BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan. pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari semua pembahasan yang telah dipaparkan maka melahirkan sebuah. kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. terpelajar dengan sendirinya berbudaya atau beradab. Namun kenyataan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin cepat maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indri Cahyani

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

2015 PENERAPAN METODE COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu tindakan (action) yang diambil oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan sebagaimana dirumuskan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk merubah suatu bangsa ke arah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan diseluruh jenjang

SUKMA WIDIASTO A SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam

Sesuai dengan tujuan pendidikan yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan berkembangnya suatu Negara ialah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permendikbud No. 67 tahun 2013, kurikulum 2013 dirancang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya fenomena globalisasi, pendidikan di

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Maelani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. menunjang masa depan agar lebih baik. Pendidikan dalam hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. didik. Tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kecerdasan intelektualnya agar menjadi manusia yang terampil, cerdas,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, serta orang tua. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006: 7),

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Oleh Karena itu, pendidikan secara terus-menerus. dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dan perkembangan suatu negara. Pendidikan nasional berfungsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan moralitas kehidupan pada potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. Suatu pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pendidikan berlangsung secara efektif, manusia memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya dan produk pendidikan merupakan individu-individu yang bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah saat ini, idealnya pendidikan itu tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Menurut Buchori (dalam Trianto, 2009:5), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses terus menerus manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi. Karena itu siswa harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berpikir secara keras. Pendidikan adalah upaya terencana dalam proses pembinaan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No.20 tahun 2003 dalam suyadi, 2013:4). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, kerja

keras, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Trianto, 2009:1). Pendidikan karakter mulai dikenal sejak tahun 1900-an. Thomas Lickon disebut-sebut sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul buku berikutnya, yakni Educating for Character dan How Our School can Teach Respect and Responsibility. Melalui buku-buku tersebut, dunia barat menyadari betapa pentingnya pendidikan karakter. Berdasarkan pernyataan diatas, sangatlah penting meningkatkan karakter siswa sebagai penerus bangsa. Pendidikan karakter haruslah mendapat dukungan dari setiap elemen yang ada di sekolah seperti kepala sekolah, guru, dan siswa itu sendiri terutama pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Dalam proses belajar perubahan akan terjadi pada siswa berupa pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku. Meyer (dalam Pribadi, 2009) mengemukakan pengertian belajar sebagai...perubahan relative permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalaman. pengalaman yang sengaja didesain untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap seseorang akan menyebabkan berlangsungnya proses belajar. Pada proses belajarlah karakter seseorang akan terbentuk. Adapun karakter yang dapat dibentuk pada proses belajar di sekolah adalah religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingn tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, mengahargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. (Sulistyowati, 2012:72). Dalam kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat sering terjadi keonaran dan kesenjangan yang dapat berakibat fatal dalam hubungan antara pihak yang satu dengan pihak lain; korupsi dianggap telah menjadi budaya; pelanggaran dan kenakalan remaja yang merajalela; penyontekan dalam ujian dianggap wajar bahkan perlu dilakukan; dan lain-lain yang semuanya itu tidak sesuai dengan tuntutan kehidupan berkarakter.

Frase pendidikan karakter tidak mengacu pada satu pendekatan atau bahkan salah satu daftar nilai-nilai yang diajarkan dalam program pendidikan karakter. Pendidikan karakter sering digunakan sebagai istilah umum yang menggambarkan upaya bersama untuk mengajarkan sejumlah kualitas, seperti menghormati kebijakan dan tanggung jawab, pembelajaran sosial dan emosional, empati dan peduli, toleransi untuk keragaman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam pembelajaran matematika, karakter juga dapat dibentuk dalam proses belajar mengajar. Salah satunya adalah kerja keras. Kerja keras dalam belajar adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Siswa dikatakan telah mampu belajar secara kerja keras apabila telah mampu belajar dengan sungguh-sungguh serta bisa menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. Kerja keras seseorang sangat tergantung pada seberapa jauh seseorang tersebut dapat belajar secara keras. Dalam belajar keras siswa belajar sendiri terlebih dahulu untuk belajar mempelajari serta memahami isi pelajaran melalui media cetak atau buku pelajaran. Jika siswa mendapat kesulitan baru siswa tersebut bertanya atau mendiskusikan dengan teman, guru, atau pihak lain yang sekiranya berkompeten dalam mengatasi kesulitan tersebut. Siswa yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan serta harus mempunyai kreativitas inisiatif sendiri dan mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya. Kerja keras belajar saat ini sangat diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran, ini dimaksudkan agar siswa dalam proses pembelajaran dikelas tidak hanya tergantung oleh guru dan teman untuk dapat menyelesaikan permasalahannya, akan tetapi lebih kepada kemampuannya sendiri dalam mendiagnosis kebutuhan dalam belajarnya. Kenyataan yang terjadi saat ini di lapangan kebanyakan dari siswa belum mampu secara keras untuk menemukan, mengenal, merinci hal-hal yang berlawanan dan menyusun pertanyaan pertanyaan yang timbul dari masalahnya. Sebab siswa awalnya hanya menurut saja apa yang disajikan oleh guru atau masih bergantung pada guru. Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya

kerja keras belajar siswa yang disebabkan dominannya proses pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini, suasana kelas cenderung teacher-centerd sehingga siswa banyak yang bersifat pasif selama pembelajaran berlangsung. Padahal menurut Darr and Fisher (2004) jika siswa yang diharapkan menjadi siswa yang kerja keras, mereka perlu aktif dan dihadapkan pada kesempatankesempatan yang memungkinkan mereka berfikir, mengamati, dan mengikuti pikiran orang lain. Dari hasil observasi dan wawancara dengan salah satu guru matematika SMP Muhammadiyah 25 ( Ibu Endar Elyani Pane S.Pd ) bahwa dalam pembelajaran matematika siswa tidak memiliki inisiatif maju ke depan kelas mengerjakan soal tanpa ditunjuk terlebih dahulu oleh guru. Ada beberapa kendala yang langsung dihadapi, diantaranya : 1. Rendahnya kemampuan dasar matematika pada input peserta didik 2. Budaya santai yang lebih dominan terjadi pada peserta didik 3. Keyakinan bahwa dirinya memang tidak suka, tidak bisa matematika dan tidak mau mencoba berusaha memahami materi pelajaran. Dalam hal mengerjakan PR atau tugas yang diberikan oleh guru, sebagian siswa tidak mengerjakan sendiri terlebih dahulu di rumah tetapi hanya meniru pekerjaan teman sesampainya di sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab siswa serta rasa percaya diri dalam mengerjakan tugas mata pelajaran matematika kurang optimal, padahal kerja keras dalam belajar adalah suatu aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar. Namun sampai saat ini proses pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional, di mana guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) dan siswa kurang dilibatkan proses pembelajaran tersebut sehingga hasil belajar siswa masih rendah, akibatnya kerja keras siswa tidak dapat tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Trianto (2009:5) yaitu: Masalah utama dalam pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan.

Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Dalam arti yang lebih substansional, bahwa proses pembelajaran dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara keras melalui penemuan dalam proses berfikirnya. Beranjak dari uraian dan permasalahan di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan suatu penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran matematika di dalam kelas, dengan mengangkat suatu judul Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Pada Materi Kubus dan Balok Untuk Meningkatkan Kerja Keras Belajar Siswa di Kelas VIII SMP Swasta Muhammadiyah Rantauprapat 25 T.A. 2013/2014. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan terkait dengan pelajaran matematika, sebagai berikut: 1. Kurangnya inisiatif, kepercayaan diri dan tanggung jawab siswa baik psikologis, intelektual maupun emosional yang berkaitan atau berhubungan dengan kerja keras siswa dalam belajar matematika. 2. Siswa belum mamanfaatkan sarana pembelajaran dan sumber belajar secara optimal. 3. Kerja keras belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. 4. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher Centered). 5. Siswa banyak yang bersifat pasif selama pembelajaran berlangsung. 1.3 Batasan Masalah Mengingat banyaknya masalah yang teridentifikasi, maka perlu adanya batasan masalah agar penelitian yang dilakukan lebih fokus dan terarah. Pada penelitian ini masalah yang diteliti dibatasi pada proses pembelajaran matematika yang selama ini kurang melibatkan siswa aktif dan kurang sungguh-sungguh

bekerja keras dalam belajar matematika, sehingga penulis mencoba untuk menerapkan model pembelajaran inkuiri secara kelompok pada materi Kubus dan Balok untuk meningkatkan kerja keras siswa di kelas VIII SMP Swasta Muhammadiyah 25 tahun ajaran 2013/2014. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri secara kelompok pada materi kubus dan balok dapat meningkatkan kerja keras belajar siswa di kelas VIII SMP Swasta Muhammadiyah 25 tahun ajaran 2013/2014? 1.5 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kerja keras siswa melalui penerapan model pembelajaran inkuiri secara kelompok pada materi kubus dan balok di kelas VIII SMP Swasta Muhammadiyah 25 Rantauprapat tahun ajaran 2013/2014. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang belajar dan pembelajaran matematika. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama: a. Bagi siswa, untuk meningkatkan kesungguhan, kerja keras dan kerja sama siswa dalam memecahkan masalah matematika dengan menemukan dan

menyelidiki sendiri cara pemecahan masalah yang tepat melalui model pembelajaran inkuiri secara kelompok. b. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan umpan balik dalam upaya menumbuhkan dan meningkatkan kerja keras siswa dalam belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar, berbuat, mencari dan menemukan sendiri melalui model pembelajaran inkuiri secara kelompok. c. Bagi kepala sekolah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas sebagai upaya menanamkan dan meningkatkan kesungguhan dan kerja keras siswa dalam belajar matematika sehingga siswa memperoleh hasil dan prestasi belajar yang lebih baik. d. Bagi peneliti sendiri, sebagai bahan masukan dan latihan dalam mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran inkuiri secara kelompok untuk meningkatkan kerja keras siswa dalam belajar matematika. e. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan kajian, pertimbangan maupun refrensi untuk meneliti permasalahan yang relevan di masa mendatang.