PERAN PENDIDIK DAN PENDIDIKAN KARAKTER (Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara)

dokumen-dokumen yang mirip
GURU DAN PENDIDIKAN KARAKTER (Konsep Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya Saat ini)

PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

PENERAPAN AJARAN KI HADJAR DEWANTARA TRI NGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi semakin menyuguhkan dinamika perubahan yang

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V PEMBAHASAN. A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia

EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai

BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi ini, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik

PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

BAB V PENUTUP. yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada kehidupan sekarang ini, semua

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai

Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. jauh lebih banyak dan lebih komplek dibandingkan pada masa-masa sebelumnya.

Widyaiswara Berkarakter

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan

BAB II. Tinjauan Pustaka. jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan.

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

DOKUMEN JURUSAN ETIKA DOSEN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

OKYENDRA PUTRI BESTARI, 2015 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU DI SMK SWASTA SE-KECAMATAN CIMAHI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA. SUPRIYANTA Dosen Fakultas Hukum UNISRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memberikan contoh hal-hal yang baik dan positif. Penanaman karakter yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

BAB V PEMBAHASAN. terurai, maka dalam pembahasan ini akan disajikan sesuai dengan permasalahan

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

KODE ETIK GURU INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013

KARAKTER SEBAGAI MODAL MAYA MEMBANGUN INDIVIDU DAN BANGSA. Prof. Dr. Yoyo Mulyana, M.Ed.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

Hakikat Budi Luhur. Pusat Studi Kebudiluhuran Universitas Budi Luhur Jakarta 06/07/17

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA PADA PKn DALAM KERANGKA KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN. oleh Tubagus Herlambang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN Pecango

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

Melejitkan Mutu Pendidikan melalui Leader Class, Mungkinkah?

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. bagi generasi penerus perjuangan bangsa ini.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

Transkripsi:

PERAN PENDIDIK DAN PENDIDIKAN KARAKTER (Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara) Kristi Wardani PGSD FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta kristipasca02@yahoo.com ABSTRAK Abad dua puluh satu ditandai dengan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang menimbulkan suatu tantangan kompleks untuk Indonesia, terutama pendidikan. Pendidikan menjadi perhatian utama dalam konteks global untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mengambil bagian dalam konteks global. Berbagai macam fenomena terjadi saat ini seperti kejahatan, kekerasan, pelecehan seksual, perkelahian/tawuran diantara pelajar, menimbulkan perhatian semua pihak, baik pemerintah dan pendidikan maupun keluarga-keluarga, sekolah-sekolah, dan komunitas-komunitas untuk bertanggung jawab atas masalah yang dihadapi bangsa. Bangsa kita telah banyak kehilangan nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, persatuan, dan nilai-nilai lain yang berasal dari sosial budaya bangsa (nilai tinggi), sehingga dimungkinkan dapat memperkeruh/mengacaukan persatuan bangsa. Krisis multidimensi bangsa tersebut merupakan suatu kegagalan dari pendidikan karakter di negara berkembang. Pendidikan Karakter, nilai moral dan budaya dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara dengan tri pusat pendidikan yang dimulai dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial. Peran pendidik di lingkungan sekolah saat ini bukanlah transfer pengetahuan dari guru/pendidik ke siswa saja, melainkan seorang pendidik karakter, moral, dan budaya melalui Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan menerapkan " Tringa ", dan teori "Tutwuri Handayani". Kata kunci: pendidik, pendidikan karakter, konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ABSTRACT 21 st century characterized by developments in science, technology and information that poses a complex challenge for Indonesia, especially education. Education is a major concern and fundamental in preparing qualified human resources and is able to take part in a global context. Various phenomena occurring today as crime, violence, sexual harassment, fighting between students, rampant corruption is a concern of all parties, both government and education among both families, schools, and communities to be responsible for the problems facing the nation. Our nation has been a lot of losing the values of honesty, solidarity, justice, unity, and the other values are derived from the nation's socio- cultural (high values). This can be particularly destabilizing national unity. Multidimensional crisis and the downturn of the nation is a failure of character education in developing nations. Character education, moral and cultural values actually been initiated by Ki Hajar 140

Dewantara with tri pusat pendidikan which started from the family, school, and social environments. The role of educators in today's school environment is not a transfer of knowledge from teacher / educator to learner alone, also an educator of character, moral and cultural learners. The concept of education by Ki Hajar Dewantara by applying " Tringa ", and the theory of " Handy Tutwuri ". Keywords: educator, character education, education concept Ki Hadjar Dewantara PENDAHULUAN Abad 21 diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang menimbulkan tantangan yang kompleks bagi Indonesia terutama dunia pendidikan. Pendidikan menjadi perhatian utama dan mendasar dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkiprah dalam tataran global. Berbagai fenomena yang terjadi dewasa ini seperti tindak kriminal, kekerasan dan pelecehan seksual yang akhir-akhir ini terjadi di kalangan pelajar, merupakan keprihatinan semua pihak baik pemerintah maupun kalangan pendidikan baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat untuk ikut bertanggung jawab atas persoalan tersebut. Lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, terutama untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi berbagai dinamika perubahan yang berkembang pesat. Perubahan yang terjadi bukan saja berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi juga menyentuh perubahan dan pergeseran aspek nilai moral yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Bangsa kita ini sudah banyak kehilangan nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, persatuan, dan nilai-nilai lainnya yang bersumber dari sosio budaya bangsa (nilai-nilai luhur). Krisis multidimensi dan keterpurukan bangsa, pada hakekatnya bersumber dari jati diri, dan kegagalan dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif dan kurang memperhatikan aspek afektif, sehingga hanya tercetak generasi yang pintar, tetapi tidak memiliki karakter yang dibutuhkan bangsa. Upaya untuk mewujudkan peradaban bangsa melalui pendidikan karakter, budaya dan moral, tentulah sosok Ki Hadjar Dewantara menjadi rujukan utama. Bapak 141

pendidikan bangsa Indonesia ini telah merintis tentang konsep tri pusat pendidikan yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan masyarakat. Ketika pendidikan di lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan pada lingkngan sekolah, serta lingkungan social yang semakin kehilangan kesadaran bahwa aksi mereka pada dasarnya memberikan pengaruh yang cukup besar pada pendidikan seorang individu. Maka lingkungan sekolah dalam hal ini guru menjadi frontliner dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya dan moral. Sebagai sosok atau peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu dan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Untuk membentuk anak didik yan memiliki karakter yang baik, sebagai guru dan pendidik perlu memberikan teladan dan contoh yang baik. Dunia pendidikan dewasa ini masih sering ditemui penyimpangan perilaku dari pendidik yang tidak dapat diteladani. Misalnya tentang kasus pelecehan seksual guru terhadap anak didiknya, pemukulan guru terhadap muridnya, hal tersebut tentunya bertentangan dengan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam konsep Tut Wuri Handayani yang seharusnya diterapkan di dunia pendidikan. PEMBAHASAN 1. Pendidikan Karakter Istilah karakter dalam bahasa Yunani dan Latin, character berasal dari kata charassein yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan. Watak atau karakter merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Menurut Suyanto (2010) karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. 142

Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Yaumi (2010), bahwa karakter menggambarkan kualitas moral seseorang yang tercermin dari segala tingkah lakunya yang mengandung unsur keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku dan kebiasaan yang baik. Karakter ini dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan. Menurut Dewantara (2009) karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar. Yang dinamakan dasar yaitu bekal hidup atau bakat anak yang berasal dari alam sebelum mereka lahir, serta sudah menjadi satu dengan kodrat kehidupan anak (biologis). Sementara kata ajar diartikan segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga akil baligh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi oleh kematangan berpikir. Jiwa anak yang baru lahir diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulis dengan tulisan yang agak suram. Padahal pendidikan itu wajib dan harus cakap menebalkan dan menerangkan tulisan-tulisan yang suram mengenai tabiat-tabiat yang baik, sehingga tabiat yang tidak baik dapat tertutup dan tidak terlihat karena tidak tumbuh terus. Dalam pengertian tersebut dapat diartikan bahwa karakter bangsa merupakan unsur penting untuk dikembangkan dalam pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat (long life education). Ki Hadjar Dewantara mengajarkan sistem Tri Pusat Pendidikan, yakni sekolah, keluarga dan masyarakat. Konsep Tri Pusat ini tidak bisa diabaikan. Sistem pendidikan nasional ini tidak ditempatkan di alam lingkungan sekolah saja, akan tetapi ada keikut sertaan keluarga dan masyarakat yang membentuk sukses dan gagalnya pendidikan nasional. Pendidikan di alam demokrasi, tidak hanya diserahkan pada guru di lingkungan sicitas akademika. Sebab pendidikan yang benar tidak saja mengasah intelektual semata, namun juga rohani kejiwaan anak didik dan fisik kesehatan jasmani. Di lingkungan sekolah, pendidikan diberikan kepada anak didik dalam waktu terbatas, sehingga terbatas pula waktu bagi para siswa untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan guru. Oleh sebab itu, guru harus berkonsentrasi memberi perhatian kepada kepribadian dan fisik anak didik secara terbatas pula. Di dalam lingkungan 143

keluarga, anak sesungguhnya sudah dididik sejak dalam kandungan. Keluarga menjadi kiblat perjalanan dari dalam kandungan sampai tumbuh menjadi dewasa dan berlanjut di kemudian hari. Di lingkungan masyarakat, karakter dan wawasan serta tingkah laku seseorang akan mencerminkan karakter. Berada pada lingkungan macam apa sehingga anak didik itu otomatis melekat pada akar masyarakat sekitarnya. Integritas kepribadian sang anak akan bisa dilihat dari akar sosial lingkungannya. 2. Konsep Pendidikan menurut Ajaran Ki Hadjar Dewantara Dalam dunia pendidikan, sosok Ki Hadjar Dewatara sebagai Bapak pendidikan bangsa Indonesia ini banyak mengajarkan berbagai hal yang sangat terkenal di bidang pendidikan. Konsep pendidikan nasional yang dikemukakan sangat membumi dan berakar pada budaya nusantara, antara lain tringa, tutwuri handayani (Tauchid, 2004). Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character, menekankan pentingnya diperhatikan tiga komponen karakter yang baik yakni pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral action). Unsur pengertian moral adalah kesadaran moral, pengertian akan nilai, kemampuan untuk mengambil gagasan orang lain, rasionalitas moral (alasan mengapa harus melakukan hal itu), pengambilan tentang keputusan berdasarkan nilai moral, dan pengertian mendalam tentang dirinya sendiri. Segi pengertian atau kognitif ini cukup jelas dapat dikembangkan dalam pendalaman bersama di kelas maupun masukan orang lain. Dari segi kognitif ini, siswa dibantu untuk mengerti apa isi nilai yang digeluti dan mengapa nilai itu harus dilakukan dalam hidup mereka. Dengan demikian siswa sungguh mengerti apa yang akan dilakukan dan sadar akan apa yang dilakukan. Unsur perasaan moral meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak baik), harga diri seseorang, sikap empati terhadap orang lain, perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk mudah atau sulit bertindak baik atau jahat; maka perlu mendapat perhatian. Dalam pendidikan nilai, segi perasaan moral ini perlu mendapat tempatnya. 144

Siswa dibantu untuk menjadi lebih tertarik dan merasakan bahwa nilai itu sungguh baik dan perlu dilakukan. Unsur tindakan moral adalah kompetensi (kemampuan untuk mengaplikasikan keputusan dan perasaan moral dalam tindakan konkret), kemauan, dan kebiasaan. Tanpa kemauan kuat, meski orang sudah tahu tentang tindakan baik yang harus dilakukan, ia tidak akan melakukaknnya. Dalam pendidikan karakter, kemampuan untuk melaksanakan dalam tindakan nyata, disertai kemauan dan kebiasaan melakukan moral harus dimunculkan dan ditingkatkan. Dengan demikian tampak jelas bahwa pendidikan karakter diperlukan ketiga unsur pengertian, perasaan, dan tindakan harus ada. Pendidikan karakter yang terlalu fokus pada pengembangan kognitif tingkat rendah, perlu dilengkapi dengan pengembangan kognitif tingkat tinggi sampai subjek didik memiliki keterampilan membuat keputusan moral yang tepat secara mandiri, memiliki komitmen yang tinggi untuk bertindak selaras dengan keputusan moral tersebut, dan memiliki kebiasaan (habit) untuk melakukan tindakan bermoral. Ki Hadjar mengartikan pendidikan sebagai daya upaya memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Salah satu nilai luhur bangsa Indonesia yang merupakan falsafah peninggalan Ki Hadjar Dewantara yang dapat diterapkan yakni tringa yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni. Ki Hadjar mengingatkan, bahwa terhadap segala ajaran hidup, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan pelaksanaannya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak memperjuangkannya. Merasa saja dengan tidak pengertian dan tidak melaksanakan, menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian tidak akan membawa hasil. Sebab itu prasyarat bagi peserta tiap perjuangan cita-cita, ia harus tahu, mengerti apa maksudnya, apa tujuannya. Ia harus merasa dan sadar akan arti dan cita-cita itu dan merasa pula perlunya bagi dirinya dan bagi masyarakat, dan harus mengamalkan perjuangan itu. Ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah, Ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa 145

ngelmu cupet. Ilmu tanpa perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang. Oleh sebab itu, agar tidak kosong ilmu harus dengan perbuatan, agar tidak pincang perbuatan harus dengan ilmu. Berkenaan dengan pendidikan karakter ini lebih lanjut Suyanto (2010) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapakan secara sistematis, dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya, Sebab kecerdasan emosi ini menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak masa depan dan mampu menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sudarto (2008) mengutip pendapat Ki Soeratman yang menyatakan bahwa sikap tutwuri merupakan perilaku pamong yang sifatnya memberi kebebasan kepada siswa untuk berbuat sesuatu sesuai dengan hasrat dan kehendaknya, sepanjang hal itu masih sesuai dengan norma-norma yang wajar dan tidak merugikan siapa pun. Tetapi kalau pelaksanaan kebebasan siswa itu ternyata menyimpang dari ketentuan yang seharusnya, seperti melanggar peraturan atau hukum masyarakat hingga merugikan pihak lain atau diri sendiri, pamong harus bersikap handayani, yakni mempengaruhi dengan daya kekuatannya, kalau perlu dengan paksaan dan kekerasan, apabila kebebasan yang diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan diri. Jadi, tutwuri member kebebasan pada siswa untuk berbuat sekehendak hatinya, namun jika kebebasan itu akan menimbulkan kerugian pamong harus memberi peringatan. Handayani merupakan sikap yang harus ditaati oleh siswa hingga menimbulkan ketertundukan. Pada siswa muda lebih dominan handayani, pada siswa dewasa (mahasiswa) lebih dominan tut wuri. Menurut Sukiman (2012) karakteristik yang harus dipenuhi seorang pendidik yang pemimpin perlu mampu (1) berkomunikasi dengan jelas, sederhana, dan gamblang; (2) menghadapi situasi belajar/mengajar yang tidak terduga; (3) membangun budaya saling perdaya (trust) dan budaya kebersamaan (partnership); (4) mengingat misi pemimpin; dan (5) kreatif, berimbang dan refleksi setiap saat. 146

3. Peran Pendidik dalam Pendidikan Karakter Konsep Ki Hadjar Dewantara Dewasa ini peran pendidikan tinggi dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, diharapkan dapat memberikan kontribusi terutama untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi dinamika perubahan yang berkembang pesat, salah satunya melalui penyediaan guru yang memiliki kekhasan karakter guru pada abad 21. Perubahan yang terjadi tidak saja berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan juga menyentuh tentang pergeseran aspek nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Peranan pendidik ibarat sekeping mata uang, di satu sisi sebagai pendidik dan sisi lain sebagai pengajar. Kedua peran itu dapat dibedakan tetapi tidak pernah dapat dipisahkan. Peran pendidik tidak sekedar sebagai pengajar semata, yakni sebagai penyebar ilmu dan teknologi pada siswa di sekolah, namun peran guru dalam menamamkan sikap, nilai karakter, moral dan budaya bagi anak didiknya. Pendidik sebagai pemimpin haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari anak didik di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa. Masyarakat masih berharap para guru dapat menampilkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, keadilan, dan mematuhi kode etik profesional. Lickona (1991), sekolah dan guru harus mendidik karakter, khususnya melalui pengajaran yang dapat mengembangkan rasa hormat dan tanggung jawab. Pendidikan karakter dapat dintegrasikan dalam pembelajaran pada mata kuliah dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran nilai-nilai karakter ini tidak berhenti pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada tataran internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah proses kegiatan interaksi guru/pendidik dengan peserta didik/siswa. Pendidik dan guru berperan sebagai model pengembang karakter dengan membuat penilaian dan keputusan profesional yang didasarkan pada kebajikan sosial dan moral. Setiap anak didik mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model, teladan baginya. Hubungan antara guru atau 147

pendidik dan siswa, harus dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Siswa bukan hanya objek, tetapi juga dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek. Konsep Ki Hadjar Dewantara mengenai tut wurihandayani sebagai semboyan metode among. Guru wajib mendorong anak didiknya, yakni ing ngarsa sung tuladha, maksudnya bila seseorang atau guru berada di depan diharapkan mampu menjadi teladan atau contoh yang baik bagi anak buah atau pengikutnya, ing madya mangun karsa, maksudnya posisi seseorang atau guru di level menengah diharapkan mampu menuangkan gagasan dan ide-ide yang baru untuk mendukung program yang ditetapkan, tutwuri Handayani berarti pemimpin atau guru mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinya, tetapi handayani, mempengaruhi dengan daya kekuatan, kalau perlu dengan paksaan dan kekerasan apabila kebebasan yang diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan diri. Hakekatnya adalah among dalam perumusan Tutwuri Handayani, isinya adalah pemberian kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik untuk mengembangkan bakat dan kekuatan lahir batin, batas lingkungannya ialah kemerdekaan dan kebebasan yang tidak leluasa, terbatas oleh tuntunan kodrat alam yang nyata, dan tujuannya ialah kebudayaan, yang diartikan sebagai keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Penutup Upaya mewujudkan peradaban bangsa melalui pendidikan karakter bangsa tidak pernah terlepas dari lingkungan pendidikan baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidik atau guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Dewasa ini, tuntutan dan peran guru semakin kompleks, tidak sekedar sebagai pengajar semata, pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya yang berlaku di Indonesia. Guru diharapkan menjadi model dan teladan bagi anak didiknya dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa. Untuk mewujudkan 148

manusia Indonesia yang berkarakter kuat, perlu kiranya diterapkan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dengan sistem among, tut wuri handayani dan tringa. DAFTAR PUSTAKA Dewantara, Ki Hadjar. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta. Leutika. Hamengkubuwono X. (2010). Pendidikan Karakter Bangsa dalam Konsep Kebudayaan Ki Hadjar Dewantara. Makalah disajikan pada seminar nasional di Kadipaten Pakualaman Yogyakarta tanggal 29 Mei 2010. Lickona, T. (1991). Educating for Character. Bantam Books. Sudarto, Ki Tyasno. (2008). Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa. Sukiman. 2012. Peran Perguruan Tinggi Menyiapkan Generasi Emas. Makalah disajikan pada seminar nasional di Universitas Muria Kudus tanggal 13 September 2012. Suyanto. (2010). Urgensi Pendidikan Karakter. http://waskitamandiribk.wordpress.com. Diunduh pada 19 September 2010. Tauchid, Muhammad. (2004). Perjuangan dan Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa. Yaumi, Muhammad. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa melalui Transdisiplinaritas. http://www.bharatbhasha.com/education.php/208471. Diunduh pada 20 Mei 2010. Nn. (2010). Peranan Guru dalam Pendidikan Karakter, Budaya, dan Moral. http://www.labschool-unj.sch.id/sch.id/smajkt/publikasi.php/997. Diunduh pada 17 September 2010. 149