5.1 ANALISIS PENGAMBILAN DATA CORE ORIENTING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

BAB III DASAR TEORI 3.1 UMUM

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT

M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test)

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

PAPER GEOLOGI TEKNIK

BAB III TEORI DASAR. Longsoran Bidang (Hoek & Bray, 1981) Gambar 3.1

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

BAB IV PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Analisis Kestabilan Lereng Batuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

BAB V ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

DAFTAR TABEL. Parameter sistem penelitian dan klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1989)... 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS TEBING PANTAI DI NUSA PENIDA.

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KEMANTAPAN LERENG P3 WEST TAMBANG GRASBERG PT FREEPORT INDONESIA MENGGUNAKAN METODE KLASIFIKASI MASSA BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27.

Metode Analisis kestabilan lereng

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

Oleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta

TUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI TEKNIK ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD) & SCANLINE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i. SARI...iv. ABSTRACT...v. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR TABEL...ix. DAFTAR GAMBAR...x. DAFTAR LAMPIRAN...

PENGAMBILAN CONTOH TANAH DAN BATUAN. Dr.Eng. Agus S. Muntohar

Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten

Prosiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

STUDI KEKUATAN GESER TERHADAP PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN DIAKLAS BATU GAMPING

EVALUASI TEKNIS SISTEM PENYANGGAAN MENGGUNAKAN METODE ROCK MASS RATING

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

Teguh Samudera Paramesywara1,Budhi Setiawan2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II HAND BORING. 2.1 Referensi. Tanah. ITB Dasar Teori

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB 4 PENGUMPULAN DATA LAPANGAN. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian

ANALISIS KESTABILAN LERENG BATU DI JALAN RAYA LHOKNGA KM 17,8 KABUPATEN ACEH BESAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

ANALISIS KARAKTERISTIK MASSA BATUAN DI SEKTOR LEMAJUNG, KALAN, KALIMANTAN BARAT

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA

RANCANGAN GEOMETRI LERENG AREA IV PIT D_51_1 DI PT. SINGLURUS PRATAMA BLOK SUNGAI MERDEKA KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. Dalam pelaksanaan suatu proyek baik proyek besar maupun proyek kecil selalu

Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V. PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Keakuratan Pengeboran Vertikal dari Pengukuran Lapangan. Keakuratan No. Blast

Transkripsi:

BAB V ANALISIS 5.1 ANALISIS PENGAMBILAN DATA CORE ORIENTING Adanya data yang baik tentulah sangat menentukan besar kecilnya kesalahan yang mungkin terjadi pada saat proses pengolahan data. Pengolahan data kekar sangat ditentukan oleh ketersediaan data kekar yang akurat sehingga bisa memperkecil terjadinya kesalahan. Sedangkan ketersediaan data kekar ini keakuratannya sangat ditentukan oleh proses pengambilan data Core Orienting sebagai data masukan utama yang dilakukan di lapangan. Hal ini dikarenakan proses pengambilan data merupakan tahapan yang sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan diperoleh pada tahap pengolahan data selanjutnya. Pada proses pengambilan data, terdapat beberapa informasi yang tidak diketahui dan juga tidak bisa diamati serta beberapa informasi yang diketahui namun tidak terlalu akurat. Informasi yang tidak diketahui dan juga tidak bisa diamati tersebut adalah informasi mengenai kondisi air tanah (groundwater condition) dan tingkat kemenerusan kekar. Sedangkan informasi yang diketahui namun tidak terlalu akurat tersebut adalah informasi karakteristik kekar berupa tingkat kekasaran permukaan (roughness), derajat kelapukan (weathering) serta material pengisi kekar (infilling/gouge). Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan dalam pengukuran dan pengamatan orientasi dan karakteristik kekar yang dilakukan. Adapun beberapa keterbatasan dalam pengukuran dan pengamatan orientasi dan karakteristik kekar yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Kemungkinan kesalahan dalam penentuan orientasi bidang diskontinu Orientasi bidang diskontinu yang diperoleh dari kegiatan Core Orienting memiliki peluang untuk berbeda dari orientasi yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena selama pengambilan data terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan tingkat keakuratan pengukuran menjadi rendah. Beberapa kondisi tersebut antara lain : 73

a) Posisi dari bottom line yang ditunjukkan oleh tanda dari Ezymark tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Tujuan utama pengeboran Core Orienting yaitu untuk mengetahui posisi bottom line. Oleh sebab itu, pengeboran yang baik adalah jika bottom line yang ditunjukkan oleh Ezymark terlihat dengan jelas. Jika tidak, maka pengukuran orientasi bidang diskontinu dari satu interval pengeboran akan tidak akurat atau bahkan tidak terorientasi sama sekali. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan pengukuran orientasi bidang diskontinu menjadi tidak akurat, yaitu berikut ini : Keahlian (skill) dari driller yang mengoperasikan alat, di mana keahlian driller ini berhubungan dengan timing yang tepat untuk memulai pengeboran setelah Ezymark dimasukkan ke dalam lubang bor. Jika timing-nya tidak tepat maka Ezymark tidak akan memberi tanda pada batuan yang dibor. Kondisi batuan, di mana kondisi batuan yang tidak kompak atau hancur pada bagian top akan menyebabkan tanda dari Ezymark hilang. Demikian pula halnya jika material di bagian top kebetulan adalah material lunak misalnya lempung (clay). Kondisi lubang bor, di mana jika ada dinding lubang bor yang runtuh maka akan dapat menutupi permukaan top batuan sehingga tanda dari Ezymark tidak ada. Preparasi dari alat Ezymark, di mana alat ini harus dipreparasi sebelum setiap kali digunakan. Preparasi yang kurang baik seperti three balls yang belum di-realease (three balls spreading) atau pensil yang tidak bagus, akan menyebabkan kesalahan bottom mark yang dihasilkan. Three balls spreading yaitu tiga ori balls pada Ezymark tidak segaris. Bola-bola ini adalah sebagai acuan untuk pembuatan Bottom Line. Jika semua bola-bola dalam keadaan menyebar (tidak ada yang segaris) maka Bottom Line dianggap sama dengan Bottom Line sebelumnya. Tindakan seperti ini akan 74

menyebabkan kualitas data rendah karena Bottom Line yang digunakan bukan Bottom Line yang aktual. Kejadian three balls spreading dapat disebabkan karena alat Ezymark rusak atau tidak di-reset dengan baik sehingga bola-bola tersebut tidak dapat berputar dengan lancar. b) Rekonstruksi core pieces (potongan core) yang dilakukan tidak sempurna. Tidak sempurnanya rekonstruksi akan berpengaruh terhadap tingkat kesalahan pengukuran parameter orientasi yaitu circumference angle. Selain itu akan berpengaruh juga terhadap nilai difference angle pada core selanjutnya. Penyebab tidak sempurnanya rekonstruksi selain faktor human error juga bisa disebabkan oleh : Permukaan antar pieces rusak Rusaknya permukaan antar pieces dapat sebabkan karena antar pieces bergesekan atau berbenturan selama proses pengeboran. Hilangnya material pengisi kekar Tebal dan bentuk dari material pengisi kekar sering bervariasi. Hal ini yang menyebabkan pieces tidak dapat dipasangkan dengan baik ketika material tersebut hilang atau tercuci oleh air selama proses flushing (proses pencucian lubang). Material pengisi kekar yang paling rentan hilang atau tercuci adalah material lunak seperti lempung (clay). c) Teknik pengukuran yang tidak baik. Kesalahan ini semata-mata disebabkan oleh faktor human error yaitu tidak telitinya saat melakukkan pengukuran data sehingga data yang dihasilkan tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Hal seperti ini terjadi karena prosedur pengukuran belum dilaksanakan dengan sempurna. 75

(a) Incorrect goniometer (b) Correct goniometer Gambar 5.1 Contoh Pengukuran yang Salah dan Benar 2. Keterbatasan dalam pengamatan kekasaran permukaan kekar (roughness) Dalam pengambilan data di lapangan, sering terjadi kesulitan dalam menentukan permukaan bidang kekar yang termasuk kasar (rough) atau halus (smooth), bergelombang atau tidak bergelombang dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya permukaan kekar yang menjadi objek pengamatan (hanya sebatas diameter inti bor). 3. Keterbatasan dalam pengamatan material pengisi kekar (infilling/gouge) Dalam pengamatan material pengisi kekar khususnya material lempung, terdapat kesulitan untuk membedakan antara material lempung (clay) yang merupakan pengisi kekar dengan material cutting hasil pengeboran yang menyerupai lempung. Selama proses pengeboran, material cutting bisa ikut terbawa oleh air masuk ke dalam kekar maupun material lempung pengisi kekar ikut terbawa oleh air keluar dari celah kekar. 5.2 ANALISIS RQD Dari hasil perhitungan nilai RQD dapat dibuat grafik distribusi nilai RQD untuk setiap lubang bor serta grafik distribusi gabungan kedua lubang bor. Data lengkap perhitungan RQD terdapat pada Lampiran B sedangkan grafik distribusinya adalah sebagai berikut : 76

Distribusi Nilai RQD GCZ-81-01 7 6 62.01 5 4 3 2 1 20.96 12.23 2.18 2.62 0.0-25.0 25.1-50.0 50.1-75.0 75.1-90.0 90.1-100 Rentang Nilai RQD (%) Grafik 5.1 Distribusi Nilai RQD Lubang Bor GCZ-81-01 Distribusi Nilai RQD GCZ-82-01 5 45.00 4 44.52 35.00 3 25.00 2 15.00 14.13 30.74 1 5.00 4.95 5.65 0.0-25.0 25.1-50.0 50.1-75.0 75.1-90.0 90.1-100 Rentang Nilai RQD (%) Grafik 5.2 Distribusi Nilai RQD Lubang Bor GCZ-82-01 77

Distribusi Gabungan Nilai RQD 6 5 52.34 4 3 2 13.28 26.37 1 3.71 4.30 0.0-25.0 25.1-50.0 50.1-75.0 75.1-90.0 90.1-100.0 Rentang Nilai RQD (%) Grafik 5.3 Distribusi Gabungan Nilai RQD Kedua Lubang Bor Dari grafik-grafik di atas dapat disimpulkan bahwa nilai RQD umumnya terdistribusi antara 75% hingga 100% atau kualitas batuannya adalah baik (good) hingga sangat baik (excellent). Adapun nilai RQD dengan rentang 75% hingga 100% distribusinya adalah sebagai berikut : GCZ-81-01 : terdistribusi sebanyak 82.97% dari 100% data RQD GCZ-82-01 : terdistribusi sebanyak 75.26% dari 100% data RQD Keseluruhan : terdistribusi sebanyak 78.71% dari 100% data RQD. Beberapa hal yang bisa dibahas dari distribusi nilai RQD ini antara lain adalah: a. Nilai RQD yang tinggi bisa disebabkan oleh pengukuran RQD yang dilakukan di lokasi pengeboran langsung setelah core selesai dibor, sebelum core dimasukkan kedalam core tray/core box. Berbeda jika pengukuran RQD dilakukan setelah core masuk kedalam core tray, jumlah bidang pecah yang ada umumnya akan lebih banyak dari sebelum dimasukkan kedalam 78

core tray. Penambahan jumlah bidang pecah biasanya terjadi pada saat core dimasukkan, karena dipukul dan sebagainya. b. Walaupun perhitungan RQD yang dilakukan setelah core masuk kedalam core tray juga mengabaikan mechanical fracture (bidang pecah yang tidak alami), namun seringkali sulit untuk membedakan antara natural dan mechanical fracture tersebut. Terutama jika mechanical fracture terjadi pada bidang diskontinu yang sebenarnya natural namun di alam bidang tersebut tidak pecah, misalnya vein atau re-healed joint. c. Nilai RQD yang diukur dari kegiatan Core Orienting boleh jadi lebih representatif terhadap kondisi massa batuan pada lubang bor. Namun nilai RQD ini belum tentu menunjukkan kondisi sebenarnya dari massa batuan. Perhitungan RQD sangat dipengaruhi oleh arah pengeboran yang dilakukan. Dua lubang bor pada massa batuan yang sama, namun jika memilki arah yang berbeda, bisa saja menghasilkan RQD yang jauh berbeda. Hal ini terjadi jika satu lubang memotong banyak bidang diskontinu, sementara lubang lainnya hanya sedikit memotong bidang diskontinu. 5.3 ANALISIS RMR basic Dari hasil perhitungan nilai RMR basic dapat dibuat grafik distribusi nilai RMR basic untuk setiap lubang bor serta grafik distribusi gabungan kedua lubang bor. Data lengkap perhitungan RMR basic terdapat pada Lampiran C sedangkan grafik distribusinya adalah sebagai berikut : 79

Distribusi Nilai RMR' GCZ-81-01 6 53.66 5 46.34 4 3 2 1 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Rentang Nilai RMR' Grafik 5.4 Distribusi Nilai RMR basic Lubang Bor GCZ-81-01 Distribusi Nilai RMR' GCZ-82-01 7 65.71 6 5 4 3 2 34.29 1 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Rentang Nilai RMR' Grafik 5.5 Distribusi Nilai RMR basic Lubang Bor GCZ-82-01 80

Distribusi Gabungan Nilai RMR' 7 6 59.21 5 4 3 2 40.79 1 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Rentang Nilai RMR' Grafik 5.6 Distribusi Gabungan Nilai RMR basic Kedua Lubang Bor Dari grafik-grafik di atas dapat disimpulkan bahwa nilai RMR basic umumnya terdistribusi antara 41 hingga 80 atau kualitas massa batuannya adalah sedang (fair) hingga baik (good). Adapun nilai RMR basic dengan rentang 41 hingga 80 distribusinya adalah sebagai berikut : GCZ-81-01 : Sedang (RMR basic 41 60), terdistribusi sebanyak 46.34% dari 100% data RMR basic. Baik (RMR basic 61 80), terdistribusi sebanyak 53.66% dari 100% data RMR basic. GCZ-82-01 : Sedang (RMR basic 41 60), terdistribusi sebanyak 34.29% dari 100% data RMR basic. Baik (RMR basic 61 80), terdistribusi sebanyak 65.71% dari 100% data RMR basic. 81

Keseluruhan : Sedang (RMR basic 41 60), terdistribusi sebanyak 40.79% dari 100% data RMR basic. Baik (RMR basic 61 80), terdistribusi sebanyak 59.21% dari 100% data RMR basic. 5.4 ANALISIS SMR Dari hasil perhitungan nilai SMR dapat dibuat grafik distribusi nilai SMR untuk setiap lubang bor serta grafik distribusi gabungan kedua lubang bor. Data lengkap perhitungan SMR terdapat pada Lampiran D sedangkan grafik distribusinya adalah sebagai berikut : Distribusi Nilai SMR GCZ-81-01 7 6 61.23 5 4 3 2 38.77 1 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Rentang Nilai SMR Grafik 5.7 Distribusi Nilai SMR Lubang Bor GCZ-81-01 82

Distribusi Nilai SMR GCZ-82-01 7 6 59.39 5 4 3 2 1 40.61 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Rentang Nilai SMR Grafik 5.8 Distribusi Nilai SMR Lubang Bor GCZ-82-01 Distribusi Gabungan Nilai SMR 6 5 52.55 47.45 4 3 2 1 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Rentang Nilai SMR Grafik 5.9 Distribusi Gabungan Nilai SMR Kedua Lubang Bor 83

Dari grafik-grafik di atas dapat disimpulkan bahwa nilai SMR umumnya terdistribusi antara 61 hingga 100 atau kelas massa batuannya adalah baik (good) hingga sangat baik (very good). Adapun nilai RQD dengan rentang 61 hingga 100 distribusinya adalah sebagai berikut : GCZ-81-01 : Baik (SMR 61 80), terdistribusi sebanyak 61.23% dari 100% data SMR. Sangat baik (SMR 81 100), terdistribusi sebanyak 38.77% dari 100% data SMR. GCZ-82-01 : Baik (SMR 61 80), terdistribusi sebanyak 40.61% dari 100% data SMR. Sangat baik (SMR 81 100), terdistribusi sebanyak 59.39% dari 100% data SMR. Keseluruhan : Baik (SMR 61 80), terdistribusi sebanyak 52.55% dari 100% data SMR. Sangat baik (SMR 81 100), terdistribusi sebanyak 47.45% dari 100% data SMR. 5.5 ANALISIS KEMANTAPAN LERENG Nilai Slope Mass Rating (SMR) atau kualitas massa batuan pembentuk lereng yang diperoleh dapat mendeskripsikan kondisi kemantapan lereng P3 West tambang Grasberg. Distribusi nilai SMR dari kedua lubang bor tersebut adalah antara 61 100 atau sesuai dengan Tabel 3.11 dapat disimpulkan bahwa kelas massa batuan antara baik (good) hingga sangat baik (very good). Hal ini berarti bahwa secara umum lereng dalam kondisi stabil dan kemungkinan tidak akan terjadi longsoran (failure). Kalaupun terjadi longsoran (failure), kemungkinan hanya akan terjadi pada blok-blok kecil saja. Sehingga sistem perkuatan atau penyanggaan tidak dibutuhkan pada lereng ini. 84