitas yang akan membangun dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik (beramal sholeh)

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

Banyaknya fenomena penyimpangan perilaku yang bisa dilihat secara. setiap hari, membentuk keprihatinan bahwa bangsa ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama keberhasilan Pembangunan Nasional. Semakin tinggi kualitas

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

STRATEGI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMP NEGERI 3 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama keberhasilan Pembangunan Nasional. Semakin tinggi kualitas

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sebuah negara. Maka dari itu, jika ingin memajukan sebuah negara terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penurunan moral dalam diri masyarakat terlihat semakin nyata akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

PELATIHAN PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP MATA PELAJARAN IPS TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA GURU IPS SMP DI MGMP SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma. mengembangkan akal manusia, mengingat fungsi pendidikan yaitu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sumber dan simbol kemajuan suatu bangsa. Kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I P E N D A H U L U A N. Karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lastri Rahayu, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Noviyanto, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, baik itu kualitas intelektual maupun kualitas mental. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumberdaya manusia yang kompetitif dalam pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak mengabaikan aspek substansial yaitu spiritual agar mampu menghasilkan produk dengan kualitas-kualitas yang lebih baik. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu proses dalam membentuk, mengarahkan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan seseorang. Sejak 2500 tahun yang lalu Socrates dalam buku Anasufi Banawi, berkata bahwa tujuan yang paling mendasari dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak, yaitu orang yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik (beramal sholeh) dan dapat hidup secara bijak dalam seluruh aspek kehidupan keluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Karenanya sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat 1

2 membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan terhormat (2009: 4). Karakter itu sendiri merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter dapat diterapkan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.

3 Dewasa ini masyarakat menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter. Akan tetapi sekolah yang menjadi harapan dalam penanaman nilainilai ternyata belum mampu melakukan itu secara optimal. Seperti yang diungkapkan oleh Darmiyati Zuchdi dkk dalam buku Anasufi Banawi, (2010: 7) menemukan bahwa konteks institusional sekolah masih belum secara optimal mendukung pelaksanaan pendidikan nilai/karakter, sekolah belum banyak menggunakan fasilitas nilai dan iklim pendidikan karakter secara umum masih tergolong sedang. Selain itu peserta didik juga mengalami kesulitan mencari teladan yang baik atau living moral exemplary di lingkungannya. Peserta didik mungkin menemukan teladan yang baik di lingkungan sekolah, di dalam guru tertentu, tetapi peserta didik kemudian sulit menemukan keteladanan dalam lingkungan luar sekolah. Thomas Lickona dalam buku Anasufi Banawi (2010: 25) mengungkapkan sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu: meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh peer-group yang kuat

4 dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, menurunnya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Apabila diperhatikan, ternyata kesepuluh tanda jaman tersebut sudah ada di Indonesia. Kondisi bangsa belakangan ini kian rapuh. Konflik antar suku, agama, ras, golongan, tawuran antar pelajar tak dapat dielakkan. Para pemimpin bangsa baik itu pejabat tinggi negara, kepala instansi, kepala daerah dan anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang mestinya menjadi teladan dan memegang amanah rakyat justru melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum seperti teribat kasus-kasus asusila: pelecehan seksual, video porno, sampai pada praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik orang lain, perampasan, penipuan, pengguguran kandungan, perjudian, penganiayaan, pembunuhan, dan lain-lain, sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar dan mahasiswa.

5 Masalah lain yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, dan empati). Padahal, pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan). Pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting. Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehingga anak beresiko besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Berbagai masalah bangsa Indonesia di berbagai bidang selama ini tidak lepas dari karakter dan nilai-nilai masyarakat. Kalau saat ini banyak kritik yang terkait dengan karakter bangsa, maka sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan, ikut bertanggung jawab untuk mengatasi permasalahan tersebut. Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini (Akhmad Sudrajat, 2010). Anak-anak yang telah melewati sistem

6 pendidikan selama ini, mulai dari pendidikan sekolah kurang memiliki kemampuan mengelola konflik dan kekacauan, sehingga anak-anak dan remaja selalu menjadi korban konflik dari kekacauan tersebut. Untuk mengatasi penyakit masyarakat dan berbagai persoalan yang terjadi belakangan ini serta meningkatnya kualitas pendidikan seperti yang telah disebutkan di atas, ternyata pendidikan karakter diharapkan mampu menjadi modal dasar untuk mengatasi masalah. Selain mengatasi permasalahan dalam masyarakat pendidikan karakter sangat diperlukan sebagai bekal bagi generasi muda yang kelak akan menjadi pemimpin. Pembentukan karakter tidak dapat dilakukan dengan cara menghafal, karena ini melekat dalam diri setiap manusia dan tergantung dari kemauan diri. Karakter hanya dapat diajarkan kepada generasi muda dengan contoh dan teladan. Siswa harus belajar dari pelajaran sejarah dunia. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengandalkan sumber daya manusia bukan sumber daya alam. Karena itu siswa perlu menyiapkan diri dari sekarang. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai

7 tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan karakter di Yogyakarta sebenarnya sudah diterapkan sejak lama. Berbagai upaya ditempuh oleh pihak sekolah guna menerapkan pendidikan karakter. Salah satunya dengan menerapkan sistem Boarding school. Di Indonesia sendiri munculnya sekolah-sekolah berasrama (Boarding School) sejak pertengahan tahun 1990. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi pendidikan Indonesia yang selama ini berlangsung dipandang belum memenuhi harapan yang ideal. Boarding School yang pola pendidikannya lebih komprehensifholistik lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama (Arsry Karima Zahra, 2008: 140). Pendidikan dengan Sistem Boarding School ini diharapkan efektif untuk mendidik kecerdasan, ketrampilan, pembangunan karakter dan penanaman nilai-nilai moral peserta didik, sehingga anak didik lebih memiliki kepribadian yang utuh dan khas. Dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, baik di sekolah, asrama dan lingkungan masyarakat yang dipantau oleh guru-guru selama 24 jam. Kesesuaian sistem boarding-nya, terletak pada semua aktivitas siswa yang diprogramkan, diatur dan dijadwalkan dengan jelas. Sementara aturan kelembagaannya sarat dengan muatan nilai-nilai moral. Kelebihan-kelebihan lain dari sistem ini adalah: sistem boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian. Berusaha menghindari

8 dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum). Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam, akan diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan menyeluruh, segala aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing, kedekatan antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu diketahui dan segera terselesaikan, prinsip keteladanan guru akan senantiasa diterapkan karena murid atau peserta didik mengetahui setiap aktivitas guru selama 24 jam (http://www.arsykarimazahra.worspress.com, diakses tanggal 31 Januari 2011). Pembinaan mental siswa secara khusus mudah dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen komunitas siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran, kebenaran, kasih sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggungjawab, kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para guru/pembimbing. Salah satu contoh sekolah yang sudah menerapkan sistem boarding school di daerah Yogyakarta adalah Sekolah Menengah Pertama Islam

9 Terpadu (SMP IT) Abu Bakar Yogyakarta. Dengan menggunakan program boarding school diharapkan dapat menerapkan pendidikan karakter secara lebih efektif. Pendidikan karakter di sekolah ini bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Siswa SMP IT Abu Yogyakarta secara psikologis memasuki masa remaja, yaitu masa transisi antara seorang anak-anak dan masa remaja. Pada masa ini biasanya seseorang mengalami gejolak perubahan, baik fisik maupun psikis yang drastis. Agar perubahan yang terjadi tetap terkendali ke arah yang lebih baik diperlukan bimbingan yang baik, kontinu, dan konsisten. Misi utama dalam proses pendidikan di SMP IT Abu Yogyakarta adalah pembentukan akhlaqul karimah. Perang peradaban yang semakin gencar menyebabkan gagalnya orang tua dan sekolah pada umumnya dalam membangun akhlaqul karimah (Maksudin, 2009: 75). Kenalan remaja, perbuatan amoral, dan berbagai gaya hidup yang jauh dari nuansa Ilahi terus terjadi karena lemahnya kontrol akhlak dan minimnya keteladanan. Keberagaman adat, sifat, karakter, dan tabiat siswa SMP IT Abu Yogyakarta yang datang dari berbagai daerah di nusantara yang tercatat ada 13 provinsi akan lebih bermakna jika dibingkai dalam sebuah sistem

10 terpadu yang mengacu pada pedoman yang besumber dari nilai-nilai akhlak mulia, sehingga semua menjadi khazanah yang bermanfaat dalam proses pendidikan, terutama di lingkungan SMP IT Abu Yogyakarta Boarding School. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP IT Abu Bakar Yogyakarta mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Apakah dengan adanya sistem pendidikan boarding school ini pendidikan karakter di SMP IT Abu Bakar Yogyakarta ini dapat tercapai sesuai harapan? Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Peran Boarding School pada SMP IT Abu Bakar Yogyakarta sebagai Salah Satu Upaya Penerapan Pendidikan Karakter. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Konteks institusional sekolah masih belum secara optimal mendukung pelaksanaan pendidikan nilai/karakter, sekolah belum banyak menggunakan fasilitas nilai dan iklim pendidikan karakter secara umum masih tergolong sedang.

11 2. Pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah baru pada tataran pengenalan dan hafalan. 3. Sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, dan empati). 4. Berbagai masalah yang berkaitan dengan karakter (moral) siswa sangat mengkhawatirkan masyarakat. 5. Siswa SMP IT Abu Yogyakarta secara psikologis memasuki masa remaja, yaitu masa transisi antara seorang anak-anak dan masa remaja. Agar perubahan yang terjadi tetap terkendali ke arah yang lebih baik diperlukan bimbingan yang baik, kontinu, dan konsisten dengan program pendidikan boarding school. C. Pembatasan Masalah Dari sekian banyak masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tidak semua permasalahan akan diteliti. Karena keterbatasan waktu dan tenaga maka penelitian ini dibatasi pada peran program boarding school di SMP IT Abu Yogyakarta bagi siswa boarding school yang secara psikologis sedang memasuki masa remaja, yaitu masa transisi antara seorang anak-anak dan masa remaja ke arah yang lebih baik.

12 D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di muka, dapat dirumuskan permasalahan sebagai fokus utama penelitian ini selanjutnya. 1. Bagaimanakah proses pembentukan pendidikan karakter siswa di SMP IT Abu Bakar Yogyakarta? 2. Bagaimanakah peran boarding school terhadap pendidikan karakter siswa boarding school SMP IT Abu Bakar Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1. proses pembentukan pendidikan karakter siswa di SMP IT Abu Bakar Yogyakarta, 3. peran boarding school terhadap pendidikan karakter siswa boarding school SMP IT Abu Bakar Yogyakarta.

13 F.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memperkaya khasanah ilmu pendidikan yang berhubungan dengan pendidikan karakter. b. Menambah pengetahuan baru tentang sistem pendidikan boarding school. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti 1) Mengembangkan daya berpikir dan penerapan keilmuan yang telah dipelajari di perguruan tinggi. 2) Mengetahui pendidikan karakter itu sendiri. 3) Mengetahui bagaimana program pendidikan boarding school. b. Bagi Siswa 1) Meningkatkan pemahaman tentang peran boarding school terhadap pendidikan karakter. c. Bagi Guru dan Pembina Asrama 1) Memberikan masukan bagi guru dan pembina asrama agar mampu menjadi teladan bagi siswanya. d. Bagi Sekolah 1) Penciptaan kondisi yang mendukung terciptanya pendidikan karakter yang efektif.