UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU"

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 89, 97 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG MENGADAKAN OPSENTEN ATAS CUKAI BENSIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1959 TENTANG PENGUBAHAN DAN TAMBAHAN TABAKS-ACCIJNS-VERORDENING (STAATSBLAD 1932 NOMOR 560)

1 of 5 21/12/ :02

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1959 TENTANG PENGUBAHAN DAN TAMBAHAN TABAKS-ACCIJNS-VERORDENING (STAATSBLAD 1932 NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1955 TENTANG CARA PENGGUNAAN UANG OPSENTEN ATAS BEA-KELUAR ATAS KARET RAKYAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1959 TENTANG BADAN PERUSAHAAN PRODUKSI BAHAN MAKANAN DAN PEMBUKAAN TANAH

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA; MEMUTUSKAN:

Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 22 TAHUN 1950 (22/1950) TENTANG PENURUNAN CUKAI TEMBAKAU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN 203/PMK.011/2008 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1954 TENTANG PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1956 TENTANG TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH CUKAI TEMBAKAU (STAATSBLAD 1932 NO.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka usaha melancarkan pembangunan semesta perlu adanya penyederhanaan dalam bidang impor dan ekspor;

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENILAIAN PERSEDIAAN UANG EMAS DAN BAHAN UANG EMAS PADA DE JAVASCHE BANK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1951 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENJUALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU 56/1954, PENETAPAN BAGIAN XVI (KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa pelanggaran-pelanggaran dalam atau berdasarkan:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-19 / BC / 1997 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Mengingat : Pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar :

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN..

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Mengingat: pasal 113 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1955 TENTANG TINDAK PIDANA IMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

UU 56/1954, PENETAPAN BAGIAN XVI (KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA Nomor : 8 Tahun 1983 Seri C no. 5

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 44/1954, PENETAPAN BAGIAN VB (KEMENTRIAN PERKONOMIAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) PEMUNGUTAN SUMBANGAN WAJIB ISTIMEWA ATAS BEBERAPA JENIS BARANG

NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dianggap perlu untuk mengadakan pemungutan sumbangan dari pabrikan rokok bagi Badan Urusan Tembakau (Krosok Centrale) termaksud dalam pasal 2 "Krosok Ordonnantie 1937" (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1937 No. 604) untuk membiayai usahausaha Badan Urusan Tembakau sebagaimana ditetapkan dalam Ordonansi tersebut; Bahwa panen tembakau sigaret sudah sibuk dilakukan sejak pertengahan bulan Mei 1955 dan karena itu pemungutan sumbangan termaksud harus dilaksanakan terhitung mulai tanggal 1 Juni 1955; Bahwa berhubung dengan keadaan-keadaan yang mendesak pemungutan itu perlu ditetapkan dalam suatu Undang-undang Darurat. Mengingat: Akan pasal 96 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan "Krosok Ordonnantie 1937" (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1937 No. 604). MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU" (KROSOK CENTRALE). Pasal 1 Dalam Undang-undang Darurat ini dimaksud dengan: a. pabrikan-pabrikan rokok ialah orang atau badan hukum yang untuk keuntungan atau kerugiannya sendiri menyelenggarakan suatu perusahaan pembikinan rokok dengan mempergunakan mesin atau mesin-mesin yang dapat membikin sekurang-kurangnya 5.000.000 batang rokok sebulan. b. rokok: ialah semua rokok, termasuk sigaret dan kretek, yang dibikin dari tembakau dengan mempergunakan kertas sebagai bahan pembalut tembakau. c. Menteri: ialah Menteri Pertanian bersama-sama dengan Menteri Perekonomian. Pasal 2 (1) Pabrikan-pabrikan rokok diwajibkan membayar sumbangan kepada Badan Urusan Tembakau (Krosok Centrale) termasuk dalam pasal 2 "Krosok-Ordonnantie 1937"

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1937 No. 604) untuk pembiayaan usahausaha Badan Urusan Tembakau itu, sebagaimana ditetapkan dalam Ordonansi tersebut. (2) Besarnya sumbangan termaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Menteri untuk tiap-tiap tahun takwim dan untuk tiap-tiap kilogram tembakau kering, yang dihasilkan di Indonesia yang dipergunakan oleh pabrikan dalam perusahaannya. (3) Cara pembayaran sumbangan termaksud dalam ayat 1 pasal 2 dan cara pemberian keterangan termaksud dalam ayat 1 pasal 3 ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. (4) Dengan menyimpang dari ketentuan dalam ayat 2 maka untuk tahun 1955 sumbangan termaksud ditetapkan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) untuk tiap-tiap kilogram tembakau kering, dan dihasilkan di Indonesia yang dipergunakan oleh pabrikan dalam perusahaannya. Pasal 3 (1) Pabrikan rokok diwajibkan memberi kepada Menteri dalam waktu yang ditetapkan oleh Menteri semua keterangan yang dianggap perlu untuk pemungutan sumbangan termaksud dalam pasal 2 ayat 1 secara yang sebaik-baiknya. Pasal 4 (1) Pelanggaran ketentuan dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 ayat 1 dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). (2) Pabrikan yang dengan sengaja memberikan keterangan termaksud dalam ayat 1 pasal 3 yang tidak benar, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). (3) Tindak-tindak pidana termaksud dalam ayat 1 dan 2 dianggap sebagai pelanggaran. Pasal 5 Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada tanggal hari pengundangannya dan berlaku surut sampai tanggal 1 Juni 1955. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 6 Juni 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, SADJARWO.

MENTERI PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA, ROOSSENO. Diundangkan: Pada Tanggal 9 Juni 1955 MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, DJODY GONDOKUSUMO. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1955 PENJELASAN UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU" PENJELASAN (1) Dengan Ordonansi-Krosok 1937 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1937 No. 604) telah dibentuk suatu "Badan Urusan Tembakau" (Krosok Centrale) yang bertugas mengambil tindakan-tindakan, yang perlu untuk memperbaiki mutu dan produksi tembakau Indonesia, cara pengolahan, perdagangan dan pasaran. tembakau Indonesia. Usaha-usaha Badan Urusan Tembakau itu dibiayai dari ganti kerugian yang dipungut dari para eksportir tembakau Indonesia, (vide pasal 11 Ordonansi Krosok 1937). (2) Setelah pada akhir tahun 1954 Badan Urusan Tembakau itu dihidupkan kembali dengan pengangkatan anggota-anggota baru, maka kini telah dimulai usaha-usaha ke arah perbaikan pertembakauan di Indonesia. Pendaftaran para eksportir tembakau menurut Ordonansi Krosok 1937 dilakukan kembali, pengujian tembakau yang diekspor ke luar negeri dimulai pula dengan mengangkat ahli-ahli penguji tembakau. (3) Di samping itu maka perlu segera dijalankan penyelidikan-penyelidikan yang bersifat ilmu pengetahuan dengan mendirikan Balai Penyelidikan Tembakau serta kebun-kebun percobaan untuk dapat menyempurnakan pertembakauan di Indonesia sebaik-baiknya. (4) Yang merupakan soal yang utama dewasa ini ialah kekurangan tembakau jenis Virginia untuk keperluan pabrikan-pabrikan rokok di Indonesia sehingga tiap tahun perlu diadakan impor tembakau dengan mempergunakan alat-alat pembayaran luar negeri. Dengan beberapa angka disajikan di bawah ini banyaknya tembakau jenis Virginia untuk menutup keperluan dalam negeri dan banyaknya tembakau Virginia yang dalam tahuntahun terakhir harus didatangkan dari Luar Negeri. I. a. Kebutuhan tembakau dari perusahaan-perusahaan rokok sigaret yang besar setahunnya 12 x 1.035.000.000 x 1,05 gram = 13.041.000 Kg atau tembakau

daun kering: 1.05 x 13.041.000 Kg = 13.693.050 Kg b. Lain-lain pabrik rokok sigaret memerlukan 3.000.000 Kg II. Produksi: II I. Kebutuhan seluruhnya Atau dibulatkan a. Virginia FC dalam tahun.1954 untuk dipakai dalam tahun 1955: 16.693.050 Kg 17.000 ton 6.000 ton b. Krosok VO (Vooroogst): 5.000 ton Jumlah Kekurangan 11.000 ton 6.000 ton Kekurangan 6.000 ton ini harus diimpor yang memerlukan devisen paling sedikit Rp. 75.000.000,- satu dan lain untuk menjamin agar perusahaanperusahaan rokok sigaret itu dapat terus bekerja(mencegah pengangguran). (5) Sudah dengan sendirinya Badan Urusan Tembakau mencurahkan pula perhatiannya kepada soal kekurangan tembakau Virginia dan berusaha untuk mempertinggi produksi dan mutu tembakau Virginia dalam negeri dengan tujuan dalam waktu yang singkat mentiadakan impor tembakau Virginia. Untuk itu oleh Badan Urusan Tembakau telah dibiayai penyelenggaraan kebun-kebun untuk menghasilkan benih-benih tembakau Virginia yang terpilih, yang dapat disebarkan kepada seluruh tani tembakau Indonesia. Kini atas biaya Badan Urusan Tembakau oleh Jawatan Pertanian Rakyat sedang diusahakan 15 HA kebun pembelian tembakau Virginia yang terpilih dan bermutu tinggi. Dengan penyebaran benih terpilih itu akan diharapkan meningkatnya produksi tembakau Virginia yang berkwalitet baik. Sebagaimana diketahui, maka Krosok Ordonansi 1937 terutama mempunyai tujuan memajukan pertembakauan Indonesia untuk kepentingan ekspor tembakau dan dengan demikian maka dalam Ordonansi itu hanya para eksportir tembakau yang diwajibkan untuk turut membiayai usaha-usaha yang diselenggarakan oleh "Badan Urusan Tembakau" (Krosok Centrale). Dengan meningkatnya konsumsi rokok sigaret di seluruh dunia, juga di Indonesia, maka penanaman tembakau untuk sigaret (tembakau jenis Virginia) di Indonesia makin lama makin meluas, dan pabrik-pabrik sigaret secara besarbesaran yang mempergunakan mesin-mesin yang berkapasitas tinggi didirikan di Indonesia, sehingga pertembakauan untuk pembikinan sigaret kini tidak kurang pentingnya dibandingkan dengan pertembakauan untuk keperluan ekspor (tembakau untuk pembikinan serutu). (6) Seperti telah dinyatakan di atas maka dewasa ini Badan Urusan Tembakau telah menjalankan usaha-usaha yang ditujukan untuk memenuhi keperluan industri sigaret dalam negeri. Sudah pada tempatnya kiranya jika pabrik-pabrik rokok sigaret turut serta memberikan sumbangannya untuk turut membiayai pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan bagi kepentingannya itu. (7) Karena usaha-usaha bagi kepentingan penanaman tembakau sigaret telah dimulai dan mengingat pula bahwa dari para eksportir tembakau telah diadakan pemungutan sejak 1 Januari 1955, maka pembebanan para pabrikan dengan pembayaran sumbangan kepada

Badan Urusan Tembakau harus segera mungkin ditetapkan. Berhubung dengan itu maka ditetapkan Undang-undang Darurat ini dan dengan demikian kepincangan dalam Krosok Ordonansi dahulu, yang memberatkan segala usaha untuk memperbaiki pertembakauan Indonesia hanya kepada para eksportir tembakau ditiadakan. (8) Sumbangan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) tiap kilogram tembakau kering yang dipergunakan dalam pembikin rokok, tidak akan mengakibatkan kenaikan harga rokok sigaret, karena sumbangan sebesar sepuluh sen itu hanya akan berarti penambahan, biaya pembikinan sigaret dengan 1/100 (seperseratus) sen untuk tiap batang rokok. (9) Pembebanan pabrikan rokok dengan pembayaran sumbangan sekecil itu tidak berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diharapkannya dari meningkatnya produksi tembakau dalam negeri yang diperlukannya, sehingga persediaan tembakaunya tidak akan terlalu tergantung dari impor, yakni dari tersedianya alat-alat pembayaran Luar Negeri bagi pabrikan-pabrikan itu. (10) Demikian penjelasan Undang-undang Darurat ini. Penjelasan pasal demi pasal tidaklah diperlukan kiranya. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 813 TAHUN 1955