PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1972 (4/1972) Tanggal: 9 NOPEMBER 1972 (JAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG MAHAPUTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1971 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG YUDHA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1971 (13/1971) Tanggal: 11 DESEMBER 1971 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Repu

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

I. PEMOHON Kasmono Hadi, S.H, sebagai Pemohon.

TANDA-TANDA KEHORMATAN UNDANG UNDANG. NOMOR 4 Drt. TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG

NOMOR 10 TAHUN 1980 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Bintang Jasa. B. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1963 (5/1963) Tanggal: 22 JULI 1963 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG KARTIKA EKA PAKCI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU,

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2005 SERI : E PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULUNGAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203 TAHUN 1961 TENTANG SATYALANCANA "SATYA DASAWARSA" BAGI PARA ANGGOTA-ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG SWA BHUWANA PAKSA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2012, No.190.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI

SATYALANCANA PERISTIWA GERAKAN OPERASI MILITER VIII "DHARMA PHALA" Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 1968 Tanggal: 25 Juni 1968

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM. 72 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG

3.Undang-undang Nomor 70 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 Nomor 124) tentang Tanda-tanda Penghargaan untuk Anggota-Angkatan Perang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAKAIAN DINAS KEPALA DAERAH, WAKIL KEPALA DAERAH DAN KEPALA DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PEMBANGUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pe

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH

NOMOR : 12 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1973 TENTANG TANDA KEHORMATAN PRASAMYA PURNAKARYA NUGRAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016

BUPATI KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1961 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BHAYANGKARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Powered by TCPDF (

2 Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2

2018, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggara Pemil

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - BUPATI KOLAKA TIMUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN BUPATI KOLAKA TIMUR NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG. PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL Dl LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

ATRIBUT LEMBAGA KEMAHASISWAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1964 TENTANG SATYALANCANA WIRA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SATYALANCANA "SEROJA" Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1978 Tanggal 6 Pebruari 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2017

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1968 TENTANG SATYALENCANA WIDYA SISTHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:23 TAHUN 1968 (23/1968) Tanggal:27 DESEMBER 1968 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik I

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODEL, BENTUK, PENGGUNAAN, UKURAN, ATRIBUT, DAN KELENGKAPAN PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINGATAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

SEBAGI DASAR PELESTARIAN NILAI K2KS KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1972 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN KETENTUAN MENGENAI BEBERAPA JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERBENTUK BINTANG DAN TENTANG URUTAN DERAJAT/TINGKAT JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERBENTUK BINTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dipandang perlu untuk mengadakan perubahan dan tambahan mengenai beberapa jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang dan tentang urutan derajat/tingkat jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang secara menyeluruh, guna disesuaikan dengan syarat-syarat protokoler. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 15 dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1954 (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 85); 3. Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 116) jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 64); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 67); 5. Undang-undang Nomor 4 Drt. Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 44); 6. Undang-undang Nomor 5 Drt. Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 45); 7. Undang-undang Nomor 6 Drt. Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 46); 8. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 65) jo. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1964 (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 69); 9. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 246); 10. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1963 (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 78); 11. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 64); 12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 76); 13. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 78); 14. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 93). Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN KETENTUAN MENGENAI BEBERAPA JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIAYANG BERBENTUK BINTANG DAN TENTANG URUTAN DERAJAT/TINGKAT JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERBENTUK BINTANG. Pasal I Ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Drt. Tahun 1959 dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Bintang Republik Indonesia dibagi dalam lima kelas yaitu: a. Bintang Republik Indonesia Adipurna (I) b. Bintang Republik Indonesia Adipradana (II) c. Bintang Republik Indonesia Utama (III) d. Bintang Republik Indonesia Pratama (IV) e. Bintang Republik Indonesia Nararya (V) (3) Bintang berukuran sebagai berikut: Bintang Republik Indonesia Adipurna : Jari-jari sinar emas yang terpanjang 20 mm. Bintang Republik Indonesia Adipradana : Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna Bintang Republik Indonesia Utama : Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna Bintang Republik Indonesia Pratama : Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna. Bintang Republik Indonesia Nararya : Sama dengan Bintang Republik Indonesia Adipurna. (4) Bintang disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan Bintangnya dengan ukuran yang lebih besar, ialah: a. Pada Patra Bintang Republik Indonesia Adipurna: - Jari-jari Sinar Emas yang terpanjang 45 mm. - Jari-jari sampai ujung pentol mutiara 35 mm. b. Pada Patra Bintang Republik Indonesia Adipradana, Bintang Republik Indonesia Utama, Bintang Republik Indonesia Pratama dan Bintang Republik Indonesia Nararya: - Jari-jari Sinar Emas yang terpanjang 38,57 mm. - Jari-jari sampai ujung pentol mutiara 30 mm. (5) Bintang-bintang tersebut dalam ayat (1) dilengkapi dengan pita selempang yang berukuran lebar 90 mm, berwarna dasar kuning dengan lajur-lajur besar dan kecil berwarna merah untuk membedakan kelas, ialah: a. Pada Bintang Republik Indonesia Adipurna: - 1 lajur besar di kedua tepinya berukuran masing-masing 8 mm. - 1 lajur kecil sesudah lajur besar di kedua tepinya masing-masing berukuran 3 mm. - 2 lajur kecil di tengah-tengahnya berukuran 3 mm. b. Pada Bintang Republik Indonesia Adipradana: - 1 lajur besar di kedua tepinya berukuran masing-masing 8 mm. - 1 lajur kecil sesudah lajur besar di kedua tepinya masing-masing berukuran 3 mm. - 1 lajur kecil di tengah-tengahnya berukuran 3 mm. c. Pada Bintang Republik Indonesia Utama: - 1 lajur besar di kedua tepinya berukuran masing-masing 14 mm.

- 1 lajur kecil di tengah-tengahnya berukuran 3 mm. d. Pada Bintang Republik Indonesia Pratama: - 1 lajur besar di kedua tepinya berukuran masing-masing 17 mm. - 1 lajur kecil di tengah-tengahnya berukuran 3 mm. e. Pada Bintang Republik Indonesia Nararya: - 1 lajur besar di kedua tepinya berukuran masing-masing 20 mm. - 1 lajur kecil di tengah-tengahnya berukuran 3 mm. Pada pita harian berukuran panjang 35 mm, dan lebar 10 mm berwarna kuning dengan lajur-lajur seperti pada pita selempang dengan ukuran lajur besar 4 mm untuk Bintang Republik Indonesia Adipurna dan Bintang Republik Indonesia Adipradana, 7 mm untuk Bintang Republik Indonesia Utama, 81/2 mm untuk Bintang Republik Indonesia Pratama, 10 mm untuk Bintang Republik Indonesia Nararya, sedang lajur-lajur kecil berukuran 11/2 mm. Pasal II Ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal 2 Undang-undang Nomor 6 Drt. Tahun 1959 dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Bintang Mahaputera dibagi dalam lima kelas, yaitu: a. Bintang Mahaputera Adipurna (I) b. Bintang Mahaputera Adipradana (II) c. Bintang Mahaputera Utama (III) d. Bintang Mahaputera Pratama (IV) e. Bintang Mahaputera Nararya (V) (3) Bintang berukuran sebagai berikut: Bintang Mahaputera Adipurna : Jari-jari sinar emas yang terpanjang 20 mm. Bintang Mahaputera Adipradana : Sama dengan Bintang Mahaputera Adipurna. Bintang Mahaputera Utama : Sama dengan Bintang Mahaputera Adipurna. Bintang Mahaputera Pratama : Sama dengan Bintang Mahaputera Adipurna. Bintang Mahaputera Nararya : Sama dengan Bintang Mahaputera Adipurna. (4) Bintang disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan Bintangnya dengan ukuran yang lebih besar ialah: a. Pada Patra Bintang Mahaputra Adipurna: - Jari-jari sampai ujung pentol mutiara 35 mm. b. Pada Patra Bintang Mahaputera Adipradana, Bintang Mahaputera Utama, Bintang Mahaputera Pratama dan Bintang Mahaputera Nararya: - Jari-jari sampai ujung pentol mutiara 30 mm. (5) Bintang-bintang Mahaputera tersebut pada ayat (1) a dan b dilengkapi dengan pita selempang yang berukuran lebar 90 mm, berwarna dasar merah tua dengan lajur besar pada kedua belah tepinya yang berwarna kuning dan berukuran 8 mm, dan Bintang-bintang Mahaputera tersebut pada ayat (1) c, d dan e dilengkapi dengan pita kalung yang berukuran 35 mm berwarna dasar dan warna lajur sama dengan pita dari Bintang-bintang Mahaputera tersebut pada ayat (1) a dan b dengan lajur besar pada kedua tepinya masing-masing berukuran 4 mm. Perbedaan kelas Bintang Mahaputera Adipurna, Bintang Mahaputera Adipradana, Bintang Mahaputera Utama, Bintang Mahaputera Pratama ditandai dengan tambahan lajur-lajur kecil

berwarna kuning, yang jumlah dan ukurannya sebagai berikut: a. Pada Bintang Mahaputera Adipurna: - 4 lajur kecil berukuran 3 mm di kedua tepi masing-masing 1 lajur dan di tengah-tengah 2 lajur. b. Pada Bintang Mahaputera Adipradana: - 3 lajur kecil berukuran 3 mm di kedua tepi masing-masing 1 lajur dan di tengah-tengah 1 lajur. c. Pada Bintang Mahaputera Utama: - 2 lajur kecil berukuran 1,5 mm di kedua tepi masing-masing 1 lajur. d. Pada Bintang Mahaputera Pratama: - 1 lajur kecil berukuran 1,5 mm terletak di tengah-tengah. Pada pita harian berukuran panjang 35 mm dan lebar 10 mm, berwarna merah tua dengan lajur seperti pada pita selempang dan kalung dengan ukuran lajur besar selebar 3 mm dan lajur kecil 1,5 mm. Pasal III 1. Pasal 5 Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958 ditambah satu, ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut: (2) Bintang disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis tengah 50 mm. 2. Ayat (2) Pasal 5 Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958 di rubah dan ditambah selanjutnya menjadi ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut: (3) Pita Bintang berupa pita kalung yang berukuran lebar 35 mm dan berwarna dasar kuning dengan 5 lajur merah lebar 1 mm yang membagi dalam bagian-bagian yang sama. 3. Pasal 8 Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958 ditambah satu, ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut: (2) Bintang disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis tengah 50 mm. 4. Ayat (2) Pasal 8 Undang-undang Nomor 65 Tahun 1958 di rubah dan ditambah selanjutnya menjadi ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut: (3) Pita Bintang berupa Pita Kalung yang berukuran lebar 35 mm dan berwarna dasar hijau muda dengan satu lajur di kedua tepi masing-masing berukuran 2 mm. Pasal IV 1. Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 ditambah satu ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut: (2) Bintang disertai Patra yang bentuk dan Kombinasi warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis tengah 60 mm. 2. Ayat (2) Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 dirubah dan ditambah selanjutnya menjadi ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut: (3) Pita Bintang berupa Pita Kalung yang berukuran lebar 35 mm dan berwarna dasar merah dengan 3 lajur berwarna putih lebar 3,5 mm yang membagi dalam bagian-bagian yang sama. 3. Pasal 9 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 ditambah satu ayat menjadi ayat (2) baru yang berbunyi sebagai berikut: (2) Bagi pemilik Bintang Gerilya yang dalam dinas sehari-hari mengenakan Pakaian Sipil,

sebagai pengganti Bintang Gerilya dipakai suatu Tanda yang berbentuk oval dengan berukuran garis tengah terpanjang 18 mm dan yang terpendek 9 mm, berwarna merah dan putih dengan di tengah-tengah berukiran Bhineka Tunggal Ika berwarna kuning emas. 4. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1959 selanjutnya menjadi ayat (1). Pasal V Bagi mereka yang berdasarkan ketentuan Undang-undang yang terdahulu telah mendapat Bintang Sakti, Bintang Darma dan Bintang Gerilya, berlaku ketentuan tersebut dalam Undang-undang ini. Pasal VI Ayat (1) dan ayat (5) Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1963 dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Bintang Jasa dibagi dalam tiga kelas, yaitu: a. Bintang Jasa Utama. b. Bintang Jasa Pratama. c. Bintang Jasa Nararya. (5) a. Bintang disertai patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan bintangnya masing-masing dengan ukuran jari-jari sama terpanjang 30 mm. b. Pita bintang merupakan pita kalung berukuran lebar 35 mm, yang mempunyai warna dasar kuning dan warna lajur biru selebar 1,5 mm; untuk Bintang Jasa Utama enam lajur, Bintang Jasa Pratama lima lajur dan Bintang Jasa Nararya empat lajur. Pasal VII Pasal 2 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1971 dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Bintang Yuda Darma adalah Bintang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dibagi dalam tiga kelas yaitu: a. Bintang Yuda Darma Utama. b. Bintang Yuda Darma Pratama. c. Bintang Yuda Darma Nararya. Pasal 6 Bintang Yuda Darma Utama dan Bintang Yuda Darma Pratama disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan bintangnya yang berukuran 60 mm. Pasal VIII Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1966 dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Bintang Kartika Eka Pakci adalah Bintang T.N.I. Angkatan Darat dibagi dalam tiga kelas yaitu: a. Bintang Kartika Eka Pakci Utama. b. Bintang Kartika Eka Pakci Pratama. c. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya.

Pasal IX Ayat (1) Pasal 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1968 dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Bintang Jalasena adalah Bintang T.N.I. Angkatan Laut, dibagi dalam tiga kelas, yaitu: a. Bintang Jalasena Utama. b. Bintang Jalasena Pratama. c. Bintang Jalasena Nararya. Pasal X Pasal 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1968 dirobah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Bintang Swa Buwana Paksa adalah Bintang T.N.I. Angkatan Udara, dibagi dalam tiga kelas, yaitu: a. Bintang Swa Buwana Paksa Utama. b. Bintang Swa Buwana Paksa Pratama. c. Bintang Swa Buwana Paksa Nararya. Pasal XI 1. Ayat (1) Pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1961 dirobah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Bintang Bayangkara adalah Bintang Kepolisian Negara Republik Indonesia dibagi dalam tiga kelas, yaitu: a. Bintang Bayangkara Utama. b. Bintang Bayangkara Pratama. c. Bintang Bayangkara Nararya Bintang Bayangkara Utama disertai Patra yang bentuk dan kombinasi warnanya sama dengan bintangnya, berukuran garis tengah 75 mm. 2. Ayat (1) dan (2) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1961 dirubah dan ditambah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) a. Pita untuk Bintang Bayangkara Utama berupa Pita Kalung sedang untuk Bintang Bayangkara Pratama dan Bintang Bayangkara Nararya berupa pita gantung, yang mempunyai warna dasar hitam dan 6 lajur yang berwarna kuning untuk Bintang Bayangkara Utama 5 lajur yang berwarna kuning untuk Bintang Bayangkara Pratama dan 4 lajur yang berwarna kuning untuk Bintang Bayangkara Nararya. b. Pita Kalung tersebut berukuran lebar 35 mm, sedangkan Pita gantung berukuran lebar 35 mm, dan panjang 40 mm. 3. Ayat (3) Pasal 6 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1961 selanjutnya menjadi ayat (2). Pasal XII Urutan derajat/tingkat Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang adalah sebagai berikut: 1. Bintang Republik Indonesia Adipurna (I) 2. Bintang Republik Indonesia Adipradana (II) 3. Bintang Republik Indonesia Utama (III) 4. Bintang Republik Indonesia Pratama (IV)

5. Bintang Republik Indonesia Nararya (V) 6. Bintang Mahaputera Adipurna (I) 7. Bintang Mahaputera Adipradana (II) 8. Bintang Mahaputera Utama (III) 9. Bintang Mahaputera Pratama (IV) 10. Bintang Mahaputera Nararya (V) 11. Bintang Sakti/Bintang Darma/Bintang Gerilya/Bintang Jasa Utama. 12. Bintang Jasa Pratama. 13. Bintang Jasa Nararya. 14. Bintang Yuda Darma Utama. 15. Bintang Kartika Eka Pakci Utama/Bintang Jalasena Utama/Bintang Swa Buwana Paksa Utama/Bintang Bayangkara Utama. 16. Bintang Yuda Darma Pratama. 17. Bintang Kartika Eka Pakci Pratama/Bintang Jalasena Pratama/Bintang Swa Buwana Paksa Pratama/Bintang Bayangkara Pratama, 18. Bintang Yuda Darma Nararya. 19. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya/Bintang Jalasena Nararya/Bintang Swa Buwana Paksa Nararya/Bintang Bayangkara Nararya. 20. Bintang Garuda/Sewindu. Pasal XIII Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 4 Drt. Tahun 1959, dengan berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal XIV Jenis-jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang dan urutan derajat/tingkat Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang yang bertentangan dengan Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal XV Pemakaian Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang didasarkan atas urutan derajat/tingkat sebagaimana tersebut dalam Pasal XII ini. KETENTUAN PENUTUP Pasal XVI Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal V, Undang-undang ini tidak berlaku bagi mereka yang berdasarkan ketentuan Undang-undang yang terdahulu telah mendapat Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang. Pasal XVII Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 9 Nopember 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 9 Nopember 1972 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUDHARMONO S.H. MAYOR JENDERAL TNI.

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1972 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN KETENTUAN MENGENAI BEBERAPA JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERBENTUK BINTANG DAN TENTANG URUTAN DERAJAT/TINGKAT JENIS TANDA KEHORMATAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERBENTUK BINTANG UMUM Dalam Undang-undang Nomor 4 Drt. Tahun 1959 tentang ketentuan-ketentuan umum mengenai Tanda Kehormatan dikenal adanya sistim Bintang berkelas dan tidak berkelas (tunggal). Bintang berkelas lima dengan pita selempang dipakai untuk bintang-bintang berkelas satu, pita kalung untuk bintang-bintang berkelas dua, pita gantung untuk bintang-bintang berkelas tiga dan bintangbintang kelas selanjutnya serta untuk satyalencana-satyalencana. Di samping bintang berkelas lima, dikenal pula adanya bintang berkelas tiga dengan pita kalung dipakai untuk bintang kelas satu, pita gantung untuk bintang kelas dua dan bintang kelas tiganya, serta untuk bintang tidak berkelas (tunggal); Bintang-bintang berkelas lima, berkelas tiga dan tidak berkelas (tunggal); tidak jelas mencerminkan tinggi rendahnya derajat/tingkat bintang yang satu terhadap yang lain. Kebiasaan-kebiasaan protokoler di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan pandanganpandangan, bahwa istilah/sebutan yang dipergunakan dan bentuk-bentuk pita dari Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang belum mencerminkan tinggi rendahnya derajat/tingkat daripada Bintang yang satu terhadap yang lain. Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, dirasakan perlu untuk menyesuaikan istilah/sebutan dan bentuk-bentuk pita dengan derajat/tingkat Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang, yaitu untuk bintang-bintang yang derajatnya tinggi adalah berpita selempang, dan seterusnya dipergunakan pita kalung, pita gantung. Dalam Undang-undang masing-masing, Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang telah diatur pula kedudukan derajat/tingkatnya terhadap tanda-tanda kehormatan bintang-bintang yang satu tingkat di atas dan satu tingkat di bawahnya. Akan tetapi oleh karena pengaturan derajat/tingkat Tanda Kehormatan Bintang-bintang tidak menyeluruh (tidak terhadap seluruh bintang-bintang yang ada) timbul tafsiran yang berbeda-beda mengenai derajat/tingkat Tanda Kehormatan yang satu terhadap yang lain. Dikeluarkannya Undang-undang ini, dimaksudkan pula untuk memberikan keselarasan dan kepastian tentang, urutan derajat/tingkat tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang yang satu terhadap yang lainnya yang telah ada. Dalam Undang-undang ini dipergunakan istilah/sebutan dari tiap Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang berkelas yang mempunyai arti dan makna yang mencerminkan kedudukannya. PASAL DEMI PASAL Pasal I Mengingat kedudukan dari Bintang Republik Indonesia sebagai Tanda Kehormatan yang tertinggi dari semua Bintang, maka untuk ini ditentukan perubahan dalam bentuk pitanya menjadi pita selempang bagi semua kelas. Pasal II Sudah selayaknya apabila Bintang-bintang Mahaputra Adipurna dan Mahaputra Adipradana dilengkapi dengan pita selempang mengingat bahwa Bintang Mahaputra kedudukannya tepat di bawah Bintang Republik Indonesia dan merupakan Tanda Kehormatan tertinggi untuk jasa-jasa kepada Negara dalam bidang-bidang tertentu di luar bidang militer.

Pasal III Pasal IV Tanda Bintang Gerilya berbentuk oval, untuk Pakaian Sipil Lengkap (PSL) dipakai pada leher baju jas sebelah kiri dan untuk "Pakaian Sipil Harian (PSH) pada dada sebelah kiri di atas saku baju. (khusus bagi kaum wanita di dada sebelah kiri). Pasal V Pasal VI Pasal VII Pasal VIII Pasal IX Pasal X Pasal XI Pasal XII Pasal XIII Pasal XIV Pasal XV Pasal XVI Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang yang pernah diberikan, masih tetap berlaku menurut Undang-undang tentang Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang belum diadakan perubahan dengan Undang-undang ini. Untuk itu bagi yang sudah mendapat

Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang, tidak mengalami perubahan apaapa. Pasal XVII