PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH. Presiden Republik Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG. PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH (Lembaran Negara No.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 1/1951, PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG KERJA TAHUN 1948 NR. 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

KOMISI URUSAN PERBURUHAN. PEMBUBARAN.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGERI KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN UNTUK MENJALANKAN "UNDANG-UNDANG KECELAKAAN 1947".

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1948 TENTANG UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 16 TAHUN 1951 (16/1951) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGARA KEPADA PEGAWAI-PEGAWAI NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1961 (3/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCONTANT") Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1953 TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN. Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN SERIKAT BURUH. MAJIKAN. PERJANJIAN PERBURUHAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: PERATURAN GAJI MILITER PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1956 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1954 TENTANG PENANGGUNGAN PAJAK PERALIHAN DAN PAJAK UPAH BAGI PEGAWAI NEGERI OLEH NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN KECELAKAAN 1947 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENETAPAN BAGIAN VIIIB (KEMENTRIAN PERHUBUNGAN-JAWATAN PELAYARAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN- TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1961 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1954 TENTANG PEKERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

PP 15/1954, TUNJANGAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BELAJAR DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa beberapa aturan-aturan tersebut dalam undang-undang kerja tahun 1948 dapat dijalankan dengan segera;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 62 TAHUN 1958 Tentang KEWARGA-NEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1954 TENTANG DEWAN KEAMANAN NASIONAL. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1954 TENTANG WAKIL NOTARIS DAN WAKIL NOTARIS SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1953 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTRIAN PERTAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tentang: ACARA PENETAPAN GANTI KERUGIAN OLEH PENGADILAN TINGGI SEHUBUNGAN DENGAN PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA- BENDA YANG ADA DIATASNYA

a. mengadakan kerja-sama dan kesatuan tindakan dalam mengurus perusahaanperusahaan

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1955 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Memutuskan :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1953 TENTANG BANK TABUNGAN POS. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita resmi Daerah Istimewa Yogyakarta)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan untuk menentukan penggantian kerugian bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat;

Presiden Republik Indonesia,

KONPENSI 106 MENGENAI ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR-KANTOR KONPERENSI UMUM ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1966 TENTANG PEMBERIAN CUTI KEPADA ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

Sekilas Mengenai. Undang-Undang Ketenagakerjaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952; Memutuskan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS

Mengingat : Pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar :

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Perlu mengadakan beberapa perubahan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1948 tentang Peraturan Kecelakaan 1947;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KEPALA DAN WAKIL KEPALA BADAN PUSAT INTELLIGENCE

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Mengingat : Pasal-pasal 73, 89 dan 90 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR SUSUNAN PANGKAT DAN KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN PERSEKOT HARI RAYA KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Mengingat pula : Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-26 pada tanggal 1O Agustus 1951; MEMUTUSKAN:

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1954 TENTANG WAKIL NOTARIS DAN WAKIL NOTARIS SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mendengar : Menteri Pertama, Wakil Menteri Pertama Bidang distribusi, dan Menteri Perhubungan Udara:

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 12. (12/1948) Peraturan tentang Undang-undang Kerja Tahun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa aturan istirahat tahunan tersebut dalam Undang-undang Kerja tahun 1948 Nr 12 dari Republik Indonesia, yang dengan Undangundang Nr 1 tahun 1951 (Lembaran-Negara 1951 Nr 2) telah dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia, telah dapat diperlakukan untuk beberapa perusahaan tertentu; Mengingat: Undang-undang Nr 1 tahun 1951 tentang persyaratan berlakunya Undang-undang Kerja tahun 1948 Nr 12 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara 1951 Nr 2) serta pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN ISTIRAHAT TAHUNAN BAGI BURUH. Pasal I Aturan istirahat tahunan tersebut dalam pasal 14 ayat 1 Un-dangundang Kerja tahun 1948 seperti dimuat dalam Lembaran-Negara 1951: Nr 2, berlaku bagi buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan: a. yang biasanya: (1) menggunakan tenaga mesin dengan kekuatan paling sedikit 3 PK akan tetapi kurang dari 4 PK dan mempunyai buruh 20 orang atau lebih. (2) menggunakan tenaga mesin dengan kekuatan paling sedikit 4 PK akan tetapi kurang dari 5 PK dan mempunyai buruh 10 orang atau lebih. (3) menggunakan tenaga mesin dengan kekuatan 5 PK atau lebih. (4) mempunyai buruh 50 orang atau lebih; b. lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Perburuhan dengan menyimpang dari ketentuan sub a. Pasal 2 (1) Buruh berhak atas istirahat tahunan tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi majikan. (2) Lamanya waktu istirahat tahunan dihitung untuk tiap-tiap 23 hari bekerja dalam masa kerja termaksud pada ayat 1, satu hari istirahat sampai paling banyak 12 hari kerja. (3) Hak atas istirahat tahunan termaksud pada ayat 1 dan ayat 2 gugur, bilamana dalam waktu 6 bulan setelah lahirnya hak itu, buruh ternyata tidak mempergunakan haknya bukan karena

alasan-alasan yang diberikan oleh majikan atau bukan kfrena alasan-alasan istimewa, hal mana ditentukan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Peer bur uhan Pasal 3 (1) Untuk menghitung lamanya waktu istirahat tahunan, dianggap pula sebagai hari bekerja, hari-hari buruh tidak menjalankan pekerjaan karena: a. istirahat berdasarkan peraturan ini atau berdasarkan pasal 13 ayat 1, 2 dan 3 dari Undang-undang Kerja; b. mendapat kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan itu; c. sakit yang diberitahukan secara sah; d. e. hal-hal yang selayaknya menjadi tanggungan majikan; pemogokan yang sah; (2) f. alasan-alasan lain yang sah. Tidak dianggap sebagai hari kerja, hari-hari istirahat mingguan termaksud pada pasal-pasal 10 ayat 3 Undang-undang Kerja serta hari-hari raya termaksud pada pasal 11 Undangundang Kerja. Pasal 4 (1) Selama istirahat tahunan, buruh berhak atas upah penuh. (2) Bila upahnya tidak tentu, sebagai upah harian diambil upah rata-rata dalam 6 bulan yang mendahului, terhitung dari saat dimulainya istirahat tahunan. (3) Bagi buruh harian upah ini dibayarkan sebelum istirahat tahunan dimulai. Pasal 5 (1) Saat dimulainya istirahat tahunan ditetapkan oleh majikan dengan memperhatikan kepentingan buruh. (2) Atas pertimbangan majikan, berhubung dengan kepentingan perusahaan yang nyata, istirahat tahunan dapat diundurkan untuk selama-lamanya 6 bulan terhitung mulai saat buruh berhak atas istirahat tahunan. Pasal 6 (1) Istirahat tahunan harus terus-menerus. (2) Dengan persetujuan antara buruh dan majikan istirahat tahunan dapat dibagi dalam beberapa bagian. (3) Dalam hal demikian harus ada satu bagian dari sedikitnya 6 hari terus-menerus. Pasal 7 (1) Bila hubungan kerja diputuskan: a. oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh, b. oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan

oleh majikan, buruh berhak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya 6 bulan, terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir. (2) Dalam hal demikian jumlah hari istirahat dihitung menurut ukuran dari pasal 2 ayat 2 untuk masa kerja termaksud pada ayat 1 pasal ini sedangkan jumlah pembayaran penggantian sama dengan upah penuh untuk hari-hari itu. Pasal 8 Majikan berwajib mengadakan dan memelihara daftar-daftar yang berhubungan dengan istirahat tahunan menurut contoh/ petunjuk yang akan ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan dari Kementerian Perburuhan. Pasal 9 Bila perusahaan pindah tangan, maka dalam menjalankan peraturan ini, masa kerja pada majikan lama dianggap sebagai masa kerja pada majikan baru. Pasal 10 Peraturan ini tidak berlaku bagi mereka yang bekerja pada Pemerintah atau daerah otonoom. Pasal 11 Peraturan ini tidak mengurangi perjanjian antara buruh dan majikan tentang istirahat tahunan yang lebih menguntungkan buruh dari apa yang ditetapkan di sini. Pasal 12 (1) Bila pada mulai berlakunya peraturan ini, buruh yang bersangkutan sudah mempunyai masa kerja tertentu pada majikan yang sebelum peraturan ini berlaku, tidak memberikan istirahat tahunan pada buruhnya, maka masa kerja itu dinilaikan menjadi 1/4 dan dibulatkan ke atas menjadi bulan penuh sampai paling banyak 12 bulan dalam menghitungkan hak buruh atas istirahat tahunan. (2) Dalam tiap-tiap bulan penuh dari masa kerja itu buruh dianggap telah bekerja 23 hari. Pasal penutup Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada 1 Juli 1954. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Maret 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO Diundangkan pada tanggal 16 Maret 1954 MENTERI KEHAKIMAN, DJODY GONDOKUSUMO MENTERI PERBURUHAN, S.M. ABIDIN PENJELASAN UMUM PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG ISTIRAHAT TAHUNAN BAGI BURUH. Istirahat tahunan (dengan upah penuh) memegang peranan penting dalam memulihkan kesehatan dan tenaga buruh setelah terusmenerus bekerja untuk waktu yang lama. Pada perusahaan-perusahaan besar istirahat tahunan ini sudah lama merupakan suatu kelaziman, tetapi untuk sebagian dari perusahaan kecil yang kebanyakan masih "arbeidsintensief', pembayaran upah penuhnya tetap merupakan beban yang terasa berat untuk dipikul. Berdasarkan kenyataan ini Pemerintah berpendapat bahwa aturan istirahat tahunan baru dapat dinyatakan berlaku, (secara terbatas), setelah Pemerintah mempunyai pandangan yang jelas tentang jenis-jenis perusahaan yang dapat atau tidak dapat memikul beban sebagai akibat pemberian istirahat ini. Untuk memperoleh pandangan ini diperlukan suatu tempo yang lama pula sehingga peraturan ini baru sekarang dapat ditetapkan. Dengan mengambil pandangan yang diperoleh itu sebagai pedoman, dalam peraturan ini ditetapkan suatu ukuran menentukan perusahaan manakah yang harus dikecualikan. Tentu ukuran demikian agaknya sedikit kasar dan berhubung dengan ini kepada Menteri Perburuhan diberikan hak untuk menunjuk perusahaan-perusahaan lain untuk siapa peraturan ini berlaku pula. Penjelasan pasal demi pasal

Pasal 1 Alam pikiran yang menjadi dasar pasal ini sudah diterangkan pada penjelasan umum. Pasal 2 Pada pasal ini ditetapkan suatu "qualifying period" dari 12 bulan. Syarat demikian dianggap perlu sebagai faktor pendorong ke arah "stability of employment". Selain daripada itu tidak ada alasan untuk memberikan istirahat ini kepada buruh yang baru saja masuk kerja. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan bulan ialah bulan kalender dan bukan "jangka waktu dari 30 hari". Dengan organisasi majikan dimaksudkan majikan-majikan yang dipandang dari sudut bedrijfsorganisatoris mempunyai perhubungan (samenhang) satu sama lain; bentuk organisasi dalam hal ini tidak menjadi soal. Hal demi hal harus ditetapkan apakah kita berhadapan dengan organisasi majikan. Oleh karena peraturan ini dimaksudkan agar buruh tiap-tiap tahun tetap mempergunakan kesempatan istirahat tahunan yang disediakan baginya, maka penumpukan (accumulatie) istirahat tahunan tidak pada tempatnya. Pasal 3 Ayat 1 sub c: Keadaan sakit itu supaya diberitahukan dapat diterima kebenarannya. hingga Pada umumnya pemberitahuan bagi tadi keadaan sakit yang tidak perlu disertai pendek surat keterangan dokter.bagi keadaan sakit yang agak lama, sedapat mungkin disertai dengan surat keterangan dokter yang berhak, perusahaan maupun dokter partikelir. baik dokter sub d: Sebagai contoh dari hal-hal yang selayaknya menjadi tanggungan majikan dapat disebut: majikan lalai dalam diperlukan, mendatangkan bahan-bahan mentah yang lock-out yang tidak sah, sangat kurangnya pesanan-pesanan, hal-hal yang menimbulkan dan sebagainya.dalam kesangsian sebaiknya pihak yang berkepentingan berhubungan dengan Jawatan Pengawasan Perburuhan yang mengawasi ditaatinya peraturan ini. sub f: Sebagai contoh dari alasan-alasan lain yang sah dapat disebut: kejadian-kejadian dalam lingkungan keluarga seperti meninggal dunia atau perkawinan dalam keluarga buruh, melakukan hak dipilih atau hak memilih, dan sebagainya. Apa yang dijelaskan dapat menimbulkan sub d mengenai hal-hal kesangsian, berlaku yang sama terhadap sub f. Pasal 4 Ayat 1: Dengan upah penuh dimaksudkan jumlah upah biasa yang akan diterima oleh buruh untuk jangka waktu yang sama bila ia daripada beristirahat tetap

melakukan pekerjaannya. Petunjuk mengenai apa yang dimaksudkan dengan upah biasa diberikan oleh Jawatan Pengawasan Perburuhan. Ayat 2: Jangka waktu untuk menentukan upah rata-rata, diambil agak panjang, untuk sedapat mungkin meniadakan akibat-akibat dari kegoyangan dalam penghasilan. Pasal 5 ayat 1: Dalam penetapan selayaknya saat dimulainya majikan istirahat, sudah memperhatikan kepentingan/keinginan buruh yang bersangkutan. Ayat 2: Dengan kepentingan perusahaan yang nyata dimaksudkan misalnya waktu musim di perkebunan, pabrik gula dan sebagainya, waktu pekerjaan bertimbun-timbun sebagainya. yang harus diselesaikan dan Selanjutnya bila sebagian besar dari buruh hendak beristirahat pada waktu yang bersamaan sehingga tidak terjamin lagi berjalannya perusahaan dengan lancar, hal ini dapat pula dianggap sebagai berlawanan nyata. dengan kepentingan perusahaan yang Pasal 6 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 7 Dalam hal pemutusan hubungan kerja karena alasan-alasan sebagai termaksud pada pasal ini, dianggap layak untuk merubah hak atas istirahat menjadi hak atas suatu penggantian kerugian berupa uang. Bila misalnya dalam masa kerja yang dihitung menurut ukuran pasal ini terdapat 8 kali 23 hari bekerja dalam arti kata peraturan ini, jumlah kerugian sama dengan upah untuk 8 hari. Pasal 8 sampai dengan pasal 11 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 12 Untuk jelasnya maksud dari pasal ini adalah sebagai berikut: Bila pada waktu mulai berlakunya peraturan ini buruh mempunyai masa kerja 5 tahun, ini dinilaikan menjadi 5/4 tahun = 15 bulan sehingga buruh sudah berhak atas istirahat dari 12 hari kerja. Bila masa kerjanya 22 tahun, ini dinilaikan menjadi 3 x 5/2 = 5/8 tahun = 60/8 bulan, dibulatkan menjadi 8 bulan masa kerja, sehingga buruh hanya memerlukan 4 bulan masa kerja dengan 4 x 23 hari bekerja lagi untuk memperoleh hak istirahat 12 hari kerja. Dengan sendirinya peraturan pasal 12 ini hanya berlaku, bila majikan sebelum berlaku peraturan ini, tidak memberikan

istirahat tahunan pada buruhnya. Termasuk Lembaran-Negara Nr 37 tahun 1954. Diketahui: Menteri Kehakiman, DJODY GONDOKUSUMO -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1954 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber: LN 1954/37; TLN NO. 542