I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. di gunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga dalam setiap

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata dasar sidik yang artinya memeriksa dan meneliti. Kata sidik diberi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I. PENDAHULUAN. mendapatkan suatu perlindungan khusus agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang menjadi

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. kerap kali menjadi korban tindak pidana pencabulan atau perkosaan dan tak jarang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya kemampuan

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan sanksi pidana bagi anak, tindak pidana persetubuhan.

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

II.TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. Misalnya mengelus-elus atau menggosok-gosokan penis atau vagina, memegang buah dada, mencium mulut seorang perempuan. 1 Ada beberapa bentuk dan jenis istilah tentang pencabulan adalah: 2 1. Exhibitionism seksual yaitu, sengaja memamerkan alat kelamin pada anak. 2. Voyeurism yaitu, orang dewasa mencium anak dengan bernafsu. 3. Fonding yaitu, mengelus/meraba alat kelamin seorang anak. 4. Fellatio yaitu, orang dewasa memaksa anak untuk melakukan kontak mulut. Tindak pidana pencabulan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada bab XIV buku ke-ii yakni dimulai dari pasal 289-296 KUHP yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan. Tindak pidana pencabulan tidak hanya diatur dalam KUHP saja namun diatur pula pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 1 Adami Chazawi. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Raja Grafindo. 2005. Jakarta. Hlm. 80 2 Kartini Kartono. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Mandar Maju. 1985. Bandung. Hlm. 264

2 Ketentuan Pasal 81 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Ketentuan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Pencabulan termasuk salah satu tindak pidana terhadap kesusilaan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu dan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan tindak pidana terhadap kesusilaan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk menanggulangi tindak pidana tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit untuk memberantas tindak pidana secara tuntas karena pada dasarnya tindak pidana akan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat. Tindak pidana dapat dilakukan oleh siapapun dan terhadap siapapun. Setiap orang yang melakukan tindak pidana harus bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dia perbuat. Pada kenyataannya tindak pidana pencabulan bukan lagi dilakukan

3 oleh orang dewasa saja, tetapi juga anak-anak. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: 3 adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang pesat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan gaya hidup orangtua, serta cara mendidik anak telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Seorang anak yang bergaul dengan teman yang membawa pengaruh negatif akan meniru perbuatan negatifnya, kurangnya pemahaman agama dan pengawasan orang tua serta pengaruh buruk teknologi akan memudahkan terjadinya perbuatan cabul. Jika pelaku tindak pidana terhadap kesusilaan adalah anak-anak tentunya sangat mengkhawatirkan karena apabila anak-anak sebagai generasi muda telah teracuni pikirannya dengan hal-hal negatif maka kualitas sumber daya generasi muda sebagai masa depan bangsa akan menurun. Salah satu contoh kasus yang terjadi di Provinsi Lampung, berdasarkan data di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dapat diketahui bahwa telah terjadi tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak, hal itu dapat dilihat dari Putusan Perkara Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 1056/PID/A/2012/PN.TK tentang kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Dalam kasus tersebut, terdakwa Arif Saputra masih berumur 14 tahun dan masih tergolong anak-anak dinyatakan telah dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul dengannya terhadap saksi korban yang masih berumur 5 tahun. 3 Tri Andrisman. Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. 2013. Bandar Lampung. Hlm. 11

4 Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa sesuai Pasal 82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Pidana Penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Namun pada akhirnya Hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa yaitu sanksi berupa tindakan menyerahkan terdakwa ke Panti Sosial untuk di didik dan dibina sesuai Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Undang-Undang Peradilan Anak. Penjatuhan pidana terhadap pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak apakah dapat dimintai pertanggungjawabannya dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul mengingat terdakwa masih anak-anak dan korban yang juga masih anak-anak sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana, yaitu sehat jiwanya, mengetahui bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum serta mampu mengetahui kehendak sesuai kesadarannya, sehingga ia dapat dipidana oleh Hakim. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis hendak melakukan penelitian dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Anak Yang Melakukan Perbuatan Cabul Terhadap Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK)

5 B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK)? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK)? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah putusan hakim nomor 1056/PID/A/2012/PN.TK. Dan lingkup pembahasan penelitian ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK) dan pertimbangan hakim terhadap pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak. Ruang lingkup tempat penelitian adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Fakultas Hukum Universitas Lampung. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

6 a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK) b. Untuk mengetahui dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK) 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis Kegunaan penulisan ini secara teoritis adalah memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu hukum pidana khususnya hukum pidana anak di Indonesia, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan beberapa permasalahan tentang tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK) b. Kegunaan Praktis Secara praktis teori ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan bagi aparat penegak hukum dalam memperluas serta memperdalam ilmu hukum khususnya ilmu hukum pidana dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi aparatur penegak hukum pada khususnya untuk menambah wawasan dalam berfikir dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka pembaharuan hukum pidana.

7 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 4 Beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Pertanggungjawaban Pidana Tindak pidana adalah suatu bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, asosial, melanggar hukum serta undangundang pidana. Unsur-unsur yang mengakibatkan dipidananya seorang terdakwa adalah mampu bertanggungjawab, syarat-syarat seorang terdakwa mampu bertanggungjawab adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal dan faktor kehendak yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan. Faktor kehendak yaitu menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana diperbolehkan dan yang tidak. 5 Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 6 Syarat-syarat untuk menjatuhkan pidana adalah seseorang harus melakukan perbuatan yang aktif atau pasif seperti yang di tentukan oleh undang-undang pidana yang melawan hukum, dan tidak adanya alasan pembenar serta adanya kesalahan dalam arti luas (meliputi kemampuan 4 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. 1986. Jakarta. Hlm. 125 5 Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Askara Baru.. 1999. Jakarta. Hlm. 84 6 Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 2002. Jakarta. Hlm. 54

8 bertanggungjawab, sengaja atau kelalaian) dan tidak adanya alasan pemaaf. Jika kita telah dapat membedakan antara perbuatan pidana (yang menyangkut segi objektif) dan pertanggungjawaban pidana (yang menyangkut segi subjektif, jadi menyangkut sikap batin si pembuat) maka mudahlah kita menentukan dipidana atau dibebaskan ataupun dilepaskan dari segala tuntutan pembuat delik. 7 Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut dengan pidana, apabila ia mempunyai kesalahan. Seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatannya, dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan yang normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan oleh orang tersebut. Seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab apabila memenuhi 3 (tiga) syarat 8, yaitu: 1. Dapat menginsyafi makna daripada perbuatannya. 2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat. 3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakukan perbuatan. Ada beberapa alasan seseorang tidak dapat bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan, yaitu 9 : 1. Jiwa si pelaku cacat. 2. Tekanan jiwa yang tidak dapat ditahan. 7 Andi Zainal Abidin. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama. Alumni.1987. Bandung. Hlm. 72 8 Roeslan Saleh. Op.cit. Hlm. 80 9 Leden Mapaung. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafrika. 2005. Jakarta. Hlm. 72

9 3. Gangguan penyakit jiwa. Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana dikenal dengan adanya 3 (tiga) unsur pokok, yaitu: 10 1. Unsur perbuatan. 2. Unsur yang dilarang (oleh aturan hukum). 3. Unsur pidana (bagi yang melanggar larangan). Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana diatas, terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana mengenai pertanggungjawaban pidana tersebut telah tercantum didalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 bahwa terhadap Anak Nakal dapat dijatuhkan sanksi tindakan. 2. Dasar Pertimbangan Hakim Hakim mempunyai peran yang penting dalam penjatuhan pidana, meskipun hakim memeriksa perkara pidana di persidangan dengan berpedoman dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian dan dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa hakim bebas dalam menjatuhkan putusan, namun pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan hakim dalam memberikan putusan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 10 Adami Chazawi. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Raja Grafindo Persada. 2007. Jakarta. Hlm. 79

10 Pasal 55 RUU KUHP Tahun 2011 menjelaskan tentang pedoman pemidananaan, dalam pemidanaan hakim wajib mempertimbangkan: a. Kesalahan pembuat tindak pidana. b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana. c. Sikap batin pembuat tindak pidana. d. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana. e. Cara melakukan tindak pidana. f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana. g. Riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi pembuat tindak pidana h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban j. Pemaafan dari korban dan/atau keluarganya dan/atau k. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan. Hakim sebelum menjatuhkan putusan, terlebih dahulu harus mempertimbangkan mengenai salah tidaknya seseorang atau benar tidaknya suatu peristiwa dan kemudian memberikan atau menentukan hukumannya. Menurut Sudarto, hakim memberikan keputusannya, mengenai hal-hal sebagai berikut: 11 a. Keputusan mengenai peristiwa, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang ditujukan padanya. b. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana. c. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana. Masalah penjatuhan pidana sepenuhnya merupakan kekuasaan dari hakim. Hakim dalam menjatuhkan pidana wajib berpegangan pada alat bukti yang mendukung 11 Sudarto. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana. Bandung. Sinar Baru. 1986. Hlm 84

11 pembuktian dan keyakinannya, sebagaimana diatur dalam pasal 183 KUHAP, yaitu: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Menurut MacKenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu: 12 1. Teori Keseimbangan Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syaratsyarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban. 2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh intuisi dari pada pengetahuan dari hakim. 12 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta. Sinar Grafika. 2010 Hal. 106

12 3. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh sematamata atas dasar intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya. 4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat. 5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

13 3. Teori Perlindungan Anak Perlindungan Hukum bagi anak merupakan salah satu cara melindungi generasi penerus bangsa dimasa depan. Perlindungan ini perlu diadakan karena anak adalah bagian dari masyarakat yang memiliki keterbatasan dari segi fisik dan mentalnya yang belum dewasa, oleh karena itu anak membutuhkan perlindungan khusus. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Prinsip dari perlindungan anak adalah: 13 1. Anak harus dipisahkan dari pengaruh kerusakan dari penjahat dewasa. 2. Anak nakal harus dijauhkan dari lingkungannya yang kurang baik dan diberi perlindungan yang baik. Anak harus dijaga dengan paduan cinta dan bimbingan. 3. Perbuatan anak harus diupayakan untuk tidak dihukum, kalaupun dihukum harus dengan ancaman hukuman yang minimal dan bahkan penyidikan tidak diperlukan karena terhadap anak harus diperbaiki bukan dihukum. 4. Terhadap anak nakal tidak ditentukan hukuman baginya, karena menjadi narapidana akan membuat perjalanan hidupnya sebagai mantan orang yang dihukum. 5. Hukuman terhadap anak hanya dijalankan jika tidak ada lagi cara lain yang lebih baik dijalankan. 6. Penjara terhadap anak dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik dan buruk. 7. Program perbaikan yang dilakukan lebih bersifat keagamaan, pendidikan, pekerjaan, tidak melebihi pendidikan dasar. 13 Marlina. Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Refika Aditama. 2009. Bandung. Hlm. 59

14 8. Terhadap narapidana anak diberi pengajaran yang lebih baik, menguntungkan dan terarah pada keadaan dunia luar. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin tahu akan di teliti. 14 Adapun konseptual yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. 15 b. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 butir 1 Undang- Undang No. 23 Tahun 2002). c. Pencabulan adalah suatu perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh karena melanggar kesopanan dan kesusilaan. Pencabulan adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan berhubungan dengan alat kelamin atau bagian alat tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. 16 14 Soerjono Soekanto. Op.Cit. Hlm. 132 15 Roeslan Saleh.Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru. 1999. Jakarta. Hlm. 75 16 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Rajawali Pers. 2005. Jakarta. Hlm. 80

15 d. Korban Anak adalah anak yang menjadi korban tindak pidana yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 butir 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012) e. Tindak Pidana/Perbuatan Pidana Perbuatan Pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 17 E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini bertujuan agar lebih memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika penulisannya sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang ditarik suatu pokok permasalahan dan ruang lingkupnya, tujuan dan kegunaan dari penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan. Dalam uraian bab ini dijelaskan tentang latar belakang tindak pidana pencabulan terhadap anak. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan tentang pengantar pemahaman pada pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang 17 Moeljatno. OpCit. Hlm. 54

16 nantinya di gunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek. Adapun garis beras dalam bab ini adalah menjelaskan tentang tinjauan mengenai pertanggungjawaban pidana, anak berkonflik dengan hukum, tindak pidana pencabulan, dan teori dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi. III. METODE PENELITIAN Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta tahap terakhir yaitu analisis data untuk memperoleh data yang akurat. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang terkait langsung dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK) dan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku anak yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak (Studi Putusan PN Nomor: 1056/PID/A/2012/PN.TK) V. PENUTUP Bab ini berisi tentang hasil akhir dari pokok permasalahan yang diteliti berupa kseimpulan dan saran dari hasil penelitian terhadap permasalahan yang telah dibahas.