BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SESUAI PASAL 340 KUHP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. dengan cara memerinci hubungan sebab-akibat yang terjadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa: Hakim tidak boleh

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana adalah tindakan yang tida hanya dirumuskan dalam undang-undang pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN YANG MENGHILANGKAN NYAWA

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

1. PERCOBAAN (POGING)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

Transkripsi:

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SESUAI PASAL 340 KUHP A. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Agus Sulistyo dan Adi Mulyono, Membunuh berasal dari kata bunuh yang berarti menghilangkan nyawa, mematikan. (Agus Sulistyo dan Adi Mulyono, 2000 : 86). Sedangkan menurut Imam Malik membagi pembunuhan menjadi 2 (dua), yaitu: pembunuhan sengaja dan pembunuhan kesalahan. Pembunuhan sengaja adalah suatu perbuatan dengan maksud menganiaya dan mengakibatkan hilangnya nyawa atau jiwa orang yang dianiaya, baik penganiayaan itu dimaksudkan untuk membunuh ataupun tidak dimaksudkan membunuh. Sedangkan pembunuhan kesalahan adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian yang tidak disertai niat penganiayaan. (Imam Malik, 2000 : 54) Pembunuhan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 1) Pembunuhan sengaja yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya. 2) Pembunuhan semi sengaja yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tetapi mengakibatkan kematian. 3) Pembunuhan karena kesalahan, yang diakibatkan karena 3 (tiga) kemungkinan yaitu : a) Bila si pelaku pembunuhan sengaja melakukan suatu perbuatan dengan tidak bermaksud melakukan suatu kejehatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang. Kesalahan seperti ini disebut kesalahan dalam perbuatan (error in concrito). b) Bila pelaku sengaja melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh, namun ternyata

orang tersebut tidak boleh dibunuh, misalnya sengaja menembak seseorang musuh dalam peperangan tetapi ternyata kawan sendiri. Kesalahan seperti ini disebut kesalahan dalam maksud (error in objecto). c) Bila si pelaku bermaksud melakukan kejahatan tetapi akibat kelalaiannya dapat menimbulkan kematian, seperti seseorang terjatuh dan menimpa bayi yang berada di bawahnya hingga mati. Menurut KUHP tindak pidana pembunuhan diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Pembunuhan Biasa (Doodslag) Pembunuhan biasa yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud supaya korban mati atau dengan kata lain yaitu merampas nyawa orang lain. Apabila tidak ada unsur kesengajaan, dalam arti tidak ada niat atau maksud untuk mematikan orang itu, tetapi apabila orang itu mati juga maka perbuatan tersebut tidak dapat diklasifikasikan dalam pembunuhan ini. Bila terhadap orang yang justru harus dilindungi seperti : ibu, bapak dan keluarganya maka pidananya lebih berat. Dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai merampas nyawa orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil. Tindak pidana materiil adalah suatu tindak pidana yang malarang menimbulkan suatu akibat tertentu, akibat yang dilarang atau akibat konstitutif (constitutief gevolg). Pembunuhan biasa (doodslag) dapat dikenakan hukuman penjara, seperti pada KUHP sebagai berikut : Pasal 338 Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Pada Pasal 338 KUHP di atas disebut dengan pembunuhan biasa, dimana pembunuhan ini dilakukan apabila pelaku memenuhi 3 unsur yaitu barang siapa, dengan sengaja, dan menghilangkan jiwa orang lain. Pelaku tindak pembunuhan ini dituntut dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Pasal 339 Makar mati diikuti, disertai atau didahului dengan perbuatan

yang dapat dihukum dan yang dilakukan dengan maksud untuk menyiapkan atau memudahkan perbuatan itu atau jika tertangkap tangan akan melindungi dirinya atau kawan-kawannya dari pada hukuman atau akan mempertahankan barang yang didapatnya dengan melawan hak, dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. Pasal 340 Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. Pada Pasal 339 dan 340 KUHP di atas disebut dengan pembunuhan berencana, dimana pembunuhan ini dilakukan apabila pelaku memenuhi 4 (empat) unsur yaitu barang siapa, dengan sengaja, direncanakan, dan menghilangkan jiwa orang lain. pelaku tindak pembunuhan ini dituntut dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. 2) Pembunuhan Anak (Kinder doo) Bentuk pembunuhan oleh ibu kepada bayinya pada saat dan tidak lama setelah dilahirkan, yang dalam praktek hukum sering disebut dengan sebutan pembunuhan bayi. Kategori dalam pembunuhan ini adalah pembunuhan oleh ibunya sendiri kepada seorang anak pada waktu atau tidak lama setelah dilahirkan dan didorong oleh ketakutan si ibu akan diketahui bahwa ia telah melahirkan anak. Pembunuhan terhadap anak dapat dikenakan hukuman penjara, seperti pada KUHP sebagai berikut : Pasal 341 Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau, tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak dihukum, karena makar mati terhadap anak (kinderdoodslag), dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun. Pasal 342 Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau

tidak lama kemudian dari pada itu, dihukum karena pembunuhan anak (kinderdoodslag), yang direncanakan dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun. Pasal 343 Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 341 dan Pasal 342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan. 3) Pembunuhan atas Permintaan Si Korban Pembunuhan atas permintaan si korban atas dirinya sendiri ini dikenal dengan euthanasia (mercy killing) yang dengan dipidananya si pembunuh walaupun si pemilik sendiri yang memintanya. Pembunuhan atas permintaan si korban dapat dikenakan hukuman penjara, seperti pada KUHP sebagai berikut : Pasal 344 Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. 4) Pembunuhan terhadap Diri Sendiri Perbuatan mendorong pembunuhan terhadap dirinya sendiri adalah perbuatan dengan cara dan bentuk apapun terhadap orang lain yang sifatnya mempengaruhi agar pada orang terbentuk kehendak tertentu yang diinginkan olehnya. Masalah bunuh diri sendiri tidak diancam pidana, tetapi orang yang sengaja menghasut, mendorong, membantu, memberi saran kepada orang lain untuk bunuh diri dapat dikenakan pidana asal orang yang dihasutnya mati. Pembunuhan terhadap diri sendiri karena hasutan atau dorongan orang lain, maka orang lain tersebut dikenakan hukuman penjara, seperti pada KUHP sebagai berikut : Pasal 345 Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya kepadanya untuk itu, maka jika orang itu jadi membunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan.

5) Menggugurkan Kandungan Menggugurkan kandungan yaitu seorang perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut. Pasal 346 Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun. Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. (2) Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati dia dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun. Pasal 348 (1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. (2) Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Pasal 349 Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang disebut dalam Pasal 346, atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan Pasal 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu. Dari semua jenis pembunuhan tersebut masih diberi pasal tambahan pada Pasal 350 KUHP sebagai berikut : Pasal 350 Pada waktu menjatuhkan hukuman karena makar mati, (doodslag) pembunuhan itu direncanakan (moord) atau karena salah satukejahatan yang diterangkan dalam Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam Pasal 35.

2. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan niat jahatnya itu dengan sedalam-dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan yang kejam itu dimulainya. Pembunuhan berencana yang dilakukan biasanya bertujuan untuk kepentingan komersil atau untuk kepentingan si pembunuh itu sendiri, antara lain adanya suatu dendam dan berencana untuk mengakhiri nyawa si korban bisa juga pelaku di bayar untuk melakukan suatu tindakan pembunuhan tersebut karna alasan tertentu. Menurut Adami Chazawi yang menyatakan : Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembuat undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan dengan cara demikian, melainkan delam pasal 340 KUHP itu cukup disebut sebagai pembunuhan saja, tidak perlu menyebut ulang seluruh unsur pasal 338 KUHP dan rumusannya dapat berupa pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana. dan seterusnya 57 Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan. Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau pelaksanaan pembunuhan yang dimaksud pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedang pembunuhan berencana pelaksanan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk hal. 81 57 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Raja Grafindo Persada 2000, Jakarta

membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku masih dapat berfikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula nmerencana dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu. Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk pembunuhan direncanakan terlebih dulu diperlukan berfikir secara tenang bagi pelaku. Di dalam pembunuhan biasa, pengambilan putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan terlebih dulu kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna berfikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya. Direncanakan terlebih dulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya. 58 Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 (tiga) unsur/syarat : a) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. b) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. c) Pelaksanaan kehendak ( perbuatan ) dalam suasana tenang Pembunuhan berencana mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur Subyektif: a. Dengan sengaja b. Dengan rencana terlebih dahulu 2. Unsur Obyektif a. Perbuatan : menghilangkan nyawa. b. Obyeknya : nyawa orang lain 58 H.A.K Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus ( KUHP buku II ), PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1989, hal. 78

Apabila salah satu unsur di atas terpenuhi maka seseorang dapat ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. Setelah ada bukti-bukti dan saksi yang kuat maka pelaku tindak pidana dapat dituntut dipengadilan. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti segala bentuk perilaku individu didasarkan kepada hukum yang berlaku. Pelaku kejahatan ataupun korban kejahatan akan mendapatkan tindakan hukum berdasarkan perundangundangan yang berlaku. Seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum tidak dapat dikatakan bersalah sebelum adanya keputusan hukum dari hakim yang bersifat tetap. Untuk menjaga supremasi hukum saat ini sedang gencar-gencarnya diadakan reformasi penegak hukum yang bersih dan berwibawa. B. Unsur-Unsur Pembunuhan Berencana Dalam perbuatan menghilangkan jiwa/nyawa (orang lain) terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 1) Adanya wujud perbuatan ; 2) Adanya suatu kematian(orang lain) ; 3) Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat kematian. Rumusan pasal 340 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai menghilangkan nyawa orang lain menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana materil. Perbuatan menghilangkan nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif artinya mewujudkan perbuatan itu harus dengan gerakan pada sebagian anggota tubuh, tidak boleh diam atau pasif, misalnya memasukkan racun pada minuman. Disebut abstrak, karena perbuatan itu tidak menunjuk bentuk kongkrit tertentu. Oleh karena itu dalam kenyataan secara kongkrit, perbuatan itu dapat bermacam macam wujudnya, misalnya menembak, mengampak, memukul, meracuni, dan lain sebagainya.

Wujud perbuatan tersebut dapat saja terjadi tanpa menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang lain. Bilamana perbuatan yang direncanakan untuk menghilangkan nyawa orang lain telah diwujudkan kemudian korban tidak meninggal dunia, maka delik yang terjadi adalah percobaan melakukan pembunuhan berencana. Oleh karena itu akibat ini amatlah penting untuk menentukan selesai atau tidaknya pembunuhan itu. Saat timbul akibat hilangnya nyawa tidaklah harus seketika atau tidak lama setelah perbuatan melainkan dapat timbul beberapa lama kemudian, yang penting akibat itu benar-benar disebabkan oleh perbuatan itu. Misalnya setelah dibacok, karena menderita lukaluka berat ia dirawat di rumah sakit, dua minggu kemudian karena luka-luka akibat bacokan itu meninggal dunia. Adapun tiga syarat yang ada dalam unsur perbuatan menghilangkan nyawa sebagaimana di atas harus dibuktikan walaupun satu sama lain dapat dibedakan, akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Oleh karena merupakan suatu kebulatan. Apabila salah satu unsur tidak terdapat diantara 3 (tiga) syarat tersebut, maka perbuatan menghilangkan nyawa tidak terjadi. Untuk menentukan adanya wujud perbuatan dan adanya kematian, tidaklah merupaan hal yang amat sulit. Lain halnya dengan untuk menentukan apa sebab timbulnya kematian atau dengan kata lain menetapkan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian. Dalam hal hubungan antara perbuatan sebagai penyebab dengan hilangnya nyawa orang sebagai akibat, ada masalah pokok yang amat penting, yakni bilamanakah atau dengan syarat-syarat apakah yang harus ada untuk suatu kematian dapat ditetapkan sebagai akibat dari suatu wujud perbuatan. Ajaran tentang sebab akibat (kausalitas) adalah suatu ajaran yang berusaha untuk mencari jawaban atas masalah tersebut. Ajaran Von Buri yag dikenal dengan teori Conditio Sinequa Non, yang pada pokoknya menyatakan : Semua faktor yang ada dianggap sama pentingnya dank karena dinilai sebagai penyebab atas timbulnya akibat. Oleh karena itu setiap faktor sama pentingnya, maka suatu faktor tidak boleh

dihilangkan dari rangkaian faktor penyebab, sebab apabila dihilangkan akibat itu tida akan terjadi. 59. Kendatipun ajaran Von Buri mendapat tantangan dari banyak ahli hukum pidana yang lain, namun Hoge Raad (HR) pernah menerapkan ajaran arrestnya menyatakan bahwa. Untuk dianggap sebagai sebab suatu akibat, perbuatan itu tidak perlu bersifat umum atau normal 60. Menurut Van Hamel, menganut ajaran Von Buri, teori tersebut sudah baik, akan tetapi harus dilengkapi lagi atau dibatasi dengan ajaran tentang kesalahan (schuldleer). Maksudnya untuk mempertanggung jawabkan bagi seseorang tidak cukup dengan melihat pada bagaimana perbuatannya dan yang dalam hubungannya dengan akibat saja, akan tetapi juga dilihat atau dibatasi pada ada tidaknya unsur kesalahannya. Dalam perkembangan selanjutnya timbul banyak teori yang berusaha memperbaiki dan menyempurnakan teori Von Buri, yang pada dasarnya teori tersebut mencari batasan antara faktor syarat dan faktor penyebab atas suatu akibat. Teori yang dimaksud adalah sebagi berikut : a. Teori yang mengindividualisir (individualiserede thoeorien). Maksud dari teori ini ialah bahwa dalam menentukan faktor sebab, hanyalah melihat pada yang mana yang paling berperan atau paling dominant terhadap timbulnya akiat, sedangkan faktor lainnya adalah faktor syarat. b. Teori yang menggeneralisir (Genaralisered Thoeorien). masked dari teori ini ialah dalam mencari untuk menentukan faktor sebab hanya melihat pada faktor mana yang pada umumnya menurut kewajiban dapat menimbulkan akibat. 61. Direncanakan terlebih dahulu Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan yang direncanakan erlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 (tiga) syarat yaitu : 59 Adami Chazawi, Ibid, hal. 60 60 Adami Chazawi, Ibid, hal. 61 61 Adami Chazawi, Ibid, hal. 62

a) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang pada saat memutuskan untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana tidak tergesa-gesa. Indikatornya adalah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh telah dipikirkan dan di pertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti itu hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang. Ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat, sedangkan perbuatannya tidak diwujudkan ketika itu. b) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relative, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian tidak menggambarkan adanya hubunga antara pengambilan putusan dan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. Mengenai adanya cukup waktu, di maksudkan adanya kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu dan sebagainya. c) Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, syarat ini dimaksudkan suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan, dan lain sebagainya. Arrest Hoge Raad (HR) (1909;22) menyatakan: Untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka perlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam mana dilakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat memperhitungkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu makna kejiwaan yang memungkinkan untuk berfikir. 62 Tiga syarat dengan rencana lebih dahulu sebagai mana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih 62 Adami Chazawi, Ibid, hal. 83

dahulu. Hermien HK berpendapat bahwa unsur dengan rencana terlebih dahulu adalah bukan bentuk kesengajaan, akan tetapi hanya berupa cara membentuk kesengajaan, lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa unsur ini bukan merupakan bentuk opzet, tapi cara membentuk opzet, yang mana mempunyai 3 (tiga) syarat yakni : 1. Opzetnya itu dibentuk setelah direncanakan terlebih dahulu, 2. Setelah orang merencanakan (opzetnya) itu terlebih dahulu, maka yang penting ialah caranya opzet itu di bentuk yaitu harus dalam keadaan yang tenang. 3. Dan pada umumnya, merencanakan pelaksanaan opzet itu memerlkan jangka waktu yang agak lama 63. Bertitik tolak pada pengertian dan syarat unsur direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka terbentuknya direncanakan lebih dahulu adalah lain dengan terbentuknya kesengajaan. Proses terbentuknya direncanakan memerlukan dan melalui syarat-syarat tertentu. Sedangkan terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-syarat sebagaimana yang diperlukan bagi terbentuknya unsur-unsur dengan rencana terebih dahulu. Juga dengan melihat pada proses terbentuknya unsur dengan rencana terlebih dahulu, maka kesengajaan (kehendak) sudah dengan sendirinya terdapat didalam unsur dengan rencana terlebih dahulu, dan tidak sebaliknya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kesengajaan (kehendak) adalah bagian dari direncanakan terlebih dahulu. C. Faktor-Faktor Timbulnya Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana, bahkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa/i di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa pada tahun 2003 terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana di Sumatera Utara sebagian besar karena kondisi ekonomi yang tidak mampu (74,71%), pendidikan rendah (72,76%), lingkungan 63 Adami Chazawi, Ibid, hal. 85

pergaulan dan masyarakat yang buruk (68,87%) dan yang terakhir karena lingkungan keluarga yang tidak harmonis (66,15%). Dari hasil penelitian ini penyebab utama yang paling besar adalah karena kondisi ekonomi yang tidak mampu dengan presentase sebanyak 74,71%. Kondisi ekonomi yang tidak mampu memang bisa membuat anak berbuat jahat apabila imannya kurang dan keinginannya akan sesuatu tak terpenuhi oleh orang tuanya, tindakan yang dilakukannya bisa berbentuk pencurian benda yang di inginkannya. Selain itu, adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang pada gilirannya sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak Hal yang sama juga diperoleh melalui adegan-adegan kekerasan secara visualisasi, khususnya melalui media elektronik (televisi). Melalui tingginya frekuensi tontonan adegan kekerasan akan melahirkan apa yang di sebut dengan kultur kekerasan. Hal ini akan menimbulkan penggunaan tindak kekerasan yang mengarah kepada tindak pidana sebagai solusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk anak. Anak juga bisa melakukan tindak pidana karena terinspirasi dari tayangan film yang bernuansa pornografi dan pornoaksi. Sehingga dalam berbagai kasus ada anak yang sampai tega memperkosa teman sepermainannya setelah menonton film porno. D. Pertimbangan Hukum Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Pasal 340 KUHP Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undangundang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, yang

rumusannya dapat berupa pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana. Pada dasarnya seseorang melakukan suatu tindak pidana apabila pelaku memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Subjek 2. Kesalahan Bersifat melawan hukum (dari tindakan) 3. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/ perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana. 4. Waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainnya). 64 Dapat diketahui pada Pasal 340 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pada Pasal 340 KUHP di atas apabila dijabarkan unsur-unsur yang terkandung ialah sebagai berikut : 1. Barang siapa, maksud kalimat tersebut menyatakan seseorang yang melakukan suatu perbuatan atau tindakan. 2. Dengan sengaja, maksud kalimat tersebut adalah perbuatan yang disengaja dengan maksud bahwa perbuatan tersebut bukan suatu perbuatan kelalaian akan tetapi perbuatan tersebut mengandung unsur kesengajaan untuk mencapai suatu hal yang diharapkan. 3. Direncanakan terlebih dahulu, maksud dari unsur ini ialah suatu perbuatan yang telah direncanakan terlebih dahulu yang hampir sama dengan unsur kesengajaan, misalnya rencana tersebut ialah untuk menikam menggunakan sebilah pisau ke perut korbannya, hal tersebut merupakan suatu perencanaan yang telah dipikirkan oleh pelaku. 4. Merampas nyawa orang lain, maksud dalam kalimat tersebut merupakan suatu perbuatan yang merampas hak hidup seseorang yang dimana setiap orang 64 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni- Petehaem, Jakarta,2002, hal 211

mendapatkan hak untuk hidup yang terkandung dalam pasal 9 Undang- Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, jadi istilah merampas nyawa orang lain merupakan suatu perbuatan yang meniadakan hidup seseorang dengan segala cara misalnya membunuh ataupun dengan cara apapun yang menyebabkan seseorang tersebut kehilangan nyawanya. Apabila dicermati secara detail, maka dalam hal ini pasal 340 KUHP hanyalah suatu pasal yang ditujukan pada suatu perbuatan pembunuhan saja yang telah direncanakan pelaku untuk meniadakan hidup seseorang dengan cara melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.. Pada fakta yang berkembang dalam proses peradilannya bagi pelaku pembunuhan yang disertai pembunuhan berencana dan penganiayaan berat tersebut selalu menerapkan pada Pasal 338 KUHP ataupun 340 KUHP yang dimana pada dasarnya pasal tersebut merupakan suatu pasal mengenai pembunuhan. Adapun bunyi dari Pasal 338 adalah barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan hukuman pidana penjara paling lama lima belas tahun. Sedangkan pada Pasal 340 hukumannya adalah dua puluh tahun, namun dalam pembuktiannya hakim terkadang bisa juga menjatuhi hukuman mati atau seumur hidup tergantung dari seberapa besar tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korbannya seperti yang kita ketahui terkadang pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dan penganiayaan berat cenderung ia tidak saja membunuh satu korban saja namun pelaku terkadang telah melakukannya terhadap korban-korban yang lainnya yang mungkin saja belum terungkap kasusnya sampai terdakwa melakukannya kembali perbuatannya yang mana kini perbuatannya telah di ketahui oleh aparat yang berwenang yaitu polisi. Sehingga dalam proses penyidikannya terkadang jaksa penuntut umum sering membawa atau menghadirkan alat bukti dan keterangan saksi baru yang mana ada keterkaitan dengan terdakwa terhadap kejahatannya yang lain. Oleh karena itu hakim selalu menjatuhi hukuman terhadap terdakwa dengan hukuman mati atau seumur hidup dikarenakan dihawatirkan terdakwa melakukannya kembali apabila telah bebas dari hukuman, bisa juga hakim mempertimbangkan

faktor lain yaitu adanya keterangan ahli yang mana terdakwa mengalami kelainan sehingga bisa membahayakan bagi orang lain. Jika dillihat dari peranan hakim dalam menentukan bahwa seseorang, petindak mempunyai keadaan jiwa seperti yan ditentukan dalam pasal 44. Jawabannya ialah bahwa yang menentukan dalam putusannya apakah sesuatu keadaan jiwa sudah sesuai dengan yang dimaksud undang-undang, dalam hal ini Pasal 44 adalah hakim. Mungkin sebenarnya soal keadaan jiwa ini tidak termasuk ke dalam lapangan ilmu pengetahuan hukum, akan tetapi termasuk kedalamlapangan ilmu penyakit kejiwaan atau psychiatrie, karena hakim harus menentukan dalam putusannya maka ia membutuhkan penasehat atau ahli penyakit jiwa, nasehat ahli penyakit jiwa tersebut dapat berisikan tentang, benar atau tidak seorang pelaku mempunai keadaan jiwa seperti yang ditentukan dalam Pasal 44 tersebut dan tingkat dari penyakit, kecacatan dan atau ketidak sadaran dari jiwa tersebut, analisis atau diagnosa tentang tingkat dari kemampuan bertanggung jawab dari penderita. Namun hakim sendiri tidak terikat pada nasehat tersebut. Hakim dapat meyakinkannya atau tidak meyakinkannya walaupun dalam keadaan ini sang hakim tidak merupakan seorang ahli. Dalam mengambil putusan hakim harus memperhatikan beberapa hal diantaranya mengenai hal perbarengan tindakan tunggal yang mana perumusannya dalam KUHP, mengenai perbarengan tindakan tunggal terdapat atau ditentukan dalam Pasal 63 KUHP yang isinya yaitu, jika suatu tindakan masuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana maka yang harus dikenakan hanyalah salah satu dari ketentuan-ketentuan itu, jika berbeda maka yang harus diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat, suatu tindakan masuk kedalam suatu ketentuan pidana umum, tetapi termasuk juga kedalam ketentuan pidana khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Dapat diambil kesimpulan dari isi Pasal 63 KUHP bahwa perbarengan tindakan tunggal, apabila dengan satu tindakan terjadi dua atau lebih tindakan pidana, dengan perkataan lain dengan tindakan yang sama telah juga terjadi

tindak pidana yang lainnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya perbarengan adalah : 1. Ada dua atau lebih tindak pidana dilakukan 2. Bahwa dua atau tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang atau dua orang atau lebih dalam rangka penyertaan. 3. Bahwa dua atau lebih tindak pidana tersebut 4. Bahwa dua atau lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus. 65 Didalam R.U.U. KUHP Nasional Indonesia, mengenai perbarengan perbuatan dicantumkan pada bab II dalam Pasal 23 yang berbunyi, barang siapa melakukan beberapa tindakan pidana pada waktu yang bersamaan dapat dikenakan lebih dari satu jenis pidana, barang siapa melakukan beberapa tindakan pidana pada waktu yang tidak bersamaan dapat dikenakan pidana yag berlaku untuk pengulangan atau dapat diperingati Sedangkan ketentuan pidana bagi pengulangan suatu tindak pidana hakim dapat memperkuat pidana yang dapat dikuasakan untuk tindak pidana yang bersangkutan atau mengenakan jenis pidana lain yang dianggap lebih sesuai yang tidak boleh melampaui maksimum pidana yang dapat dikenakan terhadap tindak pidana itu. Oleh sebab itu bagi pelaku tindak kejahatan pembunuhan berencana dan penganiayaan berat terkadang selain proses persidangannya yang sangat lama dan memakan waktu yang sangat panjang namun terkadang jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya sering menambahkan dakwaan atau pasal berlapis yang mana mampu menjerat terdakwa dengan hukuman yang sangat berat. Adapun penambahan dari dasar penambahan pidana adalah sebagai berikut : a. Karena pengulangan b. Karena pembarengan atau gabungan c. Karena beberapa keadaan tertentu lainnya yang secara khusus ditentukan dalam beberapa pasal tindak pidan. 65 Ibid.,hal. 392

d. Karena beberapa keadaan yang juga menjadi asas umum bagi suatu ketentuan hukum pidana khusus. Dari hasil penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa para pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dan penganiayaan berat terkadang mereka telah melakukan perbuatanya itu lebih dari satu kali. Ketentuan ketentuan penjatuhan pidana selain ada penjatuhan pidana pokok ada pula penjatuhan pidana yang diatur secara khusus, karena di dalam perundang-undangan di luar KUHP, sering dapat ditemukan ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari sistem penjatuhan pidana yang diatur dalam KUHP. Adapun penyimpananpenyimpangnya adalah sebagai berikut : a. Dapat menjatuhkan dua pidana pokok sekaligus b. Dapat menjatuhkan pidana pokok tunggal atau ganda dan pidana tambahan tunggal atau ganda disertai lagi dengan tindakan tata tertib c. Menyelesaikan suatu tindakan pidana tertentu secara administratif Adapun dalam hal-hal tertentu hakim dapat menjatuhkan pidana mati, walaupun yang diancamkan pidana penjara seumur hidup, menjatuhkan pidana penjara walaupun yang diancamkan pidana kurungan atau sebaliknya. Jadi Pasal 340 KUHP yang dijatuhkan terhadap pelaku pembunuhan disertai penganiayaan berat menurut penulis sudah sesuai, sepanjang hukum tersebut positif hanya ketentuan tersebut yang tepat untuk dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan berecencana dan penganiayaan berat. Kembaren dalam KUHP belum ada pasal yang mengatur mengenai pembunuhan berencana, sehingga dalam menjatuhkan hukuman hakim melihat unsur-unsur yang memberatkan dalam Pasal 340 KUHP yaitu apakah pelaku melakukan pembunuhan berencana dan penganiayaan berat tersebut dalam keadaan sadar atau dengan suatu perencanaan terlebih dahulu dikarenakan oleh rasa dendam yang sangat mendalam, apabila semua itu terpenuhi maka hukuman yang diberikan kepada pelaku pembunuhan berencana dan penganiayaan berat dapat diberikan hukuman yang terberat sesuai dengan ketentuan yang ada.

Berdasarkan apa yang diterangkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merumuskan pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan yang berdiri sendiri. Adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, maka langkahlangkah penegakan hukum merupakan proses yang panjang membentang dari awal sampai akhir. Adapun menurut sistem yang dipakai dalam KUHAP, maka pemeriksaan pendahuluan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polri termasuk di dalamnya pemeriksaan tambahan atas dasar petunjukpetunjuk dari jaksa penuntut umum dalam rangka penyempurnaan hasil penyidikannya. Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan pengadilan yang dilakukan di depan pengadilan yang dipimpin oleh hakim. Di hadapan hakim, Jaksa Penuntut Umum akan mengajukan tuntutannya sesuai pelanggaran yang dilakukan terdakwa. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh hakim. Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintahan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum. Kejaksaan dalam menjalankan tugas penuntutan tindak pidana setelah dilakukan tindakan penyidikan oleh kepolisian, maka penuntut umum harus melakukan penuntutan dengan melimpahkan ke pengadilan untuk pemeriksaan guna membuktikan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak, kecuali untuk perkaraperkara tertentu demi kepentingan negara dan atau umum. Adapun Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pembunuhan Berencana berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana, Pasal 340 disebutkan bahwa : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. 66 66 KUHP, Politea Bogor, 1988, hal 241.